=======Police and Trouble Maker ==========

Disclaimer: Naruto bukan punya saya lho yang punya itu Om Masashi Kishimoto

Warning: gaje,AC, OOC(sebagian memang disengaja) , typo , abal-abal , alur cepat hehe.

:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Lagi-lagi tangan saya guatel untuk membuat fanfic nista heheeh :p DLDR

::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

"SEMBUNYI!"

"KYAAAAAAA!"

"CEPAT DIBAWAH MEJA, CEPAT!"

"UDAH PENUH SEMUA NYET!"

"TOILET!TOILET!"

"UDAH PADA PENUH NIH! TINGGAL SATU YANG KOSONG!"

"MASUKKKKKK!"

"EMANG MUAT APA UNTUK BERTIGA?"

"BODOO, YANG PENTING KITA SELAMAT!"

"Cepet tutup pintunya!" teriak gadis berambut cepol menyuruh temannya, berambut pirang menutup pintu toilet.

"Kaki kita masih kelihatan dari bawah nih," perempuan berambut pink panik karena sudah terdengar suara langkah kaki yang menuju kearah mereka.

"Nih.. Naik sini aja," ucap gadis berambut pirang sambil menuju kearah kloset duduk tempat dimana mereka bersembunyi sekarang.

"Yakin lo?" gadis bercepol meragukan argumen gadis pirang itu. Yang benar saja, berdiri diatas kloset duduk, bertiga pulak, cari mati namanya.

"Lo mau ketangkep? Cepet! Sakura sebelah kanan, Tenten sebelah kiri, gue depan. Berdirinya harus setengah menunduk ya."

Mereka segera menuju keposisi mereka. Belum 10 menit berlalu, mereka merasakan pegal maksimal, dikarenakan dalam posisi yang sama sekali tidak enak.

TOK TOK

Terdengar pintu toilet sebelah digedor dengan tidak berperikepintuan.

"KELUAR KALIAN! JANGAN BERSEMBUNYI! KAMI TAU KALIAN ADA DISANA!" teriak seorang laki-laki dari luar pintu.

"Psst Tem, begimane nih? Lu sih ngajak ketempat beginian," omel gadis berambut pink kepada temannya yang berambut pirang.

"Berisik lu, gue tau lu juga suka ajep-ajep begini?"

"Ada nyamuk dikaki gue ni, gatel," bisik gadis bercepol kepada kedua temannya.

"Jangan! sekali lo goyang, posisi ini hancur!" gadis pirang itu berkata setengah berteriak, dengan ekspresi yang cukup lebay.

TOK TOK

Pintu kamar mandi mereka diketok dengan keras.

"Sudah dobrak aja pintunya, Shika!" teriak seseorang dari luar dengan semangat.

"Mendokusei," ujar sang pengetuk diiringi kuapan yang terdengar hingga kedalam toilet.

Sementara ketiga gadis yang berada didalam sudah menelan ludahnya. Deg-degan maksimal. Kalau ketahuan, mampus sudah!

"Gateeeeeel, mampus lu nyamuk," teriak gadis bercepol sambil menepok nyamuk yang berada dipergelangan kakinya disusul teriakan ketiga temannya.

"Tenten, kamprettttt hampir gue jatuh, untung gue pegang nih dinding, gue sayang banget sama lo dinding," omel gadis berambut pink kepada gadis bercepol kemudian dia mengelus ngelus dinding toilet itu.

"Gomen ya, gue juga diselamatkan sama dinding ini." gadis bercepol ikut-ikutan mengelus ngelus dinding toilet itu.

Mereka sepertinya lupa-posisi mereka sedang tidak aman sekarang.

"Mendokusei, aku tidak perlu berlaku kasar seperti kalian, mereka yang menampakan dirinya, hoaaam," suara laki-laki yang mengetuk pintu mereka terdengar lagi.

"Temari... Temari..." panggil kedua gadis itu sambil menatap teman mereka yang nyungsep dilantai.

"Tenten! Kalau mau nepok nyamuk bilang dulu dong!" bentak Temari dalam keadaan nyungsep.

Temari melihat pria yang mengetok pintu toilet mereka tengah melihat kearahnya dari lubang kecil dibawah toilet mereka.

"Hehehe," Temari nyengir tidak jelas ketika melihat pria itu dari lubang pintu.

"Baiklah, gadis-gadis merepotkan, keluar," titah pria itu.

Tenten dan Sakura membantu Temari berdiri. Sambil menahan nyeri Temari membuka pintu toilet. Dihadapan mereka berdiri pria-pria gagah berpakaian rapi. Terdapat juga pria dan wanita yang sepertinya bernasib sama seperti mereka.

"Keluarkan barang-barang kalian!" titah pria berpakaian rapi berambut putih-agak tua dengan nada meninggi.

Dengan ragu-ragu Temari membuka tasnya dan mengeluarkan barang bawaannya.

"Itachi, Iruka, Genma kau tangani kelima orang yang membawa narkoba ini!" teriak pria tua itu yang sepertinya pemimpin mereka.

"Shikamaru, Sasuke, Neji, tangani ketiga gadis muda itu!" titah pria itu lagi sambil menunjuk kearah Temari, Tenten, dan Sakura, kemudian pergi.

"Shika, kau tangani gadis berkuncir empat ini, kau yang bercepol, Neji." ucap pria berambut mencuat seperti pantat ayam

"Baiklah..baiklah." Pria berambut panjang kemudian menarik Tenten menjauh dari ketiga teman-temannya.

"Oh, baju seragam yaa? Masih anak ingusan rupanya?" ucap pria berambut ayam dengan nada meninggi dihadapan Sakura saat melihat barang-barang yang sudah dikeluarkan Sakura dari tas miliknya. Sementara Sakura hanya menatap wajah pria itu tanpa berkedip.

"Mana kartu identitas nasional mu? Kau pasti mabuk?" tanya pemuda berambut panjang dihadapan Tenten.

"Belum punya, tapi sebulan lagi punya kok, kan bentar lagi ulang tahun,adanya kartu pelajar. Tentu saja tidak mabuk!" jawab Tenten menjawab pertanyaan orang itu tanpa menarik nafas.

Pria berambut panjang itu mengambil nafas singkat "Penting gitu aku tau kau ulang tahun apa tidak?"

"AAAAAAAAAAA!" teriak Tenten dihadapan pria itu, alhasil pria itu menutup telinganya karena teriakan Tenten.

"Hoam... Mana kartu identitas nasional mu?" pria berkuncir satu ala samurai menatap dengan malas kearah Temari.

"Kalau nguap itu mulutnya ditutup dong, lo kira nafas lo itu wangi apa?" omel Temari dihadapan pria itu.

"Berani mengomeli polisi ya?" tanya pria dengan nada malas yang sepertinya sudah menjadi khasnya.

Temari hanya menunduk.

"Berikan aku kartu identitas nasional mu, gadis kuncir empat aneh," ujar pria sambil menatap Temari lekat-lekat.

Dengan malas Temari menyerahkan kartu pelajar kepada pria dihadapannya.

"Gak punya, baru punya 2 bulan lagi. Adanya itu doang."

"Ehm Temari Rei. Kau kembarannya lemari ya?" pria itu membolak balikan kartu identitas milik Temari.

"Cih, lucu sekali, om polisi ini." Temari mendengus kesal, bisa-bisanya dalam keadaan seperti ini pria itu bercanda.

"Kenapa kau disini? Wow rokok," ujar polisi itu kaget melihat rokok berada ditas Temari.

"Aku hanya ingin berjoget saja. Iya rokok. Kenapa? Masalah?" jawab Temari dengan nada meninggi.

"Tidak minum?"

"Tadi sih hanya 2 gelas."

Temari menepuk jidatnya, merutuki kejujurannya. Bodoh, itu akan menambah masalahnya.

"Mendokusai, kenapa? Keceplosan ya?"

"Cot!" bentak Temari, dia sudah sebal melihat kelakuan polisi muda yang berada dihadapannya ini.

"Mana ponselmu? Kami harus menelepon orang tuamu untuk datang kekantor polisi. Kami harus menyerahkan kau secara langsung kepada orang tuamu supaya orangtua mu bisa mendidikmu. Kau itu masih anak sekolah, mana pantas seorang pelajar, berada di diskotik seperti ini,minum lagi," jelas pemuda itu sambil sesekali menguap.

"Eh jangan dong om, jangan ya. Please," ujar Temari sambil merayu polisi muda berkuncir ala nanas.

"Tidak bisa ini sudah prosedur. Mana?" ucap polisi muda itu ketus.

Dengan berat hati, Temari menyerahkan ponselnya kepada pria itu. Temari bisa membayangkan omelan ayah, ibu serta kedua adiknya akibat perbuatannya.

"Sasuke nanti kau hubungi orang tua gadis pirang itu!" ujar polisi muda itu sambil menunjuk Temari dan memberikan ponsel Temari ke polisi muda lain bernama Sasuke.

"Sekarang kalian ikut kami kekantor!" titah pria tua berambut putih tadi setelah aksi omel mengomel yang dilakukan polisi bernama Shikamaru selesai.

Mereka semua yang tertangkap dipengrebekan ini memasuki mobil polisi. Temari melihat ada wartawan yang meliput. Dengan sigap dia menutup wajahnya dengan jaket miliknya. Dia tidak mau besok, wajahnya menghiasi acara kriminal. Temari cukup bersyukur karena malam perdananya tertangkap dia tidak dalam keadaan mabuk.

.

.

.

.

.

"Eh malem ini kita ngapain?" tanya Tenten dengan nada bersemangat sambil meminum milkshake coklat miliknya.

"Mabuk lagi apa?" Sakura menanggapi pertanyaan temannya sambil memakan bakso miliknya.

"Yoi, sekalian dugem. Sebelumnya temenin gue ke mall dulu ya, mau beliin kado buat Sasori nih," ucap Temari sambil tersenyum. Besok adalah hari ulangtahun Sasori-pacar tercintanya, dan Temari sudah menyiapkan kejutan untuk sang pacar.

"Oke," ujar Tenten santai.

"Gila lu, mabuk lagi, udah 3 hari berturut-turut mabuk. Diskotik biasa berarti?" Sakura sampai keselek bakso saking kagetnya.

" Yoi, asik loh. Kalau mabuk bisa nge-fly," ujar Temari sambil sumrimgah dan memakan roti miliknya.

"Bener banget, Lu sama Sasori pernah begituan sama ngobat?" gadis bercepol bertanya dengan polosnya. Mendengar pertanyaan temannya, Temari langsung keselek rotinya.

"Uhuk...Enak aja lo. Kagak pernah ye! Kita tu paling minum doang."

"Oh yaude, boleh juga tuh, pengen nyoba gue. Minum sampai mabuk, seumur-umur gue kagak pernah mabuk," Sakura tersenyum sumringah membayangkan apa yang akan terjadi nanti.

"Kalau mabuk asik tauk, lu bisa joget-joget sampai encok." ujar Temari ngasal. Mana bisa orang mabuk joget-joget. Yang ada baru joget udah tepar duluan.

"Oke. Balik sekolah langsung kemall aja ya, lo bawa mobil kan Tem?"

"Bawa kok, Sak, Tenang aja! Rencananya balik diskotik gue mau balapan."

Sesuai kesepakatan mereka, mereka berdua berangkat ke mall. Setelah mencari kado, mereka mengganti baju sekolah mereka dengan baju yang mereka beli dimall. Mereka bertiga segera melesat menuju diskotik.

Sesampainya didiskotik mereka langsung memesan minuman dan berjoget. Mereka menikmari momen mereka sampai akhirnya seseorang berteriak dengan menggunakan microfon "POLISIIII DATANGGGGG". Teriakan itu mengakibatkan semua orang yang ada disitu langsung kabur, namun ada pula yang bersembunyi. Kemudian pintu didobrak dengan paksa, dan masuklah pria-pria berseragam.

Tanpa aba-aba ketiga gadis itu langsung bersembunyi. Mereka menjelajah semua tempat. Namun sialnya, mereka harus bersembunyi di toilet sambil setengah berdiri diatas klosetnya.

.

.

.

.

"Saya Uchiha Sasuke dari kepolisian Konoha. Putri anda nona Temari Rei tertangkap, saat kami melakukan pengebrekan di diskotik yang menjadi sarang pengedaran narkoba."

Shikamaru tersenyum mengejek kearah Temari saat temannya sedang menelepon ayah Temari.

Temari hanya bisa mendengus kesal melihat kelakuan polisi muda dihadapannya ini. Kalau saja tidak ada polisi yang lain disini, sudah pasti Shikamaru sudah dihabisinya. Untung saja pada saat terjaring razia Temari baru meneguk 2 gelas Screw Driver. Kalau sampai ketahuan ayahnya dia mabuk lagi. Habislah sudah. Karena selama ini Temari selalu dipukul ayahnya apabila ketahuan mabuk. Mabuk sudah jadi tradisi Temari.

"Putri anda tidak menggunakan narkoba, kami hanya menemukan pakaian seragam dan buku-buku di tas miliknya. Tapi tadi dia mengatakan, dia minum minuman keras. Untuk itu, Bapak diminta datang ke kantor kami untuk menjemput putri bapak," lanjut Sasuke tersenyum dan mengembalikan ponsel milik Temari.

"Baiklah, kalian tetap disini, sampai orang tua kalian menjemput," ujar polisi bernama Nara Shikamaru kemudian pergi bersama temannya.

"Belum pernah gue masuk kantor polisi kayak gini nih, tapi asik juga Tem, besok-besok lagi ye," ujar Sakura sambil menarik rambutnya kemudian tersenyum kearah Temari.

"Iya asik juga nih, tapi kampret banget bisa-bisanya kita ketahuan, gue bisa diomel-omel bokap nih," Tenten melepas rambut cepol miliknya dan menguncir ikat kuda.

"Berisik, tuh kan gara-gara lu Ten, kalo lu ga neplok nyamuk kita gak bakal ketangkep!"

omel Temari kearah Tenten

"Maaf, abisnye gatel banget Tem," ujar Tenten sambil membentuk huruf V dengan tangannya.

"Rokok.. Rokok Ten!" ujar Temari panik, kemudian membuang rokok miliknya ke tong sampah.

Hening sejenak, sampai akhirnya kantor polisi itu dihebohkan dengan kedatangan orang tua ketiga gadis itu.

Orang tua Sakura bersikap cool, setelah berterimakasih kemudian pulang.

Orangtua Tenten terlihat khawatir, kemudian pulang.

Orang tua Temari dateng bersama kedua adik Temari. Membuat kantor polisi heboh.

"Anakkuuuuuuuuu!" teriak Sabaku Rei dari jauh kemudian memeluk Temari.

"..." Temari hanya terdiam, dia tahu kalau ayahnya sangat mengkhawatirkannya.

"Anakku, kau tidak apa-apakan? Kenapa kau bisa ketempat seperti itu lagi?" tanya ibu Temari kemudian memeluk Temari.

"Iseng doang Kaa-san, tadi cuma mampir doang kok," jawab Temari berbohong.

"Tou-san tidak mau dengar kau kesana lagi! Kau itu masih pelajar! Awas saja Tou-san akan sita mobilmu kalau kau berani kesana! Jangan sampai Tou-san denger kau mabuk lagi! Akan Tou-san usir kamu dari rumah!" omel ayahnya, wajah ayahnya yang ceria tadi seketika berubah menjadi menyeramkan. Temari hanya menunduk. Dia masih memikirkan mobilnya. Kalau mau disita dia mau balap pake apa dong? Bakiak? Belum lagi kalau diusir, mau tidur dimana dia? Dikolong jembatan?

"Nee-chan, bahaya nih! Mainnya ketempat begituan, mending main kekebun binatang aja, entar ketemu kembaran Gaara," adik Temari berambut coklat mengeluarkan argumennya.

"Siapa kembalanku?" tanya Gaara sambil menatap tajam kearah kakak laki-lakinya.

"Orang Hutan atau People Jungle," teriak Kankuro sok inggris. Udah sok inggris salah pula.

"Enak tada! Kau itu yang simpanse!" ujar Gaara dengan cadel miliknya.

"Tada? Tada? Tada apa? Tada duit? Kau monyet!"

"Kau Sun Go Kong!"

"Kau Cut Pat Kay!"

"Kau biawak!"

"Kau beluang kutub!"

Singkat saja, kantor polisi itu penuh dengan pertengkaran kedua bocah itu. Gaara yang berusia 3 tahun melawan Kankuro berusia 6 tahun.

"Awas kau Gaara, akan ku gunting Teddy-Bearmu pulang nanti!"

"TAAAAAA-CAAANNN" teriak Gaara sambil menangis dipelukan ibunya.

"Ck, anak mami," ejek Kankuro sambil menjulurkan lidahnya.

"Akan ku patahkan boneka monstelmu!" bentak Gaara ke kakaknya. Sambil terus memeluk ibunya dan menangis.

"TOUUUUUU-SAAAANNN!" kali ini gantian Kankuro yang menangis dipelukan ayahnya.

"Berisik!" teriak Temari, dia sudah terlalu pusing. Pusing dengan ancaman ayahnya dan pusing melihat kelakuan kedua adiknya itu.

"Ah, Mendokusai, ini kenapa kantor ini jadi berisik seperti ini?" Polisi muda berambut samurai bangun dari tidurnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal diruangannya kemudian melanjutkan tidurnya lagi.

Sabaku Rei meminta maaf ke polisi yang bertugas kecuali Shikamaru, dan berpamitan kemudian pulang.

.

.

.

.

.

"Kau ingat tidak surat dan sebuah kotak yang ayah tinggalkan sebelum dia meninggal 5 tahun yang lalu?" ujar seorang wanita sambil menyerumput teh miliknya.

"Ah tentu saja ingat!"

"Ayah bilang, kita harus membukanya ketika Temari pas berusia 17 tahun, dan 2 bulan lagi Temari berusia 17 tahun. Apa kau pernah membuka surat dan kotak itu?"

"Tentu saja tidak, itu surat dan kotak keramat, surat itu masih rapi tersimpan dilemari kita, begitu juga kotak itu."

"Ah baguslah!"

Keduanya kemudian tertawa bersama. Membayangkan apa isi dari surat dan kotak itu.

.

.

.

.

"Happy Birthday 18th Cacoyiiiii"

Itulah tulisan kue tart buatan Temari untuk sang pacar tercinta. Sok imut? Memang.

Temari membuat surprisse untuk ulangtahun sang pacar. Membuat moment romantis untuk mereka berdua.

"Terimakasih sayang," ujar Sasori mengecup kening pacarnya.

"Sama-sama," jawab Temari sambil tersenyum. Kemudian memberikan kado untuk sang pacar.

"Ayo kita ke diskotik biasa, untuk merayakan ulangtahunku!" ajak Sasori menarik tangan Temari kemudian memasuki mobilnya.

"Jangan yang diskotik yang itu, kemarin aku terjaring razia," ujar Temari sambil mendengus kesal mengingat kejadian memalukan yang terjadi kemarin.

"Ah ya, aku tahu diskotik asik yang lainnya," ujar Sasori menghidupkan mobilnya kemudian memacu mobilnya menuju kesuatu diskotik.

.

.

.

.

"SHIKAAAAAAAAA!" teriakan seorang wanita menggema dari luar. Wanita itu membuka pintu kamar anaknya dengan kasar. Mengoncang-goncangkan tubuh anak lelakinya.

"Hoam."

"Jangan menguap! Cepat bangun! Kau bertugas!" omel sang ibu yang membuat anaknya menutup telinganya.

"Hoam, Genma belum menelepon, aku sedang tidak piket sekarang. Jadi, biarkan aku tidur," jawab anak itu kemudian menutup kepalanya dengan selimut. Sang ibu terlihat mendengus kesal.

KRING...KRINGGG

Ponsel pria itu berbunyi.

"Angkat itu, pasti Genma. Bangunlah! Kau sudah tidur dari tadi sore hingga malam seperti ini!"

Malas mendengar omelan ibunya, pria itu dengan malas mengangkat ponsel miliknya.

"Halo, apa? Penggebrekan lagi? Ah. Mendokusai. Baiklah."

Pria itu mematikan dengan kasar sambungan teleponnya. Kemudian, melangkahkan kakinya dengan malas menuju kamar mandi, disusul senyuman senang dari sang ibu.

Setelah berpakaian rapi, sang pria menuju kantornya.

.

.

.

.

"Kau tau ini adalah hari ulang tahun yang paling indah," ujar seorang pria berambut merah sambil melingkarkan tangannya kepinggang seorang gadis. Gadis itu juga melingkarkan tangannya dileher sang pemuda. Gadis itu sesekali menatap kesekitarnya, keadaan disekitar yang sangat parah. Ada geng pesta minuman keras. Geng pesta narkoba, dan lebih parah ada yang melakukan free sex disini. Gadis itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, dan kembali menatap kekasihnya.

"Karena aku ya?" tanya sang gadis sambil terkekeh. Sejak kapan dia bisa senarsis ini?

"Iya karena aku menyayangimu."

Pria itu mendekatkan wajahnya kearah sang wanita. Hingga sekarang jarak mereka sangat dekat. Mereka dapat mencium bau alkohol dari mulut pasangannya. Ketika bibir mereka hendak bertemu, sebuah teriakan mengagetkan mereka.

POLISIIIIIIIII!

Secepat kilat Sasori menarik Temari keluar dari tempat itu. Karena status Temari yang masih pelajar akan membahayakan. Sialnya, saat dia membuka pintu. Polisi-polisi telah berjejer rapi dihadapan mereka.

"Mau kabur ya?" tanya seorang polisi tua berambut putih yang sangat Temari hapal.

Mata Temari tertuju keseorang polisi berambut samurai.

'Dia itukan yang kemarin? Mati aku' batin Temari mengutuk dirinya kemudian menunduk. Dia tidak mau menatap kearah polisi itu.

"Kartu identitas nasional?" tanya pria itu.

Sasori mengeluarkan kartu identitas miliknya. Polisi itu menggeledah semua barang bawaan Sasori.

Sementara Temari? Dia sedang diomeli habis-habisan oleh polisi berambut samurai itu.

"Ah ya, gadis berkuncir empat aneh, kau ternyata keras kepala ya." ujar polisi muda itu sambil menguap.

"Iya kenapa?" jawab Temari ketus sambil menghisap rokoknya.

"Matikan rokokmu!" bentak polisi muda itu.

Sudah dua kali dia digrebek oleh polisi itu. Apabila sekali lagi digrebek, dia akan mendapatkan gelas cantik. Apa hubungannya? #plak

Temari memang sudah sering keluar masuk kantor polisi tapi bertemu dengan polisi muda menyebalkan itu baru sekarang.

.

.

.

.

Sasori dan Temari diperbolehkan pulang karena tidak menggunakan narkoba. Sebenarnya orangtua Temari akan dipanggil lagi, namun setelah Sasori berjanji akan mengantarkan pulang, begitu juga Temari berjanji tidak akan mengulanginya lagi, mereka juga menyogok polisi bercadar bernama Kakuzu, akhirnya mereka diperbolehkan pulang. Raut wajah Temari berubah menjadi bete. Sasori pun berkali-kali meminta maaf kepada Temari.

"Maafkan aku ya Temari, jangan marah."

"Iya." ujar Temari sambil tersenyum manis.

"Tuhkan marah, jangan marah ya."

"Siapa yang marah sih?"

"Kamu, maaf yaa."

"Sasori, aku udah memaafkan mu, kalau kamu minta maaf sekali lagi, kamu dapat piring cantik."

"..." Sasori mangap.

.

.

.

.

"Sayang, ayo kita jalan," seorang wanita cantik berambut merah sedang bergelayut manja dilengan sang pemuda.

"Mendokusai, aku masih ada tugas," jawab pria itu dengan malas.

"Kenapa kau tidak romantis sama sekali sih?" omel sang wanita sambil melepaskan tangannya dari tangan sang pria.

"Kan sudah aku bilang, Tayuya. Aku bukan orang yang romantis."

"Semenjak masuk kepolisian, kau jadi mengacuhkanku."

"Melayani masyarakat adalah tugasku dan seharusnya kau mengerti," kemudian pria itu mengeluarkan ponselnya dan memainkan games. Tayuya hanya mendengus kesal sambil meminum cappucino-nya.

Terdengar bunyi ponsel pria itu. Dengan malas pria itu mengangkatnya.

"Aku pergi dulu! Ada kasus pembunuhan."

Pria itu beranjak kemudian mencium kening kekasihnya.

.

.

.

.

"Kita harus menghubungi keluarga Sabaku, menanyakan apakah putri mereka sudah berusia 17 tahun kemudian membuka surat itu?" ujar seorang bapak-bapak sambil menghidupkan rokoknya.

"Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran ayah, kenapa harus menunggu putri keluarga Sabaku sih untuk membuka surat itu?"

"Pasti ada hubungannya, antara surat kita dan surat milik keluarga Sabaku. Masalah warisan yang belum kita ketahui mungkin?

"Ah, semoga saja masalah warisan!" ibu itu tersenyum senang sambil membayangkan dia mendapatkan warisan dalam jumlah yang besar.

.

.

.

.

Sudah hampir ratusan kali selama 2 bulan terakhir, Temari berurusan dengan polisi muda berambut samurai bernama Shikamaru. Kebanyakan memang terjaring di diskotik dan aksi balapan liar dijalan. Pada saat Sakura dan Tenten pergi ke diskotik sendiri tanpa dirinya, tidak terjadi apa-apa. Tidak ada penggebrekan. Sementara ketika dia datang, selalu ada penggebrekan. Sialnya, sebagian dari penggebrekan itu, Temari dalam keadaan mabuk. Akibatnya dia sering dihadiahi pukulan oleh sang ayah. Entah dia terkena kutukan apa. Author juga tidak begitu mengerti.

Tadi pagi juga Temari terkena surat tilang karena melanggar lampu merah. Lagi-lagi bertemu dengan polisi muda menyebalkan itu dikantor polisi. Temari pikir polisi muda itu sengaja membuntutinya. Buktinya dia selalu berada disemua kantor polisi tempat Temari digiring akibat melakukan pelanggaran. Polisi muda itu hanya bisa mengomeli kelakuan Temari yang gemar melanggar peraturan.

"Happy Birthday Temari!"

Itulah tulisan yang tertempel didinding ruang tamu rumahnya. Saat ini dia sedang merayakan ulangtahunnya yang ke 17 tahun bersama keluarganya, teman-teman dan kekasih tercintanya, Sasori.

Sasori memberikannya sebuah cincin berlian yang sangat cocok di jari manisnya.

Kemudian, Sasori mengajak Temari untuk merayakan hari ulangtahun Temari dengan berjalan-jalan dan mabuk-mabukan tentunya.

Setelah perayaan ulang tahun selesai. Ayah dan ibunya langsung memeriksa lemari sudah terlalu penasaran dengan isi surat dan kotaknya. Mencari kotak dan surat peninggalan ayah mereka.

"Karura, kenapa tidak ada?" ujar Sabaku Rei panik, dia telah membongkar seisi lemari, mencari benda itu.

"Haaaaa, kenapa tidak ada?" Karura tidak kalah panik mengacak-ngacak lemari baju miliknya, tetapi tetap saja tidak ketemu.

"Diobok-obok ailnya diobok-obok ada ikannya kecil-kecil pada mabok," terdengar nyanyian anak kecil cadel. Ternyata itu adalah nyanyian Gaara yang sedang mengobok-ngobok susu putih miliknya dengan biskuit coklat.

Gaara yang melewati kamar kedua orang tuanya, kaget saat melihat kamar kedua orang tuanya seperti habis terkena Tsunami.

"Toucan, Tacan ngapain?" tanya Gaara dengan polosnya.

Tapi, dia dikacangi oleh orang tuanya. Pertanyaannya tidak dipedulikan.

"Nyali apa sih?" tanyanya lagi penasaran.

"Aduh Gaara jangan berisik ya sayang, lagi nyari surat sama kotak nih!" omel sang ibu sambil tersenyum. Kemudian melanjutkan aktivitasnya.

"Culat yang dilaci lemali itu? Yang walnanya melah? Bagus loh culatnya, Gaala suka," ujar Gaara sok imut kemudian mencak-mencak tak karuan.

"Dimana surat itu sekarang?" tanya Sabaku Rei tidak sabar, kemudian mendekati Gaara.

"Aku jadiin popok untuk Teddy Belku."

Secepat kilat, Sabaku Rei dan Karura menuju kamar Gaara dan menemukan surat yang mereka cari ternyata di TeddyBear Gaara.

"Toucan, Tacan jangan lusak popoknya! Nanti TeddyBel-nya malu kalau gak pake popok!" teriak Gaara kemudian mengambil surat merah dari tangan ayahnya.

"Aduh Gaara, pakai kertas yang lain saja ya," Karura mencoba merayu anaknya, tapi sang anak tidak memperdulikannya.

"Gaara, nanti Tousan belikan TeddyBear yang baru ya!"

"Gak mau! Mau yang ini aja! Nih liat, dia cakep kalau pake popok ini," ujar Gaara sambil sumringah, dan memeluk TeddyBearnya.

"Gini aja, nanti Kaasan belikan baju baru untuk TeddyBear-nya, bagaimana?" Karura tidak menyerah tetap merayu Gaara. Raut wajah Gaara berubah, dia tersenyum. Karura dan Sabaku Rei tertawa.

"Kau berhasil Karura!" ujar Sabaku Rei senang.

Kemudian raut wajah Gaara berubah menjadi cemberut lagi kemudian berkata dengan ketus "Gak mau!"

"Grrrrrrr." Sabaku Rei udah geregetan, kalau saja Gaara bukan anaknya sudah dicincang-cincang terus dijadiin sop kali. Sadis abis.

"Gaara maunya apa?" Karura sepertinya sudah malas untuk merayu Gaara.

"Maunya popok walna melah telus topi dali kotak kayak punya Nii-chan." ujar Gaara manja sambil tetap memainkan Teddy Bearnya.

"Iya.. Nanti Tousan belikan,"

"Acikkk!" teriak Gaara sambil joget-joget kemudian memberikan surat merah itu kepada ayahnya.

"Gaara tau tidak kotak yang berwarna merah. Warna merahnya mirip kayak surat ini?" tanya Karura sambil mengelus kepala anaknya.

"Oh itu dijadiin topi untuk boneka monstel Nii-chan. Kelen loh."

Tanpa aba-aba Sabaku Rei dan Karura berlari menuju kamar Kankuro.

Mereka melihat kotak itu ternyata dijadikan tempat duduk oleh Kankuro.

"Aduh Kanky, nanti rusak kotaknya," ujar Karura hendak mengambil kotak itu dari pant*t Kankuro. Karura khawatir isi keramat didalam kotak itu akan rusak.

"Ini kuat!" teriak Kankuro dengan semangat 45.

"Kaasan pinjam sebentar ya? Boleh?"

Tidak seperti Gaara, Kankuro dengan senang hati memberikan kotak merah itu kepada Karura. Karura dan Sabaku Rei membuka kotak itu. Tapi ternyata kosong.

"Isinya itu tas kecil. Aku jadiin tas untuk monsterku." ujar Kankuro sambil terus memainkan boneka monsternya.

"Kaasan pinjam ya?"

"Beliin es krim dulu."

"Besok."

"Asikkkk, besok ya. Gaara aku mau dibelikan ice krim sama Tousan," Kankuro berteriak sambil berlari menuju kamar Gaara. Kemudian terdengar teriakan Gaara

"Toucan, aku juga mau ais klimmmm!"

"Kau tidak boleh!" teriak Kankuro ketus, teriakan mereka berdua membahana hingga keujung rumah.

"Toucan, Nii-chan jahat! Gaala mau beli ais klim!"

"Ngomong dulu es krim?"

"Ais klim."

"Bukan ais klim tapi es krim," Kankuro terlihat mengajari adiknya yang cadel.

"Ais klim." Gaara tetap tidak bisa mengucapkan es krim dengan benar.

"Errrrrr coba ngomong errrr," Kankuro mengucapkan itu sambil menggetarkan lidahnya.

"ellllll elll," teriak Gaara, dia tidak mengerti dengan kakaknya. Dia sudah bener mengucapkannya kenapa harus dibilang salah sih.

Karena sebal dengan sang kakak, Gaara melemparkan botol susunya kekepala Kankuro.

"Tousaaaaaaan! Gaara nakal," tangis Kankuro terdengar, dia membalas perbuatan Gaara dengan melemparkan benda itu lagi kekepala Gaara dengan sekuat tenaga.

"Taaaaaaacaaaannn, Kankulooooooo!" kali ini tangis Gaara yang menggema.

Kenapa jadi bahas perkelahian kedua anak itu sih?

Tanpa memperdulikan tangis kedua anaknya, dan tanpa pikir panjang Karura dan Sabaku Rei langsung mengambil tas kecil itu, kemudian membaca surat itu diruang tamu.

To: Rei, anakku dan Karura, menantuku

Saat membaca surat ini, aku harap cucuku Temari sudah berusia 17tahun. Kalau kalian bohong, kita ketemu diakhirat nanti.

Karura bergidik membaca surat dari ayah mertuanya. Baru baca pembukanya aja sudah horror.

Sebelum membaca lebih jauh kalian hubungi dulu keluarga Nara, karena mereka juga menunggu untuk membuka surat yang sama.

Sabaku Rei mengambil ponselnya dan menghubungi Nara Shikaku.

"Nara.. Nara...Semoga nomornya masih aktif."

Kemudian terdengar sambungan telepon masuk, dan terdengar suara pria ramah menjawab telepon.

"Halo Shikaku! Apa kabar?" ucap Sabaku Rei ramah kemudian langsung ke pokok permasalahannya.

"Iya, Puteriku sudah berusia 17tahun, kalian sudah boleh membuka suratnya. Ayo kita buka bersama."

tut...tut...

Sambungan telepon dimatikan.

Kemudian Sabaku Rei dan Karura melanjutkan membaca surat itu

Sudah ditelepon? Kalau sudah buka dulu tas kecil yang ada didalam kotak merah besar yang aku berikan itu dulu.

Sabaku Rei membuka tas itu. Isinya ternyata cincin bertahtakan berlian yang sangat indah.

Isinya cincin kan? Cek dulu cincin apa bukan? Siapa tau itu anting-anting.

Rei yang sudah geregetan menjawab surat itu dengan emosi. "Iya ayah isinya cincin ! Cincin! Lama amat sih!"

Itu adalah cincin pernikahan Temari dengan keluarga Nara. Aku dan kakek keluarga Nara telah membuat perjanjian, kau tahu kan kami sahabat karib. Kami juga telah menyiapkan tanah dan rumah yang luas untuk kehidupan cucu-cucu kami. Aku menerima tawarannya dengan senang hati karena kakek keluarga Nara telah menyelamatkan nyawaku. Selain itu, kami ingin persahabatan keluarga Sabaku dan Nara tetap abadi dengan bersatunya cucu-cucu kami dengan tali pernikahan. Ku mohon, Rei dan Karura kabulkan permintaan terakhirku ini.

Kecup sayang dan spesial

Ayah.

Membaca surat itu, Karura dan Rei langsung bertatap muka. Perjodohan? Apakah anak keluarga Nara itu mau menikah dengan putrinya yang gemar mabuk dan keluar masuk kantor polisi? Apakah anak keluarga Nara itu cocok untuk Temari? Berbagai pertanyaan-pertanyaan muncul dari Sabaku Rei dan Karura.

.

.

.

.

"Shikaku, sampai kapan kita akan menunggu untuk membuka surat itu?" ucap seorang ibu sambil mengganti chanel televisi dengan tidak sabaran.

"Sabarlah Yoshino." ujar Shikaku menenangkan istrinya.

KRING...KRINGG.

Terdengar bunyi ponsel dari Shikaku.

"Sabaku Rei?" ucap Shikaku heran. Kemudian mengangkatnya.

"Halo Rei. Ah, Aku baik. Apa? sudah 17 tahun. Akhirnya. Baiklah akan kubuka." ujar Shikaku sambil tersenyum kearah Yoshino kemudian secepat kilat mereka mengambil surat itu dan membukanya.

Halo, Shikaku-Anakku, dan Yoshino-Menantuku.

Pada saat kalian membuka surat ini, puteri keluarga Sabaku telah berusia 17 tahun ya? Sebelumnya buka dulu kotak merah yang telah aku berikan.

Yoshino dengan cepat membuka kotak itu. Ternyata, didalam kotak itu ada tas kecil yang setelah dibuka isinya cincin.

Usia cucuku Nara Shikamaru berusia 20 tahun ya? Sudah siap untuk menikah bukan? Permintaanku yang terakhir kali, tolong nikahkan Shikamaru dengan puteri keluarga Sabaku. Aku hanya ingin persahabatan antara aku dan kakek keluarga Sabaku terus dikenang, dan kami pikir dengan cara

menikahkan mereka adalah cara terbaik. Aku juga ingin membalas jasa keluarga Sabaku yang telah membantuku menyekolahkan Shikaku hingga lulus akademi kepolisian. Kami sudah menyiapkan rumah dan tanah yang sangat luas untuk mereka berdua. Setelah membaca surat ini, tolong secepatnya siapkan pernikahan mereka. Jika tidak, aku tidak akan pernah bahagia disana.

Love,

ayah.

Setelah membaca surat itu, Yoshino dan Shikaku saling menatap satu sama lain. Kemudian Shikaku mengambil ponselnya dan menghubungi Sabaku Rei untuk mengadakan pertemuan terkait perjodohan ini.

.

.

.

.

.

"Wah lama tidak berjumpa ya Shikaku," ujar Sabaku Rei sambil berjabat tangan dan berpelukan dengan Shikaku Nara.

"Wah Karura-san masih cantik saja," puji Yoshino sambil memeluk Karura.

"Yoshino-san juga loh, masih awet muda," ujar Karura sambil tersenyum.

"Bagaimana dengan pernikahan anak kita?" tanya Shikaku to the point sambil menghidupkan rokoknya.

Saat ini mereka sedang mengadakan pertemuan disebuah kafe.

"Tapi Temari masih sekolah, sebulan lagi dia ujian akhir, mungkin sekitar 3 bulan lagi dia sudah kuliah," ujar Karura sambil memakan steak miliknya.

"Biar bagaimanapun, pernikahan mereka harus dilaksanakan, aku tidak mau mengecewakan ayah." ujar Shikaku mantap.

"Aku juga Shikaku." ujar Sabaku Rei mantap,"Besok aku akan ajak Temari untuk mengunjungi rumah kalian, dan pastikan anak kalian ada dirumah," lanjutnya sambil tersenyum.

"Tentu saja, sepertinya besok Shikamaru sedang tidak piket. Maklumlah, kepolisian. Harus sedia kapanpun. Oh ya,aku masih tidak percaya kita akan menjadi besan," Yoshino berbicara dengan heboh diiringi tatapan cengo dari Shikaku.

"Ah, iya Yoshino-san, maklum kok. Aku senang sekali loh kita ternyata besan," ujar Karura sambil tetap berkutat bersama steak miliknya.

Sepertinya kedua orang tua itu sudah kompak ingin menikahkan kedua anak mereka. Tidak peduli sang anak setuju atau tidak dengan perjodohan ini.

.

.

.

"Shika, kau hari ini sibuk?" tanya sang ibu ketika sarapan pagi.

"Tidak sepertinya hari ini aku free." jawab Shikamaru sambil terus menguap.

"Hari ini kau dirumah saja ya, ada tamu yang ingin bertemu denganmu," ujar sang ayah sambil memakan roti tawarnya.

"Aku ingin berjalan dengan Tayuya, Tousan."

"Model majalah dewasa itu?" tanya sang ibu. Raut wajah sang ibu berubah kesal. Yoshino memang tidak menyukai hubungan antara Shikamaru dan Tayuya. Dia takut Tayuya akan memberikan pengaruh buruk terhadap Shikamaru karena status Tayuya sebagai model majalah dewasa yang terlampau seksi.

"Memang kenapa kaasan? Ada yang salah?" tanya Shikamaru heran dengan perubahan ekspresi sang ibu.

"Kaasan tidak suka dengan dia! Batalkan janji kalian! Temui tamu kita!" bentak sang ibu dengan kasar.

Shikamaru hanya menunduk dan menuruti sang ibu.

"Baiklah. Mendokusai."

.

.

.

.

"Temari, pulang sekolah langsung pulang ya. Kita pergi kerumah teman Tousan." ujar Karura sambil memberi selai kerotinya, kemudian memakannya.

"Aku ada janji dengan Sasori," jawab Temari sambil meminum susunya.

"Janji dengan Sasori bisa kapan-kapan!" sang ayah berbicara ketus membuat Temari bergidik ngeri.

"Baiklah. Baiklah." ucap Temari pasrah. Dia memilih menyanggupi permintaan ayahnya, daripada harus diomeli ayahnya.

.

.

.

.

"Wah cantik sekali," puji Yoshino saat melihat Temari untuk pertama kalinya.

"Terimakasih ba-san." ucap Temari sambil tersipu malu.

Kali ini keluarga Sabaku sudah tiba dikediaman keluarga Nara yang bisa dikategorikan sangat mewah.

"Jangan terlalu resmi begitu, panggil saja ibu."

"Eh?" Temari kaget. Pasti ada yang tidak beres dengan pertemuan ini.

"Anak cakep siapa namanya?" tanya Yoshino ke Gaara dan Kankuro.

"Kankuro." jawab Kankuro sambil mencium tangan Yoshino.

"Gaala." Gaara ikut-ikutan mencium tangan Yoshino.

"Ah anak pinter, mau es krim?"

"Mauuuuuuuuuuu!" teriak mereka kompak.

"Sebentar ya, Ba -san ambilkan dulu!" ucap Yoshino kemudian pergi.

'Kenapa dia menyebut dirinya bibi dengan Gaara dan Kankuro, kenapa aku harus memanggilnya ibu?' batin Temari heran. Temari meminta izin keluar untuk merokok, dengan alibi ingin buang air kecil.

"Maaf, toiletnya dimana ya?" tanya Temari sopan sambil membawa tas kecilnya yang sudah diisi rokok.

"Oh lurus belok kanan." jawab Shikaku sambil tersenyum.

Secepat kilat Temari langsung berlari keluar rumah dan segera merokok. Karena apabila merokok didalam rumah resikonya fatal.

"Mana anakmu?" tanya Sabaku Rei ke Shikaku.

"Dia tidur, sangat sulit dibangunkan." ucap Shikaku sambil tersenyum.

15 menit kemudian Temari kembali lagi, dia tidak ingin semua orang disitu menjadi curiga.

Temari menjelajah seisi rumah, dan melihat foto anak kecil bersama pasangan suami istri yang berada dihadapannya ini.

'Lucu sekali' batin Temari saat melihat foto bayi yang tertempel didinding.

"Sebentar, aku bangunkan anak itu. Sudah ada tamu masih tidur saja," omel Yoshino kemudian menaiki tangga, kemudian terdengar teriakan Yoshino yang membanguni anak lelakinya.

"Tousan sebenarnya ada apa?" tanya Temari keayahnya.

"Nanti kau akan tau." ujar Ayahnya sambil tersenyum kearahnya.

Tak lama kemudian, Yoshino datang bersama seorang pemuda berambut samurai. Pemuda itu tersenyum, namun masih tampak jelas jika ia mengantuk.

Pemuda itu kemudian menyalami Sabaku Rei dan Karura.

Temari yang masih berkutat dengan ponselnya tidak mengetahui bahwa ada orang baru dihadapannya.

"Wah, ini namanya Shikamaru, gagah sekali." puji Karura sambil memanggil Temari yang menunduk untuk berkenalan dengan sang pemuda.

"Ah ya?" Temari menatap pria yang berada dihadapannya. Shikamaru juga menatap Temari.

Kemudian mereka sama-sama berteriak

"KAUUUUUUUUU!"

"Nee-chan sama Chikamalu-nii jangan belisik, nanti TeddyBel-ku bangun." ujar Gaara sambil mengelus-ngelus TeddyBear miliknya.

"Wah kalian sudah saling kenal ya?" ucap Yoshino senang "Ini akan sangat memudahkan pernikahan kalian." lanjut Yoshino sambil menatap Karura.

"P-p-ernikahan?" ucap Temari terbata-bata.

"Baca ini." Karura memberikan surat merah ke Temari. Begitu juga Yoshino, dia memberikan surat yang sama ke Shikamaru.

"Kalian harus menikah." ucap Sabaku Rei dengan penuh penekanan.

"Tapi Tousan? Aku bahkan masih sekolah," ujar Temari sebisa mungkin untuk membatalkan pernikahan gila ini.

"Pernikahan akan diadakan setelah kau masuk kuliah Temari." Karura mencoba memberi pengertian ke Temari yang sepertinya memberontak. Sementara Shikamaru hanya menggumamkan kata 'Mendokusai'.

"Ini konyol sekali, zaman sudah modern dan perjodohan sudah tidak trend lagi!" omel Temari. Membuat semua orang yang berada disitu tercengang.

"Ini adalah permintaan terakhir dari kakek kalian, mereka pasti bahagia disana jika kalian menurutinya." ujar Shikaku sambil tersenyum.

"Boleh aku bicara dengan Shikamaru diluar?" pinta Temari sambil menarik tangan Shikamaru keluar dari ruang tengah rumah itu.

"Ah tentu saja, kalian harus pendekatan terlebih dahulu sebelum menikah." Yoshino senang.

"Demi ketek Marlyn Monroe aku tidak sudi menikah dengan kau!" bentak Temari ke pria yang berada dihadapannya. Saat ini mereka sudah menyingkir keluar rumah.

"Aku juga. Mendokusai."

"Kita bisa membatalkan pernikahan ini!"

"Kau saja yang pikir, merepotkan." ujar Shikamaru sambil menguap.

"Dasar polisi bawel!"

"Dasar anak diskotik yang gemar melanggar peraturan!" bentak Shikamaru kemudian hendak pergi dari hadapan Temari.

"Bagaimana kalau kau mati saja?" ujar Temari sambil tertawa sambil menarik Shikamaru kembali dihadapannya.

"Enak saja!" bentak Shikamaru sambil

menguap.

"Mana mau aku menikah dengan polisi bawel sepertimu?" Temari menghidupkan rokoknya. Kemudian menghembuskan diwajah Shikamaru.

"Uhuk.. Kau ini!" bentak Shikamaru mengambil rokok dari tangan Temari dan membuangnya.

"Grrr." Temari menatap tajam pria yang berada dihadapannya kemudian membuang mukanya.

"Kau kira aku mau menikah dengan gadis yang selalu melanggar hukum. Yang benar saja! Apalagi gadis itu perokok dan peminum!"

.

.

.

.

Sudah hampir tiga bulan lebih Temari dipaksa untuk menikah dengan polisi bernama Shikamaru. Tapi, dia ngotot demi Gaara yang punya bulu ketek, dia tidak pernah mau, karena dia mencintai Sasori. Begitu juga Shikamaru yang tidak ingin berpisah dari Tayuya.

"Yoshino-san, bagaimana ini? Temari sudah masuk kuliah, tapi dia tetap tidak mau menikah. Bagaimana dong?" Karura meluapkan kekesalannya kepada Yoshino yang juga bernasib sama.

Saat ini mereka sedang bersantai disalah satu kafe terkenal.

"Iya, ayah terus-terusan hadir dimimpiku. Bagaimana jika kita paksa mereka?"

"Bagaimana caranya?"

"Kita pura-pura sakit. Bagaimana? ujar Yoshino mengeluarkan ide briliannya.

"Kebetulan adik saya adalah dokter." Karura terlihat bersemangat untuk menjalankan rencana licik mereka.

"Baiklah, kita laksanakan secepatnya!" ucap Yoshino sambil tersenyum.

Setelah bertemu dengan Yashamaru-adik Karura ditempat prakteknya dan menceritakan semuanya. Karura dan Yoshino meminta bantuan kepada Yashamaru. Yashamaru hanya tertawa melihat kelakuan sang kakak dan Yoshino. Kemudian menyanggupi permintaan kedua ibu-ibu itu untuk bekerja sama menipu Temari dan Shikamaru agar mau menikah.

.

.

.

.

Malam itu dikediaman keluarga Sabaku, dikagetkan dengan pingsannya Karura. Temari, Sabaku Rei, Gaara, dan Kankuro menangis melihat keadaan Karura. Akhirnya, dokter Yashamaru-adik Karura datang kerumah dan memeriksa Karura.

"Nee-san sangat stress, jantungnya lemah. Apakah dia punya banyak pikiran?" ucap dokter itu setelah memeriksa keadaan Karura.

"Sepertinya iya." jawab Sabaku Rei sambil menatap Temari yang sedang menangis.

"Kalau bisa kurangi pikirannya. Jantung lemah itu sangat berbahaya." ucap Yashamaru sambil mengedipkan matanya kearah Sabaku Rei. Sabaku Rei tersenyum singkat kemudian kembali memasang raut wajah sedih.

'Pasti pernikahan. Ibu pasti stres gara-gara itu' batin Temari lirih sambil menatap ibunya yang sedang pingsan. Dia sedang balapan ketika ibunya pingsan, dan langsung memacu mobilnya ketika mendengar kabar ibunya.

Sesaat setelah dokter pergi, Temari menemui sang ibu yang sedang pingsan.

"Maafkan Temari, Kaasan." ucap Temari lirih sambil menatap ibunya. Ibunya kemudian bangun dari pingsannya.

"Temari kenapa?" tanya sang ibu.

"Maafkan Temari, kaasan begini pasti gara-gara pernikahan itu kan?"

"Kalau memang kau tidak mau, tidak apa-apa kok." jawab Karura lemah.

"Aku mau. Aku mau menikah." jawab Temari sambil menangis. Dia tidak mau menjadi beban untuk ibunya. Karena selama ini dia melihat ibunya selalu berpikir keras bagaimana caranya agar dia mau menikah dengan polisi bawel itu. Dia tidak mau membahayakan kesehatan ibunya.

.

.

.

.

Dikediaman Nara penyakit asma Yoshino mendadak kambuh, kemudian Yoshino kejang-kejang dan pingsan. Dokter Yashamaru yang telah ditugaskan oleh kedua ibu itu, berpura-pura memeriksa keadaan Yoshino.

"Asmanya kambuh karena ibu anda banyak pikiran. Akan sangat membahayakan bagi paru-parunya. Kurangi pikirannya," ucap Yashamaru, setelah memberikan obat palsu yang ternyata vitamin, Yashamaru kemudian pamit pulang.

Shikamaru kemudian menatap ibunya yang pura-pura pingsan berkata "Ini semua karena pernikahan itu kan bu? Aku akan menurutinya. Mendokusai."

Sama seperti Temari, Shikamaru juga tidak ingin memperburuk keadaan sang ibu.

Shikamaru mengambil ponselnya dan menghubungi rumah keluarga Sabaku.

.

.

.

.

TBC

:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Jelek yaa? Hoho review yaaaaa ;;)