My Wishes

Ooc, Gs, Typo, tidak sesuai EYD dll.

Main Cast : Luhan, Sehun, JongIn and Kyungsoo

Rated : T

Chapter : 21/21?

Tak terasa waktu bergulir begitu cepat, hari demi hari yang Dyo jalani membuatnya semakin bingung. Perkataan Kai tempo hari memang benar. Dia memang masih ragu pada pria itu, kalau saja kejadian yang mengakitkan itu tidak pernah terjadi, dia yakin kalau mereka akan dengan segera melangsungkan pernikahan tanpa ada ragu sedikitpun, tapi sayang waktu tidak mungkin bisa diputar dan takdir tak bisa dirubah. Kejadian itu sudah terjadi dan tak bisa di ubah.

Dyo menghela nafas, kini dirinya sama sekali tidak bisa fokus pada skripsi yang sedang ditulisnya. Kai yang ada disampingnya sudah merasa kalau kekasihya itu sedang memikirkan sesuatu dan dia tau apa yang dipikirkannya.

"Kau masih memikirkannya?" Ujar Kai membuat Dyo mendongak menatapnya. Wanita itu menghela nafas panjang. Dyo mematikan laptopnya dan bersandar pada pundak Kai.

"Kepalaku pusing." Ujar Dyo sambil menutup matanya. Kai segera merangkulnya dan mengusap lengan wanita itu, membuat Dyo sedikit lebih tenang.

"Kau tidak perlu memikirkan pernikahan kita." Ucap Kai sambil membawa Dyo kedalam pelukannya. "…sudah kubilang kalau kau masih bisa memikirkannya, lagi pula Luhan tidak akan kebertan kalau kita tidak menikah bersama." Lanjut Kai. Dyo menghela nafas panjang.

"dia memang tidak akan keberatan tapi mungkin akan kecewa, lagi pula dia pasti heran kenapa aku menolak menikah bersamanya." Ujar Dyo dengan lesu. Kai terkekeh pelan dan mengusak rambut Dyo.

"Tidak, kau tau Luhan pasti akan mengerti. Dia juga tau masalah ini bukan?" Tanya Kai membuat Dyo menatapnya.

"Kai…" Ujarnya. Kai menangkup pipi Dyo yang entah sejak kapan semakin tirus saja.

"Sekarang jangan memikirkan hal itu, ne? Jika kau terus memikirkannya skiripsimu tidak akan pernah selesai. Kau mengerti?" Dyo menatap bola mata Kai sesaat kemudian mengangguk. Kai tersenyum kemudian memeluknya.

"Masih ada banyak waktu untuk memikirkannya chagi, lagi pula aku belum mendapatkan pekerjaan seperti yang appamu katakan." Ucap Kai sambil mengelus surai hitam Dyo.

Sedangkan sang wanita hanya bisa diam dan menenggelamkan wajahnya didada bidangkan, menghirup aroma tubuh Kai yang bisa menenangkan dirinya.

Bisakah waktu membuatku melupakan segalanya? Bisakah…

~My Wishes~

Sehun dan Luhan tengah berjalan berniat kembali lagi ke mobil karena hari sudah mulai petang. Luhan sudah puas berada ditaman dan menikmati pemandangan yang begitu indah disana.

"Kau mau kita mengunjungi sebuah tempat sebelum aku mengantarmu?" Tanya Sehun sambil memasang sabuk pengamannya.

"Kemana?" Tanya Luhan segera mendongak setelah memasangkan sabuk pengamannya sendiri.

"Apartemenku." Jawab Sehun. Tanpa berpikir panjang Luhan mengangguk membuat Sehun tersenyum.

Sehun langsung melesat meninggalkan taman itu dan menuju apartemennya.

~My Wishes~

Mereka baru saja sampai di apartemen Sehun. Luhan langsung membuka apartemen itu tanpa harus bertanya lagi passwordnya. Sudah lama sekali dia tidak mengunjungi tempat ini, sungguh Luhan sangat merindukannya. Seperti saat pertama kali dia mengunjungi apartemen ini, aroma parfum Sehun masih saja menempel di seantero ruangan.

"Kapan kau terakhir datang ke apartemenmu?" Tanya Luhan sambil menaruh tasnya di meja.

"Terakhir aku mengunjungi apartemen ini saat aku kembali ke korea." Jawab Sehun. Luhan mengangguk, seperti apa yang dipikirkannya. Luhan berjalan menuju kamar Sehun dan langsung menerobos masuk. Sehun mengikutinya dari belakang, dia berdiri diambang pintu, mengamati Luhan yang tengah mencari sesuatu.

"Apa yang kau cari?" Tanya Sehun.

"Em… aku mencari…" Luhan menatap sebuah laci yang ada disamping tempat tidur dan membukanya. "…ini dia." Pekik Luhan sambil mengancungkan foto yang ada ditangannya. Sehun mengerutkan kening dan menghampiri Luhan. Ternyata Luhan mencari foto Sehun bersama kedua orangtuanya.

"Apakah ini ummamu?" Tanya Luhan. Sehun mengangguk kemudian duduk disamping kasur. Membuat Luhan ikut duduk disampingnya.

"Kenapa aku seperti tidak asing dengan ummamu, apa mungkin kita pernah bertemu?" Tanya Luhan lebih pada dirinya sendiri. Sehun mengambil foto itu dari tangannya.

"Kau pasti pernah melihatnya." Ujar Sehun sambil menatap foto itu, sedangkan Luhan menatapnya dengan heran, masih tak mengerti apa yang diucapkannya. "…dulu dia seorang model."

Oh dear… Ujar Luhan. Bagaimana dia bisa tidak ingat? Dulu dia pernah bertemu dengan wanita ini, saat mereka ada di New York, saat dia mengungungi pameran busana disana. Bodoh! Ucapnya.

"Sekarang kau ingat?" Tanya Sehun.

"Mrs. Tiffany." Gumam Luhan. Sehun mengangguk.

"Itu adalah namanya. Nama ummaku." Ujar Sehun. Luhan meliriknya sesaat membuat Sehun membalas tatapannya.

"Kami pernah bertemu." Ujar Luhan masih dengan wajah kaget. Sehun tersentak.

"Dimana?" Tanya Sehun terkejut.

"Sudah lama sekali, tentu saja. Saat itu aku dan umma menghadiri sebuah pementasan busana dari desainer korea dan Mrs. Tiffany salah satu modelnya, dia yang banyak sekali mendapat sorotan." Jelas Luhan.

"Ah… kau benar. Saat di New York bukan?" Tebak Sehun membuat Luhan mengangguk.

"Pantas saja saat aku melihatmu sudah tak asing lagi, ternyata kau adalah anaknya." Ujar Luhan. Sehun tertawa renyah dan menatap foto itu lagi.

"Aku merindukannya, sangat." Ujar Sehun. Perlahan sebuah tangan kecil melingkari tubuhnya. Luham memeluknya dari samping.

"Maafkan, aku membuatmu kembali mengingatnya." Bisik Luhan. Sehun menaruh foto itu disampingnya dan melepaskan pelukan Luhan. Sehun mengelus kedua pipi itu dan mengecup kening Luhan.

"Tidak, aku baik – baik saja Lu." Ujar Sehun sambil memeluk Luhan.

"Kau mau melanjutkan ceritamu?" Tanya Luhan mendongak menatap Sehun. Untuk sesaat Sehun tidak menjawab, dia terlihat memikirkan sesuatu tapi kemudian dia menggeleng pelan seperti mencoba menghilangkan apapun itu yang ada dipikirkannya.

"Apa yang ingin kau ketahui ?" Tanya Sehun meregangkan pelukannya.

"Kenapa kau pergi dan memilih tinggal ditempat seperti ini?" Tanya Luhan. Sehun menghembuskan nafas panjang. dia sudah tau kalau Luhan masih penasaran dengan hal ini. Suasana hening sejenak. Sampai Sehun berdeham pelan mulai kembali menceritakan hidupnya.

"Saat itu… aku sudah selesai dengan kuliahku, seperti yang aku ceritakan sebelumnya. Hanya saja saat itu aku benar – benar jatuh cinta pada dunia seni. Ditambah lagi beberapa temanku menatakan kalau hasil lukisanku mengaggumkan…" Sehun memandang kedepan, mencoba kembali membayangkan masa lalunya sendiri. "…kau tau, rasa yang muncul saat karyaku dipuji sungguh tak ternilaikan. Aku memang tidak menerima banyak uang dari hasil melukis tapi setidaknya ada sesuatu yang membuatku senang, ada sesuatu yang membuatku akhrinya benar – benar bangkit sampai suatu hari…" Sehun menghembuskan nafas kemudian menunduk sambil menutup matanya. Luhan yang melihatnya hanya bisa mengusap tangannya pelan.

"…akhirnya appa tau apa yang aku lakukan. Dia murka dan sangat marah padaku, dia tidak suka dengan apa yang aku kerjakan. Karena di pikirkannya menjadi seniman hanya membuang waktu, dan hal itu membuatku naik pitam. Aku sudah cukup sabar menuruti apa yang dikatakan appa, aku menjalani sekolahku dan kadang membantunya dikantor. Tapi saat dia berkata seperti itu aku tidak bisa terima, kemudian…" Sehun menggeleng pelan sebelum dia melanjutkan cerita.

"Kemudian… kami bertengkar hebat. Tidak ada baku hantam tentu saja, hanya pertengkaran mulut antara aku dengan appa. Leeteuk ahjumma dan Suho hyung mencoba menenangkan kami tapi tetap saja. Akhirnya appa membuat keputusan untuk mengirimku ke luar negri, melanjutkan sekolahku. Tapi tentu saja aku menolak mentah – mentah keputusan itu. Akhirnya appa mengatakan "Jika kau tidak ingin melanjutkan perusahaanku dan memilih sebagai seniman, kau boleh angkat kaki dari sini, appa tak membutuhkan anak yang selalu membangkang sepertimu"." Sehun menutup wajahnya dengan kedua tangan. Jujur saja itu adalah hal terburuk yang pernah dia alami.

"Dan demi apapun yang ada dunia ini, aku tidak akan pernah melupakan ucapan appa saat itu." Bisiknya pelan. Luhan kembali memeluknya dan mengusap – usap punggung Sehun, dia tidak pernah tau kalau Sehun mempunyai masa lalu seburuk ini. Sehun menatapnya sebelum kembali berujar.

"… kemudian aku memutuskan keluar dari rumah. Mungkin karena saat itu aku masih muda dan tidak berpikir apapun. Aku hanya ingin benar – benar melakukan apapun yang aku sukai. Hanya itu, apakah aku salah?" Tanya Sehun. Luhan menggeleng kemudian menautkan tangan mereka.

"Kau tak salah, hanya saja mungkin caramu yang kurang tepat." Bisik Luhan. Perlahan tangan dia merasakan kalau tangan Sehun mengerat dan menggenggam tangannya kuat.

"Mulai dari saat itu aku menjalani hidupku sendiri, appa tidak menyita apapun miliknya dariku, aku tau apa tidak benar – benar ingin aku pergi saat itu. Karena aku masih memiliki tabungan aku membeli apartemen ini dan untuk memenuhi kebutuhanku sehari – hari aku menjadi pelukis di jalanan. Memang upah yang aku dapatkan tidak seberapa tapi kemudian perlahan aku kembali melirik photografi sampai akhirnya aku bekerja di studio…" Luhan mengangguk, karena dia mengetahui hal itu. "Tapi kau tau… hidupku hampa, tentu saja, tanpa restu orang tua tanpa siapapun yang menemaniku, membuatku berpikir untuk kembali menjilat ludahku sendiri dan pulang ke rumah, maksudku kembali pada appa dan melanjutkan perusahaanya. Karena setelah 2 tahun aku meninggalkan rumah, appa mulai mencariku dan saat dia menemukanku tinggal di apartemen ini, dia terus membujukku agar kembali pulang. Tapi sekali lagi karena ke egoisanku, aku memilih untuk tinggal disini dan menjalani hidupku dengan kehampaan dan kesendirian…" Tapi kemudian sebuah senyuman tipis tersungging di bibir Sehun. "… sampai akhirnya aku bertemu denganmu." Luhan mengerjap saat Sehun mengatakannya.

"Perasaan itu menguap saat kau mulai masuk dalam hidupku. Saat itu aku menjalani hidupku dengan mudah, semuanya terasa begitu mengalir, tidak ada lagi kabut kehampaan yang memuakan dalam hidupku. Semua itu karena dirimu." Ujar Sehun sambil menatap Luhan dan mengelus tangan wanita itu yang ada digenggamannya.

"Aku?" tanya Luhan menunjuk dirinya sendiri. Sehun tertawa renyah membuat segelintir perasaan hangat menjalari hati wanita itu.

"Kau masih tak mengerti? Kau yang membawa cinta yang selama ini aku butuhkan, kau membawa segalanya yang kurang dalam hidupku. Kau membuat segalanya terasa sempurna." Ujar Sehun sambil menggesekan kedua hidung mereka membuat Luhan merona.

"Sehun…" Ucap Luhan sambil mendorong baru pria itu pelan. Sehun terkekeh kemudian kembali memeluk Luhan dengan erat.

"Heemm… betapa aku merindukan tubuh mungil ini dalam pelukannmu. Oh… Lu sudah lama sekali aku tidak memelukmu." Luhan mengembuskan nafas panjang setelah melepaskan pelukan Sehun, dia yakin kalau dia terus membiarkan pria itu memeluknya maka hal yang tak diinginkan akan terjadi seperti dia terbangun di kasur ini dengan keadaan telanjang bulat dan sebuah selimut yang menutupinya. Luhan menggeleng dan segera mencari topik baru.

"Aku ingin mengetahui sebenarnya apa yang terjadi antara kau dan appa."

"Appa? Maksudmu Kris ahjussi?" Luhan mengangguk.

"Tidak ada yang pernah menjelaskan padaku sebenarnya apa yang terjadi pada kalian, kau tau itu membuatku sangat jengkel." Sehun terkekeh.

"Baiklah, baiklah, sekarang darimana aku harus menjelaskanya?" Tanya Sehun.

"Dari saat kau datang kerumah, saat kau mengatakan kau telah bertemu dengan appa." Sehun terlihat kembali berpikir. Kemudian dia kembali berdeham menjenirkan keringkongannya.

"Saat itu Kris ahjussi, mengatakan kalau aku tak pantas untukmu, aku hanya seorang yang tidak mempunyai pekerjaan yang mapan, kau tau mapan yang ada didalam pikirkannya…"

"Aku mengerti." Sela Luhan. "Lanjutkan."

"Saat itu kepalaku berputar mencari cara agar aku bisa tetap bersamamu, sampai akhirnya aku memutuskan dan membulatkan tekadku untuk kembali ke rumah dan mengikuti apa yang appa inginkan. Saat itu aku berpikir mungkin dengan cara itu Kris ahjussi bisa menerimaku…"

"Jadi kau pergi karena hal itu…"

"Tentu saja, memangnya apa yang kau pikirkan selama ini?"

"Aku mengira kau…"

"Aku tidak mencintaimu?" Sela Sehun membuat Luhan menganguk kaku. "Ayolah Lu, kau tau aku sangat mencintaimu." Luhan menghela nafas.

"Aku tau, mungkin aku memikirkannya karena saat itu aku benar – benar merasa kehilangan separuh dari hidupku. Maksudku… kau mungkin mengerti…" Sehun mengangguk dan bergumam pelan. "Aku mengerti."

"Jadi kemana kau pergi New York saat itu?" Tanya Luhan.

"Ya, dan melanjutkan sekolahku disana tentu saja aku mengambil kelas cepat agar dapat menyelesaikan sekolahku dengan cepat. Menurutku jika aku menyelesaikannya dengan cepat maka akupun bisa cepat – cepat bertemu denganmu."

"Jadi kau berhasil lulus dengan cepat?" Tanya Luhan. Sehun mengangguk.

"Tentu saja, kau tau aku pintar." Luhan mendengus keras. Dia sudah bosan dengan ucapan Sehun yang mengatakan kalau dirinya memang pintar.

"Aku tau… aku tau, dan aku sudah bosan mendengarnya. Sekarang lanjutkan ceritamu." Sehun terkekeh sebentar sebelum melanjutkan ceritanya.

"Aku langsung bekerja di kantor menggantikan appa, dia benar – benar telah menyerahkan segala urusannya padaku, dan kau tau hal itu membuatku semakin sibuk sampai – sampai aku tak punya waktu untuk datang pada Kris ahjussi dan mengatakan kalau aku sudah menjadi orang yang pantas untukmu…"

"Lalu?" Entah Luhan salah melihat atau apa, Sehun terlihat sedang menahan tawanya. Luhan mengerutkan keningnya. Apa ada sesuatu yang lucu dan membuatnya geli?

"Kau tau, ada suaty hal yang membuatku tidak benar – benar mengejutkan."

"apa itu?"

"Kris ahjussi dan appaku memang merencanakan semua ini." Luhan semakin bingung dibuatnya.

"Merencanakan apa? Sehun… kumohon, aku benar – benar tak mengerti." Sehun terkekeh dan mengusak rambut Luhan.

"Kau tau semua masalah ini berawal dari foto kita yang menyebar di internet?" Luhan mengangguk.

"Asal kau tau saja yang menyebarkannya adalah appaku. Tunggu-jangan dulu terkejut. Kris ahjussi juga menyetujuinya. Mereka bersengkongkol. Mereka memang berniat menjodohkanku denganmu hanya appa mengatakan kalau aku masih perlu sekolah dan melanjutkan perusahaanya. Akhirnya mereka membuat sebuah rencana. Dan rencana itu adalah menyebarkan foto kita berdua."

Luhan membelalakan matanya, dia menutup mulutnya dengan kedua tangan. Ucapan Sehun benar – benar terlalu mengejutkan untuknya. Jadi selama ini appanya sendiri yang sudah membuat berita ini. Bagaimana bisa dia melakukannya. Hey! Sadar Lu! Appamu bisa melakukan apapun yang dia inginkan. Kau ingat? Teriak hati kecil Luhan. Jujur demi apapun! Luhan benar – benar tak menyangkan appanya melakukan hal nekat seperti ini.

"Aku tau, ini mengejutkan. Tapi begitulah kejadiannya." Luhan mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum kembali menatap Sehun.

"Kau tau, belakangan ini aku selalu mendapatkan sesuatu yang sangat mengejutkan." Sehun terkekeh.

"Kau mau kita pulang? Ini sudah mulai menjelang malam." Ujar Sehun sambil melirik jam yang melingkar di tangannya. Luhan mengangguk dengan mata yang masih menyiratkan keterkejutannya.

"Ayolah Lu, sepertinya kau banyak sekali memasang ekspresi seperti ini, kau membuatku gemas." Ucap Sehun sambil menyubit kedua pipinya. Luhan mengerang kesakitan dan menyingkirkan tangan Sehun.

"Ini salahmu, kenapa kau tidak menceritakan semuanya dari dulu." Gerutu Luhan sambil berjalan keluar dari kamar, meninggalkan Sehun yang masih terkekeh.

~My Wishes~

Hari terus bergulir. Kai dan Dyo sudah lulus dengan hasil yang memuaskan. Mereka mengadakan sebuah pesta kecil dikediaman Dyo dan mengajak Sehun dan Luhan untuk bergabung.

"Lu! Kita sudah lulus, kapan kau akan menyusul? Diantara kita berempat tinggal kau yang belum menyelesaikan sekolahmu." Ujar Kai. "Kau tau apa itu artinya?" lanjut Kai sambil menyeringai. Luhan mendengus.

"Katakan saja kau ingin mengataiku bodoh." Gerutu Luhan.

"Hey, kau yang mengatakannya sendiri Lu, bukan aku." Kaipun tertawa keras sedangkan Dyo hanya terkekeh pelan.

"Ya! Kau ini, bisakah kau tidak ikut campur? Sehun saja tidak pernah menyuruhku untuk cepat – cepat lulus." Ucap Luhan menatap Sehun yang ada disampingnya.

"Karena dia sudah tau kalau kau memang tidak bisa lulus dengan cepat." Timpal Kai. Luhan langsung menatap kearah Sehun.

"Kau tau itu hanya pikiran Kai, aku tidak pernah memikirkan hal seperti itu." Ujar Sehun cepat.

"Dengar. Sehun tidak pernah memikirkan sesuatu seperti apa yang kau katakan Kai!"

"Sudahlah… jika kalian terus bertengkar kapan makanannya akan habis." Dyo coba menengahi kedua orang ini.

"Aigo… kau benar – benar terdengar seperti seorang eomma." Ucap Kai sambil memeluk Dyo dari samping. Dyo hanya menghembuskan nafas panjang.

"Ngomong – ngomong bagaimana rencana pernikahannya? Apakah kita akan menikah bersama?" Tanya Luhan. Tiba – tiba saja Kai merasakan kalau tubuh Dyo menegang dalam pelukannya.

Luhan melihat kalau raut wajah Dyo dan Kai berubah seketika itu juga, membuatnya bertanya pada diri sendiri apakah dia menanyakan sesuatu yang salah.

"Lu… soal itu, sepertinya kita tidak bisa menikah bersamaan." Ujar Kai dengan serius.

"Kenapa? Bukaannya kalian sudah tidak sibuk lagi?" Tanya Luhan. Kedua sejoli itu tidak menjawab. Dyo hanya menunduk.

"Aku harus meneruskan perusahan appaku terlebih dahulu." Jawab Kai. Dyo mendongak kesampingnya.

"Kalau begitu aku akan menunggu…" Luhan langsung menengok kesampingnya. "… bolehkah?" Tanya Luhan pada Sehun.

"Semuanya ada ditanganmu chagi. Lalukanlah apa yang membuatmu bahagia. Aku tidak akan keberatan." Ucap Sehun meyakinkan Luhan.

"Kalian dengarkan. Kita masih bisa menunggu kalian." Ucap Luhan dengan nada bersemangat.

"Lu dengar…" Ucap Dyo yang akhirnya buka suara. "…terjadi sesuatu, yang membuat…"

"Kau tidak mau kita menikah bersama?" Sela Luhan.

"Bukan seperti itu, Sungguh. Oh god! Sungguh… tidak seperti itu…"

"Aku mengerti." Sekarang giliran Sehun yang menyela. "Jika Luhan menjadi dirimu mungkin dia akan melakukan hal yang sama. Dan jika aku menjadi Kai…" Sehun menatap pria tan itu sesaat sebelum kemballi menatap Dyo. "…aku tidak akan memaksamu." Lanjutnya.

Sedangkan Luhan yang ada disampingnya hanya menatap ketiga orang itu bingung.

"Dia tidak memaksaku sama sekali. Hanya saja aku yang…" Dyo tidak melanjutkan ucapannya.

"Aku mengerti. Seperti apa kata Luhan bilang kita bisa menunggu." Sela Sehun cepat saat Dyo tak kunjung melanjutkan ucapannya.

"Kau dengar, mereka masih bsia menunggu." Timpal Kai sambil merangkul pundak Dyo.

"Tunggu! Sebenarnya apa yang terjadi disini?" Tanya Luhan yang kebingungan karena sepertinya hanya dia yang tak mengerti.

"Nanti aku jelaskan." Bisik Sehun. Luhan menatap kearahnya ragu sebelum dia memilih mengangguk dan membuka topik pembicaraan yang lain.

Suasana kembali hangat, dia juga sesekali ikut menimpal pembicaraan. Sedangkan Kai dan Luhan, oh jangan ditanya lagi, mereka sekarang sudah kembali terlibat adu mulut. Dan seperti biasa Sehun dan Dyo hanya bisa menjadi penonton dan sesekali terkekeh karena tingkah laku kedua orang itu.

~My Wishes~

Luhan dan Sehun sudah pulang, sungguh hari ini sangat menyenangkan. Banyak sekali tawa yang mengisi hari mereka. Dyo dan Kai masih terduduk di sofa sambil menautkan tangan mereka. Dyo terlihat begitu kelelahan tidak jauh berbeda dengan pria chingu disampingnya.

"Kau lelah?" tanya Kai. Dyo mengangguk dan memeluk pria chingunya itu dengan manja dan menggesekan hidungnya.

"Tidurlah, nanti aku yang akan memindahkanmu ke kamar." Ujar Kai sambil mempererat pelukannya.

"Kai… maafkan aku." Bisik Dyo. Kai meregangkan pelukannya dan menunduk, menatap Dyo.

"Harusnya aku tidak bersikap seperti ini, kau tau, aku seperti anak kecil." Ujarnya. "Aku bahkan tidak bisa melupakan kejadian itu, maksudku… aku sudah mengetahui kalau itu hanya sebuah kesalah pahaman tapi tetap saja…"

"Stt…" Sela Kai. "…ini bukan salahmu, aku seharusnya masih bersyukur karena sampai saat ini aku masih bisa memelukmu, aku bahkan dulu tidak pernah berpikir setelah kejadian itu kita masih bisa bersama, karena aku tau, aku terlalu banyak menyakitimu." Lanjut Kai sambil mengecup kening Dyo.

"Dan sudah kukatakan masih banyak sekali waktu untukmu menjawabnya tanpa ragu." Bisik Kai sambil kembali memeluk Dyo. "Tidurlah my sunshine." Dyo mengangguk dan mulai memejamkan matanya tanpa melepaskan pelukannya dari tubuh Kai.

~My Wishes~

Dyo terngah berjalan disebuah jalanan kosong tanpa orang satu orangpun disana. Kebingungan? Tentu saja, Dyo tidak pernah sendirian seperti ini sebelumnya. Dia terus melangkah mencoba mencari seseorang, mungkin saja dia bisa menemukan seseorang. Tapi sayang setelah hampir 15 menit dia berjalan, tak ada satu orangpun yang ditemuinya. Kepanikan mulai menguasainya. Pelahan Dyo mulai berlari, terus dan terus menambah kencepatannya. Dia masih mencari seseorang, dia terus berlari sampai tanpa dia sadar keringat sudah membanjiri tubuhnya.

"Eomma." Tak sengaja Dyo menangkan sebuah suara membuatnya berhenti berlari.

"Eomma." Dyo semakin mempertajam pendengarannya. "Aku disini." Dyo berusaha mencari sumber suara itu, dia masuk pada sebuah rumah yang tak begitu besar yang ada dipinggir jalan. Dengan perlahan dia membuka pintu itu, mendongak menatap kedalam rumah.

"Eomma." Sebuah suara terdengar dari samping ruangan. Dyo masih ragu untuk melangkah, tapi dia juga tidak mau jika harus berdiri diam sendiri di tempat yang bahkan Dyo tidak tau apa namanya. Tak lama dia menemukan seorang gadis kecil, dia cantik sekali. Matanya yang bulat, bibirnya penuh, rambut panjangnya yang hitam legam dan kulitnya… kulitnya… tunggu… tidakah anak itu mirip dengan dirinya dan Kai. Apa mungkin?

"Eomma." Ujar gadis kecil itu tersenyum sambil beranjak dari kursi dan berjalan kearah Dyo. "Eomma lupa padaku?" tanya gadis kecil itu sambil menarik tangan Dyo. Tanpa Dyo sadari, dirinya berlutut dihadapan gadis kecil itu dan mengelus rambutnya.

"Baby?" Bisik Dyo. Gadis kecil itu tersenyum manis dan mengangguk.

"Eomma, itu bersamaku." Ucap gadis kecil itu sambil menarik tangan Dyo. Gadis kecil itu membawa Dyo kesebuah pantai yang sangat luas, biru laut terlihat membentang luas dan pasir putih langsung menyapa telapak kaki Dyo yang telanjang.

"Eomma kemari." Ucapnya sambil berlari mendahului Dyo. Mereka mulai bermain air dan membuat sebuah istana pasir sampai akhirnya matahari mulai terlihat turun dari singasananya, sorepun menjelang.

"Eomma…"

"Ya?" Dyo langsung melirik pada gadis yang sekarang tengah duduk disampingnya.

"Kenapa eomma masih tak bisa sepenuhnya percaya pada appa?" Dyo terkejut, tentu saja. Bagaimana anaknya bisa tau apa yang dia rasakan.

"Bukankah eomma sudah tau yang sebenarnya?" Dyo masih tidak menjawab. Dia menatap matahari yang semakin tenggelam.

"Eomma bukan tidak bisa hanya saja… kau tau, eomma tidak ingin jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya. Kau tau saat eomma kehilanganmu, eomma merasa kalau itu adalah salah satu pengalaman paling buruk yang pernah eomma alami." Ujar Dyo seteleh beberapa saat berpikir. Dia tau kalau dia sedang bermimpi, tapi jujur saja Dyo tak ingin bangun dari mimpinya.

"Aku tau, tapi tidak seharusnya eomma seperti ini, appa sangat mencintaimu. Soal pengalaman yang eomma alami, percayalah, ini sudah menjadi takdir Tuhan, sekalipun kejadian yang membuat eomma jatuh itu tidak terjadi, jika Tuhan sudah menghendaki aku untuk tidak bersama kalian, eomma tidak bisa berbuat apa – apa bukan?"

"Tapi setidaknya jika eomma bisa menjagamu, jika eomma tidak melihat appamu melakukan hal yang tak disengaja itu, eomma yakin sekarang kau masih bersama eomma." Sela Dyo. Gadis itu tersenyum, dia meraih tangan Dyo.

"Eomma salah, tuhan berkata lain. Tuhan tidak memberiku takdir seperti itu. Percayalah." Ucap gadis itu sambil tersenyum. "Sekarang apakah eomma masih ragu? Apa eomma masih ragu dengan appa yang selalu ada disamping eomma? Apa eomma ingat apa yang sudah dilakukannya untuk eomma selama ini?" Dyo tertegun, dia tidak bisa menjawab rentetan pertanyaan itu.

Dyo ingat sekali bagaimana dulu Kai selalu setia disampingnya, bahkan Dyo ingat saat Kai melakukan hal bodoh dan memalukan untuknya, bahkan Kai rela tidak tidur semalaman hanya untuk menemaninya begadang menonton serial drama favoritnya. Tidak hanya itu, Kai masih setia menunggunya saat dirinya dikuasai rasa marah dan emosi saat dirinya kehilangan baby. Kilasan – kilasan kejadian itu terus berkelebatan membuat sebuah persaan tiba – tiba muncul dalam benak Dyo. Dia merasa bersalah karena telah meragukan Kai yang sudah rela dan mengorbankan apapun untuknya.

"Eomma aku tidak mempunyai banyak waktu." Ucap gadis membuat Dyo terkesiap bangun dari lamunannya.

"Tapi eomma masih ingin bersamamu." Bisik Dyo sambil memeluh gadis kecil itu.

"Jika eomma ingin terus bersamaku. Percalah pada appa dan aku akan kembali suatu saat nanti mungkin akau akan kembali pada eomma." Bisik gadis itu membalas pelukan Dyo.

"Maaf eomma aku harus pergi." Ucap gadis itu sambil bangkit dari pasir yang didudukinya dan berjalan menuju pantai lepas.

"Tidak… jangan pergi kesana. Kau bisa terbawa ombak!" Teriak Dyo mencoba mengejar. Tapi gadis itu hanya tersenyum kearahnya tanpa berniat menghentikan langkah kecilnya.

"Jangan!"

Tiba – tiba saja Dyo membuka matanya. Dia mengerjap beberapa kali. Sadar kalau dia sudah berada di tempat yang berbeda.

"Chagi kau baik – baik saja?" Tanya Kai. Dyo baru sadar dia ada didalam pangkuan Kai, karena tadinya pria itu hendak menidurkan Dyo di kasurnya tapi wanita itu tiba – tiba saja bangun.

Dyo menatap Kai selama beberapa saat sebelum akhirnya memeluk Kai dengan erat. Kai yang kaget hanya bisa membawa Dyo, dan mendudukannya di kasur.

"Kau baik – baik saja? Kau bermimpi buruk?" Tanya Kai mengelus rambut Dyo mencoba menenangkannya. Dyo masih memeluk Kai dan tidak ada niatan untuk menjawab pertanyaan kekasih itu.

"Dyo?" Tanya Kai mencoba meregangkan pelukan Dyo tapi wanita itu menarik tubuhnya tak mau melepaskan pelukan.

"Kumohon jangan lepaskan Kai… hisk.. kumohon… tetaplah… hisk disampingku…" Bisik Dyo. Kai baru sadar kalau wanitanya itu menangis. Kai membalas pelukannya dan kembali mengelus surai Dyo dengan lembut.

"Aku tidak akan melepaskannya." Bisik Kai. Dyo mengangguk pelan dan menangis di bahu Kai. Setelah Dyo mulai tenang Kai baru melepaskan pelukannya. Kai menghapus air mata yang masih mengalir dipipi Dyo.

"apa yang kau mimpikan hem?" tanya Kai halus sambil mengusap pipi Dyo yang sekarang terlihat lembam.

"aku memimpikan baby kita." bisik Dyo menatap Kai dengan berkaca - kaca. Kai menghembuskan nafas panjang dan kembali mengelus pipi Dyo.

"aku iri padamu, kau bisa bertemu dengannya dalam mimpi sedangkan aku tidak pernah bertemu dengannya." ujar Kai. "...apa mungkin karena aku bukan appa yang baik dan tak bisa menjaganya?"

"tidak." sela Dyo. "dia bahkan sangat mencintaimu, dia mengatakan kalau, semua ini bukan salahmu..." Dyo menunduk dan menghela nafas panjang. "...dan seharusnya aku tidak terus larut dalam masalah yang sudah berlalu." bisiknya. Kai kembali memeluknya saat dia melihat tubuh Dyo bergetar karena menahan tangisannya.

"sudahlah, jangan terlalu dipikirkan, itu hanya mimpi." bisik Kai mencoba menenangkan Dyo. Tapi tidak ada tanggapan, Dyo hanya diam tak berkutik dipekukan Kai. Lama mereka dalam posisi itu sampai akhirnya Kai melepaskan pelukannya dan membaringkan tubuh Dyo.

"Ini sudah malam, aku pulang ne?" tapi Dyo menangkap tangannya dan menggelengkan kepala.

"Tidurlah disini, kumohon..." pinta Dyo. Kai menghela nafas dan membaringkan tubuhnyan disamping Dyo. Kai membawa Dyo kembali kedalam pelukannya, menghantarkan beribu kehangatan yang Dyo memang sangat perlukan.

"Kai aku setuju." bisik Dyo. Kai menerutkan keningnya dan menatap wanita dihadapannya itu.

"Apa maksudmu?" tanya Kai tak mengerti. Dyo menatapnya sesaat sebelum menjawab pertanyaan itu.

"Aku ingin kita menikah." Ujar Dyo dengan sorot mata yang memancarkan keyakinan, berbeda dengan saat Kai melamarnya.

"Sudah kukatakan sebelumnya bukan? Aku tidak akan memaksamu. Kita bisa menunggu sampai kau benar - benar siap."

Tapi Dyo mengheleng, dia meremas kerah baju Kai dan membawa dirinya semakin merapat pada tubuh Kai. "aku sudah siap dan sekaranh aku sudah sangat yakin..." perlahan Dyo menundukan wajahnya. "...maaf, seharusnya aku bisa langsung percaya padamu Kai. Tapi mungkin diriku yang terlalu memikirkan pengalaman buruk itu... Membuatku lupa pada apa yang telah kau berikan padaku. Maafkan aku Kai..."

Kai menggeleng agar Dyo menghentikan ucapannya. "ini bukan salahmu chagi~ jangan meminta maaf seperti itu. Aku mengerti bagaimana kondisimu, bahkan Sehunpun mengerti apa yang sekarang terjadi diantara kita. Jadi jangan menyalahkan dirimu seperti ini…" Ujar Kai sambil menghujani kepala Dyo dengan ciuman. Hening sesaat, Kai melepaskan pelukannya agar dapat menatap Dyo.

"Kau serius dengan ucapanmu? Kau ingin kita menikah sekarang? Kau juga tau kalau aku belum benar – benar memiliki perusahaan appa." Tanya Kai. Dyo mengangguk dan menyerka air matanya.

"Aku serius Kai. Soal itu… aku percaya padamu. Aku tau tidak lama lagi Minho ahjussi akan sepenuhnya mempercayakan perusahaan padamu." Ujar Dyo.

"Tapi apa Onew ahjussi akan mengijinkan kita?" Tanya Kai. Dyo mengelus pipi Kai pelan.

"Dia akan mengijinkan apapun yang membuatku bahagia." Bisik Dyo. "Jadi… sekarang kita tidak mempunyai alasan lain menunda pernikahan ini." Lanjutnya sambil kembali menyembunyikan wajahnya di dada bidang Kai.

"Baiklah, jika itu maumu…" Ujar Kai pelan sambil melingkarkan tangannya di pinggang Dyo. "… kita akan segera menikah dan aku akan segera menjadikanmu istriku." Bisik Kai membuat pipi Dyo bersemu merah. Lambat laun, mata mereka tertutup bersama dan masuk kedalam alam mimpi.

~My Wishes~

Sehun dan Luhan tengah bersantai di taman belakang kediaman Luhan. Mereka sedang asik memandang langit yang kini sudah mulai gelap. Sehun melingkarkan sebelah tangannya di pundah Luhan dan menarik wanita itu semakin merapat pada tubuhnya.

"Sehun, boleh aku menanyakan sesuatu?" Tanya Luhan disambut dengan anggukan oleh Sehun.

"Apa yang ingin kau tanyakan?" Sehun menatapnya.

"Aku masih tidak mengerti apa yang terjadi pada Dyo dan Kai. Memangnya ada apa dengan mereka berdua? Apa mereka kembali bertengkar sehingga mengundur acara pernikahan ini?" Tanya Luhan. Sehun tersenyum tipis dan mengusap lengan atas Luhan.

"Kau tau Dyo pernah mengalami hal paling buruk dengan Kai?" Tanya Sehun. Luhan terlihat berpikir sesaat sebelum akhirnya mengangguk.

"Saat Dyo melihatnya mencium dengan kristal dan hal itu membuat Dyo kehilangan janin yang dikandungnya." Ucap Luhan. Sehun mengangguk. "Tepat sekali." Luhan mengerutkan keningnya.

"Lalu dimana masalahnya? Bukankah itu hanya kesalah pahaman belaka?" Sehun tersenyum dan menyentuh hidung Luhan.

"Sekarang bagaimana jika kau ada di posisi Dyo dan aku ada di posisi Kai." Ujar Sehun sambil menghela nafas panjang.

"Aku akan memaafkanmu, tentu saja. Jika itu memang benar – benar hanya kesalah pahaman." Jawab Luhan dengan entengnya. Sehun menatapnya sesaat.

"Sekarang biarkan aku bertanya satu hal." Ucap Sehun, Luhan masih mengerutkan keningnya tapi dia mengangguk. "…apakah kau akan melupakan kenangan buruk saat kau melihatku bercumbu dengan wanita lain dan disaat yang hampir bersamaan kau kehilangan janinmu?"

Luhan tersentak, dia tidak pernah memikirkan hal itu. Luhan mengalihkan pandaangannya dari Sehun. untuk yang satu ini, Luhan memang tidak bisa menjawab.

"Bagaimana?" Tanya Sehun karena Luhan yang tak kunjung menjawab.

"Itu akan sulit untuk dilupakan. Mungkin pengalaman yang aku alami berbeda dengan yang Dyo alami. Ini jauh berbeda." Gumam Luhan pelan. Sehun menghembuskan nafas panjang, dia mengusak kepala Luhan.

"Sekarang kau mengerti? Bagaimana perasaan Dyo saat ini?" Tanya Sehun. Luhan mengangguk tanpa menatap Sehun.

"Aku memang tidak mengalami hal itu tapi dengan membayangkannya saja aku tau bagaimana rasa sakit yang akan aku alami." Luhan kembali bergumam.

"Sekarang… bagaimana kalau kau melupakan masalah ini sejenak dan menatap langit." Bisik Sehun membuat Luhan langsung menatap langit.

Dia baru saja sadar kalau sekarang langit sudah mulai gelap. Bintang dan bulan mulai bermunculan, sebuah senyuman manis terukir di bibirnya. Jujur saja sudah lama sekali dia tidak menatap langit dan menikmati keindahannya.

"Tidakah bukan itu sangat cantik?" Tanya Luhan. Sehun menghembuskan nafas panjang dan menggeleng.

"Tidak." Jawabnya. Luhan langsung menatap Sehun tak setuju dengan pendapatnya. Dia merasa kalau bulan hari ini terlihat jauh lebih indah dengan bintang yang mengelilinginya.

"Kenapa? Coba perhatikan, Bulannya penuh dan cahanya mendominasi langit, bagaimana kau bisa mengatakan kalau dia tidak cantik?" Gerutu Luhan membuat Sehun tertawa renyah.

"Tidak…" Ujar Sehun lagi. "… tidak jika kau berada disini sebagai pembandingnya." Lanjut Sehun tepat ditelinga Luhan membuat wanita itu gelagapan. Dia yakin sekali kalau pipinya sekarang bersemu merah karena sekarang, jantungnya berdebar begitu kencang.

"Sekarang, apakah aku salah mengatakan hal itu?" Tanya Sehun menatap Luhan yang masih tidak mau menatapnya. Sehun menyentuh dagu Luhan pelan dan membawa mata mereka untuk bertemu.

"Heemmm?" Tanya Sehun menatap manik – manik mata Luhan dengan dalam membuat Luhan semakin gugup. Jangan tanyakan Luhan kenapa dirinya begitu gugup setiap kali Sehun menatapnya seperti ini dan jangan tanyakan pula kenapa jantungnya semakin bergemuruh setiap detik Sehun menatapnya.

"Itu…."

"Kau tak perlu menjawabnya…" Bisik Sehun. "…aku tau isi hatimu." Lajut Sehun. Dan malam itu biarkan mereka berdua menikmati langit malam yang indah dengan taburan bintang dan cahaya bulan yang menambah kesan terang di langit.

~My Wishes~

Keputusan sudah diambil. Persiapan sudah mulai dilaksanakan. Mereka akan menikah. Ya, Luhan, Sehun, Kai dan Dyo. Mereka sudah mulai mempersiapkan segala hal untuk pernikahan mereka. Jika ada yang bertanya bagaimana dengan ke empat orang tua mereka. Tentu saja mereka ikut membantu dan saling bekerja sama untuk pernikahan anak mereka itu.

Sebuah tempat pernilahan telah diputuskan. Mereka akan menikah di taman milik Sehun atau bisa dibilang sekarang milik Luhan juga. Dyo dan Kai tidak keberatan jika pernikahan mereka diadakan di luar ruangan. Jadi semuanya berjalan dengan lancar.

Jutaan bungan menghiasi tiang – tiang menyangga tenda yang di buat untuk para tamu undangan. Semberbak aroma bungan orange blossoms, mawar, freesia dan lilac memenugi taman yang sekarang terlihat seperti sebuah tenda besar yang dipenuhi bunga.

Dyo dan Luhan semakin gugup. Tidak lama lagi mereka akan menikah. Untuk membunuh kegugupan itu mereka rajin melakukan perawatan tubuh, Well… mereka juga ingin tampil sangat cantik di hari spesial mereka nanti.

Satu hari sebelum hari H.

"Sebaiknya kalian pergi. Menginaplah dirumah Sehun." Ujar Key pada Sehun dan Kai yang masih asik mengobrol dengan pasangan mereka.

"Kenapa ahjumma?" Tanya Sehun.

"Karena besok pernikahan kalian. Jadi kalian hanya boleh dipertemukan di altar." Timpal Taemin yang baru saja datang di rumah keluarga Xi itu.

"Old s…"

"Kau akan mengatakan apa Kai?" Tanya Taemin dengan mata tajam.s

"Ani eomma… aku tidak akan mengatakan apapun." Ucap Kai sambil mengibas – ngibaskan kedua tangan mereka.

"Eomma mu benar. Sebaiknya kalian pergi. Seharusnya kalian ini mengadakan pesta bujangan." Ucap Tao sambil menarik kedua pria itu.

"Biaklah…" Ujar Kai dan Sehun sambil mendesah kecewa. Kai memeluk Dyo sesaat kemudian membisikan sesuatu.

"Besok adalah hari spesial, aku yakin kau akan tampil sangat cantik." Bisik Kai.

"Tapi aku akan gugup sekali Kai." Ujar Dyo sambil membalas pelukan Kai.

"Tataplah aku juga kau gugup." Cup Kai mencium pipi Dyo sekilas. "Aku akan menunggumu dialtar." Ujarnya sebelum bangkit dan kemudian memamerkan senyuman khasnya.

Sedangkan Sehun…

Sehun tengah memeluk Luhan sambil mengusap rambutnya. "Sungguh aku tidak ingin meninggalkanmu." Ujar Sehun.

"Hey… ayolah… kau harus menikmati pesta bujanganmu." Ujar Luhan sambil terkekeh.

"Untuk apa? Pesta bujangan diadakan hanya untuk orang – orang yang tidak rela melepaskan masa bujangan mereka. Sedangkan aku? Aku bahkan bahagia sekali melepaskannya." Jawab Sehun.

"Aku mengerti. Tapi kita tidak mau eomma kembali menceramahi bukan?" Sehun mengangguk kemudian mengecup kening Luhan.

"Kita bertemu dialtar." Ujarnya.

"Hey! Sampai kapan kalian akan terus bermesraan? Cepat pergi." Ucap Key.

"Arraseo." Ucap Kai dan Sehun kemudian meninggalkan Dyo dan Luhan.

"Sekarang. Kalian harus banyak istirahat. Eomma tidak mau kalau kalian terlihat gugup besok. Arra?" Ucap Tao dengan tegas.

"Arraseo." Ujar Dyo dan Luhan bersamaan kemudian mereka naik ke lantai dua untuk segera beristirahat.

"Bagaimana dengan gaun mereka?" Tanya Taemin.

"Sebentar lagi Leeteuk eonnie akan membawakannya kemari." Jawab Tao.

"Oh… aku sudah tidak sabar menunggu hari besok. Aku tidak pernah menyangkan kalau mereka akan menikah secepat ini, bersamaan pula." Ujar Key sambil terkekeh.

"Kau benar."

Dan kemudian ke tiga orang tua itu terlibat dalam sebuah pembicaraan panjang tentang pernikahan dan anak – anak mereka.

~My Wishes~

Hari H pun datang. Pagi - pagi sekali mereka sudah sibuk. Apalagi Luhan dan Dyo. Sekarang mereka tengah duduk dengan beberapa orang yang sedang merias wajah mereka. Baekhyun dan Minseok juga tak luput dari kesibukan di pagi hari ini. Mereka berdua tengah sibuk mempersiapkan gaun yang akan digunakan oleh Luhan dan Dyo, dan jangan lupakan untuk mereka berdua juga. Karena Luhan meminta mereka untuk ada dideretan kursi paling depan saat dirinya mengucapkan janji dialtar.

"Selesai." Ujar seorang wanita.

"Apakah aku tidak boleh menatap bayanganku sendiri?" Tanya Dyo menatap wanita yang tengah sibuk membereskan peralatannya.

"Tidak. Wanita yang akan menikah tidak boleh menatap bayangannya." Ujar salah seorang yang berada disisi Luhan.

"Kenapa?" Tanya Luhan sambil mengedip – ngedipkan matanya yang terasa berat karena sepertinya sebuah bulu mata tipis ditempel untuk memperindah wajahnya.

"Karena kata orang, wajah kalian tidak akan bersinar dan memukau." Dyo dan Luhan saling menatap kemudian mengerutkan kening.

"Ngomong – ngomong… Lu… kau cantik sekali." Ujar Dyo.

"Kau juga. Kau benar – benar harus melihat dirimu dicermin. Kau telihat berbeda." Timap Luhan.

"OKE!" Teriak seseorang membuat semua orang yang ada dikamar mandi yang luas itu menengok kearahnya.

"SEKARANG KALIAN BERDUA! GANTI BAJU KALIN!" Teriak orang itu yang tak lain adalah Tao.

Luhan dan Dyo langsung bangit dan segera mengganti baju piama mereka dengan gaun.

~My Wishes~

"Aku sudah tidak sadar." Ujar Kai yang sedang menyetir mobil BMW hitam mengkilap dengan sebuah bungan di cupnya.

"Nado. Aku ingin sekali melihat Luhan." Timpal Sehun yang ada disampinya.

Tak lama kemudian mereka sudah sampai di taman itu. Dan ternyata tamannya sekarang sudah benar – benar berubah. Ada sebuah karpet merah yang dibentangkan sepanjang jalan masuk. Sehun terkekeh dan langsung berjalan.

Ternyata pendeta sudah berada disana dan beberapa tamu undangan sudah memenuhi tempat duduk yang sudah disediakan.

"Kapan mereka datang?" Bisik Kai saat sampai dialtar. Sehu melirik kearah jam.

"Tao ahjumma mengatakan kalau mereka akan sampai 5 menit lagi." Ujar Sehun. Kai mengangguk dan menghela nafas sambil menggoyang – goyangkan jarinya. Entah kenapa dia menjadi gugup.

Tiba – tiba saja alunan wedding march terdengar. Sesaat Sehun dan Kai menatap kearah Chanyeol yang sedang memainkan piano tak jauh dari mereka berdiri. Tapi kemudian mata mereka teralih.

Mereka melihat pasangan merek (Luhan dan Dyo) bersama appanya tengah berjalan menuju mereka.

Sehun menatap kearah Luhan dan sesaat dia benar – benar memuji tuhan karena telah memberikan dirinya seseorang yang sesempurna Luhan. Matanya sama sekali tidak teralih dari Luhan. Dia benar – benar ingin segera menarik Luhan kedapannya.

Kai… dia benar – benar terkejut dengan penamlilan Dyo. Penampilannya benar – benar berubah. Dia semakin cantik, tidak dia sangat sangat cantik hari ini, apalagi dengan gaun berwarna putih yang membalut tubuhnya, membuat kesan anggun dalam dirinya semakin terlihat.

Sekarang kedua wanita cantik itu telah berada dihadapan Sehun dan Kai. Pendeta mulai membuka kitabnya. Sehun menatap kearah Luhan dan mengumamkan sebuah kata. 'I love you' sedangkan Kai tersenyum lebar sambil menggengam kuat tangan Dyo mencoba menenangkan Dyo yang terlihat sangat gugup.

Semua tamu sudah berada di tempat duduknya. Keluarga mereka berada dideretan kursi paling depan.

"Cinta selalu sabar dan baik. Cinta tak pernah cemburu." Ujar sang pendeta. "Cinta tak pernah sombong dan angkuh. Cinta tak pernah kasar dan egois. Tak pernah tersinggung dan penuh benci." Sang pendeta menatap kedua pasangan itu bergantian.

"Cinta tak membutuhkan kesenangan diatas dosa orang lain tapi senang dalam selalu siap memaafkan, percaya, berharap menahan apapun yang terjadi…." *FYI: Kata - kata bukan bikinan author tapi diambil dari sebuah film*

Luhan terus menatap Sehun sampai dia tidak sadar kalau air mata sudah mulai menetes di pipinya. Sebuah air mata kebahagiaan yang sudah dia nantikan selama ini.

"Saya bersedia." Akhirnya kedua wanita itu mengucapkan janji sehidup semati itu. Walau dengan aiar mata dan suara bisikan. Tapi itu sudah cukup, cukup untuk membuat mereka menjadi seorang istri.

Setelah sang pendeta menyatakan kalau mereka sudah syah menjadi suami istri, Kai langsung meraih Dyo dan mengecupnya didepan banyak orang.

Sedangkan Sehun. dia melakukannya dengan sangan lembut. Dia membawa Luhan mendekatinya dan menarik dagu wanita itu perlahan sampai akhirnya bibir mereka bertemu dan sebuah tautan manis dengan suara riuh tepuk tangan para pengunjung yang menggema.

.

.

END

Hallo guys J hari ini Bunga membawa kabar buruk untuk segelintir orang. Dikarenakan ada sesuatu yang terjadi kemaren – kemaren, semua ini ada sangkut pautnya sama khasus yang sedang marak dibicarakan di media. That is really scary.

I don't know how to explain this but… I hope you understand. I'll keep writing fanfiction about EXO. I swear as long as I can write I'll never stop it J once again I hope you guys can understand it.

Aku mengganti semua fanfiction ku yang berated M, sebenernya bukan mengganti dan disunting ulang, dihilangkan sebagian cerita dan mencoba menyusunnya kembali dalam rated yang lebih aman.

Tapi aku ingin mengucapkan terima kasih banyak yang sudah membaca ff ini dari awal aku bikin sampai sekarang, mungkin? terima kasih juga untuk semua review, masukan, kritikan dan semuanya. J

From deep of my heart I love you J