...

Mata sejernih samudera memiliki 3 buah garis pada masing-masing pipi adalah sketsa yang terduplikasi sempurna pada permukaan cermin terpantul dihadapannya. Naruto memejamkan kedua mata dengan erat, menghela nafas panjang lolos dari bibir guna meringankan sedikit beban yang dia pikul dikedua pundak. Mengeratkan dasi pada kerah kemeja putih, pemuda laksana mentari itu melangkah menuju kursi meja belajar yang terletak di ujung ruangan— meraih blazer seragam sekolah tergantung disandaran kursi.

'Baiklah.' Optimis. Usai mengenakan blazer tersebut, Naruto melangkah menuju kearah pintu. Mengedarkan pandangan mata menyapu sekeliling arah, mengamati keadaan sekitar begitu menutup pintu kamarnya. 'Terlihat seperti biasa...'

Pemuda bermata biru itu tak bisa mengendalikan diri untuk tidak menghela nafas lega mendapati koridor yang terjalin dihadapannya begitu lenggang dan sepi. 'Sepertinya benar...' Merapikan kembali tas slempang yang melorot dari bahu, Naruto melangkah pelan menuruni tangga menuju kelantai satu— tepat diruang tengah dimana ibu dan ayahnya saling berbincang menyantap sarapan.

Minato dan Kushina mengalihkan wajahnya secara serempak, kemudian tersenyum. "Selamat pagi, Naruto."

"Pagi." Meletakan tas slempang tersebut disamping kursi yang kosong Naruto pun duduk disebelah Minato.

Minato meletakan cangkir putih digenggaman tangan, memandang secara penuh kearah putra bungsunya itu. "Bagaimana tidur mu, Naruto? Nyenyak?"

Pergerakan tangan Naruto yang sedang mengambil sepotong roti terhenti— mematung. "A-Ah." Sejenak pemuda itu bergerak kikuk saat meletakan slice roti diatas piring. "Iya! Tidur ku nyenyak semalam."

Minato tersenyum, saling mengaitkan jemari tangan kemudian menopang dagunya. "Makan yang banyak, Tou-san yang akan mengantarmu ke sekolah nanti."

"Memangnya Kyuu-nii kemana?" Naruto tidak bermaksud untuk berbohong. Dia tahu Kyuubi tidak pulang semalam, hanya saja pemuda itu berdalih agar tak ketahuan bila dia semalam menyelinap keluar bersama Sasuke.

"Kakakmu lembur, banyak perkerjaan yang harus dia selesaikan dikantor. Jadi Tou-san yang akan mengantar Naruto ke sekolah." Mata Minato menyipit kala mengumbar senyum. "Naruto tidak keberatan kan? Atau Naruto ingin pergi sekolah sendiri, hm?"

Bila boleh jujur, Naruto akan memilih opsi kedua. Pergi sendiri sekolah tanpa harus diantar ataupun dijemput setiap harinya seperti yang Kyuubi lakukan. Namun Naruto sadari, dia tidak bisa melakukan hal tersebut sebab Kyuubi pasti akan marah besar. "Tou-san sedang tidak sibuk kan, jika aku meminta untuk diantar ke sekolah?"

Minato terkekeh geli. "Tidak perlu merasa keberatan, lagipula sudah lama Tou-san tidak mengantar Naruto ke sekolah." Lelaki paruh baya itu menyandarkan punggung kesandaran kursi. "Bagaimana dengan sekolahmu Naruto? Semua berjalan lancarkan?"

Tanpa menatap wajah Minato maupun Kushina yang duduk dihadapannya, Naruto menundukan kepala— pura-pura sibuk mengoles selai pada permukaan roti. 'Tou-san tidak mengetahuinya...' Dan nampaknya Kyuubi tidak membicarakan perihal apapun mengenai insiden perkelahian dua bulan lalu yang melibatkan dia dengan Sasuke.

"Semuanya berjalan lancar, Tou-san." Entah harus merasa senang atau khawatir, Naruto tahu Kyuubi pasti merencanakan sesuatu hingga tidak melaporkan kejadian itu pada Minato. 'Apa yang sebenarnya terjadi diantara kalian, Kyuu-nii...'

"Tapi saat awal masuk sekolah, Naruto terlihat sedikit aneh." Kushina tersenyum tipis, namun menuai reaksi lain dari Naruto yang kini tercenung ditempat dengan mata terbelalak lebar. "Mungkin karena tertekan menghadapi sistem belajar yang berbeda dengan sewaktu SMP, dia jadi sedikit berubah." Raut wajah Kushina yang diawal nampak khawatir kini berubah menjadi sedikit, lega...

"Tapi sekarang kau sudah mulai terbiasa bukan, Naruto?"

Menguatkan persepsi Kushina, Naruto lekas mengangguk mantap mengabaikan rasa gugup yang melanda. "Iya. Sekarang aku sudah mulai terbiasa dengan sekolah baruku."

"Syukurlah kalau begitu." Secercah pendar raut bahagia terpancar diwajah Kushina. Naruto tersenyum simpul, memilih mengigit roti terlapisi selai kacang saat mengetahui tatapan Kushina yang terus tertuju kearahnya kemudian beralih menatap Minato. "Dia juga telah memasuki klub renang sebagai ekstrakulikuler yang dia geluti."

"Ohh ya?" Minato meraih kembali tangkai cangkir putih diatas meja, menyesap sejenak kopi hangat yang disajikan Kushina. "Sewaktu duduk dibangku SMP, Tou-san juga dengar dari Kaa-chanmu kalau kau mengikuti klub renang. Apa kau benar-benar suka renang, Naruto?"

"Iya." Meletakan roti yang telah separuh dia gigit Naruto meraih gelas panjang meneguk susu miliknya. "Karena aku sangat suka berenang, makanya aku mengikuti klub itu Tou-san." Ungkapnya semangat, mengabaikan rasa khawatir yang sebelumnya menyergap.

"Tidak perlu terlalu kompetitif, jaga baik-baik kondisi tubuhmu. Ekstrakulikuler hanya diperuntukan untuk mengeskplorasi bakat siswa." Ungkap Minato mengingatkan putra bungsunya. "Boleh kau mengikuti pertandingan bila kedepannya terpilih sebagai kanidat partisipan, tapi ingat..." Jeda sejenak, Minato mengusap sayang puncak kepala Naruto. "Jangan terlalu diforsir, apalagi sampai memaksakan diri. Menang ataupun kalah adalah hal yang lumrah dalam sebuah permainan. Asalkan kau sudah berusaha keras untuk memberikan yang terbaik. Itu sudah lebih dari cukup. Mengerti, Naruto?"

"Aku mengerti, Tou-san." Balas Naruto mengembang senyum.

"Anak pintar." Minato terkekeh geli, merasa bangga akan sikap komprehensif putra bungsunya itu. Melihat Naruto meletakan roti yang tersisa separuh keatas piring seraya meraih tas slempang disisi kursi yang kosong, "Sudah mau berangkat?" Minato melirik arlogi miliknya dipergelangan tangan. "Masih ada tiga puluh menit lagi. Bukankah ini terlalu awal untuk pergi kesekolah?"

Memang masih tersisa waktu yang cukup panjang untuk sekedar bercengkrama bersama kedua orang tua sambil menikmati sarapan, tapi Naruto yang dilanda rasa tidak nyaman, takut diberondongi pertanyaan oleh Minato memilih untuk menarik diri. Naruto tidak mau bila keingin-tahuan Minato mengenai kehidupan sekolahnya akan membuat jejak Sasuke terendus, hingga berpotensi membuat situasi sulit yang Naruto hadapi kian bertambah rumit.

"Aku hanya tidak ingin Tou-san terlambat. Lagipula ada pembahasan penting yang diselenggarakan ketua osis mengenai klub renang kami." Kilah Naruto membuat alibi palsu. Tidak ingin menuai pertanyaan yang malah membuat Minato curiga.

Lama terdiam.

Kushina mengerlingkan mata kearah Minato yang duduk dengan tenang meraih tangkai cangkir putih, menyesap cairan pekat berwarna kehitaman tersebut sebelum akhirnya berdeham pelan.

Minato boleh saja terlihat tenang, namun Naruto tidak bisa menjamin jika kebohongan yang dia lakukan dapat dipercayai sang ayah dengan mudah. Setiap orang tua memiliki intuitif tajam mengenai sikap aneh anak-anaknya, apalagi untuk orang seperti Minato yang mempunyai insting tajam mengalahkan seorang prospektor seperti Kyuubi. Beberapa sikap janggal yang Naruto tunjukan mungkin telah cukup bagi lelaki paruh baya itu untuk menarik satu kesimpulan—

'Tou-san...'

—bila Naruto memang benar berusaha menyembunyikan sesuatu hal yang tidak ingin Minato ketahui.

"Baiklah." Minato mengangguk singkat. Kemudian beranjak dari kursi. "Jika ini erat kaitannya dengan kegiatan sekolah, sebaiknya kita segera pergi."

Naruto tidak mampu memungkiri bila dia merasa lega mendapat respon positif dari Minato. 'Syukurlah...'

Lelaki dewasa bermata biru itu melingkarkan tangan dipinggul istrinya, mengecup mesra pipi wanita bersurai merah sebelum akhirnya meraih jas hitam tersampir disandaran kursi makan. "Ayo Naruto."

Naruto mengecup pipi Kushina, melambaikan tangan sebagai tanda pamit untuk pergi kesekolah. "Aku pergi."

"Hati-hati dijalan." Sambutnya melepas kepergian suami dan putra tercinta.

Ya...

Untuk saat ini Naruto boleh merasa tenang karena bisa meloloskan diri sebelum Minato berhasil mengintrogasinya terlalu jauh. Meski begitu Naruto tak ingin terlarut dalam suka cita. Pemuda itu sadari, petaka belum sepenuhnya berakhir. Selama Sasuke masih mengekang, Naruto tidak dapat mengendalikan situasi. Termaksud untuk Kyuubi dan juga Minato dimana...

...mereka berdua adalah orang yang Naruto anggap paling mengkhawatirkan.

.

Discailmer: Masashi Kishimoto

Definisi Ketampanan

Rated: T

Pairing: SasuNaru

Warning: Drabble, Tak sesuai EYD, OOC, BL, Typos and Miss Typos, AU, Alur terlalu cepat, 100% gaje diawal dan diakhir cerita.

.

Dentang suara bel berkumandang, bergema seantero kawasan sekolah dengan disambut antusisme para siswa yang berbondong-bondong keluar dari dalam kelas. Jam makan siang telah tiba, sudah waktunya untuk mereka mengisi perut yang kosong setelah mengenyam dua materi pelajaran berbeda selama empat jam penuh. Jika beberapa siswa maupun siswi membawa bekal makan siang sebagai pengganjal perut, maka sebagian siswa siswi yang tidak membawa bekal makanan memilih alternatif lain.

Kantin sekolah.

Tiada tempat lain yang layak untuk dituju sekarang selain kantin sekolah. Disamping tidak harus bersusah payah membawa bekal, para murid bisa memilih makanan yang mereka sukai dengan harga cukup terjangkau tanpa harus menguras lebih dompet mereka. Dan alternatif tersebut juga menjadi salah satu pilihan bijak bagi Naruto untuk menikmati kebersamaan dengan teman-temannya, bersenda gurau saling mencicipi makanan yang mereka pesan, mengikat tali persahabatan diantara mereka agar kian kokoh.

Naruto memegang nampan berisi nasi dengan beberapa bento dan juga sup sebagai pelengkap, mengedarkan pandangan mata menyapu keseluruh penjuru kantin mencari bangku kosong. "Sepertinya penuh."

Kiba mengangguk samar. "Tidak ada tempat kosong. Kita harus makan dimana?"

Menerawang sejenak keramaian yang tercipta, seketika Naruto teringat bila mereka belum membeli minuman sama sekali. "Kalian cari saja tempat yang kosong. Biar aku dan Kiba membeli minuman untuk kita."

"Tsk! Tidak perlu repot-repot Naruto." Ungkap Shikamaru yang terlihat jenggah mendapati tak ada tempat kosong untuk mereka menyantap makan siang. "Kami bisa membelinya nanti."

Naruto tersenyum tipis. "Tidak apa-apa, kalian cari saja tempat duduk untuk kita. Biar aku yang membeli minuman." Mata sejernih samudera menatap tiga orang gadis yang bersama dengan mereka. "Seperti biasa kan?"

Sakura menatap sungkan. "Tidak perlu repot-repot, Naruto. Seperti Shikamaru bilang, kami bisa membelinya sendiri."

Pemuda bertubuh gempal mendengus kasar. "Sebaiknya kita mencari tempat duduk dulu, baru membeli minuman. Apa kalian tidak lelah berdiri terus seperti ini?"

"Gah?! Kau benar, Chooji. Kakipun tidak akan sanggup bertahan lima menit lagi." Kiba tak bisa menyembunyikan kekesalannya melihat tidak ada tanda-tanda satu pun dari siswa yang akan beranjak pergi menyisakan bangku kosong untuk mereka.

"A-Ano..." Gadis bersurai indigo yang merupakan kekasih Kiba bergumam pelan, nyaris berbisik. "Aku melihat ada tempat kosong disana."

Telinga Kiba menegak. "Dimana?!"

"Ohh iya." Ino mengangguk, menunjuk salah satu bangku yang kosong. "Disana."

Naruto tersenyum tipis, bersiap melangkah menuju ketempat tersebut. "Kalau begitu tunggu apa lagi. Ayo kesana—"

"Naruto!"

Baik Naruto maupun teman-temannya berhenti melangkah ketika mendengar suara seseorang memanggil pemuda bersurai pirang itu. Serempak, pemuda-pemudi itu pun mengalihkan wajah menatap kearah kiri tak jauh dari ujung ruangan dimana seorang laki-laki bersurai ungu keperakan melambaikan tangan kearah mereka— atau lebih tepatnya kearah Naruto.

'Suigetsu-senpai?!' Mata sapphire Naruto mengerjap. Terkejut mendapati lelaki itu menggerakan tangannya meminta Naruto untuk mendekat.

"Dia memanggilmu, Naruto." Ucap Ino tak berani memandang langsung kearah Suigetsu. "Apa kau akan kesana?"

Naruto terdiam, terlihat bimbang menerima ajakan Suigetsu. Bila Suigetsu seorang diri, tentu Naruto tidak akan sungkan menemui laki-laki itu. Tapi pemasalahannya sekarang bukan hanya ada Suigetsu saja yang berada dibangku tersebut. Kimimaro, Juugo dan orang yang paling tidak ingin ia temui juga ada. Siapalagi kalau bukan...

Uchiha Sasuke.

'Tidak ada cara lain.' Naruto menghela nafas pelan, berusaha mengusir kegundahan yang dia rasakan. "Kalian pergi saja dulu. Aku akan menemui mereka."

"Apa tidak apa-apa kau pergi kesana sendirian?" Suara Shino terdengar— menginterupsi Naruto.

Pemuda laksana mentari tersenyum tipis, menenangkan teman-temannya. "Tidak apa-apa."

"Tapi..." Gadis bersurai pirang bergumam panjang, terlihat tidak setuju. "Bukankah dia sudah berjanji tak akan menganggumu lagi, Naruto?"

Naruto bungkam, mengalihkan wajahnya kelain arah. 'Justru aku pun mempertanyakan hal itu, Ino.' Tidak dapat menemukan jawaban, atau mungkin Naruto merasa dia terlalu bodoh untuk sekedar mengartikan ucapan Suigetsu semalam. 'Kenapa kau malah mengingkarinya...' Menerawang sejenak, Naruto mengeratkan genggaman tangan pada pinggiran nampan. "Aku harus pergi."

Kepergian Naruto tidak mampu dicegah, bahkan ketika Kiba berusaha memanggil Naruto pun pemuda itu tetap tak mengendurkan langkah kakinya. Terus berjalan dengan mantap menuju kearah Suigetsu yang kini menyeringai lebar.

"Ayo duduk sini~" Sebelah tangan Suigetsu menepuk bangku panjang disampingnya.

Naruto tersenyum kikuk meletakan nampan miliknya kemudian duduk disamping Sasuke yang duduk di meja disertai kedua kaki lelaki raven itu berpijak diatas kursi. Suigetsu mengumbar senyum lebar. "Nah! Bukankah makan disini kan lebih enak, hm?"

'E-Enak?' Kata tersebut mungkin tidak sesuai disaat Naruto sendiri merasa tidak nyaman akan keberadaan Sasuke.

Suigestu menyeringai samar menatap Sasuke yang terlihat berbincang dengan Kimimaro. "Sasuke, Naruto sudah berada disini kau tidak menyapa dia?"

Sontak Naruto mengalihkan wajah menatap Suigetsu seraya berbisik tajam— tak suka. "Senpai!"

Suigetsu terkekeh pelan. "Kenapa?"

"Itu tidak lucu?!" Desisnya merasa terganggu akan sikap menyebalkan Suigetsu.

"Memangnya salah? Tidak apa-apa kan jika kalian saling menyapa?" Meski begitu Suigetsu terlihat tak ingin berhenti. Terbukti kini Suigetsu malah tertawa lepas, merasa senang menggoda pemuda tanggung itu. "Lihat Naruto." Bersiul pelan, Suigetsu mengarahkan dagu kesamping dimana sosok bersurai raven itu berada. "Sasuke menatapmu."

'Ada apa dengan orang ini?!' Batin Naruto tidak habis pikir. Memilih untuk mengabaikan dengan menyantap makan siang miliknya, Naruto tetap saja tidak mampu memungkiri bila dia merasa tak nyaman, apalagi mengetahui sudut mata Sasuke memicing tajam kearahnya. 'Ugh!'

Walau tidak dapat melihat secara langsung, namun Naruto dapat merasakannya sehingga pemuda itu dilanda rasa gugup. Tidak ada yang bisa Naruto lakukan saat ini selain menyibukan diri menganggap tatapan Sasuke tidak pernah ada dengan menyantap makan siangnya.

Hanya sesaat.

Pandangan Sasuke pun beralih kembali menatap kedepan seraya menyematkan headset ditelinga, mulai memukul pelan sisi meja yang dia duduki menggunakan stik drum.

'Syukurlah...' Menghela nafas dalam diam, Naruto mengamit sepotong bento menggunakan ujung sumpit, menjaga agar tangannya berhenti bergetar hanya karena mengetahui Sasuke sedang menatapnya.

"Kau malam ini sibuk, Naruto?" Mengamit udang goreng tepung dari atas piring milik Naruto, Suigetsu melahapnya dalam satu gigitan.

Naruto berhenti menguyah. "Kenapa?"

Suigetsu bergerak mendekat lalu melingkarkan sebelah tangan ke pundak Naruto, membawa pemuda pirang itu kedalam rangkulannya. "Malam ini kita juga akan bersenang-senang."

'Lagi!' Tercenung, mendadak kaku tak mampu lagi bergerak mendengar ucapan Suigetsu. "Malam ini?!" Naruto bahkan nyaris tak percaya ketika mempertanyakan kembali statement dilayangkan Suigetsu.

Kening Suigetsu menyerit dalam. "Kenapa? Apa ada masalah?"

'Bukan masalah lagi, tapi ini benar-benar masalah besar?!'

Jika boleh berkata jujur, Naruto akui dia berhasil menyelinap keluar dari rumah bersama dengan Sasuke hingga tidak diketahui siapapun karena faktor keberuntungan saja. Kyuubi sedang lembur sampai pagi untuk menyelesaikan perkerjaan kantor dan hal itu secara tidak langsung membuat Naruto bisa melenggang bebas keluar dari rumahnya tanpa ada yang menjaga. Tentu keberuntungan seperti ini tidak datang dua kali, dan mungkin saja hari ini Kyuubi pulang tepat waktu seperti biasa tanpa ada tuntutan perkerjaan yang mengharuskan dia terkekang dikantor.

'Bagaimana ini?!' Naruto bergerak gelisah, tidak bernafsu lagi menyantap makan siangnya. 'Aku tidak mungkin bisa keluar rumah dengan leluasa seperti kemarin!'

"Kau takut ketahuan kakakmu?"

Naruto reflek mengalihkan wajah menatap Suigestu yang kini berdecih kasar dengan sudut bibir terangkat, menyeringai.

"Pergi diam-diam Naruto, kau pasti bisa kan?"

Naruto mengeleng pelan, tidak berani menaruh ekspetasi lebih. "Entahlah—"

"Sasuke yang akan menjemputmu! Kau tenang saja." Ungkap Suigetsu enteng, meraih satu potong calamary ring lalu melahapnya nikmat.

'Justru itu masalahnya.' Jika ketahuan menyelinap keluar, Naruto masih bisa menangani hal ini sebab dia tahu Kyuubi pantang melakukan kekerasan fisik kepadanya. Tetapi bila bersama Sasuke? Konsekuensinya berat. Tanpa menerka apa yang akan terjadi selanjutnya, Naruto tahu perkelahian dua bulan lalu akan terulang dan imbas buruknya Minato juga mengetahui petaka mengerikan ini. Membuat situasi semakin bertambah runyam.

'Bisakah aku memohon kepada mereka untuk tidak hadir malam nanti?' Mudah bila berbicara namun sulit untuk melakukannya. Jelas Sasuke tidak akan menerima hal ini. Bila Naruto bersikukuh, Sasuke pasti bertindak radikal— apalagi kalau bukan untuk menantang Kyuubi.

"Kau tahu siapa Sasuke dan kau pasti juga tahu apa yang akan terjadi jika menolak untuk datang, Naruto?" Seakan bisa mengetahui apa yang Naruto pikirkan, Suigetsu berbisik pelan mencoba mencari solusi tanpa ketahuan Sasuke. "Aku tahu ini terkesan kejam, namun tidak ada yang bisa kau lakukan sekarang selain menerima ajakan Sasuke. Dia orang yang cukup egois dan keras kepala— tentunya. Sebelum dia berbuat nekat, kau harus berusaha sendiri untuk keluar dari rumah mu tanpa ketahuan Naruto."

Terjebak dalam premis yang tidak tepat.

Mungkin itu adalah gambaran yang sesuai untuk menjabarkan keadaan Naruto sekarang. Terjepit dalam dua situasi mengharuskan dia memilih salah satu pilihan, sama-sama berat juga terdapat konsekuensi besar. Tidak mudah... Seperti yang Suigetsu bilang keadaan ini terkesan kejam untuk dia hadapi. Tetapi jika memang benar Naruto harus memilih, maka pemuda bertahtakan mata sebening samudra akan menarik satu konklusi sebagai inferensi untuk menyelesaikan masalah ini.

'Tidak ada cara lain.' Menarik nafas dalam seraya memejamkan mata sejenak. 'Aku harus bisa keluar malam ini tanpa ketahuan.' Menghentikan hal-hal yang tak diinginkan agar tidak terjadi, Naruto tahu dia harus berkorban untuk saat ini.

"Jam sebelas malam bukan?"

Suigetsu mengurai seringai, kemudian melingkarkan kembali lengan tangan ke pundak Naruto. "Yep! Itu baru teman kami!"

Diantara hinggar bingar keramaian yang terjalin diseantero kantin, tepat tak jauh dari pemuda-pemuda itu berada terdapat sesosok laki-laki memicingkan mata menatap benci salah seorang dari sekelompok siswa pembuat onar tersebut.

"Jadi..." Berkilat tajam, sosok itu menyeringai keji. "...Namikaze Naruto, hn?"

.

.

.

Suara ketukan terdengar, merambat konstan membahana seantero ruang kamar diisi satu orang pemuda sedang berbaring diatas ranjang. Keringat dingin tiada henti mengalir, pemuda bersurai pirang itu nampak mengeratkan selimut mencapai batas leher seraya berusaha keras menjaga getaran ditubuhnya agar tidak terlihat terlalu kentara dari balik selimut yang dia kenakan.

"Naruto, apa kau sudah tidur?"

Hening...

Memejamkan kedua mata dengan erat, Naruto menutup rapat mulutnya seraya memeluk bantal guling. Membiarkan pertanyaan sosok itu tertelan keheningan tanpa ada niat bagi Naruto untuk menjawabnya. Suara itu... Sekalipun tidak melihat, Naruto berani bertaruh bila sosok itu adalah Kyuubi— kakak laki-lakinya.

'CKLEK!'

Derit suara pintu pun terdengar selepas Kyuubi menarik ganggang pintu untuk memasuki kamar Naruto.

'Sudah tidur...' Batin lelaki bersurai merah jingga itu mengusap lembut puncak kepala Naruto.

Tidak banyak yang Kyuubi lakukan, bagai sebuah rutinitas setiap malam Kyuubi selalu memeriksa slot jendela kamar, beranda, dan memastikan Naruto sudah terselimut secara sempurna atau belum. Dan jika sudah selesai memeriksa semua bagian-bagian itu, Kyuubi pasti akan keluar, membiarkan Naruto beristirahat dan kembali ke kamarnya.

Ya...

Bukan tiada alasan Naruto berpura-pura tidur hingga tidak menjawab panggilan Kyuubi. Naruto telah paham akan rutinitas yang selalu sang sulung lakukan setiap malam dan jika berselang 30 menit setelah memeriksa kamarnya, Kyuubi pasti akan tertidur. Tinggal menunggu waktu yang tepat, Naruto akan memanfaatkan momentum tersebut untuk menyelinap keluar dari rumah menemui Sasuke tanpa ketahuan oleh Kyuubi.

'Tinggal sedikit lagi...' Bersikap rileks dan tenang, Naruto terus memejamkan mata sampai langkah kaki Kyuubi pun terdengar disisi tempat tidurnya.

"Selamat tidur." Satu kecupan lembut Kyuubi daratkan di puncak kepala Naruto. Usai mengecup Naruto, lelaki bertubuh semampai itu melangkah pelan disusul derit pintu tertutup sempurna mengiringi kepergian Kyuubi.

'BLAM!'

Kedua mata bertahtakan batu sapphire terbuka secara sempurna, membelalak lebar dengan nafas berderu hebat mengalahkan degup jantung yang bergemuruh. Mengadahkan kepala menatap kearah pintu Naruto menumpu siku pada permukaan kasur, mencoba menajamkan pendengarannya memastikan Kyuubi benar-benar telah menjauh.

'Tidak lagi terdengar.' Tanpa disadari, Naruto menghela nafas panjang. Merasa lega bukan kepalang mengetahui dengan pasti jika Kyuubi telah kembali kedalam kamarnya. 'Bukan saatnya bersenang-senang.' Mengadahkan wajah menatap jam yang terpahat di dinding, pemuda berkulit coklat itu menyibak selimut yang menutupi tubuh.

Pukul 10.30...

Tiga puluh menit lagi Sasuke akan datang. Selama itu pula Naruto harus bisa mengkondusifkan suasana agar tetap tenang, tidak membuat kegaduhan yang akan membuat Kyuubi terbangun— memancing kemunculan lelaki bermata ruby itu. Membuka piyama melekat ditubuh, kaos abu-abu berlengan panjang terlihat disusul celana piyama lolos dari kaki Naruto dengan sebelah tangan Naruto meraih celana jeans biru dongker dari balik selimut. Mengenakan celana jeans tersebut secara perlahan-lahan dan tenang, pandangan mata Naruto tidak sengaja menatap dua buah jaket milik Sasuke yang dia sembunyikan bersama celana jeans tersebut.

'Aku harus mengembalikannya bila bertemu nanti.' Lafal Naruto meneguhkan tekad, kemudian meraih kedua jaket tersebut dalam genggaman tangan seraya mencari kantung plastik diatas meja belajar. 'Ini...' Ketika akan memasukan jaket itu kedalam kantung plastik, Naruto berhenti sejenak merasakan aroma tubuh Sasuke. "Bau parfumnya masih melekat."

Aroma mint yang bercampur dengan asap rokok. Begitu maskulin... Serasa Sasuke benar-benar berada didekatnya.

'Astaga...' Naruto menggeleng pelan. 'Apa yang aku pikirkan?!' Berusaha mengeyahkan spekulatif terakhir yang tidak sengaja terpikirkan olehnya. Meraih jaket rajut dari lemari pakaian lalu mengenakannya, Naruto kembali menatap kearah jam dinding memastikan timming yang tepat untuk keluar. 'Pukul sepuluh empat puluh tujuh menit. Tinggal tiga belas menit lagi.'

Membuka slot pintu dengan perlahan, pemuda berkulit coklat itu mengigiti bibirnya erat menarik pintu beranda secara hati-hati. 'Fuh! Lebih menegangkan dari sekedar tawuran dua bulan lalu.'

Kyuubi mungkin tertidur tapi tidak menutup kemungkinan bila laki-laki itu bisa menerjang pintu kamarnya kapan saja saat mendengar suara berisik seperti ini. Mengambil sepatu yang telah sebelumnya dia letakan disisi beranda kamar, Naruto dengan telaten mengenakan sepatu tersebut, lalu menutup pintu beranda. Bersiap menempuh perjalanan sulit untuk sampai diluar pagar rumahnya.

'Baiklah!' Menghela nafas dalam satu hembusan kasar, sembari mengeratkan genggaman tangan pada kantung plastik Naruto melangkahkan kaki melewati pagar beranda kamar menuju ke dahan pohon.

'KRASH!'

Satu pijakan telak, Naruto berhasil sampai didahan pohon dengan kedua tangan berpegang teguh pada ranting kokoh. Namun teramat disayangkan, pendaratan tersebut tidak sepenuhnya berjalan mulus. Saat tidak sengaja memijak dahan, ranting pohon yang Naruto genggam bersinggungan satu sama lain hingga menimbulkan bunyi gemerisik dari dedaunan.

'Gawat!' Membekap erat mulutnya, Naruto mematung seketika— tidak berani bergerak walau hanya sedikit saja. 'Apa Kyuu-nii bangun?!' Sorot mata Naruto memicing tajam kearah jendela lantai dua yang berada tidak jauh dari beranda kamarnya.

Keheningan kembali menyergap...

Hanya hembusan angin mengalun lembut, menerpa dedaunan rindang meninggalkan jejak kesunyian malam. Naruto tiada henti menghela nafas lega, benar-benar merasa bersyukur keributan yang dia buat kali ini tidak sampai membangunkan Kyuubi. 'Ya Tuhan... Kenapa situasinya harus mencekam seperti ini?!'

Sudah kepalang tanggung. Memilih untuk kembali kekamar pun sudah terlambat, Naruto telah sampai dipertengahan jalan. Lagipula tidak mungkin dia membatalkan pertemuan ini secara sepihak. Naruto telah menyetujui untuk datang dan kalau pun nekat mengingkari ajakan mereka. Bisa dipastikan Sasuke akan bertindak gila.

"Fuh!" Menyerukan semangat dalam hembusan nafas, pemuda laksana mentari mempersiapkan diri untuk melangkah menyebrangi dahan yang dia pijak ke pagar beton rumahnya.

'BRETT!'

'T-Tidak?!' Naruto memijak pagar beton, berusaha menyeimbangkan tubuh agar tidak terjatuh dengan lekas menunduk, mencengkram erat sisi pagar ketika swetter yang dia kenakan terkait ranting tajam. "U-Ugh!" Mata Naruto terpejam erat, tak berani menoleh kebelakang memastikan suara gaduh yang dia buat untuk kedua kali tidak sampai membangunkan Kyuubi.

'Hm?!' Membuka lebar kedua mata, Naruto yang tak mendengar tanda-tanda kemunculan Kyuubi memberanikan diri melihat ke belakang. 'Hahaha! Berhasil!'

Mengembang senyum lebar meluapkan euphoria karena berhasil meloloskan diri untuk kesekian kali, perhatian Naruto yang sebelumnya terfokus pada pagar beton mendadak mematung ditampat mengetahui sosok laki-laki mengenakan t-shirt biru dongker sedang duduk diatas motor Ducati menyelipkan rokok dibibir ketika melihat Naruto.

"Kau bisa turun?" Lelaki itu menggerakan sebelah kaki yang mengenakan sepatu skets memasang kaki motor.

"Mu-Mungkin agak sulit." Menggaruk tenguknya dengan gusar menyembunyikan perasaan tak nyaman.

Menghembuskan asap rokok dengan kasar, lelaki itu mengamit ujung rokok kemudian melemparkannya ke jalan secara sembarangan. "Turun."

Mata Naruto membulat lebar, bahkan sesekali mengerjap pelan mendapati lelaki itu menyodorkan tangan. Naruto tidak salah presepsi bukan? Menyakini jika lelaki itu mengulurkan tangannya hanya untuk membantu Naruto turun?

"Apa lagi yang kau tunggu?! Cepat turun sekarang!" Desis lelaki itu menggeram kasar. Tidak mampu bersabar menghadapi tingkah Naruto.

"Ba-Baik!" Dengan sigap dan cekat, Naruto pun meraih tangan lelaki itu lalu mengenggamnya erat, membuat jemari tangan mereka saling tertaut. Dalam satu kali lompatan—

"Hup!"

—telapak sepatu Naruto berpijak keatas jok motor. Kemudian turun dengan perlahan dari motor si lelaki tanpa melepaskan genggaman tangan keduanya.

Pasca Naruto turun dari atas jok motornya lelaki itu mengusap bekas pijakan sepatu Naruto. Melihat hal itu Naruto turut mengibas-ngibaskan permukaan telapak tangan membersihkan serpihan pasir yang melekat seraya menyodorkan kantung plastik. "Ini."

Sasuke berbalik arah meraih salah satu helm yang berada dijok motor bagian depan, menyodorkannya kepada Naruto. "Apa?"

Naruto menerima helm tersebut. Tidak langsung dipakai, helm itu lekas dia letakan diatas jok motor yang telah selesai dibersihkan. "Jaket milikmu, senpai."

Sorot mata onyx Sasuke menerawang sejenak pakaian yang dikenakan Naruto tanpa menyambut kantung plastik tersebut. "Buka swettermu."

Pemuda berkulit coklat itu terlihat terkejut. "Ta-Tapi kenapa?"

Dengusan kasar lolos disertai tatapan tajam terlihat, cukup menjadi pertanda bila laki-laki itu merasa jengah. "Kau ingin melepaskannya sendiri atau aku yang akan merobeknya secara paksa?"

Pemuda berkulit coklat itu tak mampu menguasi diri untuk tidak terkejut. Reflek Naruto mengerakan kedua tangannya pada permukaan swetter— mencengkram erat. "A-Apa ada yang... Salah?"

Sasuke mengambil helm yang berada diantara stang motor lalu mengenakannya. "Aku tidak mungkin membawa seseorang yang penampilannya seperti habis ku perkosa."

Tercenung.

Otak Naruto seakan berhenti berprogres mencerna maksud dari intensi Sasuke. Memang pada esensinya perkataan Sasuke mengandung konotasi yang berbeda dan ditujukan untuk penampilan Naruto yang terlihat berantakan karena terdapat robekan pada bagian lengan swetter. Namun tetap saja Naruto merasa tidak nyaman akan penyataan yang bersifat implikatur seperti ini, jelas masih banyak perumpaan lain yang bisa Sasuke ungkapkan sebagai bukti empiris atas ketidak-setujuannya mengenai penampilan Naruto.

"Kenapa masih diam?" Suara barithon Sasuke terdengar, menggeram dibalik helm yang dia kenakan. Merebut kasar kantung plastik dipegang oleh Naruto, Sasuke mengeluarkan jaket kulit lalu melempar satu jaket lagi yang berwarna abu-abu kearah pemuda itu. "Cepat pakai!"

Disaat Sasuke mengenakan jaket kulit berwarna hitam tersebut, Naruto melepaskan swetter miliknya dari bawah menuju ke puncak kepala, tidak menyadari jika ujung baju yang dia kenakan tertarik keatas memperlihatkan perutnya saat akan meloloskan swetter tersebut. Sudut mata Sasuke teralih— menatap bagian tubuh Naruto dalam diam dari balik helm.

Meletakan swetter tersebut diatas motor, Naruto yang sedang mengenakan jaket milik Sasuke hanya mampu terdiam melihat swetter itu dilempar secara sembarangan ke sisi pagar usai memasukannya kedalam kantung plastik. "Naik."

Selesai memakai jaket tersebut Naruto segera menaiki motor, begitu kooperatif akan perintah Sasuke dengan mulut terkunci, tidak menyeruakan protes sama sekali saat mengenakan helm.

"Pegangan." Menutup kaca helm, Sasuke yang bersiap menghidupkan mesin motor mengurungkan niat mengetahui Naruto menarik ujung jaket kulit.

Melihat sudut mata Sasuke terarah menatap dirinya, Naruto mengalihkan wajah. "Jangan disini, nanti Kyuu-nii bangun."

Seringai Sasuke terkembang— terlihat bengis. "Persetan dengan kakakmu."

Genggaman tangan pada ujung jaket menguat. "Tolong mengerti aku." Meski terdengar keberatan, Naruto tetap berucap secara halus. Tidak ingin Sasuke tersinggung. "Cukup untuk yang ini saja, aku tidak meminta banyak. Akan kuturuti apapun yang senpai inginkan tapi kumohon—" Terdiam sejenak, Naruto kembali melanjutkan ucapannya. "—jangan lakukan disini."

Sekalipun Sasuke akan menghajarnya karena berani menginterupsi lelaki itu, bahkan terang-terangan meminta. Naruto sama sekali tidak keberatan dan dengan senang hati menerima hal itu jika Sasuke mau mendengar permintaannya. Namikaze bungsu itu sadari bila Sasuke menghidupkan mesin motor disini, jelas Kyuubi akan terbangun. Membuat segala upaya serta kerja kerasnya menyelinap diam-diam berakhir sia-sia. Tidak hanya Kyuubi yang Naruto hadapi, tetapi juga sang kepala keluarga— Namikaze Minato.

Kesunyian kembali menyergap. Naruto seketika dilanda rasa kalut dan gelisah karena Sasuke tidak juga bereaksi. Sekedar menggeram kasar seperti yang dia lakukan ketika Naruto berbuat tak sesuai keinginannya pun, tidak Sasuke lakukan.

'Apa dia marah?' Pemuda itu mulai khawatir.

Tak merespon permintaan Naruto dalam bentuk persetujuaan secara lisan, Sasuke melakukannya dalam tindakan verbal, menjalankan motornya menggunakan kedua kaki hingga sampai ke ujung gang tanpa meminta Naruto untuk turun terlebih dahulu. Tepat diujung gang, merasa jarak cukup jauh dari kediaman Naruto lelaki berkulit albaster itu menghidupkan mesin motor, dilanjutkan memutar tuas gas. Membuat motor Ducati tersebut melaju kencang menembus keheningan malam.

.

.

.

Indentik dengan keramaian.

Mungkin itulah gambaran yang tepat untuk menjabarkan tempat dihadapan Naruto. Hampir sepuluh menit mengarungi ruas jalan raya, motor Ducati yang pemuda itu tumpangi akhirnya berhenti, membawa Naruto kembali kesebuah tempat yang tidak jauh berbeda dengan tempat sebelumnya. Dentuman musik dari audio sound, wanita-wanita berpakaian seksi dan tentunya laki-laki superior dengan kendaraan hebat milik mereka. Jelas ini bukan gunung Takao dikunjungi oleh Naruto semalam, sepengetahuan pemuda itu tempat yang dia lihat sekarang masih berada satu kawasan tak jauh dari pusat kota, atau mungkin lebih tepatnya biasa disebut...

Pinggiran kota Tokyo.

Meski pun berada didaerah terisolir, pinggiran kota Tokyo bukanlah suatu daerah pinggiran seperti pada umumnya yang menyajikan tempat-tempat kumuh dengan para tunawisma menetap dikawasan ini. Terlihat gemerlap, bahkan Naruto berani bertaruh jika tempat ini jauh lebih mempesona dan mengagumkan dari sisi lain gunung Takao yang pernah dia lihat.

'Menakjubkan!'

Disini...

Disebuah lapangan luas diatas rel kereta api yang telah usang— tidak lagi terpakai. Naruto bisa melihat beragam komunitas sering dia saksikan dilayar televisi berkumpul dalam satu tempat. Parkour, extreme bike, para pemain skateboard, serta komunitas lainnya juga nampak, saling membaur bersama bagai membentuk harmoni yang indah. Walau berada satu kawasan, mereka memiliki daerah kekuasaan sendiri sesuai dengan passion masing-masing disetiap kelompok tersebut. Parkour berada dibagian selatan kawasan, extreme bike disebelah tenggara berikut dengan lintasan pada skatepark, begitu juga dengan komunitas lainnya.

Diantara decak kekaguman melihat tempat tersebut, tanpa disadari Naruto beranjak turun, melepaskan helm ia kenakan lalu memeluknya erat seraya melangkah mendekati sisi kawasan yang luasnya seperti stadion football. Menginjakan kaki pada daerah tersebut yang tertutupi aspal putih, Naruto yang terlampau terhanyut akan pemandangan dihadapannya tak lagi menghiraukan Sasuke memacu kendaraannya menuju ke tengah-tengah kawasan.

"Naruto!" Tepat motor Ducati Sasuke berhenti, sosok Suigetsu terlihat berada tidak jauh dari tempat Sasuke berada sembari melambaikan tangan.

"Suigetsu-senpai?!" Melangkahkan kaki memijak aspal putih, Naruto bergegas menuju ke tengah-tengah kawasan.

"Yo~, baru sampai eh?" Seperti biasa, Suigetsu selalu melingkarkan lengan dipundak pemuda bersurai pirang itu.

"Ya, baru saja!" Penuh semangat. Naruto nampak tergugah akan keadaan sekitar yang memacu adrenalinnya.

Suigetsu terkekeh geli, menepuk kasar helm dikedua tangan Naruto. "Kenapa kau selalu memeluk benda ini? Kau sama sekali tidak merasa terganggu, hm?"

"Lalu..." Naruto menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Harus kuletakan dimana?"

"Dimana saja boleh. Aku jamin tidak akan hilang. Walau nakal, kami bukan pencuri." Ujar Suigetsu disertai sudut bibir terangkat— menyeringai. "Kalau pun ada pencuri, mereka tidak akan berani mengambil helm ini. Sama saja mencari mati jika berurusan dengan hal-hal yang menyangkut properti Sasuke."

Naruto mengangguk, menyakini properti dimaksud oleh Suigetsu adalah helm milik Sasuke. Bukan penalaran yang sebenarnya. "Baiklah. Akan kuletakan disini."

Suigetsu mendengus samar. "Kau mau minum? Kalau mau, akan ku ambilkan sesuatu. Kau bisa duduk sana. Jika terus berada disini, nanti kau tertabrak."

'Tertabrak?' Mengikuti arah telunjuk Suigetsu. Naruto mengkesampingkan sejenak kebingungan yang melanda dengan berjalan pelan menuju tempat yang berjarak dua puluh langkah dari posisi Sasuke. "Tapi aku tidak mau minuman beralkohol."

"Tidak masalah." Suigetsu mengacungkan ibu jari. "Lagipula aku masih waras untuk tidak berurusan dengan Sasuke." Bisiknya kemudian tak terdengar oleh Naruto.

Tanpa sungkan, Naruto segera duduk diatas permukaan aspal putih usai meletakan helm digenggaman tangan tepat disisinya. Mata sapphire Naruto menerawang kedepan, terlihat tidak ambil pusing dengan celana ia kenakan akan kotor akibat duduk tanpa alas. Bahkan pemuda berkulit tan itu nampak menikmati alunan musik dari audio sistem beberapa mobil modifikasi, sambil sesekali bertepuk tangan— berdecak kagum melihat seorang pengendara sepatu roda meluncur cepat melintasi sebuah besi panjang.

"Ini." Suigetsu menyodorkan sekaleng jus dingin kearah Naruto.

"Terima kasih." Meraih kaleng jus, Naruto segera membuka tutup pengait kaleng lalu menegaknya sejenak.

"Bagaimana?" Menyesap bir dingin, sudut mata Suigetsu terarah menatap Naruto. "Kau berhasil keluar tanpa ketahuan?"

"Sukses besar." Ujarnya tertawa pelan. "Jika tidak berhasil aku tidak mungkin berada disini."

Hozuki muda itu mengalihkan wajah kedepan. "Setidaknya aku harus menelan rasa kecewa karena tidak bisa melihat mu diseret lelaki menyeramkan itu." Kemudian menegak bir dalam tiga kali tegukan.

"Kalau begitu maaf, aku harus mengubur keinginanmu senpai." Gelengan kepala nampak disertai senyuman tipis.

Suigetsu mendelik. "Kau terlihat berbeda."

Kali ini giliran Naruto yang mengerutkan kening. "Maksudnya?"

"Seperti menikmati waktu bersama kami. Itu terlihat dari ucapanmu." Mendengar salah seorang memanggilnya, Suigetsu melambai sejenak sebagai respon namun tidak beranjak dari sisi Naruto.

"Mungkin karena ini terlalu keren. Dan kuakui, aku sangat menikmatinya." Mengendikan bahu ketika diakhir kalimat, Naruto reflek mengalihkan wajah menatap Suigetsu saat sebuah pertanyaan terlintas. "Kenapa kalian mengajakku kesini? Ada apa dengan gunung Takao?"

Suigetsu melepaskan bibir dari sisi kaleng. "Entahlah, mungkin Sasuke merasa bosan di gunung Takao. Atau bisa jadi..."

"Bisa jadi apa?" Tanya Naruto penasaran.

"Bisa jadi dia ingin pamer, memperkenalkan rutinitas lain yang selalu dia lakukan setiap malam kepada mu." Meraih satu kantung plastik berisi camilan, Suigetsu mengeluarkan sebungkus keripik kentang rasa rumput laut. "Mau?"

'Pamer?' Naruto menggeleng pelan, merasa tidak berselera menyantap keripik kentang ketika mendengar pernyataan Suigetsu. "Apa yang kau maksud dengan tertabrak tadi, senpai?"

Seringai dibibir Suigetsu mengembang. "Nanti kau juga akan tahu. Sabar sedikit, Naruto~"

Lagi...

Naruto hanya mampu mengerutkan kening. Tidak begitu mengerti mengapa Suigetsu selalu mengumamkan pernyataan ambigu selama berbincang dengannya. Namun kebingungan Naruto hanya berlangsung selama sesaat, begitu mendengar siulan keras dari Suigetsu, Naruto mengalihkan wajah menatap kedepan.

"Sasuke?!"

Naruto memandang kelain arah mengetahui Sasuke menatap kearah mereka saat Suigetsu memanggil namanya. Seperti yang terjadi di gunung Takao, keberadaan Sasuke tidak pernah lepas dari wanita berpakaian seksi. Dan tentunya kegiatan yang dia lakukan tidak jauh-jauh dari ciuman panas, saling bergulat dengan sebelah tangan Sasuke mengusap sensual paha dalam sang wanita yang duduk dijok motor depan.

"Apa kau ingin kondom? Aku memilikinya jika kau mau!"

Tersedak.

"Uhuk-Uhuk-uhuk!" Semula ingin mengabaikan ciuman panas itu dengan meneguk jus jeruk, Naruto tersedak hebat mendengar ucapan Suigetsu. 'A-Apa dia bilang...'

"Ko-Kondom?!"

Suigetsu tertawa mengejek, namun merasa iba disaat bersamaan ketika menepuk punggung Naruto. "Jangan bilang kau belum pernah berhubungan seks."

Mengusap sisa jus disudut bibir. Entah mengapa Naruto merasa begitu miris pada dirinya sendiri. 'Apa terlihat begitu jelas?'

Tertarik untuk menggoda, Suigetsu mendekat— berbisik ditelinga. "Kau lihat posisi wanita itu, Naruto? Dia duduk dijok depan, menghadap Sasuke yang juga menghadap wanita itu. Biasanya jika sudah terangsang, Sasuke sering melakukannya ditempat itu juga. Tak peduli tempat sepi atau bukan."

Naruto mematung seketika dengan bulu kuduknya meremang hebat. Tergelitik akan hembusan nafas hangat yang sengaja Suigetsu tiupkan ditelinganya. "Se-Senpai?!"

Terkekeh pelan, Suigetsu mengangguk singkat— tak mengurangi jarak diantara mereka berdua. "Sasuke itu memang tampan, dia bisa memikat wanita manapun dengan mudah. Tetapi walau pun tampan, dia itu..." Suigetsu kembali berbisik. "...cukup berengsek, Naruto."

"Senpai..." Naruto menggerakan sebelah tangan, mendorong Suigetsu agar menjauh. Tidak perlu menerka ucapan lelaki itu terlalu spesifik, Naruto tahu Sasuke pasti telah mengencani banyak wanita. Jika sudah begitu... "Kenapa senpai mengatakan hal ini kepadaku?"

Suigetsu terlihat acuh, namun senyuman tipis tersemat kala meneguk bir. "Hanya sekedar memberi informasi saja, siapa tau berguna untukmu nanti. Ohh kau lihat itu?"

Mata sapphire Naruto memandang dalam diam ke depan, mengikuti dagu Suigetsu yang menunjuk kearah wanita berpakaian seksi beranjak pergi dari motor Sasuke selepas lelaki itu mendorongnya dari pangkuan.

'Ternyata dia memang brengsek.' Batin Naruto menatap Sasuke didatangi seorang pria yang menyodorkan seputung rokok. 'Syukurlah, Sakura-chan tidak bernasip sama dengan wanita-wanita itu.'

"Psst! Naruto?!" Desis Suigetsu, tak lagi berbicara lantang seperti tadi. "Dia datang."

Tak perlu melihat, Naruto tahu siapa yang dimaksudkan oleh lelaki bersurai ungu keperakan itu. "Memangnya kenapa?"

Suigetsu menyerit, cukup takjup dengan sikap acuh Naruto yang tidak sesuai kondisi. "Kau tidak lihat benda apa ditangan Sasuke?" Melihat Naruto menggeleng, Suigetsu merasa kesabarannya bagai terkikis angin. "Sasuke sedang menghisap rokok ganja. Kau tahu itu apa artinya, Naruto? Dia sedang dalam keadaan sakaw!"

Mata Naruto membulat seketika. "B-Bohong!" Mengalihkan wajah dengan cepat kearah Sasuke, pemuda itu nampak terperangah. "Tapi dia tidak terlihat seperti dalam keadaan sakaw?!"

"Tsk! Sasuke memang kuat mengendalikan diri sekalipun minum alkohol dalam jumlah banyak. Hal itu juga berlaku untuk situasi sekarang. Walau bisa mengendalikan diri, namun tidak menutup kemungkinan dia seratus persen sadar. Pengaruh zak adiktif berbeda dengan alkohol, Naruto." Suigetsu menggeser tubuhnya sedikit tetapi tidak terlalu jauh. Tak ingin terlihat terang-terangan berdekatan dengan Naruto. "Santai saja, rileks... Tidak perlu panik."

'Apa kau bercanda! Bagaimana mungkin aku tidak panik, senpai?!' Ingin sekali Naruto berteriak demikian. Tetapi hal itu dia urungkan sebab Sasuke telah berada dihadapan mereka.

'BRUK!'

Sasuke duduk disamping Naruto, menjulurkan kaki kanan diatas aspal putih dengan sebelah kakinya ia tekuk, didukung posisi tubuh yang condong kearah Naruto disertai sebelah tangan menyentuh permukaan aspal— menjaga berat tubuhnya.

"Yo, Sasuke~" sapa Suigetsu terlihat persuasif.

Sasuke tidak menjawab, melainkan menghisap nikmat rokok terselip dijemari tangan kanan seraya menerawang keramaian dihadapan mereka. Naruto nampak gelisah, tak mampu menyembunyikan perasaan gundah disaat Sasuke berada sangat dekat dengannya. Terkesan intim duduk berdua seperti ini.

'Apa yang harus kulakukan?!'

"Ehem!" Berdeham keras, Suigetsu mengerlingkan wajah kearah kedua laki-laki itu. "Sasuke, kau pasti tidak menyangka jika Naruto masih virgin bukan?"

Pemuda laksana mentari itu terdiam ditempat, membelalakan mata memandang Suigetsu yang berada disamping kirinya. Ba-Bagaimana... Bagaimana mungkin Suigestu bisa berkata seperti itu kepada Sasuke!

'Apa yang maksud ucapanmu, senpai?!' Sorot mata Naruto menyirat tajam kearah Suigestu— marah sekaligus tak habis pikir.

Sasuke mendengus pelan. "Bahkan terlihat jelas saat pertama kali bertemu dengannya." Kemudian menghisap kembali rokok tersebut.

Naruto bungkam. Memilih menyeruakan sumpah serapah didalam hati seraya menggeser tubuhnya perlahan, mencoba menjauh dari Sasuke.

"Suigetsu."

'Gawat!' Naruto yang baru menggeser bokongnya kembali keposisi semula ketika mendengar suara Sasuke.

Lelaki bersurai raven itu terlihat memijat keningnya pelan menggunakan ketiga jemari tangan yang tak terselip rokok. "Tolong ambil minuman untukku."

"Kau ingin bir?" Walau terdengar keberatan, Suigetsu tetap beranjak berdiri. "Untuk kondisi sekarang, sebaiknya kau pilih minuman lain Sasuke. Kau mengendarai motor, bukan?"

Sasuke memperbaiki posisinya, tak lagi condong kearah Naruto saat meraih kotak rokok dari saku celana kemudian menggesekan api rokok ganja pada permukaan aspal hingga padam lalu memasukan benda itu kedalam kotak. "Sama seperti dia."

Sudut bibir Suigetsu terangkat, menyeringai tipis kala mendapati dagu Sasuke terarah ke Naruto. "Oke!"

Hening...

Selepas kepergiaan Suigetsu baik Sasuke maupun Naruto tidak ada yang berniat buka suara memulai topik pembicaraan. Kedua insan itu seakan terlarut dalam pikiran masing-masing, Naruto dengan dunianya sendiri begitu pula Sasuke. Situasi inilah yang merupakan salah satu faktor dominan penyebab mengapa Naruto merasa tidak nyaman didekat Sasuke. Pemuda pirang itu tidak bisa leluasa berbicara seperti halnya saat dia bersama dengan Suigetsu. Bila ditanya mengapa Naruto bisa seperti itu, maka jawabannya mudah.

Naruto masih merasa segan kepada Sasuke atas semua yang telah terjadi diantara mereka berdua. Pertemuan yang diawali dengan petaka, hingga tiada perasaan lain yang bisa Naruto rasakan selain...

Tersiksa secara fisik dan psikis.

Dari jarak yang cukup dekat, sudut mata Naruto bisa menangkap pergerakan Sasuke. Lelaki itu nampak melepaskan jaket kulit yang dia kenakan. 'Dia terlihat lelah...'

Walau membenci Sasuke, tak ingin peduli dengan apapun yang terjadi pada lelaki itu, Naruto tetap tidak bisa mengabaikan rasa kepeduliannya. Menilik raut wajah Sasuke, pemuda pirang itu tahu Sasuke nampak lelah, terbukti dari gerakan jemari tangannya yang terus memijat pelupuk mata.

"Bagaimana dengan bibirmu?"

Secepat kilat, Naruto mengalihkan wajah menatap aspal putih yang dia duduki. 'Lagi-lagi ketahuan?!'

Deja vu.

Seperti saat berada diruang khusus klub milik Obito, Naruto tidak menyangka dia kembali tertangkap basah sedang menatap Sasuke untuk kedua kalinya.

"Aku tanya sekali lagi." Suara Sasuke terdengar— menggeram kasar. "Bagaimana dengan bibirmu!"

"O-Oh!" Sebelah tangan Naruto tiba-tiba terangkat, memegang sudut bibirnya yang terkena pukulan Sasuke kemarin. "Ti-Tidak apa-apa. Sudah membaik! Aku melapisinya dengan foundation sehingga lebamnya tidak terlalu kentara."

Sudut mata onyx Sasuke memicing. "Masih sakit?"

Menggeleng kuat. "Ti-Tidak!" Meski terdapat luka robek, Naruto tidak terlalu mempermasalahkannya sebab pukulan yang dia terima belum sebanding dengan penganiyayaan dilakukan Sasuke saat awal masuk sekolah. "Tidak sakit lagi. Sungguh!"

"Apanya yang tidak sakit?" Suigetsu datang mendekat, menatap tanya kearah Naruto yang terlihat gugup.

"Bukan apa-apa." Ucap Sasuke singkat.

'Aneh...' Suigetsu mengerutkan kening. "Ini minumanmu, Sasuke."

"Hn." Menerima kaleng jus, lelaki berkulit albaster tersebut membuka pengait kaleng lalu menegak minuman dalam beberapa tegukan. "Aku akan turun."

Suigetsu menyeringai lebar, mengangkat tinggi ibu jarinya. "Oke!"

Sasuke bangkit berdiri, menyodorkan kaleng jus miliknya kearah Naruto. "Pegang."

"I-Iya." Naruto pun memegang kaleng jus tersebut, menatap kepergiaan Sasuke yang kini melangkah menuju ketempat motornya berada.

"Naruto." Mengambil jaket kulit Sasuke, Suigetsu meletakan benda tersebut dipangkuan si pemuda pirang. "Properti Sasuke harus berada dalam satu tempat. Tidak boleh terpisah."

Naruto menyerit. "Kenapa harus aku yang memegangnya?"

Tersenyum samar, suara tawa riang terlantun dari bibir Suigetsu. "Kau termaksud propertinya."

Sebelah alis pemuda itu terangkat. "Hah?"

"Lihat kedepan, pertunjukan akan dimulai." Alih Suigetsu dengan suara tawa semakin menjadi-jadi. Senang bisa mengoda Naruto.

'Apa maksudnya dengan properti?' Walau bingung, Naruto tetap mengalihkan wajah menatap kedepan.

Memang tidak ada pemandangan istimewa yang terjadi. Yang terlihat hanya Kimimaro, Juugo, beberapa orang senpai ditingkat tiga dan juga sosok Sasuke tentunya yang sedang menyalakan motor miliknya. Ya... semula Naruto berpikir jika Sasuke ingin pergi kesuatu tempat bersama dengan rekan-rekannya yang juga mengendarai kendaraan masing-masing. Namun siapa sangka, perkiraan Naruto ternyata meleset. Laki-laki bersurai raven itu memutar tuas gas secara penuh menggaungkan suara deru mesin motor sebelum akhirnya menginjak tuas gigi, melajukan motor Ducati berwarna hitam tersebut hingga melesat kencang. Jika banyak yang berpikir dalam kecepatan seperti itu Sasuke berniat untuk balap dengan motor milik rekan-rekannya, maka presepsi tersebut harus kembali memuai dengan sendirinya begitu menyaksikan motor Ducati tersebut tiba-tiba berhenti ketika Sasuke menginjak rem dengan kuat, membuat ban motor tersebut terangkat tinggi dan mengejutkannya lagi Sasuke masih memutar tuas gas motor, menggerakan ban depan dengan pelan sementara ban belakangnya terangkat tinggi.

"A-Apa?!" Mata sapphire Naruto membelalak lebar, menatap tak percaya seraya menunjuk kearah depan. Tak menghiraukan lagi jus jeruk milik Sasuke yang kini telah terjatuh dari genggaman tangannya. "Senpai!"

Mengetahui tatapan Naruto tertuju kearahnya, Suigetsu tertawa lepas. "Bagaimana? Keren bukan?"

"Kau bercanda?!" Naruto mendengus kasar, menyeruakan kekaguman yang begitu luar biasa melihat aksi Sasuke. "Bukan keren lagi! T..Tapi ini—" gelengan pelan terlihat, cukup menjadi bukti bila Naruto kehilangan kata-kata untuk sekedar menjabar komplimen. "—ini benar-benar luar biasa keren!"

Suigetsu terkekeh pelan. "Itu belum seberapa. Akan ada kejutan-kejutan lain yang akan diperlihatkan Sasuke." Suara siulan pun kembali terdengar. "Lihat itu, Naruto."

Disaat ban motor bagian belakang turun menyentuh permukaan aspal putih yang kini telah meninggalkan bekas akibat bergesekan dengan ban motor, Sasuke memutar tuas gas secara penuh, kembali memacu kencang motor Ducati tersebut seraya mengangkat tinggi ban motor bagian depan dengan kedua kakinya memijak jok motor, mulai mengelilingi kawasan itu memainkan tuas gas dan rem tangan secara berkala, sengaja membuat permukaan aspal mengeluarkan asap pekat saat bersinggungan dengan ban motornya. Memberi efek menakjubkan didukung dengan suara deru motor Sasuke yang mengaung keras.

"Wah!" Decak kekaguman lolos dari bibir Naruto. Reflek pemuda bersurai pirang itu menepukan kedua telapak tangan dengan semangat— mengapresiasi aksi akrobatik Sasuke disertai tatapan penuh puja ia arahkan. "Hebat!"

Tak lama. Aksi tersebut Sasuke lakukan cuma beberapa menit saja setelah itu Sasuke menurunkan ban depan, meletakan kedua kakinya pada masing-masing pijakan mengelilingi kawasan tersebut dengan santai, seolah mempersiapkan diri untuk melakukan atraksi selanjutnya.

'Uhh! Keren!' Terhanyut dalam suasana panas diciptakan Sasuke, tanpa disadari Naruto memeluk erat jaket kulit milik Sasuke.

Dan benar saja...

Usai melenggang santai mengelilingi kawasan tersebut, Sasuke memacu lagi motor itu dengan kencang, mengangkat kedua kakinya hingga duduk diatas tangki bensin motor Ducati tersebut yang disusul kaki lelaki itu menjuntai didepan stang motor. Melaju lurus selama kurang satu menit dengan kecepatan menggila. Lepas satu menit, Sasuke lekas memperbaiki posisinya duduk secara sempurna diatas jok motor dengan kedua kakinya berada dimasing-masing pijakan.

Mulut Naruto membulat seketika, matanya membelalak lebar. Benar-benar terkejut. "U-Uwahhh!"

Bukan tanpa alasan Naruto bisa berdecak kagum dengan mudah seperti ini. Bila orang awam melakukan atraksi membahayakan seperti ini tanpa belajar alias nekat. Sudah dipastikan nasip tragis akan menimpa, syukur-syukur nyawa masih bisa diselamatkan meskipun harus berakhir dirumah sakit.

'Apa lagi yang akan dia lakukan?!' Baru memikirkannya saja, Naruto sudah merasa jantungnya akan lepas. Terlampau semangat dan bahkan cenderung excited akan pemandangan menakjubkan yang tersaji dihadapannya. Adrenalin Naruto seakan terpacu, tidak bisa memalingkan wajah walau sesaat saja melihat aksi Sasuke diatas motor.

Sasuke memutar tuas gas dengan kencang untuk kesekian kali, melajukan motornya secepat mungkin melintasi kawasan khusus extreme motorcycle. Dan ketika kecepatan yang Sasuke inginkan dirasa konsisten serta stabil, Sasuke beranjak berdiri, melepaskan kedua tangan dari stang motor dengan kedua kakinya tetap berada dipijakan.

'Benar-benar keren...' Mata Naruto menerawang sendu, masih memancarkan tatapan penuh puja kala genggaman tangannya menguat pada jaket kulit tersebut. Saking eratnya mendekap jaket kulit itu aroma mint yang bercampur dengan bau asap rokok pun menguar, merasuk ke indra penciuman. Membuai Naruto hingga merasa Sasuke benar-benar terasa dekat.

Dibalik tatapan puja karena terlena akan aksi akrobatik Sasuke yang mampu membuatnya terpukau, Naruto bisa melihat ada sesuatu yang berbeda dari Sasuke. Raut wajah laki-laki itu seakan lepas, menunjukan sisi lain yang tak pernah Naruto lihat sebelumnya selama bersama dengan pria itu.

'Meskipun dia arogan, agresif dan terkesan tidak punya hati, satu hal yang harus kau ingat Naruto.' Teringat akan ucapan Suigetsu semalam saat berada di kaki gunung Takao, Naruto kian memeluk erat jaket kulit itu. Mengigit bibirnya erat, tak mampu menahan perasaan aneh yang seketika menyeruak ke palung hati. 'Sasuke itu adalah orang yang baik.'

Pertahanan Naruto mulai goyah.

Haruskah dia mempercayai ucapan Suigetsu setelah semua rasa sakit ditorehkan Sasuke hingga menyulut kebencian didasar hatinya?

.

.

.

To-Be-Continue...

Selamat malam semua'a. Atau selamat dini hari(?) #plak

Akhir'a kesampean jg harapan w buat publish lanjutan epep ini di ch terbaru #hiksu

Butuh perjuangan berat cz akhir" ini w lagi rada males ngetik. Jadi harap maklum semua'a kalo epep ini ngaret (lagi) dri wktu yg ditentukan bwakakakak

Oke sekarang bales beberapa pertanyaan temen" sekalian di kotak review.

1. Apakah Sasuke udh jatuh cinta ma Naruto?

Me: kheheheheh #pasangkacamatahitam. Masih belum pasti nih, niat sasuke aja masih putih burem-burem(?). Entah nanti cinta beneran, atau malah cinta"an D:

2. Apa Sasuke mau jadikan Naruto sebagai objek untuk balas dendam ke Kyuubi?

Me: wahh gaiss, ini rahasia perusahaan nih #plak. Maksud'a entar akan diceritakan di ch selanjut'a. Sabar yooo sissss :*

3. Apa hubungan ItaKyuu di fic ini?

Me: ini rahasia perusahaan no 69 nihh bwakakakak #plak. Entar dijelaskan kok dlm ch-ch berikut'a. Mohon sabar ya sisssss *0*/

4. Sasuke beneran pecandu?

Me: bukan sasuke yg pencandu. Tapi akuuuu yg kena candu babang cuke kyaaaa #woy!. Hehehe sasuke emang pecandu kok gais. Upps! Lho kok w bocorin? D':

G surprise lagi dong? D': huaaaaaaa DX

5. Apakah Sasuke bener" berubah? Bener" suka Naru? G merencanakan sesuatu seperti yg diduga obito?

Me: sikap sasuke masih rancu, belum bisa dipahami ch ini tapi di ch selanjut'a mgkn membawa kejutan. Entah beneran suka naru atau ada maksud dibalik maksud(?). Dan untuk obito? Itu rahasiaaaaa gaisss #digetokrame2

6. Apa sebenarnya hubungan Sasuke, Kyuubi, dan Itachi?

Me: yg jelas mereka saling berhubungan satu lain. Nanti dich mendatang akan dibuat titik terang mengenai perseteruan mereka. Dan masalah itu yg jelas adalah masalah besar cz sikap ketiga orang ini berubah krna satu hal sehingga naru yg kena imbas'a D'X

Oke gaiss ini dia bbrp pertanyaan temen" yg mendominasi di kotak review n akhir'a w direalisasi'in jg wlo belom sepenuh'a terjawab bwakakaka #plak

Baiklahhhh~

Sampai ketemu di ch selanjut'a *0*/