"Kau … bercanda," gumam Sakura tidak percaya.

.

.

Sakura kembali memejamkan matanya sejenak. Napasnya berhembus secara teratur. Ingatannya berputar cepat, kembali pada kejadian aneh yang sempat menimpanya beberapa waktu lalu. 'Mati …' kata-kata itu terus terngiang di dalam otaknya.

"Apa-apaan makhluk itu?" gumam Sakura pelan, masih dengan mata yang terpejam. Apa hal ini ada kaitannya dengan mitos sekolah yang tempo hari sempat diceritakan oleh Ino? Lalu, apa hubungannya dengan Sakura? Kenapa makhluk itu mengincar Sakura? Kenapa? Ada apa ini?

Semua kejadian ini … sungguh membingungkan.

Cklek

Suara bunyi pintu terbuka kembali menyadarkan Sakura akan ingatan-ingatannya. Ditolehkannya kepala bersurai merah muda itu ke hadapan sang pemilik rumah yang baru saja memasuki kamarnya—untuk sementara waktu. Tentu saja itu bukan kamar aslinya.

"Pakaianmu," ucap Sasuke seraya menyerahkan beberapa lembar pakaian kepada Sakura. Iris Sakura memandang Sasuke sesaat sebelum ia menerima pakaian itu dengan ragu. Saat ini, Sakura sedang berada di dalam kediaman Uchiha. Sakura juga tidak tahu apa maksudnya. Kenapa Uchiha mau membawaku ke rumahnya?—pertanyaan itu terus melayang-layang di dalam benaknya. Apa hubungannya makhluk itu dengan Uchiha? Kenapa Uchiha mau membantunya? Dan kenapa Uchiha bisa tahu kalau makhluk itu mengincarnya?—begitu banyak pertanyaan yang terukir jelas di dalam otak Sakura, membuat ia harus menerka-nerka jawabannya sendiri.

"Terima kasih," ucap Sakura pelan.

"Hn."

"…"

Sakura mengernyitkan kedua alisnya. Iris emerald-nya menatap Sasuke dengan pandangan bingung. "Err … sampai kapan kau mau terus berdiri di situ?" tanya Sakura dengan nada tidak enak. Tidak enak karena ia merasa bahwa pertanyaan yang ia lontarkan itu kurang sopan untuk ukuran seorang tamu seperti dirinya.

"Ma-maksudku, aku … ingin ganti pakaian," lanjut Sakura dengan wajah memerah menahan malu. Diliriknya sosok Sasuke sesaat melalui sudut mata Sakura. Sepertinya Sasuke berusaha mencerna kata-kata yang barusan Sakura lontarkan.

Dan tanpa membalas ucapan Sakura, Uchiha Sasuke pun segera beranjak pergi—meninggalkan kamar tersebut.

Sakura terkikik geli melihat tingkah laku pangeran es itu. 'Wajah linglungnya sangat lucu,' batin Sakura dalam hati.

»»» oOo «««

'Oh, Sakura-chan, bagaimana keadaanmu?' tanya sesosok arwah yang Sakura ketahui bernama Itachi—mendiang kakak Sasuke. Sakura meringis saat mendapati pertanyaan seperti itu dari sesosok makhluk halus?

Sakura menelan ludahnya gugup. "Aa, aku baik," jawab Sakura sekenannya. "Pukul berapa sekarang? Kalau boleh tahu?" iris Sakura bergerak menyusuri setiap sudut ruangan yang ada, barangkali ia dapat menemukan sebuah jam dinding.

"Pukul 08.00," jawab Sasuke singkat.

"Hah?" pekik Sakura kaget.

'Tidak perlu khawatir, Sakura-chan, kami sudah menghubungi orang tuamu,' ucap Itachi yang sadar akan pikiran Sakura. 'Dan aku rasa mereka tidak akan keberatan jikalau kau menginap di sini.'

"Aa …" Sakura mengangguk-anggukan kepalanya kikuk. Bagaimana mereka bisa tahu nomer orang tuaku?—batin Sakura bertanya. Sakura mengendikkan bahu sesaat sebelum ia juga ikut bergabung di sofa bersama Itachi juga Sasuke. Otaknya terlalu penuh untuk memikirkan hal-hal semacam itu.

.

.

Lagi. Sakura melirik ke arah Sasuke dan Itachi sekilas. Ingin rasanya ia bertanya tentang macam-macam hal yang selalu berkeliaran di dalam otaknya. Namun ia merasa sedikit canggung kepada kedua orang itu—ah, satu lebih tepatnya. Itachi tidak bisa dibilang orang, bukan?

"Maaf?" ucap Sakura memecah keheningan. Ragu-ragu ia bertanya, "jadi, apa kalian tahu sesuatu tentang kejadian tempo hari?" tanyanya pada Sasuke dan Itachi.

Sasuke menatap Sakura datar, membuat Sakura gugup. Padahal sebelum ini, mereka belum pernah saling bicara. Hanya sekilas bertatap wajah dan mereka pun berlalu dengan urusan masing-masing. Sakura tak pernah menyangka akan dapat berbicara langsung dengan Sasuke dengan cara seperti ini. Kalian tahu? Sasuke adalah sesosok pangeran yang selalu digandrungi oleh banyak siswi di sekolah mereka. Itu sebabnya, Sakura merasa sadar diri untuk tidak berdekatan dengannya. Sebab ia tahu, ia tidaklah pantas untuk seorang Uchiha.

'Sakura,' panggil Itachi dengan raut wajah serius, membuat Sakura tersentak kaget.

"Y-ya?"

Itachi menghela napas panjang. 'Apa kau pernah bertemu dengannya, sebelumnya?'tanya Itachi lagi. Sasuke yang ikut mendengar pertanyaan tersebut pun melirik Itachi dengan pandangan ingin tahu.

Jantung Sakura berdetak cepat. Entah kenapa, pertanyaan ini membuat hatinya tidak tenang. Sakura terdiam sejenak, ingatannya kembali mengingat-ingat saat kejadian dimana ia pernah bertemu dengan sosok siswi itu. Perasaan tidak nyaman pun kembali hadir di dalam hatinya. "Ya," jawab Sakura yakin.

Sasuke menatap Sakura datar begitu pula dengan Itachi.

"Pertama, saat aku sedang berada di lantai tiga. Kedua, saat aku … sedang melewati anak tangga keempat bersama dengan Ino." Sakura bergumam pelan.

"Sudah kubilang, dia mengincarmu." Sasuke berucap datar. Sejurus dengan itu, kelopak matanya pun terpejam—menyembunyikan sepasang iris onyx yang begitu menawan.

Sakura kembali membelalakan matanya tidak percaya. "Apa maksudmu?" tanyannya tegas, "Uchiha-san, bisakah kau jelaskan apa maksud dari ucapannya?" tanya Sakura pada Itachi tidak sabar seraya menunjuk sosok Sasuke dengan sekali sentakkan.

Itachi terkekeh pelan, 'Jangan panggil aku begitu, Sakura-chan. Panggil saja aku Itachi.' bukannya menjawab ia malah semakin terkikik geli melihat ekspresi kaget Sakura.

"Aa … baiklah, Itachi-san." balas Sakura mengangguk-anggukan kepalanya.

'Tidak usah pakai embel-embel '-san', lagipula sebenarnya aku ini—'

"—bisakah kau diam, Baka-aniki?" Sasuke memotong ucapan Itachi dengan cepat. Onyx-nya mendelik tajam ke arah Itachi, membuat Itachi semakin ingin menggoda Sasuke.

Sakura yang tidak mengerti arah pembicaraan ini hanya bisa menatap kedua Uchiha bersaudara itu dengan pandangan heran. "Jadi?" tanya Sakura lagi berusaha kembali pada topik awal.

Sasuke mendengus sebal. Diliriknya Sakura sekilas kemudian tatapannya kembali beralih pada sosok sang kakak.

Merasa menjadi pusat perhatian, Itachi pun berdehem pelan.

'Dengar, sosok itu sudah mulai mengincar Sakura sejak awal mereka bertemu,' ucap Itachi serius, membuat Sakura meneguk ludah takut. 'Aku tidak tahu apa tujuannya, yang jelas sosok itu sangat berbahaya.'

"B-bagaimana kau tahu soal itu?" tanya Sakura tegang. Entah kenapa tubuhnya sangat sulit di gerakan. Kenapa dia yang diincar? Kenapa harus dia? Sungguh, Ia merasa sangat terancam akan hal ini. Mengingat perlakuan mahkluk itu tempo hari pada dirinya—pikir Sakura kalut.

Keringat terus mengalir dari sudut pelipis Sakura, menandakan bahwa ia sangat tegang dan takut.

'Hanya insting.' Itachi menjawab pertanyaan Sakura seraya mengendikkan kedua bahunya ke atas. 'Aku punya beberapa kenalan di sekolah kalian,' ucap Itachi santai.

"Lalu bagaimana cara mengalahkannya?" tanya Sasuke pada akhirnya.

Itachi melirik Sasuke sekilas, kemudian tersenyum simpul. 'Dengarkan baik-baik.' Itachi menatap Sasuke serta Sakura secara bergantian.

Sakura menelan ludah gugup saat mendengar ucapan Itachi. Sedangkan Sasuke hanya menganggukkan kepalanya sesaat.

"…"

»»» oOo «««

"KAU BERANGKAT DENGAN UCHIHA?!" pekik Ino menggelegar seisi koridor, membuat Sakura meringis seraya menutup kedua telinganya.

"Bisakah kau kecilkan volume suaramu, Ino-pig?" tanya Sakura sakartik. Iris emerald-nya menatap iris aquamarine milik Ino tajam, membuat Ino bergidik ngeri.

"Aa …" Ino mengangguk-anggukan kepalanya kikuk.

Mendengus sebal, Sakura melirik keadaan sekitar dan—benar saja! Semua mata para siswi tengah memandangnya dengan tatapan iri. Oh, Ino terima kasih!

Tanpa memperdulikan pertanyaan Ino, Sakura pun segera melangkahkan kaki-kaki jenjangnya menuju kelas pertama.

"Forehead! Tunggu!" pekik Ino lagi sembari mengejar langkah kaki Sakura.

.

.

"Jadi? Bagaimana bisa kau—maksudku, bersama Uchiha Sasuke itu?" tanya Ino bingung menjabarkan sebuah pertanyaan yang pas untuk Sakura.

Sakura melirik Ino sekilas kemudian berkutat dengan isi tasnya. "Hanya kebetulan," jawabnya singkat tanpa menatap aquamarine Ino yang nampak antusias.

Ino mengerutkan alis curiga. "Kebetulan?" tanya Ino lagi.

"Hmm."

"Hei—kau dan dia bahkan tidak saling kenal!" pekik Ino tidak percaya, "aku jadi iri."

Sakura menolehkan kepalanya ke arah Ino. "Jadi? Kau iri padaku, eh?" Sakura menyeringai ke arah Ino, membuat Ino kembali bergidik ngeri.

"T-tentu saja aku iri! Dia 'kan pangeran sekolah," balas Ino seraya mengatupkan kedua telapak tangannya di depan dada. Iris aquamarine-nya berbinar cerah, membuat Sakura kembali mendengus. "Kau beruntung, Sakura!" pekik Ino kemudian.

"Ya, ya, aku beruntung," balas Sakura datar seraya menggeleng-gelengkan kepalanya pelan—tidak mau memperpanjang topik pembicaraan yang dibuat oleh Ino.

Ino yang mendengar ucapan balasan dari Sakura hanya bisa mengerucutkan bibirnya sebal. "Ah, Iya! Kau tahu berita baru tentang sekolah ini tidak?" tanya Ino kembali antusias.

Sakura menatap Ino sejenak sebelum pada akhirnya ia menggelengkan kepalanya pelan sebagai sebuah jawaban.

"Katanya semalam sekolah kita kemalingan!" beritahu Ino kepada Sakura.

"Hah?" Sakura mengernyitkan alis tidak mengerti.

Ino mengangguk-anggukan kepalanya cepat. "Ruang biologi—"

Deg!

Ucapan Ino tentang ruang biologi membuat jantung Sakura berpacu cepat. Ada apalagi dengan ruang itu?—pikir Sakura kalut. Ingatannya kembali berputar cepat mengenai kejadian kemarin. Mendadak, tubuh Sakura menegang.

"—salah satu kaca jendelanya pecah. Tapi anehnya tidak ada satu pun barang-barang yang hilang di dalam sana."

Emerald Sakura mendelik kaget. Ditolehkannya kepala bersurai merah muda itu dengan cepat. Kedua alisnya berkerut, "kaca jendela?" ucap Sakura pelan. Ino mengangguk-anggukan kepalanya yakin sebagai sebuah jawaban.

"…"

Ah, ya, Sakura ingat.

Sasuke …

Kaca itu pecah saat dia berusaha menolong Sakura. Sakura ingat betul kejadian itu—dimana Sasuke datang dan langsung menolongnya. Tanpa sadar, Sakura pun tersenyum tipis. "Oh." Sakura menanggapi anggukan Ino dengan kata-kata yang singkat, membuat Ino berdecak kesal.

.

.

"Ino," panggil Sakura saat mereka hendak pergi ke kelas selanjutnya.

Ino menolehkankan kepalanya ke arah Sakura, "ya?" balasnya menatap Sakura bingung.

Sakura meneguk ludah ragu. "Kau—maksudku, apa kau tahu sesuatu tentang mitos itu?" tanya Sakura cepat.

Ino mengernyitkan alis tidak mengerti. Iris aquamarine-nya menatap tajam iris emerald milik Sakura. Sedetik kemudian ia pun tertawa kencang, membuat Sakura menatapnya tidak suka. "Mitos? Tentang angka empat itu maksudmu, eh?" tanya Ino di sela-sela tawanya.

Sakura menatap Ino sebal.

"Oh, baiklah. Aku pikir kau tidak tertarik mengenai perihal itu," kekeh Ino berusaha menggoda Sakura. Sakura mendengus sebal saat mendengar ucapan Ino. Tadinya iya, tapi setelah mengalami kejadian kemarin aku jadi penasaran—batin Sakura merutuki.

"Jadi, cerita apa yang ingin kautahu dariku, Forehead?" tanya Ino menggoda. Iris emerald Sakura mendelik tajam saat mendapati Ino semakin gencar menggodanya. Sedetik kemudian, Sakura pun mulai memasang raut wajah serius, membuat Ino berhenti menggodanya. Ada yang tidak beres—batin Ino merasa janggal akan raut ekspresi wajah Sakura.

"…"

"…"

"Apa—kautahu cerita lengkap tentang mitos itu? Seperti seorang siswi tewas yang sempat kau ceritakan kemarin?" Sakura bertanya ragu-ragu. Jelas sekali Sakura nampak tidak nyaman dengan pembicaraan ini. Tapi dia penasaran.

Ino mengernyitkan kedua alisnya bingung, "kenapa memangnya?" tanya Ino penasaran.

"Hanya ingin tahu," jawab Sakura singkat seraya mengendikkan bahunya sesaat.

Ino mendengus sesaat sebelum pada akhirnya ia pun segera menceritakan segala sesuatu yang ia tahu. "Menurut cerita yang kudengar, sih, siswi itu tewas karena di bully oleh kakak kelas."

"Hah?" Sakura mengernyitkan kedua alisnya tidak percaya.

Ino mengangguk-anggukan kepalanya. "Katanya dia dituduh menggoda kekasih dari salah satu kakak kelas tersebut. Dan mirisnya, aku dengar dia disiksa oleh segerombolan kakak kelas itu beserta kawanannya. Dan yang lebih mengejutkannya lagi, dia sempat dikurung di ruang biologi selama semalaman penuh dengan luka bakar yang sudah membusuk di sudut pelipisnya." Ino bergidik ngeri saat membayangkan betapa menyakitkannya hal itu.

Sakura membelalakan matanya sesaat setelah ia mendengar cerita dari Ino. "Aa …" Sakura sulit berkata-kata.

"Sebulan setelah kejadian itu, ada rumor mengatakan bahwa siswi itu masih berkeliaran di lantai empat," lanjut Ino dengan nada takut.

"Lalu? Apa hubungannya pada anak tangga keempat?" tanya Sakura semakin penasaran. Entah kenapa cerita Ino membuatnya semakin penasaran walaupun terkadang rasa takut itu tiba-tiba menjalar datang ke dalam hatinya.

"Dari cerita yang kudengar, sih, katanya dia sempat didorong hingga jatuh tepat pada anak tangga keempat di tangga menuju lantai empat."

"Ta-tapi saat dia ditemukan di ruang biologi itu dia belum meninggal, 'kan?" tanya Sakura agak sedikit tergagap.

Ino menggeleng pelan, "sayangnya saat dia ditemukan di kelas itu dia sudah tidak bernyawa." Ino berkata miris.

"Jadi maksudmu saat dia ditemukan dengan luka bakar yang membusuk itu dia sudah … meninggal?" tanya Sakura pelan saat dirasakannya angin dingin berembus cepat melewati belakang tengkuknya, membuat ia terpekik kaget.

"Kau kenapa?" tanya Ino kaget saat mendengar pekikan kecil dari Sakura.

Sakura menggelengkan kepalanya cepat. Saat ini Sakura dan Ino sedang berada di lantai tiga dan entah kenapa Sakura merasakan firasat yang tidak enak saat melewati tangga menuju lantai empat barusan. "Ayo," ucap Sakura, menarik pergelangan tangan Ino cepat.

Ino tersentak kaget dengan tindakkan Sakura. "Ke-kenapa, sih?" tanya Ino yang juga mulai merasakan perasaan tidak enak.

"…" tidak ada jawaban dari Sakura. Ino yang menyadari kejanggalan tersebut pun pada akhirnya ia memutuskan untuk tidak bertanya.

'Bodohnya diriku menanyakan hal-hal seperti itu di saat aku sedang melewati tangga itu,' rutuk Sakura dalam hati.

.

.

Di tempat lain, tepatnya pada anak tangga keempat. Sosok itu mulai menampakan dirinya kembali di saat tempat itu sudah benar-benar sepi. Seperti biasa, rambut panjangnya jatuh menutupi wajahnya yang tertunduk.

"…"

"…"

"…"

Dengan gerakkan yang sangat tiba-tiba, dia menolehkan kepalanya dengan kaku. Sebelah matanya tertutup oleh rambut, seringai menyeramkan terpatri di wajahnya yang pucat. Dia mendesah pelan. Jari-jarinya yang panjang serta kuku-kukunya yang tajam sedikit bergerak.

Dia … kembali menyeringai.

"Mati …" desisnya pelan.

»»» oOo «««

"Kau yakin tidak ingin pulang bersamaku, Sakura?" tanya Ino yang kini tengah sibuk membereskan semua peralatan tulisnya. Jam pelajaran sudah berakhir sejak 20 menit yang lalu. Tapi Ino dan Sakura masih saja berkutat di dalam kelas karena mereka belum menyelesaikan tugas mereka.

Sakura menolehkan kepalanya sesaat sebelum ia kembali sibuk dengan buku catatannya. "Tidak, Ino," jawab Sakura singkat. "Aku masih ada urusan."

Ino mengernyitkan alisnya bingung. "Urusan apa?" tanya Ino ingin tahu. Suasana kelas yang sepi membuat suara Ino terdengar bergema di dalamnya.

"Hmm?" gumam Sakura masih sibuk dengan catatannya. Membuat Ino menngerucutkan bibirnya kesal.

"Hei, Fore—"

"Sakura." sebuah suara datar nan dingin menghentikan ucapan Ino.

Iris aquamarine terbelalak lebar saat didapatinya seseorang yang memotong ucapannya tadi sedang berdiri tegap di depan pintu ruang kelasnya seraya memperhatikannya—ah, tidak! Maksudnya sedang memperhatikan Sakura.

Ditolehkannya kepala Ino ke arah Sakura yang masih sibuk berkutat dengan buku catatannya. Sepertinya gadis itu tidak mendengar panggilan tadi. "Uchiha?" ucap Ino tidak percaya.

"Hn." Sasuke menanggapi ucapan Ino dengan datar seraya berjalan mendekatinya—lebih tepatnya mendekati meja Sakura.

Ino semakin membalalakan matanya tidak percaya. 'Seorang Uchiha datang ke kelasnya di saat sepi seperti ini? Terlebih hanya ada dirinya dan Sakura saja. Ada sebenarnya?' pikir Ino bertanya-tanya.

"…"

Sakura mendongakkan kepalanya ke arah Ino, "Ino—ah, Sasuke?" ucap Sakura kaget saat mendapati sesosok pangeran sekolah kini tengah berdiri di sampingnya. "Apa yang kau lakukan di kelasku?" tanya Sakura heran.

"Kau tidak lupa rencana kita, 'kan?" tanya Sasuke datar.

Sakura menggelengkan kepalanya cepat. "Tunggu sebentar. Aku akan selesaikan ini dulu," ucap Sakura, mengalihkan pandangannya kembali ke arah buku catatannya.

"Hn."

"…"

"…"

"…"

Ino yang merasa terabaikan hanya bisa mengerjapkan kedua kelopak matanya berulang kali. "Jadi, Sakura, kau kenal dia?" bisik Ino pada Sakura dengan suara menggoda, membuat Sakura bergidik ngeri.

"Hanya kebetulan, Ino-pig!" desis Sakura dengan suara pelan, berharap Uchiha Sasuke tidak dapat mendengarnya.

Ino kembali menyeringai. "Oh, baiklah jika kau ada urusan—" Ino melirik sekilas Sasuke dengan pandangan nakal, membuat Sasuke mengernyitkan kedua alisnya tidak suka. "—aku duluan, Sakura! Jyaaa!" pekik Ino seraya pergi berlalu dengan cepat meninggalkan Sakura dan Sasuke.

"Jyaaa."

.

.

Derap suara langkah kaki kedua remaja itu terus menggema di sepanjang lorong koridor sepi di lantai dua, membuat suasana sore yang seharusnya sepi menjadi agak sedikit berisik. "Dimana Itachi-nii?" tanya Sakura pada Sasuke yang kini tengah berjalan di sampingnya.

"Sedang mempersiapkan sesuatu," jawab Sasuke cuek.

Sakura yang mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Sasuke hanya bisa menganggukan kepalanya pelan.

'Dengar, kalian harus bisa memancing sosok itu keluar. Khususnya untuk Sakura. Di sini peranmu sangat besar. Selagi aku mempersiapkan segala sesuatu untuk melenyapkan sosok penasaran itu, aku harap kau dan Sasuke dapat bekerja sama dalam hal mengecohnya.'Ingatan Sakura kembali berputar cepat di kala malam saat ia, Itachi, dan juga Sasuke sedang membicarakan perihal cara memusnahkan sosok gadis pembenci angka empat tersebut.

'Kalian tahu, bukan? Sosok itu sangat membenci angka empat. Dia selalu terjebak di dalam ruang biologi di saat malam hari. Karena saat ini sosok Sakura lah yang sedang ia incar, maka Sakura harus berani menghadapi sosok itu terlebih dahulu.'

Sakura kembali menelan ludahnya sesaat setelah mengingat kalimat-kalimat yang dengan jelas terlontar dari mulut Itachi itu.

'Sebelum kau sempat keluar dari ruang kelas biologi, jangan pernah kau sebut angka empat.'

"Ke-kenapa?"

'Karena dia akan menghilang sebelum kita berhasil mengalahkannya,' jawab Itachi datar.

Sakura membelalakan matanya tidak percaya. "Bagaimana dengan Sasuke?" tanyanya cepat.

"Sasuke akan membantumu dari luar. Oleh sebab itu, aku harap kau bisa membawanya keluar dari ruang itu," ucap Itachi serius.

Sakura menelan ludah takut. "Ba-bailah," jawabnya ragu.

Itachi menganggukan kepalanya setuju, sedangkan Sasuke hanya memandang Sakura datar.

'Kita akan mulai rencana ini tepat jam empat sore. Karena dia pasti akan muncul di salah satu anak tangga keempat pada tangga menuju lantai empat."

"…"

"…"

Deg!

Sebuah tepukkan pelan tepat di atas salah satu pundak milik Sakura membuyarkan segala lamunan serta pikirannya. "Ah?" pekik Sakura tertahan.

"Jangan melamun," ucap Sasuke datar seraya memandang lurus ke depan. Iris onyx-nya memandang waspada objek yang kini tengah ada di hadapannya, membuat Sakura mengernyit bingung.

Ditolehkannya kepala bersurai merah muda itu ke arah pandang tatapan Sasuke.

"…"

Iris emerald Sakura membelalak lebar. Dalam seketika, tubuhnya pun ikut menegang. Di sana—tepat pada anak tangga keempat di tangga menuju lantai empat. Sosok itu kembali muncul di hadapan Sakura. Dengan wajah tertunduk, tertutup oleh rambut panjangnya.

Sakura sama sekali tidak menyadari bahwa dirinya kini telah berada di sana. Hei—mungkinkah karena ia terlalu banyak berpikir saat di jalan tadi? Sehingga ia tidak menyadari akan langkah geraknya sendiri?

Belum lepas dari rasa keterkejutan. Sakura dikejutkan kembali oleh pergerakkan sosok itu, yang secara tiba-tiba mendongakan kepalanya. Membuat sebagian wajahnya yang nampak pucat dapat terlihat dengan jelas, begitu pula dengan lukanya.

Refleks, Sakura pun memundurkan langkahnya. Kedua iris emerald-nya memandang ngeri ke arah sosok itu. Ingin rasanya dapat segera pergi dari tempat itu. Berlari menjauh, menjauh dari sosok yang haus akan kematiannya.

"Jangan lari." tanpa disangka, Sasuke menghentikan langkah Sakura dengan cara menggenggam salah satu telapak kanannya. Tatapannya tetap lurus ke depan. Iris onyx-nya memandang tajam ke arah sosok yang kini tengan menyeringai seram.

Sakura menolehkan kepalanya cepat. Tubuhnya bergetar. Melihat tatapan keseriusan dari pemuda itu, mau tak mau harus membuat Sakura menganggukan kepalanya ragu.

Sasuke semakin mengeratkan genggamannya. "Lewati anak tangga keempat itu,"ucapnya datar.

De javu—sepertinya Sakura juga pernah mengatakan hal ini, tapi entah kapan.

Sakura mengangguk pelan. "Ya …" balasnya lirih namun mantap. Perlahan namun pasti, kedua remaja itu pun mulai kembali melangkahkan kaki-kaki jenjangnya.

Satu …

Dua …

Tiga …

"…"

"…"

Lima—dan seterusnya.

.

.

"Dia tidak akan mengganggu kita selama kita bisa melewati anak tangga keempat itu," ucap Sasuke, masih menggenggam erat tangan Sakura.

Selangkah demi selangkah, mereka pun mulai mendekati ruang empat—atau bisa disebut ruang biologi.

"Aku tunggu di luar," ucap Sasuke datar tanpa menatap Sakura. Sakura menganggukan kepalanya pelan. Ragu, ia pun mulai melangkahkan kaki-kakinya menuju pintu masuk ruang biologi tersebut.

Dengan gerakkan tangan yang sedikit bergetar, Sakura pun mulai memutar kenop pintu ruang tersebut.

Cklek

Kedua mata Sakura memandang lurus ke depan.

Kosong …

Tidak ada siapapun di sana. Ditolehkannya kepala bersurai merah muda itu ke arah pemuda bermata onyx yang akan menjaganya di luar.

Sasuke—nama pemuda itu mengangguk, membuat Sakura susah menelan ludahnya sendiri. 'Semua akan baik-baik saja,' batin Sakura meyakinkan.

Lagi, Sakura pun kembali melangkahkan kaki-kaki jenjangnya memasuki ruang tersebut. Kedua iris emerald miliknya bergerak-gerak gelisah, berusaha menilik setiap sudut ruangan yang ada. 'Semua akan baik-baik saja,' batinnya terus menerus.

BLAM!

Sakura tersentak kaget. 'Dia datang,' pikirnya takut. Ditolehkannya kepala Sakura ke arah pintu yang baru saja tertutup. Matanya menatap ngeri pada sosok yang kini sedang berdiri di dekat pintu itu.

Sosok itu, menyeringai.

"Mati …" desisnya tajam, membuat Sakura panik.

Secepat kilat, Sakura pun mulai melangkah menjauh dari sosok itu—berusaha menjaga jarak lebih tepatnya. Napasnya memburu ketika sosok itu terus mengejarnya. Walaupun langkahnya terseok-seok, namun hal itulah yang membuat Sakura semakin panik.

"Mati …" desis sosok itu, lagi.

Sakura terus berusaha menjauhi sosok itu. Sialnya, salah satu kakinya tersandung ujung kaki meja kayu di dalam ruang tersebut, membuatnya jatuh tersungkur. "Agh …" rintih Sakura menahan sakit di kedua lututnya. Sial—batin Sakura dalam hati.

Iris emerald Sakura semakin melebar kala dilihatnya sosok itu semakin mendekat ke arahnya. Tangannya yang panjang perlahan mulai terulur, berusaha menggapai Sakura.

"Mati …" desis sosok itu semakin mendekat, membuat tubuh Sakura menegang.

Grep!

Dalam sekali gerakkan sosok itu pun sudah mencekik leher Sakura. "Ugh …" rintih Sakura kembali menahan sakit kala kuku-kuku runcing itu perlahan mulai menembus kulit lehernya.

"Mati …"

»»» oOo «««

Sasuke yang melihat kejadian itu hanya bisa menggeram kesal. Ingin rasanya ia menerobos masuk ke dalam, tidak peduli pintu ruang itu akan hancur atau tidak. "Cih," decih Sasuke, mengepalkan tangannya.

'Sasuke!' sebuah suara tiba-tiba saja masuk menyeruak ke dalam indera pendengaran Sasuke. Membuat sang empunya nama menolehkan kepalanya ke arah sumber suara tersebut.

'Aku sudah menyiapkan segalanya,' ucap sosok itu yag tak lain dan tak bukan adalah Itachi, mendiang kakak Sasuke.

Sasuke memandang Itachi tajam. "Lalu sekarang aku harus apa?" tanya Sasuke tidak sabar.

'Cepat selamatkan Sakura dan segera bawa sosok itu keluar dari ruang ini," jawab Itachi penuh penekanan. 'Aku akan menunggumu dan juga Sakura di dekat tangga lantai empat ini.'

"…"

Tanpa harus membalas kata-kata Itachi, Sasuke pun segera melesat pergi—menyelamatkan Sakura. Ditendangnya pintu ruang biologi itu dengan keras oleh Sasuke. Dalam sekali hentakkan, pintu tersebut pun terbuka dengan kasarnya. "Sakura!"

.

.

"Mati …" desis sosok itu lagi, semakin mencekik kuat leher Sakura.

Sakura yang sudah tidak tahan akan perbuatan makhuk itu hanya bisa mendesah pelan. Sesekali ia merintih kesakitan akibat kuku-kuku panjang sosok tersebut. "Egh …" erang Sakura menahan sakit.

"Sakura!"
Sakura dapat dengan jelas mendengar suara itu. Suara baritone yang sudah sangat tidak asing di dalam indera pendengarannya. Iris emerald segera melirik sesaat ke arah sumber suara tersebut.

"Sa … suke …" ucap Sakura lirih.

Emerald-nya nampak terlihat sayu. Sekali lagi, Sakura berusaha meronta. "Em—agh!" sosok itu semakin mencekik leher Sakura saat Sakura hendak ingin mengatakan kata empat.

"Mati …" geram sosok itu semakin menjadi-jadi.

Sasuke yang melihat kejadian itu, dengan segera berlari ke arah Sakura. Dan—

BRAK!

Sosok itu terpelanting jauh ke arah samping. Sakura tersentak kaget karena tiba-tiba saja cekikan dari sosok itu tidak terasa lagi. Emerald yang semula terpejam, perlahan mulai terbuka.

"Sasuke?" ucap Sakura lirih sembari terus menahan rasa sakit di bagian lehernya.

Dengan cepat, Sasuke pun membantu Sakura berdiri. "Ayo," ucap Sasuke segera menarik kasar pergelangan tangan Sakura—membawanya pergi menjauh dari sosok itu.

Sakura menolehkan kepalanya ke arah sosok yang baru saja hendak membunuhnya. Iris matanya kembali membelalak lebar saat didapatinya sosok itu kini telah kembali berusaha mengejarnya. "Sa-Sasuke! Dia—"

"Itu bagus," ucap Sasuke datar memotong ucapan Sakura. Membuat Sakura mengernyitkan kedua alisnya bingung. "Kita harus bisa menggiring sosok itu keluar."

"…" mengerti akan ucapan Sasuke, Sakura pun hanya bisa menganggukan kepalanya pelan.

.

.

'Sasuke! Sakura!' pekik Itachi saat iris onyx-nya menangkap dua sosok manusia yang kini sedang berlari ke arahnya diikuti oleh sesosok arwah gadis pembenci angka empat.

"Itachi-nii!" balas Sakura seraya mempercepat langkah kakinya.

Langkah kaki kedua remaja itu terus menggema di koridor lantai empat tersebut, saling bersahut satu sama lain.

'Cepat kalian lewati garis itu,' ucap Itachi seraya menunjuk sebuah garis panjang membentang lebar di atas permukaan lantai koridor dekat tangga.

Sasuke dan Sakura segera menuruti ucapan Itachi. Dengan cepat, mereka pun segera melesatkan langkah-langkah kaki jenjang mereka melewati garis tersebut.

Tap!

Berhasil. Mereka berhasil melewati garis tersebut.

Setelah berhasil, ditolehkannya kepala Sasuke dan Sakura ke arah sosok yang saat ini tengah mengejar mereka. Iris onyx Sasuke menatap sosok itu datar, sangat berbeda dengan iris emerald Sakura yang nampak terlihat takut.

Sosok itu terus berjalan dengan langkah yang terseok-seok. Irisnya yang kelam memandang tajam sosok Sakura. "Mati …" desisnya tajam pada Sakura, membuat Sakura bergidik ngeri.

Tanpa sadar, Sakura semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Sasuke. Membuat Sasuke sedikit berjengit kaget.

"Mati …" sosok itu terus berdesis tajam.

'Sedikit lagi,' ucap Itachi memandang tajam sosok arwah gadis pembenci angka empat itu. Sasuke menolehkan tatapannya sekilas ke arah Itachi sebelum pada akhirnya ia juga ikut memandang tajam sosok yang saat ini tengah berjalan ke arahnya, Sakura, dan juga Itachi.

"Mati …"

Hanya tinggal beberapa langkah lagi, sosok bisa mencapai ke tempat dimana Sakura berada.

"Mati …"

Sakura menelan ludahnya takut-takut saat dirasakannya sosok itu semakin mendekat ke arahnya. Tangannya yang pucat terus berusaha menggapai tubuh Sakura.

Tap!

Berhasil. Sosok itu berhasil melewati garis itu, dan—

Wush—

Iris emerald Sakura kembali terbelalak lebar saat didapatinya sebuah empat lilin mengelilingi sosok gadis itu. Masing-masing lilin terletak di ujung garis sehingga membentuk sebuah pola persegi empat. Sakura baru menyadari bahwa garis itu adalah garis dengan bentuk persegi empat.

'Sekarang!' pekik Itachi membuat Sakura tersentak kaget.

Keempat lilin itu bersinar, menyembulkan sinar cahaya yang amat sangat menyilaukan. Dan dalam seketika, sebuah api kecil pun mulai muncul dari keempat lilin tersebut. Sulit dipercaya—

Sosok itu membelalakkan matanya kaget. Dalam sekejap, tubuhnya sudah terkunci di dalam garis berbentuk persegi empat itu. "Arrrgggh!" teriaknya kencang saat dirasakankannya api dari lilin tersebut menguar semakin besar.

Sakura membelalakan matanya tidak percaya. Api kecil itu—berubah menjadi besar, membelenggu sosok yang kini tengah ada di dalamnya. Sebuah kobaran yang sangat besar, namun terbatas. "I-Itachi-nii," ucap Sakura takut.

'Tidak apa. Api itu hanya akan melenyapkan sosok tersebut, tidak akan menghancurkan sekolah.' ucap Itachi seakan tahu apa yang sedang Sakura pikirkan.

Sakura menganggukkan kepalanya ragu.

"Arrrgggh!" sosok itu kembali berteriak kesakitan, membuat Sakura berjengit kaget dan kembali tanpa sadar memeluk lengan Sasuke. "Mati! Mati! Mati!" pekik sosok itu di tengah kobaran api yang semakin membesar.

Tangan putih pucat itu bergerak liar ke atas, meronta-ronta. Sasuke yang sedari tadi diam, hanya bisa menatap remeh sosok itu.

"Mati! Mati!" pekik sosok itu semakin keras. "Kalian harus mati!"

Sakura semakin menatap ngeri sosok itu. Entah kenapa, perasaannya menjadi tidak enak. Haruskah ia melakukan ini semua?—batinnya bertanya.

"Ayo pulang," ucap Sasuke tiba-tiba dengan nada datar. Itachi menganggukan kepalanya setuju.

"Ta-tapi" Sakura menatap takut ke arah sosok gadis pembenci angka empat itu. Sasuke menatap Sakura datar sedangkan Itachi menatap Sakura heran, "—bagaimana dengan dia?" Sakura menunjuk sosok itu. Sosok yang tubuhnya kini tengah diselubungi oleh api.

"MATI!"

"Biarkan dia," jawab Sasuke datar, "dia tidak akan bisa mengganggumu lagi."

"Tapi—" belum sempat Sakura melanjutkan kata-katanya, Sasuke sudah melengos pergi meninggalkannya. "—eh? Tunggu, Sasuke!" pekik Sakura, mengikuti langkah kaki Sasuke yang sudah mulai menuruni anak tangga.

"ARGGHH! MATI!" tanpa disadari oleh Sakura, Sasuke, maupun Itachi. Sosok itu kembali memandang punggung Sakura tajam.

Perlahan namun pasti, tangan putih pucat itu mulai terjulur ke arah punggung Sakura. Melewati perbatasan garis yang seharusnya tidak bisa ia lewati. Sosok itu pun menyeringai dan kembali berdesis tajam, "mati …"

»»» oOo «««

Tubuh Sakura tiba-tiba menegang saat dirasakannya sesuatu yang dingin tengah menyentuh punggungnya, membuatnya sedikit bergidik. Ditolehkannya kepala bersurai merah muda itu secara cepat ke arah belakang. Dan—

Deg!

Kedua iris emerald itu kembali terbelalak saat tatapannya menangkap sosok yang terkurung itu sedang menjulurkan tangannya ke arah Sakura. Dia … menyeringai.

"Ah?" dalam sekejap, tangan kurus berwarna putih pucat itu pun sudah mendorong tubuh Sakura. "Mati …" desis sosok itu menatap Sakura tajam.

Sulit sekali rasanya untuk berteriak bagi Sakura. Tubuhnya hilang keseimbangan. Ia akan jatuh, jatuh dan mati. Itulah yang Sakura pikirkan untuk saat ini.

"Mati …" desis sosok itu keras, membuat Sasuke dan Itachi menolehkan kepalanya ke belakang.

Iris onyx Sasuke dan Itachi terbelalak lebar saat didapatinya tubuh Sakura tengah kehilangan keseimbangan tepat di ujung tangga lantai empat itu.

"SAKURA!" pekik Sasuke dan Itachi bersamaan. Sasuke segera berlari ke arah Sakura—berusaha menopang tubuh gadis itu agar ia tidak terjatuh. Dengan gerakan yang sangat cekatan, Sasuke pun segera menangkap tubuh Sakura dari belakang.

Sakura memejamkan matanya takut. Aku akan jatuh—batinnya terus berkata.

Hup!

Sakura meringis takut. Tidak ada perasaan sakit sedikit pun di sekujur tubuhnya. Perlahan, dia pun mulai membuka kedua kelopak matanya. Hal pertama yang ia liat adalah iris onyx yang sedang menatapnya dalam.

"Sa-Sasuke?" ucap Sakura kaget.

Sasuke segera mengalihkan pandangannya tajam ke arah sosok yang barus saja mendorong tubuh Sakura. Sosok itu semakin berteriak histeris. Kobaran api yang membakar tubuhnya semakin besar. Perlahan namun pasti, sosok itu pun mulai berubah menjadi butiran-butiran abu. "Arrrghh!" teriakkan itu semakin menghilang.

Sakura memandang sosok itu dengan tatapan tidak percaya. Sedangkan Itachi dan Sasuke hanya menatap kejadian itu dengan pandangan datar. Sesekali juga Sasuke menggeram kesal.

Kobaran api itu pun perlahan mulai menghilang, sama sekali tidak meninggalkan jejak apapun. Sungguh ajaib, bukan?

"Aa …" Sakura bergumam pelan. Sungguh ini adalah kejadian paling buruk yang pernah ia alami selama masa hidupnya.

'Kau tidak apa-apa, Sakura-chan?' tanya Itachi pada Sakura.

Sakura menganggukkan kepalanya pelan selagi Sasuke menurunkan tubuhnya secara perlahan. "Terima kasih," ucap Sakura merona.

"Hn."

"…"

"…"

"…"

'Ehm!' Itachi berdehem pelan saat dirasakannya suasana mulai canggung. 'Sasuke, sudah malam. Sebaiknya kita segera mengantar Sakura pulang.'

Sasuke menolehkan kepalanya ke arah Itachi seraya mendengus pelan, "hn."

.

.

"Terima kasih sudah mengantarku pulang, Sasuke, Itachi-nii." Sakura membungkukkan tubuhnya sopan seraya tersenyum lembut.

'Sama-sama, Sakura-chan!' balas Itachi ceria.

Sakura menganggukan kepalannya pelan. "Baiklah kalau begitu, aku masuk dulu," ucap Sakura seraya melambai-lambaikan tangannya ke arah Itachi dan Sasuke.

"Hn," balas Sasuke datar.

Setelah mendengar balasan dari Sasuke, Sakura pun segera melangkahkan kakiknya bergegas masuk ke dalam rumahnya.

"Sakura!" panggil Sasuke saat Sakura hendak memutar kenop pintu utama kediamannya rumahnya.

Merasa terpanggil, Sakura segera menolehkan kepalanya ke arah Sasuke. Iris emerald-nya menatap Sasuke bingung. "Ada apa?" tanya Sakura pada Sasuke.

"…"

"…"

"Besok kujemput kau jam setengah tujuh pagi," ucap Sasuke memandang Sakura datar, membuat Sakura membelalakan matanya tidak percaya.

"E-eh?" ucap Sakura tidak percaya.

"Hn," balas Sasuke datar. Kemudian segera melengos pergi meninggalkan kediaman keluarga Haruno.

Itachi yang melihat kejadian itu hanya bisa terkekeh pelan, 'Sampai jumpa besok, Sakura-chan.'

"Aa, sa-sampai jumpai besok, Itachi-nii …" balas Sakura kikuk, "… juga Sasuke," lanjutnya dengan suara pelan dengan rona wajah yang memerah.

.

.

'Jadi, kapan kau akan memberitahukan perihal mengenai hubungan sebenarnya antara dirimu dengan Sakura?' tanya Itachi dengan raut wajah menggoda, membuat Sasuke sedikit salah tingkah.

"Bukan urusanmu, Baka-Aniki!" Balas Sasuke tajam, membuat Itachi semakin senang menggoda Sasuke.

'Jangan ditunda-tunda lagi,'ucap Itachi menatap Sasuke lembut, 'atau kau akan menyesal.'

Sasuke melotot kesal ke arah Itachi. Sambil mendengus kesal, ia pun berkata, "berisik!" Dan hal itu semakin membuat Itachi terkekeh kencang.

"…"

"…"

"Aku—" Sasuke berucap pelan, membuat Itachi mengernyitkan kedua alisnya heran, "—akan memberitahunya di waktu yang pas," lanjut Sasuke tersenyum kecil.

Itachi yang mendengar ucapan Sasuke hanya bisa tersenyum lembut seraya memandang Sasuke dengan tatapan penuh arti. 'Kau sudah besar, ya, Sasu-chan,' goda Itachi mengarahkan salah satu telunjuknya ke arah kening Sasuke.

Sasuke yang kaget akan perlakuan Itachi hanya bisa mendengus kesal. "Baka Aniki!" desisnya pelan, membuat Itachi kembali tersenyum penuh arti.

Suatu saat …

Ya, suatu saat. Aku akan mengatakan semuanya. Semuanyahanya kepadamu.

Karena kau adalah orang yang sangat penting untukku.

Sakura …

End

Jaraaam ~~~ #dikemplang x_x ini apa? kenapa aneh begini ceritanya? *efek frustasi karena kena wb* endingnya enggak banget sumpah =…= nyoo mizone~ maapkan daku karena fic requestmu jadi ancur gak karuan gini *terbang ke surga(?)*

Akhir kata mind to review and concrit ? T_T

Omake :

"Sakura!" pekik Ino saat jam istirahat. Kedua iris aquamarine-nya menatap Sakura penuh dengan pandangan curiga.

"Kau—" tudingnya tepat di depan hidung Sakura, membuat Sakura mengernyitkan kedua alisnya heran sekaligus kaget. "—ada hubungan apa dengan Uchiha Sasuke?!" tanya Ino menuntut.

"Hah?" Sakura berucap tidak mengerti.

Ino mendengus kesal. "Kautahu? Akhir-akhir ini kau selalu terlihat sedang dekat dengannya!" ucap Ino dengan nada agak kesal karena Sakura tidak pernah membicarakan perihal mengenai hubungan kedekatannya dengan sang pangeran sekolah—Uchiha Sasuke.

Sakura menghela napas panjang, "Jadi, kau cemburu, eh?" goda Sakura sukses membuat wajah Ino dipenuhi oleh rona memerah.

"Tidak!" jawab Ino lantang, membuat Sakura terbelalak kaget. "Aku sebal karena kau tidak pernah bercerita apapun kepadaku mengenai kedekatan kalian berdua." Ino mengembungkan mulutnya kesal.

Sakura terkekeh pelan mendengar ucapan Ino. "Aku tidak dekat dengannya Ino," ucap Sakura pelan.

"Dulu! Bukan sekarang," balas Ino tidak mau kalah. "Oh, ayolah, Sakura, kau tidak perlu menutup-nutupi semuanya dariku."

"Baiklah, baiklah, akhir-akhir memang kami terlihat begitu dekat," ucap Sakura mendengus kesal. "Dia selalu mengantar jemputku saat akan berangkat ataupun pulang sekolah," lanjut Sakura membuat kedua iris aquamarine Ino membelalak lebar.

Sungguh sulit dipercaya. Bagaimana mungkin Sakura yang pendiam, tidak peduli dengan orang-orang sekitar bisa dekat seorang Uchiha Sasuke yang dingin dan terkenal?

"Kau—yakin?" tanya Ino masih tidak percaya. Sakura menganggukkan kepalanya pelan sebagai sebuah jawaban.

"Dia pasti menyukaimu!" pekik Ino seraya menggebrak meja yang ada di hadapan Sakura, membuat semua mata menatap ke arahnya dengan pandangan penuh tanya.

Sakura mencibir, "itu tidak mungkin."

"Mungkin!"

"Tidak."

"Mungkin!"

"Tidak."

"Tidak!"

"Mungkin. Hei—" pekik Sakura tidak terima.

"Ayo kita bertaruh!" Ino menatap Sakura dengan pandangan antusias. "Aku yakin dia menyukaimu, dan tidak lama lagi kalian akan menjadi sepasang kekasih!"

"Apa, sih, Ino!" Sakura membuang wajah malu, membuat Ino menyeringai karenannya. "Sudahlah, aku mau ke kantin," ucap Sakura seraya beranjak dari tempat duduknya dengan cepat.

Ino mendelik kesal, "Eh? Forehead! Tunggu—" Ino berusaha mengejar Sakura.

Dan adu mulut di antara kedua sahabat itu pun masih terus berlanjut. Tentang hubungan Sakura dan Sasuke? Biarlah waktu yang menjawabnya dan biarkan kedua sahabat itu berdebat dengan asumsi-asumsi masing-masing.

Kalau kau memang yang ditakdirkan untukku, aku tidak akan menolaknya. Karena aku yakin, takdir yang telah ditorehkan kepadaku adalah takdir yang membahagiakan. Baik atau buruk, aku pasti bisa melaluinya.

Special thanks for :

Asakura Ayaka, ricky nursidiq, karikazuka, fuchaoife, FuRaHeart, Mizuira Kumiko, Aika Yuki-chan, fynlicht, hoshino kumiko, Kereyreikha, yukarindha yoshikuni, Ay, Tsurugi De Lelouch, Cha KriMoFe Doujinshi, Kuromi no Sora, Momo Haruyuki, Berlian Cahyadi, sherlock holmes, Hira-kun, Ricchu, Ita Purwanti, Magician cherry, Ame Yura-chan, FairyLucyka, Uchiha Michiko-chan 'Elf, ianichi, selenavella, mr xxx, Sora kamamichi, Uchinacchan, MiuRaiNa, Guest, uniquegals, Shin Ryecchan, and Diella NadiLa :D