Empat

Percayakah kau bahwa angka empat adalah sebuah angka yang berhubungan dengan kesialan?

Angka yang berhubungan dengan kematian?

.

Jika iya, jawablah iya

Jika tidak, maka jawablah tidak

.

Empat

Adalah sebuah angka yang memiliki banyak arti dan misteri

Lantai empat, ruang empat, jam empat, pada anak tangga keempat …

Empat hal yang menjadi suatu mitos

.

Percayakah kau pada suatu keajaiban?

Misteri dan Keajaiban

Mungkin kau akan menemuinya pada saat bersamaan


Naruto © Masashi Kishimoto

2012©

.

.

Empat

Warning : Alternative Universe, Out Of Character, TwoShot, Typo, etc.

DON'T LIKE? DON'T READ!

Enjoy Reading

Memiliki suatu kelebihan yang tidak sepenuhnya dimiliki oleh setiap orang merupakan sesuatu yang patut untuk dibanggakan. Namun, hal ini tidak berlaku untuk seorang gadis bersurai merah muda yang kini sedang menatap halaman sekolah dari balik jendela dengan malas. Kelebihannya, sama sekali tidak patut dibanggakan. Biarpun banyak orang yang mengatakan bahwa itu adalah sesuatu hal yang hebat, namun baginya itu adalah sebuah kesialan. Dapat melihat suatu hal yang merupakan di luar nalar manusia? Bagi Sakura itu adalah sesuatu yang menakutkan dan mengerikan.

"Melihat sesuatu lagi, eh?" tanya seorang gadis blonde yang tiba-tiba saja mengejutkan Sakura dengan cara menepuk bahunya.

Sakura terperanjak kaget, "Ino!" pekiknya kencang membuat beberapa orang-orang di sekitarnya menatapnya heran. Sakura mendengus sebal saat melihat Ino tengah terkikik geli. "Aku tidak lihat apa-apa," ucap Sakura sembari memalingkan wajahnya ke arah halaman sekolah kembali.

"Souka." Ino ikut mengalihkan pandangannya ke arah halaman sekolah. Iris aquamarine-nya menatap lekat suatu objek di pinggir lapangan. Alisnya mengernyit bingung. "Uchiha Sasuke, eh?" ucapnya pada Sakura.

"…" tidak ada tanggapan.

Ino mengedus sebal, "Jadi, selama ini diam-diam Haruno Sakura menyukai Uchiha Sasuke, eh?" bisik Ino pada Sakura, membuat Sakura kembali terperanjat kaget.

"Ha?" ucap Sakura mengalihkan perhatian sepenuhnya pada Ino. "Apa-apaan kau?" tanya Sakura pada Ino seraya mendelik tajam. Ino terkekeh geli.

"Oh, ayolah, Sakura-chan, kau tidak perlu malu padaku!" pekik Ino menepuk-nepuk pelan bahu Sakura.

Sakura memutar bola mata bosan, "Bukan dia yang sedang aku lihat, Ino-pig!" ucap Sakura menekankan nama Ino pada kalimatnya.

Ino mengernyit bingung, "Lalu, siapa?" tanyanya kembali pada Sakura.

Iris emerald Sakura kembali memandang lurus ke arah halaman sekolah tersebut. Dahinya berkerut seperti orang yang tengah memikirkan sesuatu. "Sosok yang ada di belakang si Uchiha itu," jawab Sakura sembari mengarahkan jari telunjuknya ke arah Sasuke—lebih tepatnya pada sosok yang ada di belakang Sasuke.

Ino bergidik ngeri saat mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Sakura. Ino adalah sahabat Sakura sejak kecil. Dia mengetahui segala sifat dan seluk-beluk tentang Sakura. Ia juga mengetahui rahasia Sakura yang sejak dulu ia pendam sendiri—dapat melihat sesuatu yang tidak dapat dilihat oleh orang-orang biasa tentunya. Keahlian itu memang sudah bersarang dalam diri Sakura sejak ia dilahirkan. Ino pun mengetahui hal itu dari orang tua Sakura. Terkadang, Ino berpikir 'Tidakkah Sakura takut akan kemampuannya?'. Tapi, biarpun begitu Ino tetap saja peduli dengan Sakura. Karena baginya, Sakura adalah terbaiknya seumur hidup.

"Katanya kau tidak lihat apa-apa!" pekik Ino menatap horror Sakura. Sakura yang mendengar pekikkan Ino hanya bisa mengendikkan bahu sesaat.

.

.

"Kau tahu tentang empat mitos sekolah ini, Sakura?" tanya Ino yang saat ini sedang mempersiapkan buku-buku serta alat tulis untuk pelajaran selanjutnya. Karena sistem pelajaran di Konoha High School adalah moving class, maka pada setiap pelajaran, Ino dan Sakura diharuskan untuk pindah kelas.

Sakura menatap Ino sejenak setelah selesai dengan persiapan pelajaran selanjutnya, "Tidak."

Ino menghela napas panjang, "Kau ini bagaimana, sih? Sudah dua tahun sekolah di sini tapi tidak tahu apa-apa tentang mitos-mitos atau gosip-gosip yang beredar di sekolah ini," dengus Ino seraya mengambil kotak pensilnya. "Ayo," ajaknya pada Sakura.

Sakura mengikuti langkah Ino dari belakang saat hendak keluar kelas. "Karena aku tidak tertarik, Ino-pig," balasnya terhadap kata-kata Ino.

Ino membalikkan tubuhnya ke arah Sakura. "Yakin?" tanya Ino menatap Sakura dengan pandangan menggoda, membuat Sakura bergidik ngeri.

"Berhentilah memandangku seperti itu, Ino baka buta!" desis Sakura pada Ino yang saat ini tengah menyeringai ke arahnya.

Ino tertawa renyah, "Oh, ayolah, Forehead, aku yakin kau akan menyukai mitos ini." Ino kembali melanjutkan langkahnya di samping Sakura.

"Empat mitos yang menjadi gosip di sekolah ini. Lantai empat, ruang empat, jam empat, pada anak tangga keempat," ucap Ino seraya menunjukkan keempat jari-jari tangan kanannya. "Lantai empat, adalah tempat paling angker di sekolah ini," lanjut Ino membuat Sakura mengernyitkan alisnya bingung.

"Kenapa cuma lantai empat?" tanya Sakura penasaran. Ino terkekeh geli mendengar pertanyaan yang keluar secara langsung dari mulut Sahabatnya. "Sudah kubilang kau akan menyukai ini," katanya menepuk-menepuk punggung Sakura. Sedangkan Sakura hanya bisa merutuki kebodohannya karena dia sudah terbawa oleh cerita Ino.

"Katanya, sih, di situ pernah terjadi aksi bunuh diri yang dilakukan oleh seorang siswi di sekolah ini," jawab Ino kembali menerawang ingatan-ingatan yang ia punya tentang mitos tersebut. "Lebih tepatnya, kejadian itu terjadi di ruang keempat dari arah anak tangga menuju lantai empat."

"Ruang biologi, eh?" celetuk Sakura mengingat-ingat nama serta posisi tiap ruangan kelas yang ada di lantai empat.

Ino menganggukan kepalanya antusias. "Katanya, setiap jam empat sore setiap pulang sekolah, arwah siswi itu selalu menampakkan dirinya di sana!"

Sakura termenung sejenak. Pikirannya kembali melayang pada kejadian dua hari lalu saat ia tengah berjalan di lantai tiga. Saat hendak pergi ke ruang seni rupa untuk menaruh beberapa tugas karyanya yang sempat tertunda, ia melihat seorang siswi sedang duduk termenung di anak tangga keempat pada undakkan tangga menuju lantai empat. Wajahnya tidak terlihat jelas, namun Sakura dapat menangkap gelagat siswi tersebut. Sepertinya, ia sedang bersedih.

"—ra."

"—ura."

"Saku—ra!" pekik Ino menggelegar di lorong sekolah yang tengah mereka lewati.

Sakura tersentak kaget. Ditatapnya Ino dengan pandangan tajam.

"Kau ,kenapa melamun?" tanya Ino tanpa memperdulikan delikan yang diberikan Sakura kepada dirinya. Sakura menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. "Tidak. Hanya saja … sepertinya aku pernah melihat siswi itu," jawab Sakura memandang lurus ke depan.

"Hah?" kata Ino kaget. "B-bagaimana wajahnya? Cantik atau buruk? Atau apa dia jahat? A-atau dia—"

"Aku tidak lihat wajahnya," potong Sakura cepat.

Ino terdiam. Sesungguhnya ia paling takut dengan hal-hal yang berbau horror seperti itu. Oleh sebab itu, ia tidak ingin menanyakan hal lebih detailnya pada Sakura.

Mereka berjalan dalam keadaan hening. Tidak ada satu pun diantara mereka yang ingin membuka percakapan kembali. Tujuan mereka saat ini adalah kelas biologi, kelas yang baru saja menjadi perbincangan mereka. Ino meneguk ludahnya sesaat saat melihat undakkan-undakkan anak tangga menuju lantai empat.

"Hei, Sakura—" panggil Ino pelan.

"Lewati anak tangga keempat itu," potong Sakura dengan suara pelan. Iris emerald-nya kembali menangkap sosok itu lagi, seorang siswi yang tengah termenung seraya menundukkan wajahnya sehingga wajahnya tidak terlihat karena helaian-helaian rambut panjangnya menutupinya.

Ino menolehkan kepalanya ke arah Sakura. Iris aquamarine-nya menangkap adanya kejanggalan pada ekspresi Sakura.

"Ayo," ajak Sakura menarik tangan Ino.

Satu …

Dua …

Tiga …

Lima …

Bulu kuduk Ino meremang. Ditolehkannya kepalanya ke arah anak tangga keempat yang baru saja ia lompati. Kosong …

Tidak ada siapapun di sana. Dengan segera, Sakura kembali menarik tangan Ino karena ia merasakan suatu perasaan aneh di sana. Sebuah perasaan takut—entahlah. Yang jelas ia tidak ingin berdiam diri lama-lama di tempat itu. 'Firasatku tidak enak.'

Di sisi lain, saat Sakura dan Ino sudah pergi meninggalkan tempat itu. Sosok itu menolehkan kepalanya ke arah belakang—tempat Sakura dan Ino berdiri tadi. Sosok itu, tersenyum sinis.

»»» oOo «««

"Teme!" pekik seorang anak laki-laki berambut pirang di lorong kelas yang sepi. Jam pelajaran sekolah telah berakhir sejak setengah jam yang lalu. "Kau mau kemana?"

"Hn, bisakah kau berhenti memanggilku 'Teme', Naruto-dobe?" bukannya menjawab, sang anak laki-laki itu malah balik bertanya sinis kepada seseorang anak laki-laki yang diketahui bernama Naruto.

"Oh, baiklah, baiklah, Sasuke-teme!" balas Naruto sembari menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya. "Jadi, kau mau kemana?" tanyanya lagi.

"Cih," dengus Sasuke sebal, "aku ada urusan, sebaiknya kau pulang duluan."

"Eh? Urusan apa?" tanya Naruto penasaran.

Sasuke kembali melanjutkan langkahnya, meninggalkan Naruto. "Ada beberapa tugas yang harus kuselesaikan hari ini di ruang perpustakaan," jawabnya datar.

"Souka! Kalau begitu sampai jumpa besok, Teme!" balas Naruto berteriak seraya melambai-lambaikan tangannya ke arah Sasuke yang semakin melangkah kakinya menjauh dari tempat Naruto.

.

.

"Menyebalkan!" dengus Sakura sebal seraya terus melangkahkan kakinya cepat di lorong kelas yang sepi tersebut. "Kenapa harus tertinggal di ruang biologi, sih!" gerutunya merutuki kebodohannya sendiri.

Tap … Tap … Tap …

Bunyi suara langkah kaki Sakura bergema di sepenjang lorong sepi itu, membuat suasana yang seharusnya tenang menjadi berisik.

Wush

Sebuah angin dingin tiba-tiba saja menerpa lembut kulit wajah Sakura. Membuat ia sedikit bergidik karenanya. Ditolehkannya kepalanya ke arah belakang, mencoba mencari tahu sesuatu yang sedari tadi membuat hatinya tidak tenang.

Kosong …

Tidak ada siapapun …

Lorong itu sepi. Tidak ada siapapun di sana kecuali Sakura. Ya, kecuali Sakura.

Mendadak, Sakura kembali teringat akan cerita Ino; ruang biologi, lantai empat, jam empat, pada anak tangga keempat. Digeleng-gelengkannya pelan kepala Sakura, berusaha menepis semua sugesti negative yang ada di dalam pikirannya. 'Semuanya akan baik-baik saja,' pikirnya positive.

Tap … Tap … Tap …

Bruuk!

"Ah!" pekik Sakura saat melewati pertigaan lorong menuju ruang perpustakaan. "M-maaf …" ucap Sakura seraya mengusap-usap bokongnya yang terasa nyeri karena terjatuh.

Mata Sakura terbelalak saat menyadari sebuah tangan kini tengah terulur ke arahnya, membuat gadis bersurai merah muda itu mendongakkan kepalanya cepat. Iris emerald itu kembali melebar saat melihat siapakah orang yang tengah mencoba membantunya berdiri. 'Uchiha?' batinnya berucap.

Diraihnya uluran tangan kekar itu tanpa ragu oleh Sakura. "Terima kasih," ucapnya pada Uchiha Sasuke; sosok pangeran sekolah yang selalu menjadi bulan-bulanan informasi klub mading. Kaya, pintar, tampan, dan juga memiliki kharisma serta daya tarik tersendiri. Biarpun banyak yang mengatakan bahwa ia adalah pangeran yang dingin, namun hal itu tidaklah menyurutkan eksistensi para fans-girlnya. Sungguh, Sakura tak habis pikir bagaimana bisa ia bisa berhadapan secara langsung dengan seorang Uchiha seperti ini?

"Hn," balas Sasuke datar. Iris Sakura kembali melebar kaget saat didapatinya sesosok yang baru saja ia lihat di siang hari kembali menampakkan wujudnya. Sosok seorang laki-laki yang selalu mengikuti Sasuke kemana pun dan dimana pun yang Sakura tahu.

Sakura mundur satu langkah saat didapatinya sosok itu tengah tersenyum ke arahnya. Membuat Sasuke mengernyitkan alis heran.

"Kau kenapa?" tanya Sasuke pada Sakura.

Dengan segera, Sakura kembali memalingkan pandangannya ke arah Sasuke. "E-eh? tidak apa-apa," jawabnya berdusta.

Sasuke manatap Sakura curiga, membuat Sakura salah tingkah. "Kau bisa melihatnya?" tanya Sasuke kembali pada Sakura.

"Ha?"

"Hn,"

"A-apa maksudmu?" tanya Sakura salah tingkah.

Sasuke menatap Sakura intens. "Kakakku," ucap Sasuke datar semakin membuat Sakura bingung. "Kau, bisa lihat kakakku?"

Sontak mata Sakura melebar saat mendengar pertanyaan Sasuke. Apa Sasuke juga bisa melihatnya?—Batinnya bertanya dalam hati. Sakura mengangguk-anggukan kepalanya cepat. Ia tidak sanggup menjawab apa-apa.

Sasuke mendengus sesaat sebelum pergi meninggalkan Sakura. Membuat Sakura mengernyitkan alisnya bingung. Sakura mengendikkan bahunya tidak peduli saat melihat kepergian Sasuke. "Dasar pangeran es," gumamnya pelan.

Teringat akan sesuatu, Sakura pun segera berteriak kencang, "Ah! Bukuku!" pekiknya seraya berlari ke arah tangga menuju lantai empat.

.

.

Sasuke menghentikan langkahnya sejenak saat mendengar seruan kencang dari sesosok gadis yang baru saja ia temui.

'Dia menuju lantai empat, lho,' seru sosok yang kini tengah berdiri tegak di samping Sasuke. Sasuke mengernyitkan alisnya saat mendengar penuturan sosok tersebut yang tidak lain dan tidak bukan adalah kakaknya—Uchiha Itachi yang sudah tiada sejak dua tahun lalu.

"Apa peduliku?" tanya Sasuke datar pada sosok tersebut.

Itachi mendengus saat mendengar pertanyaan sang adik. 'Sesuatu yang buruk akan terjadi padanya, kurasa.'

Sasuke menatap Itachi dengan pandangan datar. "Itu bukan urusanku, Baka-aniki."

Itachi mendelik saat mendengar balasan ucapan dari sang adik. 'Kau akan menyesal. Dia adalah gadis yang istimewa,' ucap Itachi menatap Sasuke dengan pandangan serius.

Sasuke kembali mendengus saat mendengar kata-kata Itachi. Sejujurnya, ia juga tahu kalau Sakura adalah gadis yang istimewa—ralat! sangat istimewa. Bukan karena kelebihannya yang membuatnya istimewa, tidak, bukan itu. Lalu apa? entahlah, Sasuke juga malas mengakui dan memikirkannya. Yang terpenting untuknya saat ini adalah segera menyelesaikan dan mengumpulkan tugas-tugasnya pada hari ini juga.

"Hn," balas Sasuke terhadap kata-kata Itachi.

»»» oOo «««

Sakura melangkahkan kaki-kaki jenjangnya dengan cepat. Hari sudah semakin sore dan hal itu membuat Sakura semakin mengumpat kesal. 'Ckk, pasti aku akan kena marah Kaa-san,' rutuknya dalam hati.

Tangga menuju lantai empat …

Langkah Sakura mendadak terhenti saat melihat tangga itu. 'Sekarang bukan jam empat, kan? Ino bilang kejadian itu terjadi setiap pukul empat. Sedangkan sekarang? Sudah hampir jam setengah lima.' Sakura mendesah lega.

Sejujurnya, biarpun ia sering melihat hal-hal aneh tapi tetap saja hal itu membuat hatinya sedikit menjadi lebih was-was. Pasalnya tidak semua makhluk yang ia temui adalah makhluk yang baik. Oleh sebab itu, ia juga harus lebih berhati-hati.

Perlahan namun pasti, Sakura kembali menaiki deretan anak tangga itu satu persatu. Seketika, hawa di sekitar Sakura berubah menjadi dingin saat ia menapaki salah satu kakinya pada anak tangga pertama.

Satu …

Langkahnya sangat pelan, entah kenapa kali ini ia merasa takut. Karena suasana ia ia rasakan seakan-akan ingin mencekiknya secara perlahan. 'Tidak, itu hanya sebuah sugesti negative,' batin Sakura berucap.

Dua …

Angin dingin itu semakin cepat membelai tengkuk Sakura, membuat gadis bersurai merah muda dengan iris emerald itu bergidik. 'Tidak, semua akan baik-baik saja'

Entah kenapa, hatinya mulai tidak tenang. Ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi. Haruskah ia kembali tanpa harus mengambil buku miliknya? Tidak, tidak, itu tidak mungkin karena butuh buku itu untuk mengerjakan sebuah tugas yang harus dikumpukan esok hari.

Tiga …

"Semua akan baik-baik saja. Itu hanyalah sebuah mitos," gumam Sakura pelan. Keringat panas dingin mulai mengucur di salah satu sudut pelipisnya. Raut wajahnya nampak ragu-ragu untuk melanjutkan langkahnya.

Emp—

Deg!

Langkah kaki Sakura terhenti sebelum ia berhasil menapakkan telapak kakinya pada anak tangga keempat. Iris emeraldnya bersirobok dengan iris mata tanpa pupil itu. Seluruh isi matanya berwarna hitam, membuat Sakura memekik kecil.

Sosok itu, tersenyum sinis ke arah Sakura. Membuat tubuh Sakura sedikit bergetar. Ia ingin berteriak namun sesuatu seperti menganjal tenggorokannya membuat ia hanya bisa bungkam tanpa suara.

Lima …

Dengan langkah cepat, Sakura segera melewati anak tangga keempat itu dan segera pergi berlari meninggalkan tempat itu.

.

.

Tap … Tap … Tap …

Sakura berlari dengan napas yang memburu. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Apa-apaan mahkluk tadi? Menyeramkan!—pikir Sakura bergidik ngeri.

Langkah kaki Sakura terhenti tepat di depan ruang biologi. Dibukanya kenop pintu ruang tersebut dengan perlahan, menimbulkan suara berderit yang mampu membuat siapapun yang mendengarnya bergidik ngeri. Sakura meneguk ludahnya sesaat sebelum ia memasuki ruang tersebut.

Sepi …

Tidak ada siapapun di sana. Ruangan itu itu dingin dan gelap. Dengan yakin, Sakura kembali melangkahkan kaki-kaki jenjangnya memasuki ruang tersebut. Ia berjalan ke arah meja yang letaknya ada di tengah ruang tersebut. Seingatnya, ia menyimpan buku miliknya di kolong meja tersebut.

Ia membungkukkan sedikit tubuhnya agar ia dapat melihat dengan leluasa isi kolong tersebut. Iris emeraldnya menelusuri sudut-sudut kolong tersebut dengan telaten. Senyuman tipis kini terpatri di wajah Sakura saat ia telah berhasil menemukan bukunya.

Menghela napas lega ia pun segera menyambar buku itu secepat kilat.

Brak!

Mata Sakura terbelalak lebar saat dilihatnya pintu ruangan itu tertutup dengan sendirinya. Jantungnya berpacu lebih cepat. Dengan segera, ia berlari ke arah pintu tersebut—berusaha membuka pintu tersebut.

Tidak bisa. Tidak bisa. Tidak bisa.

Pintu itu tidak bisa dibuka, seperti ada seseorang yang dengan sengaja menguncinya.

"Halo? Apakah ada orang di luar?!" teriak Sakura berusaha menggebrak-gebrak pintu tersebut. Entah kenapa, perasaan sungguh tidak tenang untuk saat ini. Hatinya mengatakan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi padanya.

Keringat mulai meluncur deras dari setiap tubuhnya. Ia takut. Ya, ia takut.

Ditolehkannya kepala bersurai merah muda itu ke arah belakang, berusaha mencari sesuatu yang mungkin dapat membantunya untuk membuka pintu ini.

Deg …

Lagi. Sosok itu lagi. Sakura lihat sosok itu lagi. Sakura memundurkan langkahnya takut-takut.

Sosok itu tengah menundukkan kepalanya di sudut ruangan di depan kelas. Rambutnya yang panjang bergelayut menutup semua wajahnya. Kulitnya yang pucat, serta tubuhnya yang kurus. Sakura meneguk ludah takut.

Sosok ini jahat! Batinnya memperingatkan. Aura yang ia pancarkan begitu dingin, sangat berbeda dengan sosok-sosok penghuni sekolah lainnya yang sering Sakura temui.

Melihat tingkah Sakura yang ketakutan, sosok itu pun segera mendongakkan kepalanya secara mendadak. Membuat Sakura berjengit menahan suara teriakan. Buku yang ia genggam kini nampak terlihat berantakkan karena genggaman tangan Sakura yang terlalu kuat. "Aaa …" ucap Sakura pelan karena ia tidak bisa mengeluarkan suaranya.

Sakura semakin memundurkan langkahnya saat mendapati sosok itu tengah berjalan ke arahnya dengan langkah lunglai. Gerakan demi gerakan yang sosok itu lakukan membuat Sakura harus menahan napas takut. Ia tidak pernah bertemu makhluk seperti ini sebelumnya.

Sosok itu menyeringai. Wajahnya yang pucat, matanya yang hitam, mulutnya yang sobek membuat Sakura bergidik ngeri. Poni rambutnya tersingkap, memperlihatkan sebuah luka busuk di sana.

"M-mau apa kau?" tanya Sakura dengan suara tercekat.

Sosok itu semakin mendekat, tangannya bergelayut di kedua tubuhnya. "Sa … ku … ra …" desisnya tajam, membuat Sakura kaget. Bagaimana ia bisa tahu namanya?

"Mati …" bisiknya pelan. Sakura semakin panik. Ia menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, berusaha mencari sesuatu yang dapat menolongnya. Pandangnya tersapu ke arah bagian belakang ruang tersebut. Sebuah patung tengkorak bertengger apik di sana. Secepat kilat Sakura berlari ke arah patung itu, melemparnya ke arah sosok yang sedari tadi mengejarnya.

BRAK!

Bunyi bedebam keras ditimbulkan oleh patung itu. Sakura menatap horror sosok yang terus berusaha mengejarnya itu.

"Mati …" desis sosok itu tajam seraya menjulurkan tangannya ke arah Sakura, membuat Sakura berteriak histeris.

"KYAAAAAAAA!"

»»» oOo «««

Sasuke menghentikkan kegiatannya sejenak saat dirasakannya indera pendengaran miliknya menangkap sebuah suara teriakan. Dahinya berkerut.

'Lihat, dia dalam bahaya, Baka-otouto.' Itachi berucap dengan nada serius. Sasuke segera bangkit dari bangkunya. Tugas yang seharusnya ia selesaikan sekarang sepertinya akan tertunda.

Tanpa perlu berpikir lagi, Sasuke segera pergi berlari ke arah sumber suara yang baru saja ia dengar. Hatinya mencelos saat mengingat bahwa suara teriakan itu adalah suara teriakan Sakura.

"Cih," decihnya sebal seraya terus berlari.

'Dia tidak akan melepaskan Sakura,' ucap Itachi pada Sasuke yang kini tengah sibuk berlari ke arah lantai empat.

Sasuke mendelik ke arah Itachi. "Itu tidak akan terjadi karena aku tidak akan membiarkannya," balas Sasuke datar, membuat Itachi mau tak mau harus menyunggingkan kedua sudut bibirnya ke atas.

.

.

Tubuh Sakura bergetar hebat. Buku yang sedari ia pegang sudah jatuh entah kemana. Sosok itu kembali mengulurkan tangannya ke arah Sakura, seperti hendak ingin menerkamnya. Sakura terpojok, ia tidak bisa lari kemana-mana lagi. Peluh terus mengalir dari sudut pelipisnya, napasnya memburu, jantungnya berdetak semakin kencang. Ia takut. Sangat takut.

"Mati …" desis sosok itu semakin mendekat ke arah Sakura.

Iris emerald Sakura semakin membelalak lebar saat didapatinya kini sosok itu sudah ada dihadapannya. Kedua tanganya yang berwarna putih pucat itu mulai merambat naik ke leher milik Sakura. Sakura menahan napas. Sosok itu sangat mengerikan lukanya yang basah, baunya, matanya, bibirnya semuanya membuat Sakura merasa mual.

"Aghh!" pekik Sakura saat dirasakannya tangan putih pucat itu tengah mencekik lehernya. Sakura meronta keras, namun sayang, tenaga sosok itu begitu kuat.

Perlahan namun pasti, sosok itu mulai mengangkat tubuh Sakura ke atas. Sakura merasakan cekikan di lehernya semakin kuat, membuat ia semakin sulit bernapas.

"Uhuk … Uhuk!" Sakura terbatuk-batuk saat kuku-kuku jari makhluk sedikit menancap di bagian belakang lehernya.

"Arggh!" Sakura menjerit kencang, pandangan matanya buram, tenggorokkannya tercekat, napasnya terengah.

Sosok itu semakin menyeringai sinis ke arah Sakura. "Mati …" desisnya tepat di telinga Sakura, membuat bulu kuduk Sakura berdiri.

"Mati … Mati … Mati …" kata-kata itu terus terlontar dari mulut mahkluk itu. Kaki Sakura terus meronta, berusaha menedang sosok itu. Namun hasilnya nihil. Sakura sudah terlalu lemas untuk bergerak, ia butuh oksigen.

"Kau akan mati," desis suara itu parau. Sosok itu mulai menghitung mundur, sebelum ia benar-benar membunuh Sakura. Dimulai dari hitungan ketiga puluh.

"Dua puluh lima, dua puluh tiga, dua puluh dua, dua puluh satu—" sosok itu terus menghitung mundur, semakin kecil angka yang ia ucapkan, semakin kencang pula cekikan yang berikan kepada Sakura.

"—lima belas, tiga belas, dua belas, sebelas—" Mata Sakura terbuka perlahan, iris emeraldnya menatap sosok itu dengan pandangan terheran-heran.

Kenapa dia selalu melewatkan angka yang selalu berhubungan dengan angka empat? Kenapa? Ada apa dengan angka empat?

"Lima, tiga—" benar, dia selalu melewati angka empat. Dia tidak pernah menyebutkan angka empat. Apakah dia benci angka empat?

Sakura menggeram tertahan saat dirasakannya cekikan itu menjadi semakin dan semakin kencang. "Em … pat," gumam Sakura dengan suara yang amat sangat pelan.

Sosok itu membelalakan matanya lebar. Cekikan yang semulan kencang berangsur-angsur mulai melemah. Sakura semakin membuka lebar matanya. "Empat …" ucapnya pelan.

Sosok itu semakin mengendurkan cekikannya pada leher Sakura.

Dengan sekuat tenaga, Sakura pun mulai menendang sosok itu. Membuat sosok itu melepaskan cekikannya pada Sakura dan terhuyung beberapa langkah ke belakang.

Dengan napas yang terengah, Sakura pun mulai berlari ke arah pintu yang tertutup itu. Berusaha menggedor-gedor pintu itu dengan sekuat tenaga agar pintu itu dapat terbuka.

"Shhh …" sosok itu berdesah pelan, mencoba mendekati Sakura kembali. Sakura semakin berjengit ketakuan.

"Tolong!" pekiknya kencang seraya terus menggedor-gedor pintu ruang biologi tersebut.

PRAAANG

Sakura menjerit ketakutan saat dilihatnya salah satu kaca jendela di dekat jendela tiba-tiba saja pecah.

"Mati …" desis sosok itu lagi.

Grep

Sakura terbelalak kaget saat dirasakannya sebuah tangan kekar menarik pergelangan tangannya. Kelopak mata itu membulat sempurna saat melihat seseorang tengah menariknya ke dalam rengkuhannya. "Uchiha?" ucap Sakura pelan.

Sasuke memandang sinis sosok yang kini tengah berdiri dihadapannya dan juga Sakura. "Jangan ganggu dia," desis Sasuke tajam, membuat Sakura bungkam.

Sosok itu melirik Sasuke sekilas. Matanya yang hitam perlahan mengeluarkan sesuatu, sesuatu seperti serangga-serangga kecil. Merambat menuju rambutnya. Hal itu membuat Sakura berjengit ketakutan.

'Cepat bawa Sakura pergi, Sasuke,' ucap Itachi memandang sosok itu dengan tatapan waspada. Sakura yang dapat melihat sosok Itachi pun hanya bisa diam seribu bahasa.

"Dia berbahaya, Aniki." Sasuke berucap tajam.

'Aku tahu bagaimana cara melenyapkannya.' Itachi menyeringai ke arah Sasuke dan Sakura. 'Tapi, sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk mengalahkannya.'

Sasuke memandang Itachi tajam. "Apa maksudmu?"

Itachi mendengus, 'Lebih baik kita segera pergi dari sini!' desisnya dengan raut wajah serius. Sasuke yang mendengar nada suara Itachi berubah, segera menganggukan kepalanya pelan.

"Ayo!" Sasuke menggenggam tangan Sakura kuat seraya terus menarik gadis agar ia dapat mengikuti langkahnya. Karena pintu ruangan yang terkunci, terpaksa Sasuke harus membawa Sakura keluar melewati jendela yang baru saja ia pecahkan.

Dengan bantuan Sasuke, Sakura pun dapat melewati jendela tersebut tanpa harus takut terluka karena ada beberapa sisa kaca yang masih menancap di sekitarnya.

.

.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Sakura dengan napas terengah-engah karena ia dipaksa terus berlari oleh Sasuke. Mereka terus berlari menyusuri setiap lorong koridor kelas dan juga setiap anak tangga yang ada.

"Dia mengincarmu," jawab Sasuke datar seraya terus menarik tangan Sakura, agar mereka dapat segera keluar dari sekolah ini.

Sakura membelalakan matanya lebar. Apa maksudnya? Mengincarnya?

"Kau … bercanda," gumam Sakura tidak percaya.

To Be Continued

Lalalalalala XDDD fic gaje bin abal nih wkwkwk request dari MizuRaiNa dengan tema mistery/horror/crime ._.a aku pilih mistery ajaa deh wkwkwk horror? Kayaknya gak horror-horror amat yaaa XDDDD karena temanya berat aku pikir bakal selesai dalam satu caphie ._. ternyata enggak D: aaaaaa kenapa judulnya empat? Entahlah tanyakan saja pada angin yang berhembus ya miz ._.v wkwkwk

Ini lhoo sebagian idenya aku inget cerita Ghost At School yang kata si ceweknya kagak suka angka empat XD nah nah berakhirlah seperti ini fic-nya lololol gaje ya? iya emang -.- ckk …

:'''DD yang mau baca alhamdulillah aku senang. Ditambah lagi kalo kalian mau bagi-bagi rezeki berupa ripiu #plak aku bakal amat sangat senang wkwkwk. *digiles*

Mind to RnC? :'D