Srak!

Batang-batang pohon berjatuhan terkena cakaran Sesshomaru, kakinya yang lincah mendarat di atas pohon. Matanya menatap ke bawah.

Ke arah gadis kecil, yang menggerutu dan menghentak hentakan kakinya kesal.

Gadis itu mendongak, menghalangi silaunya matahari dengan kedua tangan.

"Otou-sama!"

Teriakan kekesalannya membuat burung-burung di hutan berterbangan.

"Ran," tegur Sesshomaru.

Bukannya takut, Ran malah mencebik, mengangkat kedua tangannya, minta digendong.

Sesshomaru melompat turun, menyabet tubuh mungil Ran, dan membawanya melompat ke atas pohon.

"Yeay! Pulang!"

"Kau belum berhasil mematahkan satu batang pun."

"Tapi ini sudah sore, yah. Ibu bilang tidak boleh latihan lewat sore! Nanti ada siluman jahat!"

Sesshomaru menatap Ran dengan kening berkerut samar, yang di tatap balas menatap dengan polos dan bibir mengerucut lucu. Merajuk.

Mau tidak mau, Sesshomaru harus mengakui kalah. Mana bisa Sesshomaru tahan dengan tatapan mata bulat yang serupa dengan istrinya itu.

"Baiklah," katanya kemudian.

"Yey!"

Ran berseru nyaring, dengan kedua tangan terkepal keudara, dan senyum riang diwajahnya.

"Melompat, otou-sama! Melompat!" Titahnya dengan menunjuk kearah depan, kearah kastil.

Sesshomaru melompat, melayang, kemudian melompat lagi dari satu pohon ke pohon lain. Membuat rambut panjang peraknya dan rambut Ran berkibaran.

Ran terkikik geli, setiap sepoy angin menerpa wajahnya.

"Lebih cepat! Lebih cepat!" Teriak Ran saat matanya melihat tebing kastil.

Seperti pesan Rin sebelum mereka pergi ke hutan, saat petang datang, wanita itu akan menunggu mereka diambang pintu kastil. Dan dia menepati janjinya. Sesshomaru melompat turun dari pohon. Memijakan kakinya ditanah dan menurunkan Ran.

Ran tersenyum lebar, berlari melewati gerbang, dengan kedua tangan terangkat siap memeluk ibunya.

"Okaa-sama!"

Dengan sekali hentakan, Ran melompat langsung memeluk ibunya. Jika Sesshomaru tidak sigap melompat menangkap tubuh keduanya, Rin sudah pasti langsung terjungkal kebelakang.

Rin tertawa, sedangkan Sesshomaru menatap Ran tajam.

"Berhati-hatilah, Ran, ibumu bisa jatuh terjungkal. Apa kau mau ibumu terluka?"

Ran menatap Sesshomaru kaget, lalu menatap ibunya, Ran langsung memeluk leher ibunya erat.

"Tidak, ne, otou-sama. Okaa-sama tidak boleh terluka."

Rin tertawa lagi, membalas pelukan Ran sama eratnya. "Tidak apa-apa, ibu tidak akan terluka."

"Kau bisa saja terluka, Rin." Protes Sesshomaru.

Rin mengembungkan pipinya, "Ran tidak akan melukaiku, dan lagipula, yang sebenarnya melukai saya itu tuan."

Sesshomaru langsung memalingkan wajah, menghindari tatapan kesal Rin. Dia melengos masuk kedalam, sebelum istrinya memulai lagi pembicaraan masalah yang menurutnya membahayakan, sejak seminggu yang lalu.

"Tuan." Desak Rin.

Sesshomaru tidak menggubrisnya, dia lebih dulu masuk ke kamar, sebelum Rin bisa menyusulnya.

Dengan decakan kesal, Rin membawa Ran ke kamarnya sendiri. Dia menurunkn gadisnya itu diatas kasar.

Dengan polos dia menatap ibunya, "otou-sama belum mau memberiku adik baru ya?"

Rin menggeleng muram, melepas baju Ran, dan menuntunnya ke kamar mandi. "Belum, tapi sebentar lagi, ayah pasti memberikannya."

Ran menerima saat Rin mengguyurnya dengan air dingin, menyabuninya dan menguyurnya lagi. Setelah selesai dan memakai handuk. Dia baru membuka mulutnya lagi.

"Okaa-sama yakin, ayah akan segera memberiku adik baru?"

Rin tertawa, mengikat tali kimono kecil berwarna merah muda, hadiah dari Kagome untuk ulang tahun ke lima Ran sebulan yang lalu.

"Ibu yakin."

Ran sudah akan membuka mulutnya lagi, namun segera di potong Rin, sebelum anak tunggalnya itu bertanya lagi, lagi, dan lagi.

"Sudah, temui paman Jaken, ibu sudah siapkan makan malam."

"Siap!"

Ran melompat dari tempat tidur, berlari keluar kamar, meneriakan nama Jaken disepanjang lorong, membuat suara nyaringnya menggema.

Sekarang giliran mengurus suami silumannya.

Saat masuk ke kamarnya, Sesshomaru sudah selesai mandi, Rin langsung membantunya memakaikan kimono rumah, Rin berputar kehadapan Sesshomaru, mengikatkan tali depan.

"Tuan..."

"Tidak bisa, Rin!" Potong Sesshomaru, sudah tahu kemana arah rajukan istrinya.

"Tapi, tuan..."

"Sekali aku bilang tidak bisa, artinya tidak bisa."

Rin mendongak, menatap Sesshomaru keras kepala, namun beberapa saat kemudian dia melembutkan tatapannya, tahu jika kekerasan tidak akan membuat Sesshomaru luluh.

"Coba tuan pikirkan lagi, apa menurut tuan punya anak satu itu cukup?"

"Aku tidak perlu berpikir ulang untuk keselamatanmu, dan aku cukup dengan memiliki kau dan Ran."

Rin menggeram, "tapi, tuan..."

"Tidak ada tapi lagi, Rin. Jika aku bilang tidak, artinya tidak." Tegas Sesshomaru, segera keluar dari kamar, sebelum Rin membantahnya lagi.

Rin menggeram keras, namun tetap mengikuti suaminya keruang makan.

Disana Ran baru menghabiskan setengah porsi daging yang dibakar matang, dibantu jaken, sedang Sesshomaru mengambil kursi utama untuk mengawasi anak gadisnya.

"Dalam kurun waktu lima tahun, kak Kagome sudah punya dua anak, tuan pendeta malah lebih banyak lagi," kata Rin seraya duduk disebelah Sesshomaru, berhadapan dengan Ran dan Jaken. "dia punya lima anak."

Jaken menatap Rin dan Sesshomaru bergantian, tahu jika perbincangan ini akan sulit, dia menepuk tangan Ran.

"Sudah selesai, ayo ke kamar, saya bacakan buku dongeng, nona."

Ran menatap Jaken protes, "aku belum selesai."

"Dikamar nanti aku bawakan cemilan dari Kagome."

Mendengar cemilan, mata Ran langsung berbinar. Dia mengangguk semangat, meloncat dari kursi, menggandeng tangan Jaken dan berjalan sambil melompat-lompat kecil.

Tuan Jaken memang pengertian. Pikir Rin. Dia menggeser duduknya lebih dekat pada Sesshomaru, namun saat menoleh, Rin melotot, Sesshomaru menyodorkan sepiring sayuran tepat diwajahnya.

"Tuan!"

"Kau terlalu banyak makan daging, makan ini agar pikiranmu bersih."

"Tuan!" Geram Rin.

Sesshomaru meletakan piring sayuran dimeja, "tidak mau? Kalau begitu kau makan sendiri, aku sudah selesai."

Sesshomaru mendorong kursi, segera berlalu dari ruang makan, menghindari rayuan istrinya. Rin lebih ekspresif setelah melahirkan, bahkan bicaranya lebih berani. Berani menyamakannya dengan Inuyasha si Manusia setengah siluman, dan pendeta cabul itu.

"Tuan!"

Rin mengikutinya, Sesshomaru segera berbelok kekamar. Dia melepas kimono atas, hanya mengenakan celana panjang kain, kemudian pura-pura tidur.

Rin menutup pintu dengan kesal, lebih kesal lagi saat melihat tingkah Sesshomaru.

"Sebegitu tidak inginnya tuan memiliki anak lagi? Sampai berusaha keras menghindari saya?"

Sesshomaru bergeming, membuat Rin menghembuskan nafas kasar.

"Baiklah." Rin mengalah, mengganti kimononya dengan yang lebih tipis dan ringan.

Baru Sesshomaru akan bernafas lega, tangan Rin sudah lebih dulu memeluk pinggangnya, menyurukan wajah dipunggung Sesshomaru. Jika sudah seperti ini, Sesshomaru harus berusaha bertahan lebih kuat.

"Saya ingin memiliki anak manusia."

Sesshomaru bergeming.

"Saya tidak tahu kapan pertumbuhan Ran akan melambat. Setiap tahun usia saya bertambah, tapi Ran mungkin akan tetap seperti itu, saya tidak ingin suatu saat nanti saat saya pergi..."

"Kau tidak akan mati." Sergah Sesshomaru, berbalik menatap Rin tajam.

Rin mengusap pipi Sesshomaru, "saya hanya ingin ada orang yang terus mengurus tuan dan Ran."

"Aku sudah punya Jaken."

"Tapi, Ran pasti akan kesepian."

"Dia punya kau."

"Sekarang, tapi nanti?"

Sesshomaru menggeram, bangun dari posisi tidurnya, meninggalkan tempat tidur, berdiri membelakangi Rin.

"Jawabanku tetap tidak."

Rin ikut bangun, dan duduk menatap Sesshomaru geram.

"Tapi, tuan.."

"Kematianmu akan datang lebih cepat, dari yang kau pikirkan jika kau mengandung lagi."

Rin terbelalak, dia ingat cerita Kagome jika jiwanya memang menghilang sejenak saat melahirkan Ran, dan dia tahu Sesshomaru menjadi lebih protektif setelahnya, menjaga keselamatannya dari bahaya apapun.

"Tapi, tuan, saya mungkin akan mengandung anak manusia."

"Kita tidak bisa memastikan hal itu."

Raut Rin berubah sendu, "apa sekarang, tuan, sudah berubah?"

Sesshomaru perlahan membalikan badannya, menatap bingung Rin yang menunduk.

"Apa tuan tidak mau membahagiakan saya lagi? Apa tuan sudah tidak mencintai saya lagi?"

"Apa maksudmu, Rin?"

Rin mendongak menatap Sesshomaru dengan mata berkaca-kaca.

"Saya akan bahagia jika tuan mau memberi saya anak lagi."

"Apa keberadaan Ran tidak membuatmu bahagia?"

"Eh, itu," Rin langsung gelagapan, "maksud saya bukan begitu, saya bahagia memiliki Ran, tapi.."

"Kalau begitu," potong Sesshomaru cepat, kembali ketempat tidur, menarik Rin dan memeluknya agar diam, "lebih baik kau tidur."

"Tuan!"

"Kau tidak pandai mengelabui seperti Kagome, Rin."

Nafas Rin tercekat dibawah pelukan Sesshomaru.

"Kau tidak pandai merayu."

Badan Rin semakin menegang.

"Sekarang kau ingin anak manusia, nanti kau ingin anak setengah siluman."

Takut-takut Rin mendongak, menatap Sesshomaru.

"Apa trik saya begitu mudah dibaca?"

"Bukan, hanya aku lebih pandai dan tidak mudah dikelabui oleh rencana bodohmu dan Kagome."

Rin mengembungkan pipinya.

"Tuan menguping lagi pembicaraan saya dengan kak Kagome."

"Sekarang, lebih baik kau tidur."

Rin menatap Sesshomaru yang sudah memejamkan mata.

"Tuan yakin tidak ingin punya anak lagi?"

"Tidak pernah terpikirkan..."

Rin menggeram, menarik selimut, menutupi badannya hinga kepala.

-The And-

"Bagaimana, tuan Jaken?" Tanya Ran polos, dengan kedua telinga ditutup tangan Jaken.

Jaken mengangguk, "sebentar lagi, adikmu pasti datang."

"Yey!"

"Sstts."

Ran langsung menutup mulutnya, mengendap lagi bersama Jaken, kembali ke kamar.

"Kapan, adikku akan datang, tuan Jaken?" Tanya Ran, menyamankan tidurnya, dibantu Jaken menarikan selimut hingga kebawah dagu.

"Secepatnya."

"Tuan Jaken, sebenarnya bagaimana cara ayah dan ibu membuat adik bayi?"

"Ee?!" Jaken gelagapan, dia menelan ludah berkali-kali, "itu... Itu...Eh, lebih baik kau tidur, nona. Besok tanyakan pada tuan Sesshomaru."

Ran menatap Jaken bingung, namun kemudian mengangguk.

"Selamat malam, tuan Jaken."

"Selamat malam, nona."

Rin menghembuskan nafas lega, tersenyum penuh arti, menatap Sesshomaru yang memejamkan mata disebelahnya.

"Tuan."

"Sudah cukup, Rin, kau akan kelelahan."

Rin tertawa geli, memeluk lengan Sesshomaru erat.

"Terimakasih. Saya sangat mencintai, tuan."

Sesshomaru hanya bergumam sangsi, membuat tawa Rin berderai.

-The End-

Apa itu apa? πŸ˜‚πŸ˜‚

Ekstra-part terakhir. Ambigu lah.

Yang penting senang. πŸ˜‚πŸ˜‚

Marilah kita move on kecerita yang lainnya, walaupun saya juga susah move on dari sini. πŸ˜‚πŸ˜‚

Soalnya dari semua cerita cuma cerita ini, yang idenya lancar sampai ending. Walaupun tetap, updatenya lama. πŸ™ˆ

-Kenapa judulnya What Happen With Rin?-

Ceritanya gimana, judulnya gimana... Saya tuh merasa judulnya terlalu "murah". πŸ˜‚

Tapi tetap nyambung kok sama ceritanya.

Kalau diperhatikan, ditiap chapter, Rin tuh suka aneh-aneh, bikin Sesshomaru berpikir, kenapa sih nih anak? πŸ˜‚

Dan, sebenarnya awalnya tuh, cerita ini cuma oneshot, tapi tiap seabad sekali, idenya muncul terus, walaupun setiap masalah terbentuk sendiri dipertengahan ngetik. Ngga yang dipikirkan dari awal.

Disetiap cerita Rin tuh sering kena hasut Kagome, sering mengiyakan ide Kagome, suka ngode-ngode gaje, walaupun seringnya gagal. πŸ˜‚

Kasihan sama Rin, kasihan juga sama Sesshomaru. Untung ganteng, sabar pula. πŸ˜‚

Segitu saja deh, cuap-cuap dari saya yang juga sering gaje. πŸ˜‚

##

Terimakasih untuk reader yang setia mengikuti cerita ini dari awal, dan sering sabar nunggu updatean saya yang bertahun-tahun.

Terimakasih untuk yang memfollow akun saya juga, walaupun percuma karena cerita saya gaje semua.

Tolong jangan review lanjut-lanjut, karena cerita ini tidak akan lanjut.

-Tamat-