summary

Sebuah kejadian mendesak Candace. Neneknya koma dan harus dirawat inap di klinik. Untuk membayar biaya yang tidak kecil, Candace berkerja menjadi maid di rumah walikota. Tapi, bukan hanya itu yang dialami olehnya. Karena selain bertemu dengan Gill, walikota yang sombong, ia juga bertemu dengan Chase, sang koki yang gemar menggodanya.

.

.

Hujan deras dan berangin—atau bisa dibilang badai—itulah cuaca malam di kota Garmon Mines, sebuah daerah pertambangan di barat laut Castanet Island. Tetesan air dari langit tak henti-hentinya mengetuk atap dan lapisan terluar toko Sonata Tailoring, tempat usaha pakaian sekaligus rumah bagi keluarga Schessa.

Sekarang, di dalam rumah sederhana nan minimalis itu, terdapatlah Candace, gadis muda berumur 20 tahun, dan juga neneknya yang bernama Shelly.

Sesudah menambah kayu kering ke cerobong asap—agar dapat menghangatkan suasana—gadis berambut biru itu berjalan ke jendela dan mengintip dari balik gorden. Dia lihat pemandangan luar yang gelap.

Jika diperkirakan, mungkin hujan akan berhenti sekitar sejam lagi.

Candace berbalik, membuat kedua kepangan longgarnya sedikit terayun pelan. Ia perhatikan neneknya yang masih fokus dengan kerjaannya di kursi menjahit.

Menyadari ini sudah pukul 22.00, ia pun menghela nafas.

Sambil mengeratkan cardigan yang dia kenakan, Candace mendatangi neneknya. Ia usap perlahan bahu wanita renta itu dan berbisik.

"Nenek..." Katanya. "Nenek istirahat dulu... ini sudah malam."

Shelly sama sekali tidak merespon, mata kecil nan layunya masih saja memperhatikan kedua tangannya yang terus menganyam syal.

"Nenek..."

Ia berhenti. Shelly sedikit menoleh ke Candace, cucu sekaligus sisa keluarga yang ia punya di sini. "Ya?"

"Ini sudah malam... lebih baik Nenek segera ke kamar dan tidur. Nanti penyakit Nenek bisa semakin parah..."

Shelly sedikit memalingkan pandangannya. "Tapi, kalau tidak segera menyelesaikan barang-barang yang bisa dijual... kita tidak bisa membayar hutang..."

"Sudah, jangan terlalu dipikirkan..." Candace memotong dengan sopan. "Justru kalau semakin dipikirkan, malah akan membebani Nenek sendiri..."

Shelly terdiam, lalu ia mengangguk.

"Nah, ayo. Biar aku antar Nenek ke kamar—"

TOK TOK TOK!

"Permisi!"

Ucapan Candace tersela oleh suara ketukan dan seruan dari luar rumah. Saking kencangnya, bunyi deras hujan pun sedikit dilampauinya.

Candace terkejut, terutama Shelly.

"Buka pintunya!"

"Nenek tunggu di sini saja, ya? Biar aku yang keluar..."

Candace mencoba menenangkan Shelly yang sudah mulai gemetar ketakutan. Lalu ia berdiri tegak, dan berjalan menuju pintu masuk yang sengaja dikunci dari dalam.

"Buka pintunya, Nona Schessa!" Panggil seseorang dari luar rumah.

"I-Iya, tunggu..."

Dia lepaskan gembok kecil di sela pintu, lalu ia buka lebar. Dengan seketika, angin dingin hasil ekstrimnya cuaca luar menerpa dirinya. Dan ketika ia melihat seseorang berbadan besar berdiri di hadapannya.

Pria berambut biru berwajah sangar itu melipat kedua tangannya di dada, lalu ia memberikan tatapan sinis ke arah gadis manis bernama lengkap Candace Schessa itu.

"Ya, ada apa?" Meski gugup, Candace tetap berusaha bertanya—walau sebenarnya ia sudah tau apa maksud dari kedatangan orang ini.

"Kami, mengatasnamai kebijakan Castanet Island, menyuruh kalian untuk membayar hutang sewa tanah." Katanya. "Sekarang."

Candace membisu.

"Kalau tidak, kau dan nenekmu harus pergi meninggalkan rumah ini..."

.

.

.

F-L-U-B-I-L-O-B-U

Harvest Moon by Natsume

AR—Alternate Reality

Pieree Present...

(Gill Hamilton—Candace Schessa—Chase Kelvin)

.

.

one of ...

-hujan-

.

.

Brukh!

Terlemparlah sebuah koper besar ke halaman rumah yang dipenuhi oleh genangan air hujan. Setelah koper, barulah Candace dan Shelly yang ditarik paksa oleh Dale—pria berbadan besar tadi—agar dapat keluar. Dan karena badai masih berlanjut, dalam hitungan detik, tubuh mereka pun basah diguyur oleh ribuan tetesan air hujan yang dingin.

"Keluar! Jangan pikir kalian bisa menyewa tempat ini kalau kalian terus-terusan berhutang!"

"Tolong, berikan kami kesempatan lagi untuk mengumpulkan uang..." Candace memohon. "Pa-Paling tidak, beri waktu sebulan. Kami janji akan segera membayar..."

"Tidak bisa!" Pria itu membentaknya. "Alasan seperti itu sudah cukup dijadikan omong kosong! Sekarang, lebih baik kalian pergi dari sini!"

Mendengarnya, Shelly pun menangis. Walaupun suaranya tidak terlalu terdengar, wanita berumur 60 tahun itu tak kuasa menahan perih di hatinya akibat diusir dari satu-satunya tempat ia berlindung. Terlebihnya lagi, semua hasil usaha jerih payahnya bersama sang cucu—dengan membuat toko pakaian—sudah disita. Kini, mereka sudah tidak punya apa-apa lagi.

Candace pun memeluk neneknya. Ia saksikan Dale yang baru saja selesai mengunci rumahnya dari luar. Setelah pria itu selesai, sambil membuka payung, pria itu berlari ke salah satu mobil yang terparkir di seberang rumah dan masuk melalui pintu belakang.

Dan ketika mobil mulai berjalan ke jalan pulang, mobil itu melewati Candace dan neneknya begitu saja. Tapi di saat itu, ia sempat melihat seseorang yang duduk di bangku sebelah kemudi.

Meskipun suasana gelap dan mobil itu dilapisi jendela, Candace meyakini dirinya sendiri, bahwa ia melihat ada seorang seorang pria berwajah dingin. Namun, setelah mata mereka berpapasan, pria itu memalingkan wajahnya ke arah lain.

.

.

pi-e-ree—flu-bi-lo-bu

.

.

Di bawah derasnya hujan yang mengguyur mereka, Candace masih terus menuntun neneknya untuk berjalan menuruni Garmon Mines.

Tangan Candace menuntun Shelly, membantunya berjalan agar ia tidak terpeleset ataupun terjatuh. Sedangkan, salah satu tangannya lagi menarik koper besar yang berisikan baju maupun harta-harta mereka yang tersisa.

Setelah melewati air terjun dan berbagai pertenakan, sampailah mereka ke daerah yang mendekati pantai.

"Nenek... sebentar lagi kita akan sampai ke Harmonica Town..." Katanya. "Akan kuusahakan kita sampai ke Ocarina Inn. Siapa tau kita bisa menginap selama beberapa hari di sana..."

Candace mengusap wajah Shelly, neneknya yang sudah tua, dan mencoba tersenyum agar dapat menyemangatinya. Tapi, Shelly sama sekali tidak menjawab. Wajah pucatnya pun semakin menunduk.

"Nenek? Nenek kenapa?" Tanyanya, khawatir.

Lagi, Shelly tidak merespon.

"Nenek—?"

"Uhuk!" Pertanyaan Candace terjawab oleh batukan keras. Shelly menarik nafas, terdengar suara tersiksa dari sana. "Uhh—uhuk! Uhuk!" Batukan keras kembali terdengar. Candace semakin panik.

"Ne-Nenek!? Nenek kenapa!?" Kedua mata Candace terbelalak, terutama saat ia melihat adanya darah di telapak tangan Shelly—yang sempat ia gunakan untuk menutupi mulutnya.

Jantung Candace pun berdetak kencang. Ia takut. Ia takut neneknya kenapa-napa.

"Ki-Kita harus ke klinik..."

Segeralah ia menggendong neneknya, lalu ia tarik koper tersebut agar dapat sampai ke Harmonica Town.

"Tunggu, sebentar lagi kita sampai..."

.

.

pi-e-ree—flu-bi-lo-bu

.

.

Tepat di tengah malam, badai pun berhenti. Dan di saat itu, Candace masih menunggu di bangku tunggu di Choral Clinic, klinik satu-satunya di Castanet Island. Sebenarnya, ia sempat tidak enak hati memasuki ruangan bersih bernuansa putih ini—karena tubuhnya yang basah kuyub. Tapi Jin, sang dokter, memaksanya untuk berteduh. Bahkan ia juga memberikan handuk kering untuk Candace, sehingga ia dapat mengeringkan diri.

Sambil menggenggam erat handuk yang melingkari tubuhnya, Candace memandangi jam yang tertempel di dinding. Jam 05.13 pagi. Sudah berjam-jam ia menunggu sendirian di sini.

Ia benar-benar ingin cepat tau keadaan neneknya.

Cklek.

Sebuah suara pintu terbuka membuat Candace tersentak. Ia pun langsung berdiri ketika melihat Jin yang sedang berjalan kepadanya.

"Ba-Bagaimana? Apa nenekku baik-baik saja?"

Candace memang menatap Jin dengan pandangan penuh harap ia akan memberikan berita baik, tapi sayangnya Jin akan mengatakan hal sebaliknya.

"Maaf, harus saya katakan bahwa nenekmu tidak bisa dikatakan sehat. Dia sakit. Sebuah penyakit mengerikan menyerangnya..." Jin menyerahkan sebuah kertas yang bertuliskan sebuah nama penyakit yang membuat Candace terbelalak.

"Ja-Jadi bagaimana?"

Melihat gadis bermata sapphire itu mulai berkaca-kaca, Jin pun menghela nafas panjang. "Saat ini nenekmu sedang tertidur, tapi dia koma. Dia harus dirawat di sini selama beberapa saat..."

"Ya, tidak apa. Asalkan Nenek bisa selamat..." Mohonnya dengan berurai air mata. "Tolong rawat Nenek..."

Jin mengangguk pasti. "Ya, akan kuusahakan. Dan sekarang lebih baik kau pulang dan beristirahat."

Dan karena dokter itu melihat koper Candace yang terletak di ujung pintu, Jin berinisisatif. "Ah, apa kau mau kami pinjamkan kamar?"

"Ah, tidak..." Candace mencoba tersenyum. "Tidak usah. Te-Terima kasih..."

Setelah mengucapkan banyak terima kasih, Candace pamit. Sambil menarik kopernya, ia berjalan keluar klinik.

Candace pun berjalan menuju ke destinasi utamanya, yaitu Ocarina Inn. Tapi di sela perjalanannya, ia berpikir ulang. Bagaimana caranya ia dapat membayar segala biaya perobatan neneknya apabila ia menggunakan uangnya untuk menginap?

Tapi bila dihitung-hitung juga, kalaupun dia tidak menginap, uang yang sekarang dia pegang juga tidak akan mencukupi biaya klinik.

Di detik itu, Candace menghela nafas panjang.

Dari mana ia bisa mendapatkan uang?

Dia hentikan langkahnya, lalu menatap ke langit-langit.

Sekarang... ia tidak tau harus ke mana.

Tak terasa, beberapa butiran air mata mulai keluar dari masing-masing sudut matanya. Dia terisak. Seandainya mereka masih mempunyai tempat berteduh, mungkin ia akan bisa berpikir lebih baik. Tapi, ini tidak sama sekali.

Candace menghapus air matanya dan mencoba tegar.

Brukh.

Sebuah tabrakan kecil membuat Candace sedikit oleng, untungnya ia masih dapat menjaga keseimbangannya untuk berdiri.

Sebenarnya, Chase—pria yang tadi menabraknya—hanya ingin meminta maaf biasa. Tapi, karena ia sempat melihat wajah Candace yang pucat, ia pun sedikit prihatin.

"Sorry, aku tidak sengaja. Kau baik-baik saja?" Tanyanya.

Merasa tidak ada jawaban dalam waktu yang cepat, pria berambut jingga itu sedikit membungkuk dan melihat kedua mata Candace yang tidak sedang menatapnya.

Chase bingung. Ia kembali menegakan tubuhnya dan menggedikan bahu. Niatnya, ia ingin langsung meninggalkan gadis aneh berambut biru itu. Tapi, tiba-tiba saja kaki Candace melemas dan ia langsung terjatuh. Namun, sebelum gadis itu menghantam permukaan jalan, dengan cepat Chase menangkapnya.

Dengan panik, ia menatapi kedua mata Candace yang terpejam.

"Hei, apa kau bisa bangun?"

Dia tepuk pelan pipinya, agar gadis asing tersebut dapat terbangun. Tapi, nyatanya dia malah terkejut karena menyadari suhu tubuh Candace yang begitu panas.

Kini, Chase dibuatnya mendesah pasrah.

"Apa gadis ini... pingsan?"

.

.

see you

.

.

my note

Hai. Ini fict pertamaku di fandom Harvest Moon. Dan ini salah fict HM: Animal Parade ber-pairing Gill/Candace/Chase. Tambahan kecil, aku menggunakan marga buatan untuk chara-chara di sini sebagai pelengkap cerita. Tapi, aku ngga akan terlalu sering ngegunainnya biar kalian ngga terlalu bingung. Oh, ya. Di fict ini, Sonata Tailoring (toko pakaiannya Candace dan Shelly) kupindahin ke Garmon Mines untuk kebutuhan cerita.

Bagi yang belom tau chara-chara di fict ini, search gih. Dijamin ngga nyesel. Hehee... :)v #promositerselubung.

.

.

warm regards,

Pieree...