Haii.. haii..
Mii bikin fic lagi nii.. fic percobaan di genre semi canon mungkin…
Pesenan dari Oda juga…
Maap ya saii kalo ficnya super gaje.. sebenernya agak curang sii.. kamu udah tau garis besarnya, tapi yasudahlah..
Selamat membaca^^
Disclimer: Bleach punya Om Tite Kubo. Aku udah nagis-nangis gaje sambil ngesot-ngesot di kakinya om Tite tetep ga dikasih. Awas aja nanti malem bakal aku maling disclimernya. KHUKUKUKU *ketawa setan*
Warning: semi canon, OOC, typos dan banyak banget yang lainnya, tapi yang penting yang nggak suka boleh nggak baca kok..
Baby and I©miisakura
.
"Rukia!"
Tidur Ichigo yang tenang terusik. Ia tiba-tiba saja terjaga akibat firasat buruk yang di rasakannya tentang Rukia. Detak jantungnya tiba-tiba menjadi abnormal. Titik-titik keringat tidak sehat juga menerobos pori-porinya. Perasaannya menjadi sangat gelisah. Seluruh tubuhnya berkolaborasi meneriakkan kata 'Rukia dalam bahaya'. Ichigo bangkit dari ranjang empuk nan nyamannya. Melangkah menuju lemari miliknya dan menggeser pintunya perlahan, berharap dapat melihat wajah tidur nakama spesialnya. Namun harapannya harus menguap menjadi tetesan embun kecewaan saat irisnya hanya menangkap lipatan rapi futon tidur. Hatinya menjadi semakin was-was. Ia segera mengambil langkah lebar menuju meja belajarnya, mengambil bandage shinigaminya dan membenturkannya ke dadanya, memisahkan rohnya dengan tubuhnya. Ia kemudian melompat melalui jendelanya yang sudah lama beralih fungsi menjadi pintu sejak kedatangan Rukia. Melompat ringan di kegelapan langit malam.
Ichigo mencari pijakan tertinggi, mencoba mendeteksi reiatsu Rukia. Tapi itu adalah hal yang percuma untuk dilakukan sekarang. Ichigo tidak bisa merasakan apapun, bahkan sisa-sisa reiatsu Rukia pun tidak terasa. Apa mungkin Rukia sedang memakai gigai sekarang? Tapi bukankah gigai tidak bisa meredam seluruhnya reiatsu si pengguna? Reiatsu itu akan tetap merembes keluar meski tidak banyak. Atau mungkin Rukia sedang berada di Soul Society? Jika begitu kenapa Rukia tidak mengatakan apapun padanya? Berbagai spekulasi yang berputar di kepalanya tidak memunculkan jawaban apapun. Ia milih untuk melangkah ke Urahara Shoten berharap Paman Bakiak itu memiliki jawabannya.
"Urahara-san!" Ichigo menerobos masuk toko kecil itu dengan terburu-buru. Mengakibatkan dirinya menabrak tubuh besar Tessai yang tengah berdiri tepat di depan pintu, memaksanya kembali memundurkan langkah.
"Tessai-san! Maafkan aku. Apakah Urahara-san ada di rumah?"
"Ah, Kurosaki-sama. Bos sedang keluar. Ia sedang berlibur ke Osaka bersama Yoruichi-sama."
Sial! Si Gettaboshi itu sedang pergi bulan madu bersama 'kucingnya'. Yah, Urahara Kisuke memang telah meminang Yoruichi segera setelah rezim Aizen diruntuhkan. Rupa-rupanya kerjasama mereka selama bertahun-tahun berbuah lain selain kekompakan mereka. Sekarang sulit sekali memisahkan mereka yang sedang dalam program 'pelestarian kucing' itu. Mereka lebih memilih berkelana berdua atau mengunci diri seharian dalam kamar ketimbang berbagi kebahagiaan mereka dengan orang lain.
Ichigo terpaksa memilih mencari jawaban di tempat lain atau menunggu pria mesum bertopi garis-garis itu kembali. Yang pasti prioritasnya sekarang adalah untuk menemukan Rukia dan memastikan bahwa sahabat pujaannya itu baik-baik saja.
"Tessai-san, bisakah kau membukakan senkaimon untukku?"
"Tentu saja, Kurosaki-sama. Silahkan Anda menunggu sebentar." Tessai kemudian berbalik arah setelah mengantarkan Ichigo ke ruangan dimana dia harus menunggu.
Ketukan jemari iseng Ichigo di sudut meja yang semula dimaksudkan untuk menenangkan dirinya malah semakin memperparah keadaanya. Teh hijau hangat yang disuguhkan Ururu pun sama sekali tidak terteguk. Dan ketika Tessai memberitahu bahwa semua persiapan keberangkatannya telah selesai, Ichigo segera bergegas. Mempercepat dua kali gerakan tubuhnya.
Pintu senkaimon terbuka di langit Soul Society. Menerjunkan Ichigo di wilayah Divisi 11, wilayah yang sangat tidak strategis. Mengakibatkan dirinya harus segera kabur. Jika sampai reiatsunya terendus si Rambut Lancip, taichou divisi 11, itu ia mungkin saja harus berduel sampai mati. Padahal ia sedang tidak ada waktu untuk bermain-main. Ck. Benar-benar tidak praktis. Ichigo mulai mempertimbangkan untuuk memohon pada soutaichou untuk memberikan zanpakutounya akses sebagai kunci senkaimon. Itu akan lebih cepat dan akurat ketimbang melalui senkaimon darurat milik Urahara.
"Ah, Ukitake-san!" Ia berseru pada pria berambut putih pajang yag merupakan kapten orang yang tengah dicarinya.
"Ichigo-kun. Tumben ada disini. Sedang apa?"
"Kau lihat Rukia?"
"Rukia-chan? Tidak. Bukankah dia sedang bertugas di Gensei?"
"Kukira dia kemari untuk memberi laporan bulanan atau apa. Yasudah kalau begitu terima kasih Ukitake-san. Ja ne." Ichigo bergegas melesat meninggalkan Ukitake yang mengernyitkan dahi dengan bebagai macam pertanyaan di kepalanya yang kemudian di abaikannya. Rukia, Fukutaichounya, sudah lebih kuat sekarang. Ia pasti bisa melindungi dirinya sendiri jika terjadi sesuatu.
.
Baby and I©miisakura
.
Ichigo melangkah gontai di taman sepi sekitar rumahnya. Shikakushonya telah lepek oleh kumpulan tetesan peluh yang diperoduksi kelenjar keringatnya. Raganya begitu lelah, terforsir untuk menemukan si kecil Kuchiki. Ia telah berkeliling Seiretei, menjelajah hingga sudut-sudut terpencilnya. Mendatangi kawasan kumuh Rukongai, tempat tinggal Rukia dulu sebelum menjadi seorang Kuchiki, telah dilakukannya.
Ia juga telah bertanya pada orang-orang yang mungkin tahu keberadaan rukia, namun jawaban mereka membuat semangatnya luntur sedikit demi sedikit. Mereka tidak tahu dan tidak satu pun dari mereka yang mencemaskan hilangnya Rukia. Perasaannya benar-benar tidak nyaman. Apa firasat buruk ini hanya dilatar belakangi perasaan sentimentil karena ia begitu ingin menjaga pembawa hatinya? Bisa jadi. Rukia bahkan belum menghilang lebih dari dua kali dua puluh empat jam. Tapi tetap saja, itu sama sekali tak mampu mengontrol kecemasan luar biasa yang terasa dalam hatinya.
Tubuh dan pikirannya tiba-tiba menjadi baru dan segar kembali ketika matanya menangkap siluet gadis kecil yang terduduk di salah satu kursi taman.
"Rukia!" Ichigo berseru sambil berlari menghampiri gadis kecil itu. Peduli amat jika nantinya ia salah orang. Sekedar memastikan bukan tindakan kriminal, kan? Entah kenapa hatinya benar-benar diyakinkan bahwa itu adalah Rukia.
Ia tersenyum lebar ketika wajah gadis kecil itu sudah berada dalam radius jarak pandang iris ambernya. Benar itu Rukia. Gadis seratus empat puluh lima senti itu terduduk lemas di kursi kayu panjang fasilitas taman. Kepalanya disangga dua lutut mungilnya yang terangkat. Tangan kecilnya melingkar, mengait lututnya agar tetap ajeg. Posisi yang membuatnya terlihat semakin mungil.
"Rukia? Kau baik-baik saja?" tanya Ichigo begitu jaraknya dan Rukia hanya tersisa dua langkah.
Rukia susah payah mengangkat kepalanya, merasa kepalanya seberat batu kali ukuran besar. "Ichi…go…" Ia kemudian bergerak. Mencoba merangsang otot kakinya yang gemetar untuk bangkit dan melangkah. Namun ternyata durasi kekuatan kakinya hanya satu menit, sebelum membawa tubuhnya roboh menabrak petak-petak dada Ichigo.
"Rukia!"
Ichigo segera melarikan Rukia ke rumahnya, kamarnya lebih tepatnya. Ia membaringkan Rukia di ranjangnya. Panas tubuh Rukia benar-benar mengkhawatirkan. Belum lagi nafasnya yang tersendat-sendat di tenggorokan, menimbulkan bunyi yang membuat ngilu. Butir-butir keringat juga berlomba keluar dari pori-porinya, tapi tubuhnya malah menggigil kedinginan. Ichigo bergerak cepat. Ia menjarah plester kompres demam dan obat demam persediaan ayahnya. Ia menempelkan plester demam di kening Rukia dan menyelipkan obat demam ke bawah lidah Rukia, membiarkannya luruh perlahan di sana. Ia kemudian memperbaiki posisi selimut Rukia hingga terlihat nyaman bagi Rukia. Ichigo mendesah panjang kemudian mengistirahatkan tubuhnya yang lelah di kursi meja belajarnya yang di tarik menghadap ranjang. Memperhatikan wajah sakit Rukia yang membawanya ke tidur yang tidak nyaman.
Mentari pagi telah menggantikan tugas sang bulan yang memberikan cahayanya diantara kegelapan malam. Memang cahaya sang bulan hanyalah cahaya redup dan samar-samar, tapi bulan tidak pernah menyerah untuk tetap konsisten memberikan keanggunan sinarnya. Kini sang mentari telah sepenuhnya menggantikan tahta bulan, bersinar gagah di bentangan langit biru.
Sang raja siang yang gemas melihat masih ada mampu terlelap walaupun dirinya sudah sepenggala naik tertarik untuk mengusili si pemilik surai orange nyentik menyilaukan itu. Ia menelusup, mencari rongga-rongga di balik gorden untuk mencapai pemuda 18 tahun itu. Menyengat kedua kelopak matanya, membuatnya terganggu dan mau tak mau membuka pancaran ambernya.
Ichigo terbangun, meregangkan otot-ototnya yang kesemutan.
"Rukia!" Ichigo sedikit panik begitu melihat ranjangnya yang telah melompong. Ia mencari Rukia di kamar mandi, tapi tak juga mendapatkan sosok mungil kesukaannya itu. "Rukia! Kau dimana?!"
Ichigo menggaruk-garuk kepalanya stress. Baru kemarin ia kehilangan Rukia dan harus mengobrak-abrik Soul Society untuk mencarinya dan akhirnya menemukannya dalam keadaan yang tidak sehat, sekarang dia kembali kehilangan si gadis pendek itu. Kenapa dia hobi sekali menghilang sih?
"RUKIA!"
"Jangan berisik, Bodoh!" Makian khas itu membuat Ichigo memutar tubuhnya, menghadap lemarinya yang setengah terbuka, menampakkan tubuh kecil Rukia yang sedang merapikan kerah pakaiannya. "Kau ini kenapa sih? Pagi-pagi sudah ribut-ribut."
"Rukia! Kau tidak apa-apa? Sudah sehat?"
"Memangnya aku kenapa? Hanya kelelahan sedikit. Tidak perlu berlebihan begitu," jawab Rukia masih berkutat dengan kerutan-kerutan tak wajar yang tercetak di dress selututnya tanpa memperhatikan Ichigo.
"Kelelahan sedikit apa? Tubuhmu sepanas kompor kemarin. Sini." Tangan Ichigo merangkum pipi halus Rukia dan menempelkan keningnya dengan kening Rukia. Mengadakan pemeriksaan dadakan dengan membandingkan suhu tubuh dirinya sendiri dengan suhu tubuh Rukia. Tidak ada perbedaan yang berarti. Syukurlah, Rukia sudah sembuh.
Hembusan nafas lega Ichigo yang menyapu wajah Rukia dalam jarak dekat jelas meniadakan fungsi otot Rukia untuk bergerak. Rukia bahkan tidak sanggup untuk berkedip. Dia telah sepenuhnya jatuh pada bius pesona sulung Kurosaki.
Ichigo membuka matanya, menunjukkan iris madunya yang langsung terjerat perangkap aneh yang dimiliki secara tak sengaja oleh iris ungu cantik itu. Perangkap itu benar-benar telah meracuni pikirannya. Membuat Ichigo hanya berpikir tentang betapa indahnya rambutnya, betapa cantik mata lemonnya, betapa lucu dan menggemaskan pipi mulus nan merona miliknya, betapa menggodanya belah bibir mungilnya. Semua yang menginvasi pikirannya hanya gadis di depannya ini. Seolah belum cukup si mungil ini membawa lari hatinya, pikirannya pun telah direbut si gadis kecil dan mengabaikan pemilik aslinya.
"Rukia… Aku… aku-"
Ichigo berpikir mungkin inilah kesempatannya untuk menaikpangkatkan status mereka yang sekarang ini hanya seorang nakama. Ichigo menginginkan lebih dari itu.
"MYY SOOONNNN~"
Teriakkan pemecah gendang telinga itu begitu mengejutkan keduanya. Membuat Rukia refleks menarik pintu lemari untuk menyembunyikan dirinya dari paman aneh yang merupakan ayah Ichigo. Menyebabkan telunjuk panjang Ichigo tejepit.
DUAKKK!
Ichigo menendang lelaki berjenggot itu hingga terpental menabrak dinding. Melampiaskan kekesalannya karena telah menginterupsi penyataan cintanya yang hampir terucapkan. Ditambah lagi jarinya jadi terjepit dan berdenyut-denyut ngilu.
"Jangan mengagetkanku pagi-pagi begini!" bentak Ichigo kemudian mengambil handuk dan pergi mandi.
Pukul tujuh adalah waktu sarapan yang heboh di keluarga Kurosaki. Keributannya selalu berasal dari duo pria petarung keluarga itu. Saat masuk ke ruang makan saja Ichigo harus selalu disambut oleh super daddy kick oyaji bodohnya, saat sudah di meja makan ia juga harus beradu otot dengan ayahnya untuk memperebutkan telur gulung lezat buatan Yuzu. Ayahnya yang semena-mena itu selalu mengklaim semua telur gulung buatan Yuzu adalah miliknya. Sama sekali enggan untuk membaginya dengan siapapun. Kali ini obsesi Ichigo untuk mendapatkan telur gulung Yuzu meningkat berpuluh-puluh kali lipat mengingat itu juga makanan kesukaan Rukia. Walhasil 7 dari 10 telur gulung Yuzu sudah berada dalam kekuasaannya. Siapa tahu dengan memberikan ini, bisa memberikan reward plus untuknya dan menjadikan bahan pertimbangan saat dia kembali mengulang pernyataan cintanya dengan sempurna.
Kini keadaan rumah Ichigo sudah sepi. Ayahnya sedang menghadiri pertemuan dokter se-Karakura. Karin sedang pergi bermain bola dengan teman-temannya, sedangkan Yuzu sedang pergi ke rumah Mimi-chan, tetangga sebelah yang pandai memasak, untuk belajar membuat resep baru.
Ichigo melangkah, menjejak deretan anak tangga menuju kamarnya yang berlambang 15.
"Rukia, ayo sarapan."
Rukia yang sedang berguling-guling malas di ranjang Ichigo sambil membaca komik langsung sumringah begitu melihat Ichigo membawakannya sepaket menu lengkap sarapan. Nasi, sup miso, telur gulung dan segelas susu. Yummy!
Rukia segera merebut nampan yang dibawa Ichigo, menaruhnya di pangkuannya dan menyantapnya dengan lahap.
"Hei, jangan di makan disitu."
Protes dari Ichigo untuk tidak makan di tempat tidurnya diabaikan begitu saja oleh Rukia. Ia sibuk mencecap rasa masakan Yuzu yang bisa disandingkan dengan restoran bintang lima untuk urusan kelezatanya.
"Enakkkk~"
Ichigo tersenyum melihat Rukia yang begitu lahap memakan makanannya. Syukurlah. Ternyata sakit Rukia tidak separah yang dibayangkannya. Dengan panas tubuh setinggi kemarin Ichigo pikir butuh waktu minimal seminggu untuk sehat kembali. Tapi melihat Rukia sekarang, sepertinya tidak ada masalah.
"Hei, Ichigo."
"Hmm?"
"Ayo ke bioskop. Hari ini ada pemutaran perdana film Chappy, OMG! Aku ingin melihatnya."
"Tidak. Lebih baik kita di rumah saja mengerjakan tugas yang diberikan Ochi-sensei. Lagipula kau baru saja sembuh, Rukia. Istirahat saja di rumah."
Bulir-bulir bening yang jatuh dari mata ungu lemon Rukia mengejutkan Ichigo. "Astaga! Kau kenapa, Rukia?"
"Kumohon…" pinta Rukia dengan airmata yang masih mengalir deras. Ia menatap Ichigo dengan pandangan bagaikan anak kucing yang dibuang.
Oh, ya ampun! Ada apa sebenarnya dengan Rukia? Dia memang biasa memaksakan keinginannya pada Ichigo tapi tidak pernah melibatkan airmata dalam prosesnya. Jambakan, tendangan, jitakan dan kekerasan fisik lainnya atau sogokan mungkin saja dilakukannya agar Ichigo mau memenuhi keinginannya, tapi Rukia tidak pernah menangis dihadapannya. Tidak pernah.
"Baiklah, baiklah. Jangan menangis." Jawab Ichigo kalah.
Pemandangan antrian di depan loket penjualan tiket masuk bioskop membuat pemilik kepala orange itu gerah. Panjangnya hampir mencapai pajang kereta shinkasen! Gila! Kenapa banyak sekali yang menggilai karakter berbulu itu sih? Dimana letak keistimewaannya karakter putih melompat itu? Ichigo melirik Rukia yang duduk di kursi yang disediakan untuk umum di sudut. Dia sedang memelototi poster film Chappy, OMG! dengan antusias. Hahhh~.
Setelah bergulat dengan lautan manusia maniak kelinci itu dan mendapatkan dua tiket film yang diinginkan Rukia, Ichigo segera menggeret gadis itu ke dalam studio. Melewati deretan kursi, mencari nomor kursi yang sama dengan yang tertera pada tiket.
Ichigo menguap malas begitu film diputar sama sekali tidak tertarik dengan gambar-gambar yang dimunculkan. Ia menoleh ke samping, memperhatikan Rukia. Melihat wajah Rukia yang berubah-ubah ekspresi. Sebentar tersenyum senang, sebentar cemberut sebal, sebentar tertawa terbahak, sebentar melotot tegang, sebentar menangis haru. Lucu. Ini jauh lebih menarik dan menyenangkan menurut Ichigo.
Setelah film selesai, mereka memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu di café seberang bioskop sebelum kembali ke rumah. Memesan seporsi jumbo ramen pedas untuk Rukia dan seporsi nasi kare pedas untuk Ichigo. Kemudian melahapnya tanpa ampun untuk menenangkan cacing-cacing di perut mereka.
Ichigo menghela nafas panjang setelah kembali dari meja kasir. Ia menemukan Rukia telah jatuh tertidur di meja café. Sepertinya ia sangat kelelahan.
"Sudah kubilang untuk istirahat saja di rumah. Tapi kau malah merengek keluar dengan tubuh yang baru saja terserang demam tinggi begitu. Lihat akibatnya, sekarang kau kelelahan kan," Ichigo bermonolog karena tentu saja si imut Kuchiki tidak mendengarkannya, ia sedang di alam mimpi mengejar chappy-chappy lucu di ladang bunga lily. Ichigo kembali menarik nafas kemudian memposisikan diri disamping Rukia, menarik Rukia jatuh dengan pas di punggungnya dan berjalan pulang sembari menggendong Rukia.
.
Baby and I©miisakura
.
Ichigo sedang serius mengerjakan tugas dari Ochi-sensei mencoba menyusun rumus-rumus bangun kimia itu hingga membentuk posisi yang benar. Ia bersyukur karena ini adalah soal terakhir dari tugasnya.
"Apa yang kau makan itu, Rukia?" Ichigo mengalihkan pandangan pada Rukia setelah goresan terakhir pr-nya telah terbentuk. Lega karena telah berhasil menyelesaikan tugas yang membuat matanya berkunang-kunang.
"Taiyaki. Kau mau?"
"Tidak. Terima kasih. Omong-omong akhir-akhir ini makanmu banyak sekali, Rukia. Lihat perutmu sudah mulai buncit. "
Perkataan Ichigo yang seadanya itu membuat Rukia tersulut. Siku-siku di dahinya berkedut tajam. Posisinya yang semula santai membaca komik dengan bersandar di kepala ranjang dan sebelah kaki yang terayun-ayun di sisi ranjang Ichigo kini mendadak tegak, menjejak kasar lantai kayu. Mengambil ancang-ancang menghantam kepala orange tak bersopan santun itu. Ia tidak menyangka sama sekali gerakannya yang tiba-tiba itu justru membuat bagian perutnya nyeri luar biasa. Rasanya organnya seperti terantuk sesuatu di dalam sana. Ia tiba-tiba merasa mual dan lekas menyeret langkah dengan tergesa, memuntahkan isi perutnya di kloset kamar mandi.
"Huuueeekkk!"
"Rukia! Kau kenapa?!" Ichigo berlari mengekor Rukia mengedor pintu kamar mandi secara berlabihan. Ia cemas luar biasa tapi masih tetap berfikir untuk bersopan santun memberikan privasi kepada gadis mungilnya.
Rukia keluar dengan wajah sedikit pucat yang langsung diseret Ichigo untuk bersandar nyaman di kasurnya. Ia menghilang sebentar dan kembali dengan segelas besar air dan diberikannya pada Rukia.
"Sudah merasa lebih baik?"
"Hn. Terima kasih."
"Kau kenapa? Sakit? Apa yang kau rasakan?"
"Aku lapar."
Eh?
Lapar? Lagi? Apa Rukia tidak sadar kalau dia sudah menghabiskan tiga porsi Taiyaki ukuran besar? Kemasannya saja masih tercecer berantakan di lantai kamar. Dan lagi dia baru saja muntah. Bukankah sebaiknya dia tidak terlalu banyak makan dulu? Siapa tahu ada yang salah dengan pencernaannya.
"Habiskan ini dulu. Jika kau tidak muntah lagi satu jam kedepan, aku akan membawakanmu makanan."
Rukia menurut. Ia meneguk habis sisa air dari gelas yang dipegangnya. Dan merebahkan tubuhnya, meluruskan punggungnya yang terasa pegal.
Satu jam kemudian Ichigo menepati janjinya. Ia membawakan Rukia seporsi menu lengkap makan malam. Tapi berhubung sekarang baru pukul lima sore berarti ini tidak masuk kategori makan malam. Rukia segera melahapnya hingga tandas, habis tak bersisa dalam waktu singkat.
Kini si Kuchiki mungil itu sudah terlelap. Membuat Ichigo berdiri diam mengernyitkan dahi di sampingnya.
Ada yang aneh dengan Rukia. Akhir-akhir ini dia sering sekali tertidur. Di kelas, di rumah, bahkan ia pernah tertidur di meja café. Nafsu makannya pun meningkat drastis. Emosinya juga labil. Ia mudah sekali kesal, mudah marah, bahkan mudah menangis. Kuchiki Rukia, bangsawan berharga diri tinggi yang tidak pernah mau menunjukan kelemahannya kini sering menagis karena hal remeh. Ada apa sebenarnya dengan Rukia?
Bunyi bandage shinigaminya yang melengking mengejutkannya dari lamunan aneh tentang Rukia. Akhir-akhir ini memang jarang sekali muncul Hollow, ia jadi agak melupakan tugasnya sebagai shinigami daikou. Ia bergegas mengambil bandage shinigaminya agar suaranya tidak membangunkan Rukia. Tapi ternyata usahanya sia-sia. Rukia sudah bangun dan berkasak kusuk dalam lemarinya mencari soul candy yang biasanya diletakannya di bawah bantal.
"Sedang apa kau, Rukia?"
"Mengambil ini." Rukia menunjukan soul candynya, menggelindingkan sebutir isinya di telapak tangannya yang mungil, bersiap untuk melahapnya.
"Kau disini saja. Biar aku yang tangani."
"Tidak. Aku ikut," katanya keras kepala.
"Kau sedang sakit, Rukia."
"Hanya masuk angin sedikit. Aku Fukutaicou sekarang, Tuan Orange. Dan aku tidak ditugaskan disini hanya untuk duduk-duduk menunggumu mengantikan tugasku. Aku harus bertanggung jawab atas jabatan yang kuterima."
Ichigo hanya bisa menghela nafas melihat Rukia melahap soul candynya. Kapan sih Rukia mau mendengarkannya?
Ia dan Rukia benar-benar terkejut saat soul candy yang telah ditelan Rukia termuntahkan kembali. Ditolak untuk masuk lebih dalam.
"Apa yang terjadi?" Ichigo dan Rukia berkata berbarengan. Bingung kini menguasai mereka. Rukia mencoba kembali menelan soul candynya. Sia-sia. Itu tidak behasil melepaskan rohnya dari gigai.
Rukia menatap Ichigo bingung, "aku… tidak bisa menjadi shinigami?"
Ichigo hanya menggeleng, sama bingungnya dengan Rukia. Tapi lengkingan hollow dua blok dari rumahnya itu lebih mendesak sekarang. "Tunggulah disini. Aku akan membereskannya dulu."
.
Baby and I©miisakura
.
Rukia duduk dengan gelisah di kantor divisi 4. Ia ingin secepatnya menuntaskan kebingungannya. Ia tidak bisa menemui Urahara sekarang karena dia sedang berlibur. Jadi, ia meminta tolong Tessai untuk membuka senkaimon darurat. Dan sekarang disinilah ia. Duduk tak nyaman di depan satu-satunya orang yang terpikirkan untuk membantunya menjelaskan keanehan yang terjadi. Siapa tahu memang ada yang salah dengan tubuhnya. Ia sedang menunggu Unohana Retsu membuka suara, menyampaikan kesalahan yang terjadi padanya.
"Jadi, apa yang terjadi padaku, Unohana-taichou? Kenapa aku tidak bisa lepas dari gigai?" tanya Rukia tidak sabar, hingga ia berinisiatif membuka suara terlebih dahulu.
"Saya merasakan dua reiatsu yang berbeda dari Anda, Kuchiki-san."
"Apa maksudnya?"
"Anda hamil."
Rukia ternganga. Sangat terkejut dengan dua kata yang baru saja didengarnya.
.
.
.
TBC
Segini dulu ya..
Nanti sambung lagii..
maap kalo aneh...
Yang mampir repiuu dongg..*wink*wink* XP