Ng, aku mau kasih tau beberapa informasi nih. Aku kan orangnya sibuk banget (gak ada yg nanya), udah kuliah, tugas numpuk, dll, jadi fanficku updatenya random. Apalagi kalau lagi masanya ujian, mungkin bisa sampe sebulan gak diupdate. Jadi, mohon kemaklumannya ya.

Kedua, ini adalah fanfic shonen ai pertamaku diluar NaruGaa. Yah, emang kesannya aku ini nista banget kalau liat deretan fanfic NaruGaaku, tapi itu cuma berlaku buat NaruGaa. Untuk KakaIru ini, aku gak bisa bikin yang ekstrim, yah paling penuh fluff sama hurt comfort, gak bisa lebih dari itu. Ok?

Makasih ya untuk para reviewer, dukungannya berarti sekali.

Yosh, silahkan dinikmati.


Sejak dulu, Kakashi tidak pernah tahu bagaimana cara yang benar untuk bersikap normal.

Lahir sebagai anak jenius dari seorang ninja jenius, menjadi ninja dengan cepat dengan segudang bakat, kemudian sejak umur belia ia sudah mengenal darah dan kematian, hal itu menjadikan dirinya jauh dari normal. Ditambah dengan ayahnya yang bunuh diri, kematian sahabat karib dan kepergian guru yang ia sayangi. Jika ia pikirkan semua itu sekarang, rasanya jelas mengapa ia jauh dari normal.

Ia tidak punya pengetahuan umum yang baik atau etika yang baik.

Meski sifat ini ia adaptasi dari Obito, tapi memang pada dasarnya ia bukan orang yang senang beretika.

Buku porno yang ia baca di depan umum bahkan anak-anak, masuk ruangan melalui jendela, kerap kali tidak mendengarkan orang bicara. Semuanya hanyalah bukti bahwa ia tidak tahu cara beretika dengan benar.

Jujur saja, tangannya terasa aneh bila tidak melakukan jutsu, memegang kunai atau memukul lawan. Makanya bila tidak sedang dalam misi, tangannya hanya sibuk memegang buku porno, atau ia masukkan ke dalam saku.

Ia tidak benar-benar tahu bagaimana cara bereaksi yang benar saat seseorang bicara padanya, maka kebanyakan ia hanya menjawab dengan tersenyum atau tidak mau mendengarkan sama sekali.

Apalagi berekspresi, ia sudah benar-benar lupa caranya berekspresi.

Maka dari itu, ia hanya tersenyum dengan sedikit menampakan rasa bersalah saat ia terlambat datang ke akademi ninja setelah ia sembuh dari luka-lukanya.

Ia memandang Iruka yang menatapnya dengan kesal. Hari memang sudah hampir tengah hari, tapi ini bukan sepenuhnya salahnya.

Kenyataan bahwa ia harus menjadi guru anak-anak pre-genin di bawah awasan seorang chuunin membuatnya mengobrol dengan batu memorial lebih lama dari pada biasanya. Ia bertanya-tanya apakah ia bisa melakukan semuanya dengan baik tanpa membuat kesalahan yang bodoh pada Minato-sensei juga Obito.

Ia yakin mereka pasti sedang tertawa di surga sana, melihat dirinya seperti ini.

"Kakashi-sensei, saya kan sudah bilang kemarin, tolong datang tepat waktu," kata Iruka, kelihatan sangat kesal. Matahari memang sudah sampai pada puncaknya, tanda bahwa hari sudah siang. Ia sudah menanti begitu lama jounin jenius yang akan mengajar di akademi dan akhirnya ia datang dengan tampang tidak bersalah.

"Maaf, aku baru saja menolong nenek-nenek menyebrang sungai, kemudian mengejar kucing hingga ke dalam gunung," kata Kakashi beralasan. Tentu saja, anak TK juga tahu itu semua omong kosong, tapi ia tidak peduli. Sebagus apapun alasannya, Iruka pasti tetap akan marah, jadi untuk apa buang-buang tenaga untuk membuat alasan yang bagus?

Iruka mendesah, ia sudah dengar dari Naruto kalau Kakashi senang sekali terlambat, sampai katanya seperti disengaja, dan selalu membuat alasan-alasan yang tidak masuk akal.

"Ya sudah, apa boleh buat, untuk hari ini tidak apa-apa, tapi saya mohon besok jangan terlambat," kata Iruka. Kakashi hanya tersenyum, ia merasa heran mengapa meski chuunin di depannya ini berbicara dengan bahasa sangat sopan kepadanya, tapi tetap terasa seram. Mungkin ini kharismatik seorang guru?

Mereka segera masuk berjalan ke dalam gedung. Kakashi melihat-lihat sekolah yang dulu pernah ia masuki, tapi hanya setahun di sini. Sudah banyak yang berubah, tapi beberapa hal tetap sama.

"Oh ya Kakashi-sensei, apa Kakashi-sensei bisa mengajar teori?" tanya Iruka, menoleh padanya.

Kakashi segera menggeleng dan tersenyum semanis mungkin pada guru itu, meski yang terlihat hanya matanya saja. "Aku tidak bisa, kau sendiri sudah tahu bagaimana aku membuat laporan misiku," jawabnya tanpa rasa bersalah.

Iruka ingin menepuk jidatnya, baru ingat betapa repotnya ia harus mengurusi laporan misi Kakashi bila kebetulan ia yang mendapatkannya. Entah ada yang kurang, tidak terisi atau salah tulis, atau malah tulisannya tidak terbaca hingga akhirnya Iruka harus menulis ulang semuanya sendiri.

"Baiklah, kalau begitu Kakashi-sensei mengajar di praktek saja," kata Iruka. Kakashi mengangguk, kalau yang itu ia memang ahli, meski ia tidak yakin meski ia jago dalam praktek, bukan berarti ia bisa mengajar dengan baik.

"Oh ya, untuk sekarang ini, Kakashi-sensei mengajar berdua denganku, lalu jangan membuka bukumu di depan anak-anak," kata Iruka lagi. Kakashi merasa kecewa, ia tidak bisa membaca bukunya seharian? Sebenarnya ia sudah hapal semua isi novelnya di luar kepala karena ia sudah ratusan kali membacanya, tapi tanpa buku itu tangannya tak tahu harus melakukan apa, paling hanya ia sarungkan di kantung celananya.

"Sekarang kelas 3 ada latihan melempar shuriken, mari ke sana," kata Iruka lagi. Kakashi mengangguk, mengikuti di belakang Iruka dengan cara berjalan yang agak malas. Ia tidak merasa senang, terbebani malah, tapi ia tidak punya pilihan lain.

Mereka tiba di sebuah lapangan kecil yang dibuat untuk latihan melempar shuriken dan kunai. Kakashi bisa melihat target-target yang ada di pohon dan tiang, terbuat dari papan atau jerami. Sudah lama sekali sejak ia di sini.

Tapi, yang mengejutkan adalah anak-anak kecil yang ada di depannya. Entah ada berapa bocah ingusan yang ada di lapangan itu. 20? 30? Kakashi tidak bisa menghitungnya. Mereka semua masih memiliki wajah tanpa dosa, juga kepolosan anak kecil, membuatnya sedikit merasa kaku.

Bagaimana ia harus bersikap di depan anak kecil?

Kalau Naruto, Sasuke dan Sakura, meski anak kecil setidaknya mereka ninja. Tapi, kalau mereka?

"Semuanya tenang, maaf ya sensei terlambat. Sekarang kalian akan mendapat guru baru, ini Kakashi-sensei, ia akan mengajar kalian selama 2 minggu ke depan, ayo beri salam," kata Iruka dengan lancar, jelas sekali ia sudah sangat terbiasa dengan anak-anak didiknya. Berbanding terbalik dengan Kakashi.

Kakashi hanya merasa bingung dengan tatapan-tatapan anak kecil yang ditujukan padanya. Ada yang heran, bingung, senang bahkan takut. Mereka semua ramai berbicara dengan satu sama lain, mungkin tentang dirinya.

"Hei, jangan ribut," tegur Iruka dengan tegas, membuat Kakashi kaget. Seluruh anak-anak langsung diam.

"Sekarang kita akan berlatih melempar shuriken," jelas Iruka lagi, ia segera mengambil shuriken dari kayu yang berada di sebuah kotak.

"Masing-masing bentuk kelompok dan bergantian melempar shuriken ke target, setelah setengah jam sensei akan menguji bagaimana lemparan shuriken kalian," kata Iruka lagi. Kakashi hanya diam mendengarkan, tidak tahu harus berbuat apa.

"Sekarang, sensei beri contoh dulu," kata Iruka. Ia melemparkan shuriken ke arah target dan tepat mengenai tengah, menuai tepuk tangan dan sorakan dari anak-anak. Pipinya jadi sedikit memerah.

"Iruka-sensei keren! Ajari aku!" sorak anak-anak ramai.

"Sudah, sudah, jangan ribut, oh ya Kakashi-sensei, mau memberi contoh juga?" tanya Iruka, beralih pada Kakashi yang daritadi hanya diam berdiri saja.

"Ah… ya…," gumam Kakashi, segera mengambil shuriken dalam kotak. Kemudian ia memperhatikannya. Dari kayu?

"Ah, memang tuntutan akademik sekarang, anak-anak dibawah kelas 6 tidak boleh pakai kunai dan shuriken dari besi, makanya diganti jadi kayu, soalnya kalau besi mereka sering sekali terluka," kata Iruka menjelaskan. Kakashi hanya menatap shuriken yang ada di tangannya dengan bingung.

Ringan… terlalu ringan…, juga tidak tajam… bagaimana menggunakannya?

"Ah, papan targetnya dari bahan gabus, jadi bisa menancap kok," kata Iruka, seakan bisa mendengar pertanyaan Kakashi.

Kakashi mengangguk dan mengambil posisi untuk melempar shuriken. Ia bisa merasakan puluhan mata menembus punggungnya. Rasanya tidak nyaman…

Saat ia melempar, shuriken itu melesat terlalu tinggi hingga menghilang di semak-semak pohon. Membuat Iruka dan anak didiknya hanya tercengang. Kakashi pun ikut tercengang.

"Ahaha… meleset…," gumam Kakashi, kemudian anak-anak segera tertawa, membuatnya kaget.

"Ternyata dia payah juga," ia mendengar seorang anak berkata seperti itu.

"Hei, jangan bicara seperti itu, tidak sopan," tegur Iruka. Ia segera menghampiri Kakashi.

"Maaf ya, anak-anak memang suka bicara ngawur. Karena shurikennya dari kayu, jadi melemparnya sedikit beda. Harus lebih rendah, " kata iruka, mengambil lagi shuriken lain.

"Benar, rasanya terlalu ringan hingga seperti bisa terbang ke langit," kata Kakashi, mengambil shuriken lain juga.

"Tapi, kalau sudah terbiasa sebenarnya sama saja dengan shuriken biasa," kata Iruka lagi. Kakashi mengangguk.

Ia mengambil posisi lagi, bila tadi ia melempar terlalu tinggi, maka kali ini harus lebih kuat dan kencang.

Hup! Shuriken melesat dengan sangat cepat, hampir tidak terlihat. Shuriken itu segera menancap di target dengan tepat.

Prak!

Kakashi hanya tercengang saat targetnya pecah dan jatuh ke tanah. Gawat! Apa ia memakai tenaga berlebihan?

"Ah… maaf Iruka-sensei, targetnya jadi rusak," kata Kakashi, pada Iruka yang masih tercengang.

Iruka segera sadar dan menggeleng. "Ah, tidak apa-apa, targetnya kan terbuat dari gabus, jadi memang gampang rusak, masih ada banyak kok, jadi tenang saja," kata Iruka sambil tersenyum.

"Uwaah…, sensei hebat!" sorak anak-anak, membuat Kakashi kaget. Anak-anak itu segera mengerumuninya, membuatnya bingung.

"Ajari aku, ajari aku!" sorak mereka, membuat Kakashi pening. Kakashi menoleh pada Iruka, meminta bantuan, tapi guru itu tertanya sedang tertawa melihatnya.

Apanya yang lucu? Kakashi bertanya dalam hati.

Melihat wajah Kakashi yang bingung hanya membuat Iruka ingin tertawa makin keras. Entah kenapa, sosok misterius dan keras milik Kakashi langsung menguap sekarang. Ia tidak terlihat seperti jounin jenius dengan 1000 jurus, tapi hanya guru baru yang masih kikuk menghadapi anak-anak.

"Hei, sudah, sudah, kalian latihan sendiri dulu, nanti kalau tidak bisa baru minta kami untuk mengajari," kata Iruka, menyudahi tawanya dan kembali mengatur anak-anak yang lepas kendali.

Anak-anak segera meninggalkan Kakashi, yang kelihatan masih syok, dan membentuk kelompok untuk berlatih.

Kakashi menghela napas, merasa lega, ia kemudian melihat Iruka yang tersenyum padanya, tampaknya masih ingin tertawa.

Ia tidak mengerti sama sekali. Sebenarnya, apanya yang lucu?

IoI

Bohong kalau Kakashi bilang ia suka mengajari anak-anak pre-genin.

Saat ia sadar bahwa apa yang sedang ia ajarkan sebenarnya adalah teknik membunuh orang, ia merasa tidak enak. Anak-anak polos di depannya akan berubah menjadi ninja yang sering berlumuran darah.

Kepolosan mereka akan menghilang, mereka akan menjadi ninja yang sering melukai orang.

Kakashi mendesah, percuma ia memikirkan hal itu sekarang. Tidak ada yang bisa ia lakukan. Ia hanya harus menjalani 'misi' ini agar cepat selesai dan ia bisa bebas.

Ia melirik ke Iruka yang sibuk ke sana kemari mengajari anak-anak melempar shuriken. Bisa dibilang, pemandangan yang ada di depannya seperti perang. Ia mengerti sekarang kenapa anak-anak kecil tidak boleh diberi shuriken dari besi, cara mereka melempar benar-benar berbahaya. Ada yang nyasar ke semak-semak, ada yang ke tanah bahkan ke dinding gedung akademi.

Kakashi mendesah, beda dengan Iruka, ia tidak tahu harus berbuat apa, jadilah ia hanya berdiri di pinggir, melihat Iruka dan anak-anak didiknya sibuk.

"Aduh!"

Kakashi segera menoleh, melihat gadis kecil yang hampir menangis memandang tangannya. Saat ada darah menetes, dari tangannya, makin jelas kenapa anak kecil tidak boleh memegang shuriken dari besi.

"Sakit…," keluhnya, membuat beberapa temannya menghampirinya dan ikut panik.

Ia segera menghampiri gadis itu. Luka kecil seperti itu, bukan seberapa. Tapi, bukan itu yang harus ia katakan padanya.

"Sudah tidak apa-apa, jangan menangis," kata Kakashi, mengikuti contoh Iruka, ia berjongkok di depan gadis itu agar sejajar dengannya.

Namun, gadis itu terkejut dan tampak ketakutan melihatnya, membuat Kakashi bingung. Teman-temannya pun bingung. Dan Kakashi hanya tercengang saat gadis itu menangis sangat keras.

"HUAAA….! IRUKA-SENSEI!" tangisnya kencang. Membuat telinga Kakashi sakit.

Apa? Apa yang sudah ia perbuat?

"Ada apa, Moegi?" tanya Iruka, segera menghampiri mereka.

Iruka segera berlutut di samping Moegi, membelai dan menenangkan gadis kecil itu. Sementara Kakashi hanya diam, kebingungan. Apa ia sudah berbuat sesuatu yang salah hingga gadis kecil itu menangis begitu hebatnya? Apa ia kelihatan seram? Atau bau darah?

"Sudah, sudah, jangan menangis, sensei obati dulu tangannya ya, sudah jangan menangis lagi," hibur Iruka, menenangkan Moegi. Ia segera berbalik melihat anak-anak yang berkerumun di sekitarnya, juga Kakashi yang tampak kebingungan.

"Kakashi-sensei, maaf, aku pergi ke UKS sebentar ya, tolong jaga anak-anak," kata Iruka, segera menggendong Moegi yang masih menangis di bahunya.

Kakashi hanya mengangguk dan memandang kepergian guru itu.

Ada apa sebenarnya?

"Sensei melakukan apa pada Moegi sampai menangis seperti itu?"

Ia menoleh, melihat salah satu murid laki-laki, kelihatan marah padanya.

"Aku tidak melakukan apa-apa," jawab Kakashi jujur. Murid itu tampak tidak asing, siapa ya? Seperti pernah lihat…

Ah! Konohamaru! Pantas rasanya mirip seseorang.

"Tapi kenapa Moegi bisa menangis seperti itu, pasti ada apa-apa…," kata-kata Konohamaru terputus, membuat Kakashi bingung. Konohamaru memandangnya lama kemudian matanya membelalak, seperti menyadari sesuatu yang menakutkan.

Konohamaru segera menutup mulutnya dan pergi, menarik teman-temannya menjauh dari Kakashi, membuat jounin itu makin bingung.

Ada apa? Ada apa sebenarnya?

Dari kejauhan, Konohamaru berbicara pada teman-temannya, mereka terlihat kaget kemudian panik. Mereka berbicara pelan dan berbisik hingga Kakashi tidak bisa mendengar, tapi rasanya mereka membicarakan dirinya karena anak-anak itu menatap kepadanya sesekali.

Ah, benar, mereka harus latihan melempar shuriken.

Ia melangkah mendekati mereka, Kakashi terkejut saat mereka ketakutan dan melangkah mundur.

Kenapa? Apa mereka pikir ia sudah melukai Moegi? Tapi, sudah jelas tadi ia sama sekali tidak melakukan apa-apa.

Tapi, pandangan ketakutan anak-anak itu membuat Kakashi tidak bisa bicara apa-apa. Ia kemudian diam dan mendesah. Ia tidak tahan dengan pandangan itu, pandangan yang sangat sering ia terima ketika ia mau membunuh lawannya atau ada orang lain yang melihat ia membunuh orang.

Seakan ia adalah monster di mata mereka, seakan hanya dengan pandangan saja mereka bisa mati.

"Ah, Kakashi-sensei."

Kakashi menoleh, melihat Iruka kembali. Ia tidak tahu betapa leganya ia melihat guru itu kembali, rasanya ia sudah ingin lari dari pandangan anak-anak itu.

"Moegi tidak apa-apa, kubiarkan ia istirahat di UKS… lho? Kalian semua kenapa?" tanya Iruka, menoleh melihat anak-anak yang jauh dari mereka.

"Iruka-sensei!" panggil Konohamaru, segera berlari ke arah guru itu.

"Ada apa? Kenapa kalian berhenti berlatih?" tanya Iruka lagi. Anak didik di depannya kelihatan takut, ia melirik Kakashi dengan pandangan tajam juga takut.

"Bu.. bukannya dia yang menyerang kita saat di hutan waktu itu?"

Kata-kata itu membuat Kakashi terdiam. Di hutan? Menyerang?

Wajah Iruka segera memucat, ia berlutut di hadapan Konohamaru, berusaha kelihatan tenang. "Tidak apa-apa, waktu itu kan Kakashi-sensei sedang tidak sadar dan terluka, kalian semua juga lihat ia terluka parah waktu itu kan?" jelas Iruka. Konohamaru tampaknya masih tidak mau percaya.

Kakashi menoleh melihat pandangan anak-anak lain padanya, melihat mereka dari kejauhan.

Ternyata begitu, jelas saja mereka merasa takut. Tapi, kenapa ia tidak bisa ingat? Ia hanya tahu ia berusaha berjalan sampai Konoha, lalu saat tersadar ia sudah ada di rumah sakit. Tak ada yang menjelaskan apa-apa padanya waktu itu. Termasuk Iruka sendiri.

"Tapi, ia melukaimu, juga hampir melukai Moegi," protes Konohamaru lagi. Kakashi terdiam lagi.

Ia juga melukai Iruka?

Ia melihat Iruka yang masih sibuk menenangkan Konohamaru. Ia sama sekali tidak ingat sudah melukai guru akademi itu.

"Tapi tidak parah kok, Moegi juga tidak apa-apa. Sudah jangan khawatir, kalian harus latihan shuriken lagi sekarang," Iruka segera bangkit. "Ayo anak-anak, kita latihan melempar shuriken lagi."

Anak-anak tampak ragu, namun mereka menuruti Iruka. Mereka kembali berlatih, tapi tidak bersemangat seperti sebelumnya. Mereka masih ragu juga takut. Meski sudah dijelaskan oleh Iruka, mereka tidak bisa tenang.

Tentu saja, Kakashi pun mengerti. Pasti sangat mengerikan melihatnya menyerang guru mereka hingga terluka.

Iruka menoleh melihat Kakashi yang berdiri di pinggir, kali ini lebih jauh dari sebelumnya, seakan ia menjaga jarak yang aman dengan anak-anak itu.

Wajah Kakashi tidak bisa dibaca, sekilas terlihat tenang tapi matanya…

Seperti kosong dan agak terguncang.

Iruka mengutuk dirinya dalam hati. Ia seharusnya memberitahukan yang sebenarnya pada Kakashi. Ia juga seharusnya sudah memperingati anak-anak didiknya, termasuk Moegi, jauh sebelum Kakashi datang. Ini semua salahnya. Sekarang bukannya emosi Kakashi membaik, malah semakin memburuk.

"Kakashi-sensei."

Kakashi melihat Iruka menghampirinya. Apa yang harus ia katakan pertama? Maaf karena sudah menyerangnya dan anak didiknya, meski ia sendiri tidak ingat?

"Maaf, saya belum menceritakan hal itu sebelumnya, saya juga belum menjelaskan yang sebenarnya pada murid-murid, jadinya seperti ini. Maaf sekali lagi," kata Iruka, sambil membungkuk, membuat Kakashi kaget.

Maaf? Bukannya harusnya Kakashi yang minta maaf? Seharusnya Iruka marah karena Kakashi sudah membuat anak didiknya menangis bukan?

Ia tidak mengerti…

"Tidak apa-apa, aku juga minta maaf karena sudah melukaimu juga murid-muridmu," kata Kakashi.

Iruka tidak bisa membalas apa-apa, ia hanya mengangguk kecil. Ia tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Ia tahu kenapa anak didiknya merasa takut pada Kakashi dan ia juga tahu kalau Kakashi merasa terluka karena hal itu. Tapi, apa yang bisa memperbaiki semuanya?

"Sudahlah Iruka-sensei, tidak apa-apa, lihat, murid-muridmu membutuhkanmu," kata Kakashi sambil tersenyum. Namun, Iruka bisa merasakan adanya kesedihan di balik senyuman itu.

"Ah… iya…," gumamnya, tidak tahu harus berbuat apa. Ia berbalik dan menghampiri murid-muridnya, sesekali menoleh melihat Kakashi yang sendirian di pinggir halaman dengan tatapan menerawang jauh.

Padahal Tsunade sudah menyerahkan Kakashi padanya, tapi daripada memperbaiki keadaan emosi Kakashi, ia justru semakin memperburuknya.

Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menolong jounin itu.

IoI

"Sudah dibilangkan, jangan bermain dengannya, dia itu berbahaya."

Kakashi membuka matanya, melihat anak-anak kecil dengan riang bermain bola di lapangan sementara ia menatap mereka dari jauh. Punggungnya bersandar ke pohon sementara kedua tangannya tersembunyi dalam kantung celana.

Dulu ia sering sekali seperti ini, melihat teman-teman sebayanya bermain dari kejauhan sebelum ia pergi untuk berlatih jurus ninja.

Beberapa orang tua pun takut padanya karena ia sudah menjadi chuunin di usia yang begitu muda. Umur 6 tahun. Ketika teman-temannya masih tidak bisa membaca, ia sudah lulus akademi ninja bahkan menjadi chuunin.

Ketika yang dipegang teman-temannya adalah alat tulis atau mainan, maka yang dipegang Kakashi adalah kunai dan shuriken.

Dulu ia merasa bangga, namun ada kalanya ia merasa sedih.

Saat ia menyadari tak ada anak yang mau bermain dengannya.

Sebagai ninja, ia tidak boleh terlihat lemah.

Tapi, saat itu ia merasa sangat terluka.

Ia tidak sengaja ketika melukai salah satu temannya ketika bermain dengan shuriken dari kayu. Namun, seluruh orang tua segera menarik anaknya menjauh dari dirinya saat itu.

Mungkin, karena itu juga ia jadi mengerti apa yang Naruto alami.

Bedanya dengan Naruto, Kakashi tidak bisa mengekspresikan rasa sedihnya. Ia hanya segera melupakannya. Namun, itu bohong kalau ia bisa cepat lupa. Ia hanya tidak mau memikirkannya saja, tapi kadang kala ingatan menyakitkan itu bangkit, entah saat tidur atau terjaga.

Karena itu, Kakashi tahu ia tidak bisa mengerti anak-anak.

Karena bahkan saat ia seusia mereka pun, ia sudah bukan anak-anak lagi.

Kakashi mendesah dan menggaruk kepalanya. Nah, sekarang sebenarnya apa yang harus ia lakukan? Ia seharusnya belajar meenjadi seorang guru kepada Iruka, tapi bagaimana bisa melakukannya saat anak-anak itu ketakutan padanya?

Ia tahu pasti Konohamaru sudah menyebarkan rumor itu ke seluruh penjuru sekolah, karena sejak tadi tak ada anak murid yang berani bertatapan muka dengannya.

Ia sudah terbiasa sih. Tapi, tetap saja, kalau seperti ini, ia tidak bisa menjadi guru untuk mereka.

Apa yang harus ia lakukan sekarang?

"KYAAAAAA!"

"UWAAA!"

"GUK! GUK! GUK!"

Kakashi mendengar keributan dari salah satu gedung akademi. Meski agak ragu, tapi akhirnya ia tetap berlari ke arah sumber keributan itu.

Di salah satu lorong, ia melihat kerumunan murid. Meski anak-anak begitu ribut, sayup-sayup ia bisa mendengar gonggongan anjing.

Ada anjing?

Begitu ia berhasil menerobos kerumunan manusia kecil itu, ia menemukan seekor anjing kotor yang sedang menyalaki banyak murid. Dan ia melihat Konohamaru terluka. Lalu ia melihat anjing itu lagi, yang kali ini memilih untuk menggonggong dan mengeram ke arahnya. Mungkin, karena ia memang agak bau anjing, jadi anjing itu lebih tertarik padanya.

Nah, pada saat seperti ini apa yang harus ia lakukan?

Anak-anak jelas ketakutan, karena bukan hanya anjing itu yang dihindari, tapi dirinya juga. Tapi bodohnya, mereka bukannya pergi, malah hanya menjaga dan melihat dari jauh. Mungkin ingin melihat apa yang akan terjadi.

Tentu saja ia tidak bisa membunuh anjing ini di depan mereka, ia bisa ditendang Tsunade bila melakukan hal sekeji itu di depan anak-anak yang polos.

Yah, sudahlah…

Kakashi segera menangkap anjing itu dengan tangannya, yang tentu saja segera digigit oleh sang anjing. Tapi, ia tidak melawan, juga tidak menjerit kesakitan. Ia hanya membiarkan anjing itu menggigit tangannya lalu ia membopong tubuh anjing itu meski ia memberontak hebat.

Sakit, tapi ia sudah pernah mengalami yang lebih sakit dari ini, jadi ini bukan apa-apa.

Ia melihat anak-anak yang takut campur takjub di sekitarnya. Ia hanya memberikan senyum kemudian segera pergi.

IoI

"Jadi begitu ceritanya? Sekarang Kakashi-sensei ada dimana?" tanya Iruka, setelah selesai mengobati tangan Konohamaru yang tercakar oleh anjing liar.

"Tidak tahu, ia pergi begitu saja, aneh sekali, ia membiarkan anjing itu menggigit tangannya tanpa melawan sama sekali," kata Konohamaru. Ia tidak habis pikir dengan guru yang aneh itu. Kok Naruto bisa tahan dengannya ya? Padahal ia kelihatan berbahaya, dingin juga aneh. Ada sesuatu yang janggal darinya, tapi Konohamaru tidak tahu apa itu.

Tapi, saat ia melihat wajah khawatir Iruka, ia merasa sedikit bersalah.

"Kau segera masuk kelas, aku akan mencari Kakashi-sensei. Tangannya harus diobati," kata Iruka, sambil membawa kotak P3K, ia keluar ruang UKS dan segera berlari mencari sosok jounin itu.

Ia tidak mengerti ada apa sebenarnya hari ini. Begitu banyak kejadian datang satu demi satu. Ia berdoa semoga Kakashi tidak berbuat hal bodoh lagi, misalnya membunuh anjing liar itu karena kesal.

Iruka merasa lega saat ia menemukan Kakashi di pinggir sekolah. Guru itu duduk di tanah, dekat semak-semak dengan punggung menghadap padanya.

"Kau terluka ya?"

Ia mendengar Kakashi bicara, kemudian Iruka melihat anjing yang terbaring di dekatnya. Tampak marah, terus mengeram, namun tidak bergerak.

Apa Kakashi akan membunuhnya lagi?

Tapi, tangan Kakashi kosong, tanpa kunai atau apapun yang bisa melukai anjing itu. Saat copy ninja itu menjulurkan tangannya, anjing itu segera mencakarnya, menambah luka baru pada tangan Kakashi.

Iruka terkejut, ia ingin segera berlari menghampiri jounin itu, ingin memarahinya karena dengan ceroboh membiarkan diri sendiri terluka seperti itu. Tapi, ia hanya diam di tempat. Entah kenapa, firasatnya mengatakan kalau Kakashi masih akan melakukan sesuatu. Sesuatu yang mungkin bisa memberinya petunjuk bagaimana keadaan mental ninja itu sekarang.

"Bukan kah rasanya sakit?" tanya Kakashi lagi pada anjing itu. Anjing itu hanya mengeram.

"Yah, meski kau terlihat tegar dan kuat, tapi… kau juga masih bisa terluka ya…"

Kata-kata Kakashi terasa terngiang di telinga Iruka.

"Kalau kau seperti ini, tak ada yang bisa mengobati lukamu," kata Kakashi lagi. Kali ini tidak berusaha untuk membelai, hanya terus menatap anjing itu.

"Yah, siapa juga ya, yang mau mengobati lukamu?"

Iruka merasa sedih mendengar hal itu. Bukan, bukan begitu…

"Kakashi-sensei…"

Kakashi segera menoleh, melihat guru akademi yang seharusnya mengawasinya menghampirinya dengan kotak P3K di tangannya.

"Apa anjingnya terluka?" tanya Iruka, berjongkok dekat Kakashi, ikut memperhatikan anjing liar yang tampaknya masih marah pada mereka.

Kakashi hanya terdiam. Apa guru ini mendengar percakapan sepihaknya dengan anjing tadi? Kakashi jadi merasa sedikit malu. Karena ia memiliki banyak anjing, bahkan yang bisa bicara, Kakashi terbiasa untuk bercakap-cakap dengan mereka. Entah lah, kadang berbicara kepada anjing jauh lebih menyenangkan daripada kepada manusia. Mereka kadang bisa mengerti dan merespon balik dengan bahasa mereka sendiri. Dan tentunya tidak akan ada debat.

"Iya, kakinya terluka, mungkin karena berkelahi dengan anjing lain atau dilempari batu," jawab Kakashi. Iruka juga bisa melihat dengan jelas luka segar yang masih meneteskan darah dari kaki depan anjing itu.

"Karena itu ia galak sekali ya? Sampai menggigitmu dan Konohamaru," kata Iruka, ia membuka kotak P3Knya. Kakashi hanya mengangguk.

Wajar saja anjing ini jadi galak. Ia baru saja terluka. Sama seperti Kakashi yang kemarin menyerang Iruka setelah terluka berat. Anjing ini pun trauma dan paranoid. Padahal kelihatannya masih kecil, ukuran tubuhnya juga sedang, setidaknya tidak seperti salah satu anjing Kakashi yang besarnya menyaingi manusia.

"Kalau begitu…," Iruka mendekat ke anjing itu, membuat Kakashi bingung. Dan guru akademi itu pun menyergap anjing itu, yang tentu saja tangannya segera digigit.

"Aduh… diam sebentar, aku mau mengobatimu… aduh… auw!" Iruka mengaduh kesakitan, berusaha membuat anjing yang sedang meronta itu tenang. Sakit sekali, tangannya jadi penuh luka. Tapi tidak apa-apa, masih lebih sakit bahunya saat ditusuk oleh Kakashi kemarin.

Kakashi hanya tercengang, melihat Iruka yang sedang berkutat dengan anjing liar. Ia melihat warna merah segera mewarnai kedua tangan guru tersebut. Kenapa? Untuk apa berusaha sampai terluka begitu untuk mengobati seekor anjing liar?

Tapi, Kakashi segera tersadar dari lamunannya dan melakukan jutsu untuk menidurkan anjing tersebut.

Iruka kemudian menatapnya dengan pandangan kesal. Kakashi hanya tertawa kecil.

"Kenapa kau tidak melakukannya dari tadi, Kakashi-sensei?" tanya Iruka, sangat kesal, karena tangannya sekarang sudah penuh luka hingga terasa sakit sekali.

"Ahaha… habis aku kaget," kata Kakashi sambil tersenyum. Iruka hanya mendesah, ia menyerah dengan guru yang satu ini. Ia tidak mengerti pola pikir ninja berambut perak itu.

Iruka segera mengobati luka anjing tersebut, membersihkannya dengan kapas kemudian membalutnya dengan rapi. Yosh, selesai.

"Nah, sekarang giliranmu untuk diobati, Kakashi-sensei," kata Iruka. Namun, Kakashi menggeleng.

"Bukan, yang harus diobati adalah kau, Iruka-sensei," kata Kakashi sambil tersenyum. Wajah Iruka segera memerah, ia melihat tangannya jauh lebih parah daripada tangan Kakashi. Ia kemudian tertawa kecil sambil menggaruk hidungnya.

Kakashi segera mengobati tangan Iruka dengan telaten sementara pikirannya masih mengambang. Kenapa? Aneh sekali ada orang yang rela berkorban sejauh ini demi anjing jalanan seperti itu. Apa karena kasihan? Atau…

Kakashi melihat Iruka yang sedang menahan rasa sakit sementara tangannya dibalut olehnya.

Guru yang aneh…

Sangat baik, membuat Kakashi merasa malu. Dibandingkan dengan dirinya, mungkin seperti langit dan bumi.

Ia jadi… iri.

"Sudah selesai," kata Kakashi, puas dengan hasil kerjanya meski agak berantakan. Iruka hanya tersenyum padanya.

"Sekarang giliranmu," kata Iruka, menarik kotak P3K ke sampingnya.

"Ah, tidak apa-apa, cuma luka kecil kok," kata Kakashi, namun Iruka segera menyambar tangannya.

"Luka tetap luka, harus diobati. Kalau infeksi bagaimana? Aku tahu kau kuat Kakashi-sensei, tapi kau juga bisa terluka," kata Iruka, segera menarik tangan Kakashi dan mulai membersihkannya dengan kapas.

Kakashi hanya diam. Aneh… biasanya orang-orang tidak pernah mengatakan hal itu padanya. Kebanyakan orang menyangka, ia terbiasa terluka dan kuat menahan sakit seperti apapun. Kecuali kalau lukanya sangat parah. Tidak ada yang peduli saat ia terluka kecil seperti ini, tergores atau tertusuk.

Bagaimana pun, ia adalah Copy Ninja, Hatake Kakashi. Yang memiliki 1000 jurus lebih. Yang sangat kuat. Yang sangat jenius. Yang…

"Kenapa…. Iruka-sensei mengobati anjing itu?"

Iruka mendongak, mengalihkan perhatiannya sebentar dari luka di tangan Kakashi. Iruka kemudian diam, mencoba mencari jawabannya. Sebenarnya ia juga bingung, kenapa tiba-tiba ia ingin mengobati anjing itu?

Ng…

"Karena… Kakashi-sensei ingin mengobatinya kan?"

Mata Kakashi terbelalak sebentar. Karena ia… ingin mengobatinya?

"Tadi aku dengar kau bicara dengan anjing itu… jadi kupikir kau sebenarnya ingin mengobati anjing itu, jadi… kenapa tidak?" kata Iruka sambil tertawa kecil, sedikit malu. Alasannya terdengar bodoh.

Tapi… itulah yang sebenarnya.

"Yosh, sudah selesai," kata Iruka, bangga dengan pekerjaannya yang rapi. Ia memang sering sekali mengobati luka-luka seperti ini, karena anak didiknya sering sekali terluka.

"Ayo kembali ke kelas, Kakashi-sensei," kata Iruka, segera bangkit dan menepuk-nepuk celananya. Kakashi hanya diam dan mengangguk.

Iruka segera berjalan memasuki gedung dengan kotak P3K di tangannya. Sementara Kakashi mengikutinya di belakang, sesekali ia memandang anjing liar yang masih tertidur itu.

Jika Iruka mau mengobati luka anjing itu…

Apakah guru akademi itu juga mau mengobati lukanya? Kakashi bertanya dalam hatinya.

Ia kemudian segera menggeleng.

Ah, tidak mungkin…

Tbc


Makin lama makin panjang…

Perkembangan yang aneh ya? Entah ya…

Yah, pokoknya review!