Crazy for Dash Girl?

Author: Grace Jung a.k.a Jung Eun Hye

Main Cast:

Kim Jaejoong

Jung Yunho

Genre: Romance, Drama

Warning: Genderswitch! abal, ga jelas, dll.

Untuk yang berpuasa disarankan membaca setelah berbuka.

DON'T LIKE? DON'T READ THEN!

LIKE? ENJOY READING^^

.

.

.

"Jangan menjauh dariku."

Jaejoong terpaku dan tak mampu menjawab mendengar nada suara yang tiba-tiba berubah serius itu. Dia mencoba membuka mulut.

"Yun..."

"Tetaplah berada di sisiku."

Dua kalimat yang begitu ambigu, namun sanggup menyelusupkan kehangatan dan menyebarkan getaran-getaran kecil menyenangkan ke seluruh tubuhnya.

"Yunho..."

.

.

CHAPTER 11

.

.

"Semoga malam kalian menyenangkan. Tak usah sungkan, kami akan berpura-pura tak mendengar apa pun, ahahaha..."

Pintu geser itu menutup, bersamaan dengan menghilangnya senyum dari wajah cantik Jaejoong. Dia segera melepas tangan Yunho yang melingkari pinggangnya. Doe eyes-nya menyipit, menatap tajam mata musang yang balas menatapnya innocent.

"Lihat apa yang sudah kau lakukan? Bulan madu? Cih, mati saja kau."

Yunho tersenyum aneh. "Astaga, apa salahnya jika bulan madu kita dipercepat, eoh?"

Jaejoong mendelik. "Jika itu terjadi, akan kugali kuburanmu sekarang juga!"

Yunho hanya tertawa.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Semuanya berawal dari satu jam yang lalu, saat mereka sampai di daerah pemukiman warga di pesisir pantai. Sepertinya tempat mereka tersesat jauh dari pusat pariwisata Sokcho, karena mereka tak menemukan hotel satupun. Setelah berdebat panjang akhirnya mereka memutuskan untuk menginap di salah satu rumah penduduk.

Beruntung rumah yang mereka datangi dimiliki oleh sepasang suami-istri paruh baya yang ramah –yang dengan baik hati mengizinkan mereka untuk menginap. Bahkan pasangan itu menjamu mereka makan malam

Sebenarnya tak ada yang salah –kecuali makanan aneh yang terpaksa Jaejoong masukkan ke dalam mulutnya, jika saja Yunho tidak berbicara seenaknya.

Pasalnya namja tampan itu dengan lancar berbohong jika mereka adalah pasangan suami-istri yang tengah pergi berbulan madu. Mereka terjebak di daerah ini karena mobil mereka mogok dan tidak bisa menghubungi hotel tempat mereka menginap.

Jaejoong yang saat itu sedang kesusahan menelan makanannya langsung tersedak, sementara ahjussi dan ahjumma di depannya dengan mudah percaya dan menatap mereka prihatin.

Jadilah mereka berdua berakhir dalam kamar ini, meski sebenarnya masih ada lagi satu kamar kosong lain.

"Ini, gantilah."

Yunho melempar piyama yang sudah disiapkan oleh Ahn ahjumma, nama ahjumma itu, pada Jaejoong. Piyama yang katanya adalah milik anak perempuannya yang kini bekerja di Busan.

Jaejoong menerimanya dengan kesal lalu memperhatikan dalam diam Yunho yang melepas kemejanya, menyisakan dada bidang serta perut sixpack yang dapat membuat wanita mana pun meleleh melihatnya. Termasuk Jaejoong yang sekarang sudah merona.

"Apa maksudmu bertelanjang dada seperti itu? Kau ingin menggodaku, ya?" tuding Jaejoong menutupi kegugupannya saat Yunho merebahkan diri di atas futon tanpa mengganti atasan. Namja itu menyeringai.

"Jadi kau merasa tergoda? Bagus kalau begitu."

"M-mwo?" Mata Jaejoong membelalak. Brengsek! Dia mendecih lalu melepas jas hitam yang masih menyelimuti bahunya. "Berbaliklah! Aku ingin ganti baju."

"Aku tak keberatan kau berganti pakaian di depanku."

"Ya!" seru Jaejoong hampir mendidih. Kenapa namja itu jadi sangat menyebalkan?

"Arraseo, arraseo." Yunho menutup mata dengan tangan kekarnya. Setelah memastikan Yunho tak akan mengintip, Jaejoong menanggalkan dress-nya, menggantinya dengan piyama yang ternyata begitu pas di tubuhnya.

Dia lalu memandang futon yang akan ditempatinya tanpa ekspresi. Demi Tuhan, haruskah ia tidur di kasur yang keras itu? Di lantai? Bunuh Junsu dan Kibum.

"Aku sudah selesai."

Yunho menyingkirkan tangan dari wajahnya. Dia terdiam selama sesaat –menatap Jaejoong dengan tatapan yang tak dapat diartikan, sebelum kemudian menepuk tempat di sebelahnya. "Berbaringlah."

Jaejoong menggeleng pelan.

"Tidak. Kau tidur duluan, aku masih harus menghapus make up di wajahku."

Usai mencuci mukanya di kamar mandi, Jaejoong kembali ke dalam kamar dan mendapati Yunho sudah terlelap dengan posisi miring. Mendesah, dia pun mencoba untuk merebahkan diri di sebelah Yunho, menarik selimut hingga menutupi tubuhnya dan pria itu.

Sunyi. Hanya suara tarikan nafas Yunho yang terdengar. Jaejoong menatap langit-langit kamar yang terasa begitu dekat. Suasana yang saat ini begitu hening dan tenang membuat pikirannya kembali terasa jernih. Jaejoong menghela nafas dan merenung.

Apa yang sebenarnya ia lakukan di sini?

Pertanyaan yang salah. Karena begitu kalimat itu memenuhi benaknya, ingatan akan kejadian beberapa saat lalu kembali menyusup dan menguasainya, membuatnya tertegun dan tersenyum miris di saat bersamaan. Rasa sesak itu kembali ia rasakan dan Jaejoong terkesiap ketika sesuatu yang basah turun dan mengalir melewati tulang pipinya.

Air... mata?

Dan detik berikutnya, seakan tak dapat mengontrol diri, cairan asin itu terus meleleh keluar dari matanya. Jaejoong menggigit bibir dan menutupi mulutnya guna mencegah isakan lolos.

Demi Tuhan, kenapa dia masih saja merasa sakit?

Jaejoong merubah posisi tubuhnya menjadi miring. Mata basahnya menatap punggung lebar yang kini berada tepat di depannya. Punggung kecoklatan yang terlihat begitu kokoh dan hangat. Entah apa yang merasukinya, dia mendekat dan menumpahkan tangisannya pada punggung itu.

Jaejoong bisa merasakan Yunho yang berjengit serta tubuh pria itu yang menegang, namun dia tak peduli. Dia mendekap erat tunangannya.

"Jangan. Jangan bergerak. Biarkan seperti ini sebentar, kumohon."

.

.

Tubuh Yunho menegang dan dia membuka kedua matanya saat sesuatu yang hangat menempel di punggungnya, disusul oleh sesuatu yang basah dan panas yang terasa membakar kulitnya. Dia tertegun saat menyadari sesuatu.

Apa wanita di belakangnya sedang... menangis?

"Jangan. Jangan bergerak. Biarkan seperti ini sebentar, kumohon."

Yunho terdiam selama beberapa sesaat. Tubuhnya mendadak kaku. Namun isakan yang selanjutnya terdengar membuat ia tersadar dan membalikkan tubuhnya. Yunho terhenyak. Hatinya seakan terkoyak melihat wajah cantik itu lagi-lagi dipenuhi air mata. Dengan segera dia menarik Jaejoong ke dalam pelukannya.

'Apa yang harus kulakukan agar kau tidak menangis lagi, Jae?' batin Yunho putus asa. Setelah merasa tubuh Jaejoong tak lagi bergetar, dia melonggarkan pelukannya, mengangkat wajah yeoja itu dan menghapus jejak-jejak liquid yang masih tersisa.

Jaejoong memejamkan mata kemudian menunduk. "Maaf, memperlihatkanmu sesuatu yang memalukan."

Yunho memaksakan sebuah senyum tipis. "Kau bisa meminta maaf ternyata?" ujarnya mencoba bergurau. Namun melihat tak ada respon dari wanita itu, dia menghela nafas. Dia menatap lembut Jaejoong yang masih tertunduk.

"Kau menangisinya?"

Jaejoong mendongak perlahan. "Apa?"

"Donghae hyung. Kau memikirkannya, kan?"

Jaejoong tak menjawab, hanya menatap lurus ke dalam mata musang Yunho. Lagi-lagi Yunho merasa jatuh ke dasar gelap bola mata indah itu.

"Kau masih mencintainya?" tanyanya lambat-lambat.

"Tidak," jawab Jaejoong lugas.

Yunho mendesah lega. "Lalu kenapa kau–"

"Kupikir itu bukan urusanmu," potong Jaejoong dingin lalu membalikkan tubuhnya membelakangi Yunho, namun dengan cepat tangan besar dan kuat Yunho kembali menariknya, membuat yeoja itu kini menghadapnya.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Jaejoong terdengar kesal.

"Katakan," Yunho berkata pelan, menatap Jaejoong tepat di manik mata, keseriusan terlihat jelas di kedua mata musangnya yang tajam, "Katakan, apa yang harus kulakukan agar kau memandangku?"

"Apa?" tanya Jaejoong tak mengerti.

"Kau gadis angkuh menyebalkan. Kau membuatku marah di hari pertama kita bertemu, kau sama sekali tak pernah memberi kesan baik padaku. Tapi kenapa aku seolah terpaku padamu? Kau datang, dengan wajah tak berdosa, mengacaukan perasaan dan pikiranku. Membuatku tersenyum bodoh dan selalu mencemaskanmu. Katakan, apa yang harus kulakukan?"

"Apa maksud–"

"Aku bisa membuatmu melupakannya, Jae. Aku akan membuatmu melupakannya."

"Yun..."

Jaejoong tampak terkejut dengan segala ucapan tak terduga yang keluar dari mulut Yunho. Dan lebih terkejut lagi ketika tiba-tiba Yunho menciumnya. Dia membulatkan matanya selama beberapa saat sebelum kemudian menutupnya secara perlahan, menikmati ketika bibir tebal itu menyapu bibirnya lembut.

Yunho menekan bibir Jaejoong dan melumatnya bergantian. Dia telah mengatakannya. Meski tak secara gamblang mengakui perasaannya, tapi dia telah mengatakannya. Entah seperti apa reaksi wanita itu nanti, dia tak peduli. Dia hanya ingin Jaejoong tahu bahwa masih ada pria lain yang lebih pantas untuk wanita itu pikirkan daripada seorang pria yang sudah mengkhianatinya.

Bahwa ada pria lain, pria yang ada di depannya, pria yang kini tengah menciumnya... yang mencintainya.

Ya, dia mencintai Kim Jaejoong. Sekarang dia sadar perasaan apa yang bersarang di hatinya selama ini. Entah pesona apa yang Jaejoong miliki hingga membuatnya takluk dalam waktu sesingkat ini. Tapi dia pun tahu, jika tanpa sadar wanita itu telah membuka hati untuknya.

Ciuman mereka semakin dalam. Yunho memindahkan posisi tubuhnya hingga kini ia menindih Jaejoong. Wanita itu melingkarkan kedua tangan di lehernya, melenguh di tengah-tengah pergerumulan lidah mereka saat tangan Yunho bergerak menyusuri perutnya dan berhenti pada payudara yang tak tertutup apa pun di balik piyamanya.

Yunho meremas buah dada itu pelan sementara ciumannya berpindah turun ke leher jenjang yang begitu ia rindukan. Bibir serta lidah basahnya dengan lihai menelusuri kulit putih itu, menjilatnya dan menghisapnya kuat-kuat, membuat Jaejoong memekik tertahan dan mendekap kepalanya semakin dalam.

Bibir mereka kembali bertemu. Kali ini lebih panas dan menggairahkan. Yunho berhasil melepas tiga kancing teratas piyama Jaejoong, membuatnya kini memainkan dengan bebas dua payudara sintal yang terasa penuh di tangannya. Keduanya mendesah saat bagian bawah tubuh mereka bergesakkan berulang kali. Tautan bibir itu terlepas.

Mereka terengah, berantakan, dan saling menatap dengan mata sayu. Tak ada kata-kata yang keluar, namun mereka tahu bahwa mereka saling menginginkan satu sama lain.

"Kau percaya padaku?" tanya Yunho dengan suara beratnya yang sarat akan gairah, mengunci pandangan Jaejoong dengan segala ketulusan yang ia punya.

Jaejoong menatapnya lurus, lalu berujar lirih dengan suaranya yang serak. "Aku percaya padamu."

Yunho tersenyum sebelum kemudian melepas seluruh pakaian yang melekat pada mereka. Dia lalu merengkuh tubuh mungil itu ke dalam kehangatannya, membawanya menuju kenikmatan yang akan mereka raih bersama.

Ini akan menjadi malam yang panjang.

.

..GJ..

.

"Selamat pagi! Saatnya bangun dan sarapan! Ini, baju ganti kalian sudah kusi–" Wanita paruh bayu itu terpaku di tempatnya berdiri. Wajahnya memerah. Dia melempar tumpukan baju di tangannya sembarangan lalu segera keluar dan menutup pintu.

"Ma-maafkan aku! Aku tidak sengaja! Kyaaaaa~ Omo, omo, mereka manis sekali!"

"Engh..."

Jaejoong melenguh pelan, sedikit terusik dengan suara berisik di sekitarnya. Dia menggerak-gerakkan kepalanya, mencari kenyamanan dalam rasa hangat yang melingkupinya. Dia tersenyum.

Namun hal itu tak bertahan lama, karena selanjutnya ia mengernyit. Apa ini? pikirnya saat tubuhnya terasa aneh. Dengan berat ia membuka kelopak matanya dan mengerjap-ngerjap. Sesuatu yang keras dan kecokelatan menyambutnya tepat di depan kedua bola matanya.

Jaejoong menjauhkan kepalanya dan terkesiap saat menyadari sesuatu itu adalah dada bidang Yunho. Kedua lengan kuat namja itu memeluknya erat. Wajah Jaejoong merona menyadari keadaan mereka yang polos tanpa sehelai benang pun –hanya selembar selimut yang menutupi setengah tubuh mereka.

Ingatannya mau tak mau kembali pada kegiatan panas yang mereka lakukan semalam. Saat Yunho mencumbu setiap jengkal kulitnya dengan penuh gairah, saat tubuh mereka menyatu bak kepingan puzzle, dan saat mereka saling mendesah, menyerukan nama masing-masing di puncak kenikmatan mereka.

Jaejoong menatap wajah tampan Yunho yang terlihat damai. Entah apa yang terjadi pada kepalanya hingga ia membiarkan Yunho merebut satu-satunya harta berharganya sebagai seorang wanita. Tapi ia tahu, bahwa ia tak menyesal.

Jaejoong mencoba bergerak, namun urung begitu merasakan sakit pada bagian bawahnya. Sesuatu seperti mengganjal di sana, memenuhinya. Jaejoong membuka selimut yang menutupi sebagian tubuh mereka dan wajahnya memerah sempurna mendapati kejantanan Yunho yang ternyata masih terhubung dengannya.

Oh, shit.

"Kau sudah bangun, baby?"

Suara berat dan sexy itu berbisik rendah di telinganya, membuat Jaejoong lagi-lagi terkesiap. Yunho mengencangkan dekapannya dan menundukkan kepala, menenggelamkannya dalam lekukan leher Jaejoong.

Jaejoong mendongak dan mendesah saat Yunho mulai membuat jejak-jejak baru di sana. Dia meremas bahu pria itu. "Yunh..."

Yunho mengangkat kepala. Pandangan mereka bertemu dan Jaejoong merasakan darahnya berdesir pelan melihat tatapan lembut yang Yunho tujukan padanya. Pria itu mendekat lalu mengecup keningnya lama.

Jaejoong memejamkan mata ketika kecupan itu turun ke kedua kelopak matanya, hidung, pipi, dan terakhir, bibir mereka bertemu dalam satu ciuman panjang. Beberapa menit terlewati saat tiba-tiba Jaejoong merasa sesuatu mengeras di dalam tubuhnya. Dia membuka mata. Doe eyes-nya melebar. Dengan segera ia mendorong Yunho hingga ciuman mereka terlepas.

"A-apa yang milikmu lakukan di bawah sana? Cepat keluarkan!"

Yunho mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa? Kita bisa menyelesaikan satu ronde lagi sekarang."

"Kau gila? Kita bahkan tidak menggunakan pengaman. Bagaimana kalau aku hamil?" tanya Jaejoong dengan nada takut, lebih kepada dirinya sendiri.

Yunho menangkup kedua pipinya. Mata sipit pria itu yang tajam serta memancarkan ketegasan menatap dalam-dalam dua manik gelap miliknya.

"Kalau pun itu terjadi, aku akan dengan senang hati bertanggung jawab. Aku tidak akan melepasmu begitu saja, tidak setelah mengambil keperawananmu."

Dan Jaejoong hanya bisa menutup matanya pasrah saat Yunho kembali mempertemukan bibir mereka, menyatukan tubuh mereka dengan hentakan-hentakan berirama yang menyakitkan namun juga memabukkan.

.

.

"Wajah kalian cerah sekali. Apa malam kalian menyenangkan?"

Pertanyaan frontal dari Ahn ahjumma yang memandang Jaejoong dan Yunho dengan mata berbinar-binar. Jaejoong menunduk sementara Yunho tertawa canggung.

"Ahjumma tahu sekali."

"Tentu saja!" sahut wanita paruh baya itu antusias. "Ayo, ayo, makan yang banyak. Kalian pasti lelah."

Jaejoong duduk dengan susah payah di alas duduknya. Bagian bawahnya masih terasa sangat sakit dan dia tak terbiasa duduk di lantai seperti ini. Sebisa mungkin dia memakan sarapannya cepat.

Yunho tampaknya menyadari itu karena Jaejoong mendengarnya bertanya dengan nada cemas. "Gwenchana?"

"Gwenchana," jawabnya pendek tanpa menoleh. Sejujurnya ia merasa sangat malu dan canggung dengan Yunho. Ia seolah tersadar pada kenyataan setelah ia terlepas dari pria itu dan membersihkan tubuhnya yang penuh bercak kemerahan. Dia masih tak percaya mereka bisa berakhir seperti itu. Berkali-kali dia merutuki dirinya sendiri. Dia hanya terbawa nafsu dan suasana, bolehkah dia berkata begitu?

Jaejoong bahkan tak berani menatap langsung mata musang itu sekarang.

"Di mana ahjussi, ahjumma?" tanya Yunho setelah pria tersebut menyelesaikan sarapannya.

"Dia sedang bersiap-siap untuk pergi ke pasar."

"Pasar?"

Baru dibicarakan, pria paruh baya itu muncul dan menyapa mereka ramah. "Kalian sudah bangun?"

"Ah, ahjussi!" seru Yunho. Jaejoong mendongak dan dengan kaku membalas senyum yang Ahn ahjussi lempar padanya.

"Kami dengar ahjussi ingin pergi ke pasar?"

"Ne, pasar di kota tak jauh dari sini. Aku menjual ikan hasil tangkapanku di sana. Kau mau ikut?" tawar Ahn ahjussi pada Yunho saat dia mulai memakai sepatunya.

"Bolehkah?"

"Tentu, kalau kau mau."

"Baiklah."

Detik berikutnya Jaejoong terkejut ketika Yunho meraih tengkuknya dan mencium keningnya lembut. "Aku pergi dulu, Boo," ucapnya dengan tatapan mata yang membuat Jaejoong menelan ludah gugup.

"N-ne."

Satu lagi hal yang membuatnya canggung berada di sekitar Yunho, yaitu perubahan sikap pria itu.

.

.

Yunho dan Ahn ahjussi sudah menghilang di balik pintu sekitar lima menit lalu. Jaejoong berhasil memasukkan suapan terakhir nasinya, dan kini ia memandang Ahn ahjumma yang tengah membereskan piring-piring kotor di meja untuk dicuci. Mencoba membantu, dia meraih tumpukan piring dan gelas itu.

"Biar aku saja," tawarnya.

Ahn ahjumma mendongak. "Kau yakin?"

"Ne," ujar Jaejoong ragu, tapi dia tak menunjukkannya.

Jaejoong pernah melakukan pelayanan masyarakat selama 100 hari di sebuah panti jompo karena terlibat kasus perkelahian dengan seorang aktris hingga sang aktris dirawat di rumah sakit. Saat-saat itu adalah saat-saat terburuknya. Menyapu, mengepel, menyuapi lansia, mencuci peralatan makan serta baju mereka, semuanya adalah mimpi buruk.

Dan seharusnya dia mengingat itu ketika mencoba bersikap baik tadi, karena sekarang ia ada di sini, mendesis melihat jari-jarinya yang tampak keriput serta satu kuku indahnya yang terlepas. Dia menyesal berada di bak cuci ini sekarang. Karena sarung tangan karet Ahn ahjumma rusak, dia terpaksa mencuci dengan tangan polos.

Usai menata piring dan gelas di rak serta menyapa Ahn ahjumma yang mengajaknya menonton drama pagi bersama namun ia tolak dengan halus, Jaejoong kembali ke kamar. Dia berniat untuk kembali tidur ketika ia terhenyak melihat tempat tidur yang penuh dengan cairan sperma dan bercak darah.

"Astaga... apa aku juga harus mencuci ini?" desahnya.

'Tentu saja,' batinnya putus asa. Tidak mungkin dia membiarkan Ahn ahjumma melakukannya. Sangat memalukan dan lagi wanita itu bukan pembantunya.

Dengan enggan, Jaejoong menggulung futon itu lalu mengambil pakaian kotor miliknya dan Yunho. Sambil berpikir, tumben sekali dia memikirkan orang lain dan melakukan hal seperti ini. Biasanya dia tidak akan sudi dan akan memerintah orang seenaknya tak peduli siapa itu.

Tapi dia akui belakangan ini dia memang sedikit berubah. Dia pun heran.

"Ahjumma, di mana aku bisa mencuci ini?"

Ahn ahjumma yang tengah fokus dengan layar televisi di depannya menoleh, tampak bingung. "Eh? Oh, kau bisa mencucinya di luar. Mari kutunjukkan!"

Dia hanya mencuci satu kasur tipis dan beberapa potong pakaian, tapi kenapa tangan serta punggungnya serasa mau patah, eoh? Belum lagi selangkangannya yang masih sakit. Jaejoong mengernyit dan menggosok pakaian-pakaian itu dengan gemas. Beberapa kali dia mengumpat saat kuku-kuku palsu hasil nail art-nya yang lain kembali terlepas. Sekembalinya ke mansion, dia bersumpah akan memecat orang yang bertanggung jawab dengan kukunya ini.

Jaejoong menghembuskan nafas lega saat akhirnya pekerjaannya selesai. Dia memutuskan untuk bersantai sedikit di beranda, menikmati semilir angin yang membelai wajahnya lembut. Kedua matanya memandang pantai indah yang berada tak jauh di depan. Ah, dia jadi ingin ke sana.

"Sudah merindukan suamimu, eh?"

Jaejoong menoleh. Ahn ahjumma sudah duduk di sebelahnya sambil membawa sepiring makanan kecil yang dia tak tahu namanya.

"Ini, makanlah."

Jaejoong menatap benda berwarna kecokelatan itu ragu. Ahn ahjumma tertawa kecil.

"Tak usah khawatir. Ini bukan makanan aneh, kok. Aku tahu kau selalu memandang masakan yang kubuat dengan pandangan seperti itu."

Jaejoong menunduk malu. "Maaf," ujarnya pelan.

"Tak apa, aku memakluminya. Ayo, makanlah."

Jaejoong akhirnya mengambil satu potong dan memakannya. Tidak buruk.

"Kapan kalian menikah?" tanya Ahn ahjumma tiba-tiba, membuat Jaejoong terkejut.

"N-ne?"

"Kapan kalian menikah?" ulang wanita paruh baya itu lagi, penasaran.

"Ah, itu.. emm..." Jaejoong gugup, tak tahu harus menjawab apa. Dia pun mengarang asal. "Tiga hari yang lalu."

"Benarkah? Aigo, pantas saja. Kau tahu, kalian adalah pasangan terserasi yang pernah kulihat. Yunho terlihat sangat mencintaimu," kata Ahn ahjumma dengan wajah berseri-seri. "Masa muda memang indah ya..."

Jaejoong tertegun. Yunho mencintainya? Benarkah?

Dia lalu memandang ke depan, merenung. Saat semalam Yunho mengatakan perasaannya, jujur dia sangat terkejut. Dia tidak bodoh, dia tahu dengan jelas apa maksudnya. Tapi kalau dipikir lagi... itu mustahil, kan? Bukankah Yunho tidak menyukainya?

Namun, perlakuan namja itu semalam memang sangat lembut. Kata-katanya... dan tatapan mata itu...

Mungkinkah benar, jika Yunho mencintainya?

Lalu, bagaimana dengan dirinya?

.

.

.

To be continue...

Special for my readers ^^