What Happen with Rin?!

.

.

.

Sesshomaru kebingungan dengan tingkah Rin, istri sekaligus pengikut setianya.

Sudah sebulan Sesshomaru dan Rin menikah, sejak kecil Rin hiudp dengan mengikuti Sesshomaru, Rin tidak pernah mengeluh, ataupun marah, dia selalu ceria dan tidak pernah terlihat bersedih.

Namun, Sesshomaru merasakan Rin berubah, lebih tepatnya, dalam lima hari terakhir Rin berubah, Rin lebih sering uring-uringan, mudah marah, dan lebih banyak menghabiskan waktu bermalas-malasan dikamar.

.

.

.

Siang itu, Sesshomaru duduk termenung diatas sebatang pohon yang besar, memperhatikan Rin yang tengah memetik bunga bersama nenek Kaede.

"Nii-chan!" Tegur Kagome, "Nii-chan kenapa diam saja ne?"

Sesshomaru tidak menggubrisnya, ia hanya melirik sekilas. Perhatiannya terus tertarik oleh Rin, yang tertawa bersama nenek Kaede.

Rin manusia, nenek Kaede manusia, Kagome juga manusia. Sebuah pemikiran masuk begitu saja kedalam akal Sesshomaru. Apa mungkin disaat-saat tertentu, Inuyasha mendapat perlakuan yang sama sepertiku?

"Nee-chan." Dengan wajah panik, Rin menarik Kagome menjauh dari Sesshomaru.

"Kenapa, Rin?"

Kagome baru bisa bertanya setelah Rin memaksanya duduk diberanda rumah.

"Aku merasa tidak nyaman berada didekat tuan Sesshomaru," Rin menoleh pada Sesshomaru, ia tersentak, ternyata suaminya itu masih memperhatikannya juga.

"Kenapa, Rin?"

"Etto," Rin menggerakan tangannya agar Kagome mendekat, dengan pipi yang merona Rin berbisik.

Selama beberapa saat mereka terdiam.

Satu detik...

Dua detik...

Tiga detik...

"Ahahaha." Tawa Kagome meledak.

Diatas pohon, Sesshomara yang masih memperhatikan mereka berdua menaikan alisnya.

"Itu kan hal yang biasa, Rin."

"Sttts," Rin menempelkan telunjuknya ke bibir, meminta agar Kagome memelankan suaranya, "Saat pertama kali aku mendapatkannya, aku sedang bersama nenek Kaede, karena sesama perempuan, aku tidak malu, nenek Kaede juga mengerti keadaanku, tapi di depan tuan Sesshomaru..." Rin menghela nafas berat, "Entahlah, aku hanya merasa risih.

Kagome mengangguk mengerti, "Tidak apa jika kau merasa risih, dulu aku juga begitu, Inuyasha jadi ikut urung-uringan dan akhirnya kami bertengkar, tapi aku menjelaskan semuanya, jadi Inuyasha mengerti," Kagome menggenggam tangan Rin dan menepuknya pelan, "Lebih baik, kau juga menmbicarakannya dengan nii-chan, dia juga pasti mengerti, daripada kau mendiamkannya begini, hanya akan membuat dia salah faham."

Rin termenung sejenak, apa yang dikatakan Kagome memang ada benarnya, ia tidak ingin membuat Sesshomaru salah faham dengan keadaanya. Dengan seulas senyum, Rin mengangguk.

"Saat sampai di castiel, aku akan mengatakannya pada tuan Sesshomaru."

"Uh'um," Kagome mengangguk dan mengacungkan kepalan tangannya, "Berjuang, ne."

Lalu kedua gadis itupun tertawa. Membuat Sesshomaru mengernyit.

"Tuan Sesshomaru?" Jaken menegur dari bawah pohon.

Sesshomaru menoleh dengan tatapan tajam.

"Ma-maaf menggangu, Tuan," Jaken menundukan kepalanya menghindari tatapan Sesshomaru.

"Kenapa?"

"Ti-tidak apa-apa tuan, saya hanya mengkhawatirkan tuan, karena beberapa hari ini, tuan terlihat murung."

"Aku tidak apa-apa," Sesshomaru mengalihkan kembali pandangannya pada Rin dan Kagome, namun kedua gadis itu sudah tidak ada disana.

Sesshomaru sontak melompat turun dari pohon.

"Ada apa, tuan?" Jaken ikut melompat kaget.

"Dimana Rin?" Sesshomaru berjalan mendekati rumah Inuyasha, namun langkahnya terhenti saat Rin dan Kagome keluar dari rumah, dan berjalan kearahnya.

Rin terlihat merona, dan Kagome tertawa melihat tingkah malu-malunya.

Sesshomaru terdiam, tidak bertanya, walaupun hatinya sangat ingin tahu apa yang dilakukan istri dan adiknya.

"Aku ingin pulang, tuan." Ucap Rin, saat sudah berdiri didekat Sesshomaru.

Sesshomaru mengangguk, tidak protes ataupun meminta penjelasan.

Rin pamit pada Kagome dan juga yang lainnya, lalu kembali pada suaminya.

Sesshomaru mengangkat tubuh Rin, seperti dulu, saat dia masih kecil, hanya saja, sekarang Rin berani melingkarkan tangannya dileher Sesshomaru, tidak lupa, Jaken sudah berpegangan pada bulu-bulu yang dipakai Sesshomaru.

Sesshomaru meloncat dan terbang meninggalkan kediaman Kagome dan Inuyasha.

Hanya dalam waktu beberapa menit, ketiganya sudah sampai di castiel.

Rin langsung berjalan menuju kamar, dengan Sesshomaru mengikuti dibelakang, sedangkan Jaken sudah pergi, menghargai waktu privasi tuannya.

Sesampainya dikamar, tidak ada yang bicara, Rin mengambil handuk dan kimono yang dihadiahkan Sesshomaru saat dirinya masih tinggal bersama nenek Kaede.

Sedangkan Sesshomaru, ia mendudukan tubuhnya diambang jendela, matanya memandang kesekeliling castiel yang dipenuhi dengan bunga-bunga yang ditanam Rin.

Tiba-tiba Sesshomaru berdiri, ia mencium bau, bau amis yang selama beberapa hari ini selalu tercium oleh hidungnya. Matanya mengawasi setiap jengkal halaman castiel, khawatir jika bau amis itu berasal dari siluman yang ingin mengganggu ketenangannya bersama Rin.

Namun, tidak ada tanda-tanda datangnya siluman, tidak lama, bau amis itu menghilang, dan Rin keluar dari kamar mandi, mengenakan kimono berwarna putih dengan corak bunga sakura.

Rambutnya basah, dan tubuhnya mengeluarkan wangi bunga mawar.

Keningnya berkerut saat melihat Sesshomaru yang berdiri siaga.

"Ada apa, tuan?"

"Tidak apa-apa," Sesshomaru merebahkan tubuhnya di kasur, hari masih sore, tapi ia sudah merasa lelah, bukan, bukan tubuhnya yang merasa lelah, tapi pikirannya, pikirannya lelah memikirkan perubahan sikap Rin.

Rin duduk dipinggir tempat tidur, bersebrangan dengan Sesshomaru, dengan tangan yang masih mengeringkan rambut dengan handuk.

Sesshomaru mendekati Rin, memeluknya dari belakang, dan menumpukan kepalanya pada bahu Rin.

"Jangan tolak aku, Rin," Bisiknya.

Wajah Rin merona, selama mengikuti Sesshomaru, jarang sekali Sesshomaru bermanja seperti ini kepada dirinya.

"Ada yang ingin saya bicarakan dengan tuan," Rin melepaskan pelukan Sesshomaru, ia membalikan badannya, dan duduk berhadapan dengan Sesshomaru, ia menggenggam tangan Sesshomaru dengan lembut, "Maaf, beberapa hari ini saya menghindari tuan." Ucapnya dengan kepala tertunduk, "Saya malu dan risih."

Sesshomaru melepaskan genggaman tangan Rin, ia mengangkat dagunya hingga mata mereka saling bertatapan.

Pipi Rin merona, melihat mata Sesshomaru yang menatapnya penuh kasih.

"Saya malu mengatakannya, tuan." Ucapnya lirih.

Sesshomaru menarik tangan Rin, membawa tubuh mungil Rin kedalam pelukannya, "Ada apa, Rin?" Tanyanya dengan lembut.

"Apa tuan merasakan perubahan sikap saya selama beberapa hari ini?" Tanya Rin, seraya menyamankan dirinya dipelukan sang suami.

"Hn."

"Itu karena saya mendapatkan datang bulan," Jawab Rin pelan.

Sesshomaru mengernyit, rasanya, ia tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan Rin, "Datang apa?"

"Itu hal yang biasa dialami perempuan, tuan, Dalam sebulan saya pasti akan mendapatkannya," Rin mendongak, mengusap lembut pipi Sesshomaru, lalu ia pun berbisik.

"Darah?!" Sesshomaru berseru, seraya menjauhkan kepalanya untuk menatap Rin, "Jadi bau amis itu berasal darimu?"

Rin mengangguk, "Itu pasti mengganggu indera penciuman tuan."

"Jadi, kau menolakku, uring-uringan, dan berubah sikap karena hal itu?"

"Saat hal itu tiba, saya merasakan nyeri dan ngilu pada kedua buah dada saya, karena pengaruh hormon, saya juga akan menjadi mudah marah, uring-uringan dan cepat merasa lelah, Kagome-neechan bilang itu hal yang biasa," Rin mendongak lagi, "Dan saya menolak didekati tuan, karena saya tahu indera penciuman tuan sangat tajam, saya takut, tuan merasa terganggu dengan bau amis dari darah itu."

"Lalu sekarang?"

"Setelah seminggu, pendarahan saya berhenti, hormon dalam tubuh saya kembali normal, nyeri dan ngilu yang saya rasakan sudah hilang, pun perasaan mudah marah saya juga hilang, namun, hal ini akan terjadi setiap bulan," Rin menunduk, menggigit bibirnya, was-was, seharusnya ia mengatakan hal seperti ini sejak dulu.

"Rin?" Sesshomaru kembali meraih dagu Rin, mengangkatnya, agar bisa menatap wajah ayu istrinya.

"Apa tuan bisa menerima keadaan saya?"

Sesshomaru membelai lembut kepala Rin, "Jika itu hal yang wajar dialami manusia, aku bisa mengerti, Rin."

Ia kembali memeluk Rin, dan mencium puncak kepalanya, "Aku belum mengerti benar tentang manusia, jadi, cukup bicarakan apa yang terjadi pada dirimu, jangan diamkan aku, Rin. Kau tahu, aku kebingungan jika kau mendiamkanku seperti kemarin."

Rin menganggukan kepalanya, ia bersandar didada Sesshomaru, mereka berdua menikmati angin sore yang berhembus melalui jendela kamar.

Mata mereka menikmati langit sore yang mulai menggelap. Rin mendongakan kepalanya, untuk menatap wajah tampan suaminya.

Sesshomaru menundukan kepalanya, agar Rin bisa mencium bibirnya. Setelah cukup lama, Sesshomaru melepaskan pagutannya.

"Aku mencintaimu, Rin."

Wajah Rin merona, "Saya juga mencintai, tuan."

Dan, Sesshomaru menciumnya lagi.

~Owari~

"Kagome, ayo tidur," Inuyasha hendak memeluk Kagome, namun gadis itu menepis tangannya.

"Jangan dekati aku, Inuyasha!" Dengan ketus, Kagome mendorong Inuyasha keluar dari kamar.

"Kenapa harus seperti ini, jika kau sedang datang bulan?!" Jerit frustasi Inuyasha.