Bagi Uchiha Sasuke ada tiga hal paling menyebalkan di dunia ini.
Makanan manis, suara melengking Naruto di pagi buta,
…dan tentu saja—
—Haruno Sakura.
a 2012 NARUTO FanFiction
.
My Wife, サクラ
©The Pelahap Maut
(—Rei-kun & Kurobara)
.
Standard Disclaimer Applied
.
.
Canon—Alternate Timeline
Warning:
(Rate-M—for save)
Typo, (we're trying not to make it)OOC, ngaco, aneh
.
.
.
.
Di bagian dunia ninja manapun, misi tingkat B memang tidak seberapa sulit—apalagi untuk seorang ninja hebat seperti Uchiha Sasuke—cih, tidak sepadan dengan kemampuannya yang sekarang. Pada perang dunia shinobi yang berakhir empat tahun lalu saja, Sasuke sudah menjadi ninja yang luar biasa tangguh. Dan sekarang? Meski sempat mendekam di tahanan selama beberapa minggu, menjalani rawat jalan selama beberapa bulan, bukan berarti Sasuke bisa santai. Tetap saja baginya berlatih adalah hal yang paling ia sukai selain Itachi dan tomat.
Karena bagaimanapun, ia adalah seorang Uchiha. Tidak bisa diremehkan, dan—harus diakui—hebat.
Lalu, apa hubungannya Sasuke dengan misi tingkat B?
TRAAANG
SRIIIING
"Sasuke-sensei!" seru anak laki-laki berparas imut. Tubuh kecilnya gemetar hebat, memandang horor sosok pria berseragam jounin yang tengah memunggunginya.
"Pergi!" Sasuke menggeram kecil. Diaktifkannya sharingan pada kedua bola matanya. Tangan kirinya bergerak, mengambil sebuah gulungan dari kantung ninjanya.
"T-tapi, Sasu—"
"Aku bilang pergi sekarang!" bentak Sasuke lagi. Ia melirik genin di belakangnya dengan bola mata merah itu. "Bawa Yuzu dan Genta juga, lalu pergi sejauh mungkin—cari tempat aman."
Sasuke kembali menggeram kecil ketika dirasakannya tak ada pergerakan di belakangnya. "Jun—"
"H-hai!" gelagapan, Jun segera memosisikan Yuzu pada punggungnya, kemudian dipeluknya Genta dengan sebelah tangan. "Ber-bertahanlah, Yuzu-chan, Genta-kun..." bisiknya lirih. Setelah menelan ludah dan memandang punggu Sasuke untuk terakhir kalinya, Jun menghentakkan kakinya—melompat dari dahan ke dahan, sebelum...
"LAWANMU DI SINI, BRENGSEK!"
Sasuke mengayunkan katana-nya, mengarahkannya pada nuke-nin bertubuh gempal yang menjadi lawan mereka saat ini. "Chidori nagashiiii!" —dan ketika itu juga aliran listrik menyebar dengan jangkauan radius luas di hutan itu.
BBBLLLTTTZZZ CIP CIP CIP CIP CIP CIP
Namun detik berikutnya jurus favorit Uchiha terakhir itu terpatahkan. Dalam sepersekian detik, aliran listrik dan pendaran kebiruan itu lenyap tak berbekas. Sasuke melebarkan matanya tatkala disadarinya katana-nya telah digenggam dan sedikit ditarik oleh sang nuke-nin.
Pria dengan brewok lebat itu menyeringai sadis. "Mati kau," ucapnya seraya melayangkan kepalan tangan kirinya yang entah sejak kapan dipenuhi chakra kemerahan dan sengatan listrik.
Sasuke telah siap membalas serangannya dengan kecepatan yang sama sebelum ia menyadari satu hal; jurus yang nuke-nin itu layangkan bukanlah untuk dirinya—melainkan ditujukannya pada sesuatu di belakang Sasuke. Jauh di belakang Sasuke.
Jun—Yuzu, Genta!
Shimatta!
Sasuke melepaskan katana-nya, berlari mencoba menghadang kilatan chakra kemerahan yang melesat cepat.
DEG DEG DEG
Semuanya terjadi begitu cepat. Begitu tak terduga.
DEG
Yang Jun tahu, ia merasakan tekanan kuat di belakangnya—menghambat pergerakannya. "Ugh..."
DEG DEG
...dan tepat ketika ia menolehkan kepalanya untuk melihat apa yang terjadi... kedua iris safirnya melebar. "SASUKE-SENSEI!"
Segalanya tampak putih dan menyilaukan, begitu sunyi—seolah ia telah tuli.
.
.
.
Jika aku bisa menjadi sebuah penghapus, aku ingin sekali bisa menghapus penderitaanmu. Meski akhirnya tubuhku akan semakin mengikis, namun aku akan bahagia bisa melihat mata itu kembai terbuka lagi. Aku tak peduli masa hisupku semakin habis jika aku tahu semua itu kulakukan hanya untukmu. Untukmu—yang telah membawa segala cinta yang kupunya—
.
.
—Uchiha Sasuke.
.
Bibir tipis itu akhirnya bertemu cumbunya. Saling diam tanpa berniat untuk berbagi kehangatan yang lebih ketika dua belah bibir pucat akhirnya ia raih. Tanpa memperdulikan debaran jantung miliknya, ketika tanda sadar sepasang bibir tipis itu mulai bergerak perlahan. Sekedar memberitahukan betapa ia merindukannya.
Jika ini sebuah dongeng penghantar tidur, bolehkah ia berharap sebuah ciuman mampu membangunkan tidur panjang sang pangeran?
Namun ini sebuah kenyataan, ketika sadar dari segala pengharapan palsunya, segera ia menarik tubuhnya dari jangkauan yang semula ia selami. Mencengkeram dadanya yang entah kenapa tak pernah hilang dari rasa sesak. Ia berbalik badan, segera meraih handle pintu untuk menjauh dari harapan yang sepertinya sia-sia.
Haruno Sakura, tak bisakah kau untuk sedikit saja melupakan pemuda yang jelas-jelas mengacuhkanmu?
.
.
Pagi itu terasa seperti biasanya untuk Sakura. Bangun tidur, mandi, sarapan, dan menghabiskan waktu luangnya bekerja di rumah sakit. Semua serba ia lakukan tanpa niat. Bukan. Bukan ia tak lagi menyukai pekerjaannya sebagai iryo-nin, hanya saja hatinya masih diselimuti kabut hitam mengingat ia berada dalam satu atap dengan seseorang yang telah membawa seluruh hatinya.
Ingin Sakura bisa kembali mengulas senyum ceria seperti kala orang itu masih sering ia sapa, meskipun sapaan itu hanya dianggap seperti angin lalu untuknya. Ia merasa bahagia saat itu. Di mana ia masih leluasa menatap mata arang memikat hati itu. Menikmati ketika tubuhnya seakan tersedot sebuah genjutsu yang mencandukan untuknya.
Semua indah.
Itu dulu. Sebuah kenangan yang entah kenapa semakin membuat senyum miris tertoreh darinya. Miris melihat sosok pujaan hatinya itu tengah terlelap tak berdaya sendirian.
Sejak misi rank-B dengan kelompok genin itu, Uchiha Sasuke koma selama hampir tiga bulan.
Sasuke-kun, apakah kau sedang bermimpi bertemu keluargamu hingga melupakan kami di sini yang menanti untukmu?
.
.
Basah dan lembut yang ia rasakan ketika ia mampu menggunakan satu alat indra yang ia miliki. Hingga kemudian sapuan napas hangat itu membuat hatinya berdesir—entah kenapa.
Sungguh ia penasaran akan hal yang baru ia dapat. Namun, ia tak mampu untuk sekedar membuka kedua mata obsidiannya maupun berucap. Kedua kelopak mata dan bibirnya seakan terkunci rapat. Ribuan kupu-kupu hitam yang tengah menaungi sebagian tubuhnya seakan menerbangkan serbuk malapetaka. Kedua tangannya berusaha ia gerakkan untuk menyingkirkan kupu-kupu hitam dari depan wajahnya. Ia ingin bergerak bebas, bukan terkurung dalam desakan makhluk-makhluk tak jelas ini.
Kupu-kupu yang semula seakan ingin memusnahkannya tiba-tiba berhamburan pergi dari tubuhnya. Berterbangan tak tentu arah ketika sapuan kelopak bunga berwarna merah muda itu berterbangan ke arahnya.
Ia tercengang takjub mendapati pemandangan aneh itu. Ini bukan tentang sebuah pohon yang tengah memamerkan kelopak-kelopak bunganya yang tengah berguguran. Melainkan pada sosok buram dimana kelopak berwarna merah muda itu berasal.
Ia berusaha menjangkaunya. Namun eksitensi sebagai klan terakhir Uchiha seakan tak mampu membuatnya untuk mengungkap siapa sosok buram itu. Ia menggeram kesal ketika ribuan kelopak merah muda itu semakin nakal menghalangi pandangannya.
Merah muda.
Sekilas ia hanya mampu menangkap helaian rambut yang bergerak seirama tiupan angin, sebelum cerahnya cahaya yang semula menguasai kornea matanya kembali menjadi kegelapan.
"Aaarrggghhhh..."
.
.
Yamanaka Ino terlonjak seketika mendapati teriakan dari tubuh yang selama ini tak bergerak. Ia terduduk dengan raut wajah tak percaya mendapati keadaan yang tengah terjadi. Bibir berpoles lipstik natural itu tak henti-hentinya bergumam tak jelas karena takjub.
Ia mengerjab-ngerjabkan kelopak matanya, berusaha meyakinkan diri bahwa suara yang baru didengar itu nyata, bukan hanya sebuah ilusi sesaat.
Tubuh yang selama ini seakan mati itu bergerak. Ia hidup kembali. Dan Yamanaka Ino terlalu antusias mendapati kelopak mata Sasuke—setelah hampir tiga bulan lamanya—akhirnya terbuka.
.
.
"Namamu Uchiha Sasuke..." Ino memicing curiga terhadap sosok pemuda yang tengah menatap diam ke arahnya. Ia menggeram frustasi mendapati tatapan mendesak dari pemuda itu. "Ck, jangan bercanda, Sasuke-kun. Masa kau tidak ingat apa-apa, sih?" teriak frustasi Ino pada akhirnya.
Pemuda di depannya menggeleng perlahan, membuat gumaman jengkel terlontar dari bibir kunoichi barbie-like cantik itu.
"Kalau aku? Aku? Sasuke-kun ingat tidak?" tanya Ino seraya menunjuk dirinya sendiri. Melihat respon Sasuke yang hanya menaikkan sebelah alis dan menggeleng sekali, Ino mendesah kecewa. "Aku Ino, tahu! Yamanaka Ino!" lanjutnya sambil berkacak pinggang. "Keterlaluan sekali..."
Awalnya setelah ia yakini Sasuke telah sadar dari komanya, Ino ingin segera memberitahu sang Godaime Hokage, Tsunade, dan tentu saja pada sahabat yang selalu menanti ia kembali. Namun keadaan tak sesuai rencananya ketika bibir pucat itu berucap hal yang membatalkan niatnya.
Uchiha Sasuke lupa siapa dirinya. Lupa siapa teman-temannya, klannya, desanya, kejadian-kejadian penuh penderitaan, semuanya. Dan itu membuat Ino serba ingin tahu. Apalagi ketika pemuda itu bertanya tentang sosok berambut merah muda yang ia temui dalam mimpinya.
"Siapa?"
Ino meletakkan cangkir ocha yang ia bawa dari pantry dan memusatkan perhatiannya ketika pemuda itu kembali bersuara. Ia memicingkan mata ketika tak bisa menangkap ucapan yang telah terlontar. "Maksudmu?" tanyanya sedikit bingung. Ia kemudian memposisikan duduknya senyaman mungkin. Siap mendengar curahan hati—mungkin—dari pemuda yang dulu pernah disukainya.
"Aku ingat rambut merah mudanya—pendek—tersapu ditiup angin. Tapi buram."
Ino melotot. Bola mata biru lautnya seakan ingin meloncat dari sarangnya.
Merah muda.
Merah muda.
Merah muda.
Merah mu—
Begitu identik dengan sahabatnya yang sedang gundah gulana entah di mana. Dan seiring dengan otaknya yang mulai menangkap maksud pemuda itu, gadis itu menyeringai tipis.
Ini akan menarik!
Bola mata hitam arang itu semakin menuntut penjelasan. Menggeram kesal ketika gadis di depannya tak segera menyahut pertanyaannya—malah senyam senyum sendiri.
"Hei—"
"Namanya Sakura, Sasuke-kun..."
Eh?
Sasuke mendongak, menatap wajah Ino yang kini angkat suara.
Jadi namanya Sakura, pikirnya.
"... dia itu istrimu." —lanjut Ino sambil tersenyum geli, berusaha sekuat mungkin menahan tawanya.
"ISTRI?" Mata Sasuke sedikit terbelalak. Otaknya yang sedang amnesia itu berusaha mengolah pernyataan yang baru saja diterimanya.
Istri...
Istri...
Istri...
"Jadi aku sudah menikah," gumamnya pelan. Kepalanya tertunduk, ditatapnya kedua telapak tangannya.
"Hmm? Iya, sudah kok. Belum lama, sih," sahut Ino melihat ekspresi bingung sekaligus tidak percaya terpatri pada wajah tampan di hadapannya. Lama-lama ia kasihan juga.
"Sekara—"
"Gyahahahahahahaha..." tawa Ino meledak seketika. Dipegang perutnya dengan sebelah tangan dan tangan lainnya menggenggam, menutup mulutnya. "Hai, hai, Sasuke-kun. Kalian suami-istri—puas? Pppffffttt... kau ini ada-ada saja, ahahaha..."
Alis Sasuke bertaut. Ino pikir ia bercanda? Sasuke tidak suka ditertawakan. Kenyataannya memang ia tak mampu mengingat satu hal pun—tak terkecuali makhluk merah muda yang dilihatnya dalam tidur panjangnya. "Ino—"
"Minum ini dulu. Baik untuk pencernaan Sasuke-kun yang tidak dipakai dalam jangka waktu cukup lama," potong Ino sembari menyerahkan cangkir ocha yang tadi dibawanya. Gadis berambut pirang itu kemudian bangkit dan berjalan menuju pintu. "Jangan ke mana-mana, ya? Aku akan memanggil Tsunade-sama."
Sasuke tidak merespon. Ia hanya diam—menatap pintu kayu yang berbunyi 'blam' kecil setelah ditutup oleh Ino.
Hening. Sasuke menyeruput ocha-nya penuh nikmat. Ah, rasanya ia tidak pernah minum dalam waktu yang lama. Ditolehkannya kepala raven beraksen pantat bebek itu ke kanan, menatap jendela ruang rawatnya yang terbuka, menampilkan langit biru dan burung-burung gereja yang beterbangan di sekitar dahan-dahan pohon.
Rasanya desa ini damai sekali. Sungguh, ia belum pernah merasa sangat bersyukur telah dilahirkan—seperti sekarang ini. Seolah ia tak pernah pulang dalam waktu yang saaaaaaangat lama.
Apalagi jika bertemu dengan istrinya nanti. Tidak sabar rasanya—
Ceklek.
Bunyi pintu itu membuyarkan lamunan Sasuke—membuat pemuda berusia dua puluh satu tahun itu reflek menoleh ke arah pintu.
Bola mata hitam Sasuke melebar sejenak ketika pandangannya bersirobok dengan iris viridian sosok yang baru saja memasuki ruangan berbau obat itu. Sosok itu membuka mulutnya—berekspresi antara tidak percaya dan terharu.
"Sasuke-kun!" —serunya.
Inikah sosok buram yang bergentayangan dalam tidurnya?
"Sa..."
Inikah—
"...kura?"
—istrinya?
.
.
.
.
~bersambung~
Bacotan Authors :
Rei-kun : gimana nih, gimana? Jangan lupa ripiu yah! Kalo nggak, ntar Kurobara kutuk jadi kecebong, loh!
Kurobara : mending kan daripada dapat ciuman Rei-kun XDD
Rei-kun : *blush* kyaaaa
Kurobara : Jya, ripiu, teman-teman?
Sign,
The Pelahap Maut