CHAPTER 16 UPDATE! Eh… anu… Ya… Ga tau mau ngomong apa lagi nih, udah hiatus cukup lama tapi masih berani-beraninya nyambung bikin fic. Hahaha… berhubung ceritanya udah hampir tamat, Otter jadi ingin ngelanjutinnya sampe akhir. Walaupun bikinnya Cuma bisa sedikit demi sedikit. Kepada para readers yang pernah setia membaca fic ini Otter mohon maaf baru bisa nyambung sekarang. Semoga ceritanya masih nyambung ya? Hahaha! Btw, Theme song kali ini adalah Suara Takbiran lebaran Haji!

.

Happy Reading!

.

.

Seireitei.

Gedung asrama divisi 13s

.

8 bulan yang lalu

"Kuchiki… Ruu…? Kuchiki… Uku…?"

"Kuchiki Rukia!"

"Ah… Cuma beda sedikit Sanosuke-san."

"Sedikit kepalamu, Kurenai! Sudah kubilang berhentilah menyegel kekuatan Shinkokubi milikmu atau kau akan makin terlihat seperti orang bodoh!"

Kuchiki Rukia, gadis yang tengah diperbincangkan dua shinigami itu mengangkat wajahnya perlahan. Tatapan matanya begitu sayu, butiran-butiran keringat meluncur dengan deras di pelipisnya. Ia mengangkat wajahnya perlahan dengan maksud melihat dengan jelas wajah shinigami yang menggenggam pedang yang kini tengah bersarang di dalam perutnya.

Shinigami itu berambut merah, dan seorang rekannya yang hanya berdiri di belakang sambil berlipat tangan di dada berambut sehitam gagak. Apa yang sedang terjadi? Yang mampu diingatnya hanyalah ia baru saja membuka pintu salah satu ruangan di asrama tentara divisi 13 ketika seseorang yang berdiri di seberang pintu geser itu menghujamkan pedang padanya. Begitu cepat.

Sebelah tangan Rukia mencengkeram bilah pedang yang menusuknya sementara sebelah tangannya lagi tanpa ragu menarik keluar zanpakutounya sendiri dari dalam sarung pedang. Namun dengan gerakan shunpo yang begitu cepat, si pria berambut hitam langsung merebut pedangnya itu dan menyegel kedua tangannya ke balik punggung.

Pedang milik pria itu mendadak bercahaya putih terang, seiringan dengan lafalan mantra semacam kidou namun terdengar begitu asing. Seketika sekujur tubuh Rukia bergejolak hebat, merasakan rasa sakit luar biasa yang belum pernah dialaminya. Ingin rasanya ia berteriak namun rasa sakit yang begitu mendera itu kian mengikis tenaganya.

"Shinkokidou no 45, Mikata."

Sang pria berambut merah yang tak lain adalah Kaidou Sanosuke itu mencabut pedangnya cepat sampai-sampai tubuh Rukia terhentak ke depan sebelum jatuh tersungkur ke lantai. Pria itu menatap bilah yang telah berlumur darah itu dengan rasa puas. Aliran darah yang meluncur dari pedang itu menetes jatuh ke lantai beberapa jengkal di depan iris violet Rukia yang tengah terjerembab. Membentuk segumpal api putih yang kemudian berganti wujud menjadi sehelai kertas ofuda bertuliskan nama sang gadis Kuchiki di atasnya.

"… Siapa… kalian…! Apa yang…" gumam Rukia dengan suara tertahan, berusaha untuk mengangkat wajahnya sambil terbatuk kecil memuntahkan darah. Kaidou Sanosuke meraih kertas itu seraya berjongkok.

"Mencuri ingatanmu." Jawab pria itu singkat. Ia lalu berdiri dan menyarungkan pedangnya kembali, meninggalkan tubuh Rukia yang dibanjiri darah merah tergeletak begitu saja.

"Ayo pergi, Kurenai!"

"Wah, wah… Kita akan meninggalkan dia begitu saja? Sadis sekali..."

Sanosuke berhenti sejenak dan menjawab tanpa menoleh. "Berhenti mengoceh dan bergegaslah! Sebelum shinigami lain mendeteksi kekkai pelindung yang kita pasang. Dan lagi kita harus mempersiapkan hal lainnya sebelum menuju Kurosaki Ichigo."

"Shinigami daikou itu?"

Sambil membuang nafas panjang, Kurenai akhirnya ikut membalikkan badan dan menyusul langkah sepupunya itu. Namun baru 2 langkah yang ditelusurinya, pria itu kembali menoleh ke belakang begitu suara lirih Rukia yang harusnya sudah pingsan kekurangan darah.

"Kalian… mengejar Ichigo…?"

Sanosuke ikut menghentikan langkah. Berbeda dengan wajah Kurenai yang terlihat takjub, pria ini justru balas menatap remeh.

"Jangan memaksakan diri Kuchiki Rukia. Pikirkan saja dirimu untuk saat ini—"

"Kalian juga… akan melukainya? Ichigo… ukh!" Rukia perlahan bangkit hingga terduduk sambil memegangi bekas hujaman di perutnya.

"Ichigo sudah… kehilangan kekuatan shinigami miliknya. Jika kalian ingin membunuhnya… aku tidak akan membiarkan kalian..!"

Sontak pandangan mata Kaidou Sanosuke melebar, terpana. Sekelebat wajah mulai membayang di wajah gadis sang Kuchiki dalam pandangannya. Wajah Okuni yang sangat ia cintai.

Batinnya terasa sesak. Gadis ini bermaksud melindungi Kurosaki Ichigo walau dirinya sendiri berada dalam keadaan semacam ini. Entah kenapa sosok Okuni yang selalu melindungi dirinya maupun eksistensinya membekas dari sorot mata violet gadis ini. Begitu kah? Apakah bagi Kurosaki Ichigo itu, gadis ini sama seperti keberadaan Okuni baginya?

"Khu…!" Sang pria bersurai merah mendadak terkekeh dan menyeringai. Wajahnya terlhat sedikit gusar dan balas menatap Rukia dengan tatapan penuh emosi. "Hal seperti ini… justru membuatku muak."

Kurenai hanya bisa terheran begitu Kaidou berbalik arah dengan langkah cepat menuju Rukia sembari mencabut kembali pedangnya.

"Sanosuke-san!"

"Perubahan rencana!"

"…!"

Kaidou mengacungkan ujung pedangnya ke arah Rukia yang benar-benar sudah tak mampu lagi untuk bergerak sedikitpun. "Ada satu hal lagi… yang harus kulakukan."

Rukia merasakan kesadarannya makin menjauh. Sekujur tubuhnya tak lagi mampu bergerak sedikitpun. Perlahan pandangan matanya mengabur, beriringan dengan pemandangan ujung pedang milik Kaidou Sanosuke yang makin mendekat pada tubuhnya.

Makin dekat…

Dan dekat…

Bleach: Memories of Blank Soul

.

Vol 16. Okuni

"ICHI—!"

Kedua bola mata violet itu mendadak membuka. Berhasil mendapatkan kesadarannya kembali, Rukia segera bangkit dari posisi berbaringnya. Namun rasa nyeri yang menjalar di daerah perut terpaksa membuat gadis itu nyaris terbaring kembali sambil mengerang.

Gadis Kuchiki itu mulai memegangi sebelah wajahnya, mengingat-ingat kembali kilasan memori yang muncul dalam mimpinya barusan. Entah kenapa memori itu begitu aneh. Itu adalah kejadian 8 bulan yang lalu, yang selama seminggu lebih ini ia bahkan tak bisa mengingatnya dengan begitu jelas.

"Kenapa tiba-tiba… aku teringat kejadian 8 bulan yang lalu…?" gumamnya.

"Kau sudah mengingatnya?"

Rukia menoleh ke arah kanannya. Sumber suara itu tak lain adalah Kurenai. Pria yang baru saja menghujamkan pedang ke dalam perutnya beberapa saat yang lalu. Kontan Rukia mencabut zanpakutounya secepat kilat dan memasang kuda-kuda seadanya.

"Kau…!"

"Kau bisa mengingatnya dengan jelas? Sepertinya jurusku berhasil dengan baik. Fuh!"

"… Jurus?"

"Sebaiknya jangan banyak bergerak, atau obatnya bisa jadi sia-sia."

Rukia memegangi perutnya dan mengusapnya pelan. Meski terasa begitu sakit namun pendarahannya sudah berhenti. Mustahil… Apakah pria ini yang mengobati lukanya?

Ada satu hal lagi yang mengganjal di pikiran Rukia. Benar juga… begitu ia tersadar entah kenapa ingatannya terasa begitu segar. Tanpa kebimbangan dan keraguan sedikitpun. Aneh bukan? Beberapa hari ini ia selalu dihantui oleh keberadaan Ichigo dan Sanosuke yang saling bertukar peran dalam memorinya. Memang pada akhirnya ia bisa mengingat Ichigo kembali namun kali ini berbeda. Ia bisa mengingat semuanya. Ya ! Semuanya.

"Kau menusukku, pasti karena suatu alasan, Kurenai-san? Jurus apa… yang sebenarnya kau lakukan padaku?"

Kurenai tersenyum simpul. Sebelah tangannya lalu membuka, memperlihatkan sehelai kertas ingatan bertuliskan Kuchiki Rukia melayang di atas telapak tangannya dalam kondisi terbakar.

"Membatalkan jurus penggantian ingatan Sanosuke-san terhadapmu."

"…!"

"Dengan begini Sanosuke-san tidak akan bisa lagi mengontrol ingatanmu maupun penduduk Seireitei lagi. Dan Kurosaki Ichigo kembali menjadi Kurosaki Ichigo. Bagus 'kan? Maaf telah melukaimu tapi menusukkan zanpakutou adalah cara kami mengendalikan ingatan seseorang. Cih…! Padahal aku sudah bersumpah untuk tidak menggunakan reiatsu klanku lagi." Ujar Kurenai sambil mematah-matahkan lehernya dengan raut santai. Rukia hanya bisa terdiam dan memandanginya dengan penuh keheranan.

"Kenapa… kau melakukan itu?"

Seluruh gerakan Kurenai terhenti sejenak. Bola mata keemasan miliknya bergulir menjauhi sosok gadis yang ada di depannya itu sesaat setelah wajah santainya mencair.

"Tidak ada alasan yang menarik."

.

.

Seireitei. Gedung tentara divisi 1.

"Kaidou Sanosuke katamu? Jadi selama ini kita telah ditipu!" Choujiro Sasakiba terlihat begitu takjub mendengar penuturan Kyouraku. Wakil komandan divisi 1 itu melirik cemas ke arah sang komandan yang berdiri di sampingnya. Lelaki tua bergelar Soutaichou itu malah terlihat tenang-tenang saja.

"Bagaimana ini, Genryuusai-dono? Kita baru saja memberinya izin memasuki Muken… Kalau benar ia musuh kita, mungkin saja dia punya niat tersembunyi…"

"Tidak usah khawatir." Potong si tetua tiba-tiba. Kyouraku yang tengah duduk bersila dihadapan kedua petinggi gotei 13-tai itu tertawa kecil sembari menarik capingnya turun.

"Oi, oi Yama-jii. Kalau tujuan bocah klan Shinkokubi itu adalah membebaskan Aizen bisa gawat 'kan? Menangkap Aizen kembali itu hal yang merepotkan lho~!"

"Bocah itu tidak akan mendapatkan keinginannya."

Serempak Kyouraku dan Choujiro saling berpandangan, lalu kembali menoleh ke arah sang Soutaichou. Yamamoto Genryuusai mengangkat wajahnya menatap pada lubang di langit-langit ruangan itu akibat Ichigo yang menerobos masuk beberapa saat yang lalu.

"Kalian pasti mengerti bagaimana sulitnya menghadapi seorang Aizen Sanosuke."

Kyouraku hanya bisa mendengus mendengarnya. "Ya… Dia benar-benar karakter yang merepotkan."

Sekelebat bayangan melesat masuk dari dalam lubang itu sambil menembakkan Raikouhou, kidou berupa ledakan berdaya hancur besar mengarah ke arah ketiga shinigami itu. Terkaget, Choujiro Sasakibe langsung melompat menghindar sambil meraih gagang pedang di pinggangnya, siap untuk menarik zanpakutounya keluar. Sosok yang tak lain adalah Kaidou Sanosuke yang tengah bershunpo itu melesat melewati ketiga shinigami itu secepat kilat. Tanpa ada perlawanan berarti dari Yamamoto Soutaichou yang malah seperti memberinya izin untuk lewat.

Kaidou Sanosuke menghentikan langkah kilatnya begitu sampai di ujung ruangan luas itu. Ia lalu berpaling, melayangkan seringai kemenangan sambil menarik keluar plat hitam kunci gerbang Muken dari balik Hakamanya.

"Kaidou!" Seru Choujirou berang.

"Terima kasih atas kesediaan anda, Yamamoto Genryuusai Shigekuni."

"Sudah kukatakan padamu… Apapun yang akan kau lakukan di sana kau tidak akan mendapatkan apa yang kau inginkan."

"Oh ya? Kita lihat saja, Soutaichou."

Pria berambut merah itu menancapkan kunci itu di udara dan memutarnya cepat. Bersamaan dengan itu. Sebuah pintu putih berukuran besar dengan symbol serupa dengan yang tertera dalam plat kunc itu muncul tepat dihadapannya dan membuka lebar. Memperlihatkan suatu ruangan yang begitu gelap dengansebuah tangga menuju bawah tanah tepat di mulut pintu. Mendadak angin dingin menyeruak keluar dari balik pintu yang hanya berisikan kegelapan yang begitu mencekam tersebut.

Tak membuang waktu, Kyouraku yang semenjak tadi duduk dengan tenang menlontarkan kidou.

"Bakudou no 62. Hyappo Rankan!"

Delapan tombak putih melesat menuju sosok Kaidou yang mulai menapakkan kakinya menuju tangga turun. Namun belum sampai kidou itu menjangkau tubuhnya, mantra itu hilang terhambur, bagai menabrak suatu dinding tak terlihat.

"Hoo… Kekkai (Pelindung) ya? Jadi itu kekkai paling kuat milik klan mereka. Shinkoku Jigen. Selama ia memasangnya, kita tidak akan bisa mendekatinya sedikitpun. Ya 'kan? Yamajii?"

.

.

Ruang bawah tanah divisi 1

Inilah Muken.

Penjara bawah tanah tempat terbelenggunya para penjahat paling berbahaya Soul Society. Orang biasa akan berpikir seribu kali untuk menginjakkan kaki di tempat semengerikan ini. Walau secara nyata penjara ini hanya berisikan lorong gelap yang langit-langitnya begitu tinggi sampai tak terlihat dengan puluhan pintu di kedua sisi yang bertuliskan nomor dalam huruf kanji. Hanya pemandangan gersang dan membosankan.

Namun yang membuat tempat ini bukanlah tempat yang patut dikunjungi bukanlah pemandangan yang terhampar di sana. Melainkan tekanan spiritual yang luar biasa mengerikan dan menyesakkan batin. Ketebalan pelindung yang hanya bisa di tembus kunci berlambangkan ruang central46 itu begitu pekat. Hanya shinigami selevel taichou yang mampu bergerak dengan leluasa di dalam tempat itu sehingga keberadaan penjaga secara fisik tidak lagi diperlukan.

Kaidou Sanosuke berjalan menyusuri lorong itu dengan wajah sedikit resah. Atmosfer di tempat itu terasa menghisap tenaganya sedikit demi sedikit.

Tak perlu waktu lama baginya untuk menemukan sosok Aizen Sousuke, sebab pria itu pastilah berada di ujung penjara. Dan benar saja, ia berhasil menemukan pria itu. Tengah duduk dengan wajah tenang di atas sebuah kursi batu dibawah sinar remang ruangan sel. Pria itu mengenakan pakaian serba hitam, dengan beberapa perban hitam membalut beberapa bagian tubuh dan wajahnya.

"UAGH!" Kaidou mendadak kehilangan keseimbangan dan jatuh berlutut. Tekanan spiritual di tempat ini jauh lebih pekat dari pada di lorong luar hingga dadanya terasa ingin meledak.

"Kaidou Sanosuke-kun."

Suara ramah Aizen memanggil namanya membuat Kaidou mengangkat wajahnya kembali. Pria itu tersenyum ke arahnya. 'Tersenyum? Di dalam tekanan spiritual segila ini? Pria ini memang monster!' batin Kaidou.

"Wajah lama yang tidak kulihat. Kukira kau sudah membusuk di Sarang belatung. Darah klan Shinkokubi memang tidak bisa diremehkan. Kau datang ke sini, apakah ada hal menarik yang ingin kau tawarkan padaku?"

"Aizen-taichou. Aku datang… untuk membebaskan anda."

Wajah Aizen yang tak begitu terlihat karena cahaya yang begitu suram tampak sedikit berubah ekspresi.

"Membebaskanku? Menarik sekali. Kenapa tiba-tiba kau berada di pihakku?"

"Tidak ada hal yang khusus… aku ingin menghancurkan Gotei 13-tai. Dan anda adalah shinigami yang paling tepat untuk itu."

"… lalu?"

"…!"

Sekujur tubuh Kaidou terasa merinding begitu bola mata coklat Aizen berkilat dalam kegelapan, menatapnya dengan penuh hawa intimidasi.

"Pada akhirnya, kau ingin memanfaatkanku?"

"A, aku tidak bermaksud—"

"Gotei 13-tai telah merenggut semua anggota klanmu bahkan membuat istri yang kau cintai menjadi vasto lorde agar mereka bisa merebut rahasia dari kekuatan klan kalian. Itu adalah sumber kebencianmu, bukan begitu?"

"… Ya… karena itulah, aku ingin anda ikut bersamaku."

"Jika aku menolak?"

Kaidou mulai menyeret keluar zanpakutou yang tersarung di pinggangnya dan mengacungkannya lurus pada Aizen. "Aku akan memaksa anda."

Pria itu tetap tersenyum tenang, dengan tatapan manipulative dan penuh arti.

"Bagaimana kalau kukatakan… bahwa akulah yang sebenarnya mengubah Okuni-kun menjadi vasto lorde?"

Bagai terkena sambaran petir, wajah Kaidou mendadak berubah drastis. Bola matanya membulat, mulutnya ternganga dan alisnya mengkerut dalam. Kalimat terakhir yang diucapkan Aizen benar-benar menggoncang jiwanya.

"A, apa..!"

"Saat itu, kau bahkan tidak mengenali bahwa vasto lorde itu adalah Okuni-kun karena reiatsunya adalah reiatsu seekor vasto lorde? Vasto Lorde itu tak sedikitpun memancarkan reiatsu istrimu. Sehebat apapun teknologi divisi 12 mengubah Okuni menjadi Vasto Lorde yang juga memiliki reiatsu hollow adalah hal yang mustahil bisa mereka lakukan. Kau pernah melihat zanpakutouku bukan? Kyouka Suigetsu memiliki kemampuan untuk menghipnotis. Aku bisa membuat seluruh indera milikmu merasakan bahwa sosok Okuni-kun adalah Vasto Lorde yang nyata. Kau telah jatuh dalam hipnotisku, Kaidou Sanosuke-kun."

Ujung pedang yang teracung milik Kaidou mulai bergetar. Pria itu terlihat seolah ingin meraung, masih dengan raut wajah yang tak ingin mempercayai semua yang barusaja didengarnya.

"Kau berbohong…! Kau hanya ingin memperalatku bukan begitu!"

"Kau ingat gelagat Okuni-kun setiap kali melihatku? Okuni-kun memiliki prestasi yang cukup baik di divisi 12. Begitu jeniusnya, dia bahkan berhasil mengetahui rencana hollowfikasi shinigami yang telah kupersiapkan semenjak 110 tahun yang lalu. Dan kau sebagai shinigami dari klan Shinkokubi memiliki kekuatan yang cukup menggangguku. Dengan kata lain…"

Aizen mengangkat sebelah tangannya, menahan ujung pedang Sanosuke dengan telunjuknya sehingga ujung pedang itu berhenti bergetar. Helaan nafas Kaidou mulai dibarengi geraman menahan amarah. Ia sudah bisa menyangka, kalimat macm apa yang akan dilontarkan Aizen selanjutnya.

"Aku melakukannya untuk menyingkirkan kalian berdua."

"KUBUNUH KAU!"

Bagai meledak, sekujur tubuh Kaidou meluapkan reiatsu yang begitu luar biasa. Menerangi ruangan itu dengan cahaya putih disertai angin kencang berputar-putar disekelilingnya. Tak ada yang lebih menyakitkan dari ini pengkhianatan seperti ini. Jadi selama ini ia hanya melakukan hal yang sia-sia? Bertempur dan menyiksa dirinya sendiri seperti orang bodoh.

"Kubunuh kau…! Kubunuh kau…! Kubunuh kau…!" raungnya tanpa henti. Aizen masih tetap duduk dengan tenang, tak bergerak.

"Reiatsu yang menarik…"

"Aku akan menyeretmu keluar… ! Akan kuperbudak kau untuk untuk menghancurkan semuanya sampai tubuhmu hancur. AIZEN SOUSUKE!"

Kaidou Sanosuke menghentakkan kakinya, menghambur menuju tubuh Aizen sambil bersiap menebaskan pedangnya yang bersinar menyala. Tepat begitu ujung pedangnya nyaris menggores pita hitam penyegel reiatsu Aizen, ratusan kelopak sakura menyeruak membentuk perisai dari berbagai sisi hingga pedang itu terpental.

Kaidou melompat, menarik langkahnya mundur.

"Kuchiki Byakuya!"

Wajah dingin sang taichou divisi 6 muncul tiba-tiba dari balik helaian-helaian sakura yang menari di udara tepat di depan Aizen. Ia lalu mengangkat tangannya, memperlihatkan sebuah pelat hitam berlambangkan ruang central46 yang sama dengan yang digunakan Kaidou untuk memasuki Muken.

"Sayang sekali, Kaidou Sanosuke. Aku telah mendahuluimu mendapatkan izin dan masuk ke sini."

"… Sudah kuduga… Kau sudah mencurigaiku semenjak awal!"

Secepat kilat Byakuya melompat maju dan menekan pertahanan Kaidou dengan Senbonzakura miliknya. Kaidou tercekat, mengangkat zanpakutounya untuk menahan serangan yang berhasil mendorong tubuhnya keluar dari sel Aizen. Tak berhenti di sana, Byakuya kembali mengejarnya dan muncul di belakang pria buronan itu dengan bershunpo.

"Aizen Sousuke adalah tawanan berbahaya bagi Soul Society."

"…!"

"Aku tidak bisa membiarkannya keluar dari tempat ini."

Byakuya mengibaskan pedangnya seraya bergumam. "Bankai, Senbonzakura Kageyoshi."

.

.

Gedung tentara divisi 1 mulai bergetar. Perhatian Kyouraku, Yamamoto Soutaichou dan Choujiro Sasakibe serentak tertuju pada retakan yang mulai bermunculan di udara tepat di depan pintu masuk penjara Muken. Kekkai transparan yang mustahil di tembus dari arah luar itu tiba-tiba saja meledak begitu ribuan kelopak Sakura mencurah dari balik gerbang Muken dengan laju kencang.

Kaidou melesat keluar dari dalam gumpalan sakura tersebut dengan sebaris luka di sebelah bahunya. Terlihat ia sedikit kepayahan menghindari kepungan kelopak sakura setajam pedang itu hingga ia memutuskan untuk melenyapkan diri melalui lubang yang sama ketika ia masuk ke gedung itu. Kyouraku bersiap untuk mengejar buronan itu kalau saja 5 ekor menos Grande yang muncul tiba-tiba dari balik pintu kokoh divisi 1 tidak menghalangi aksinya.

"Yare, Yare~! Menos Grande ini tak ada habis-habisnya."

Byakuya yang baru kemudian menyusul dari balik gerbang menghentikan jurusnya. Kelopak-kelopak sakura itu kembali memadat, berubah menjadi wujud asalnya berupa sebilah pedang yang tergenggam di tangan si taichou berwajah besi yang terlihat cukup kelelahan. Berada cukup lama dalam penjara paling berbahaya di penjuru Soul Society dan melakukan bankai membuat reaiatsunya diambang batas.

Malam hampir menjelang fajar. Suasana di Seireitei masih dilanda kekacauan akibat ulah seorang Kaidou Sanosuke.

.

.

Jembatan penghubung Bukit Soukyoku dengan menara putih Senzaikyuu. Gerbang masuk benteng Sakura.

"Hah… hah…!"

Deru nafas Kaidou Sanosuke terdengar begitu berat. Membaur dengan suara hiruk pikuk para shinigami yang tengah bertarung dan lolongan puluhan Menos grande yang tersebar di seantero Seireitei. Langkahnya begitu gontai menyusuri jembatan panjang yang tergantung di antara bukit Soukyoku dengan menara Senzaikyuu sambil sesekali menggeram. Wajahnya tertunduk dalam. Hingga begitu ia mencapai bagian tengah jembatan tubuhnya langsung ambruk berlutut dan menghujamkan zanpakutounya ke papan jembatan sebagai penopang tubuh.

"Sialan…! Sialan…! SIALAN…! Sialan kau… AIZEN SOUSUKE…!"

"Aizen?"

Suara seorang pemuda membuyarkan umpatan itu. Kaidou melirik ke arah depannya. Sosok Kurosaki Ichigo telah berdiri bersandar pada pegangan jembatan dan memandanginya santai.

"Kau…!"

"Renji memberitahuku kalau Byakuya sudah mengatasi bagian Aizen. Dan mereka bilang akan membereskan masalah Menos Grande secepat mungkin dan menyerahkan masalah pengejaranmu padaku. Byakuya sangat kuat, karena itu kupikir kau pasti akan kesulitan dan lari ke sini."

"… Mau apa lagi kau!"

"Bukannya kau sendiri yang bilang? Pertarungan kita berikutnya tidak akan berlangsung lama. Tapi sepertinya kau sudah kehilangan niat untuk bertarung."

Cukup lama Kaidou mengatur nafasnya untuk kembali normal. Sesekali ia mencengkeram keras lantai jembatan kayu itu hingga terkikis hingga suaranya yang semula terdengar geram mulai sedikit tenang.

"Begitu ya? Heh! Konyol!"

"Konyol atau apapun, aku harus tetap mengalahkanmu untuk mendapatkan kembali eksistensiku yang kau rebut."

Kaidou mulai berdiri kembali dengan seringai khas di wajahnya. "Sayang sekali, tapi jurusku terhadap Kuchiki Rukia sudah terlepas."

"…!"

Raut santai Ichigo mulai menegang. "A, apa katamu?"

"Kurenai yang melakukannya. Tak kusangka si bodoh itu mau melanggar sumpahnya sendiri untuk tidak menggunakan kekuatan klan Shinkokubi lagi. Sekarang keadaan kembali seperti semula. Kau adalah Kurosaki Ichigo, sang shinigami daikou. Kau puas?"

"Mustahil…! Kenapa Kurenai mau melakukannya?"

"Agar kita tidak bertarung."

Kaidou melangkah mendekat ke arah ichigo dengan langkah sedikit terhuyung. "Ia sangat menghormatiku karena aku adalah satu-satunya keluarga yang tersisa baginya. Kau mengerti? Ia percaya bahwa kau pasti akan mengalahkanku jadi ia melenyapkan alasan untukmu bertarung. Demi melindungiku. Si brengsek itu melakukan hal yang tidak diperlukan!"

"Aku tetap harus menghentikanmu menghancurkan Gotei 13-tai dan membebaskan Aizen kembali!"

"Aizen sudah tidak ada urusan denganku."

"…!"

Kaidou menghentikan langkahnya begitu kedua shinigami itu tepat berdiri berhadapan dalam jarak dekat. Sebelah tangan Kaidou menjangkau bahu Ichigo, berbisik pelan di telinganya.

"Nah… Ichigo-kun. Kau sudah tidak punya lagi alasan untuk bertarung denganku bukan?"

Ichigo hanya bisa terdiam. Terlalu banyak hal yang baru saja didengarnya dari pria itu membuatnya tak tahu harus bertindak seperti apa. Bahkan ia tak punya waktu untuk merasa senang karena Rukia dan yang lainnya telah terbebas dari jurus Kaidou.

Tiba-tiba saja pria berambut merah itu tertawa terbahak-bahak. Bukan karena bahagia, maupun puas. Tawa mengerikan layaknya seseorang yang telah kehilangan akal sehat.

"Kaidou?"

"GHAHAHAHAH! Tidak adil bukan?" Pria itu terus tertawa sambil memgangi sebelah wajahnya. " Kau berhasil meraih eksistensimu kembali, kau berhasil melindungi apa yang ingin kau lindungi. Pada akhirnya kau merasakan kemenangan. Kau senang? Kau puas?"

Suara Kaidou terdengar begitu menyayat. Pria ini seakan ingin meraung tapi di saat bersamaan ia juga terlihat begitu ingin menangis sejadi-jadinya. Ichigo kembali terdiam, memandanginya dengan tatapan gelisah. Apa yang sebenarnya telah terjadi pada pria ini?

"Kau puas Kurosaki Ichigo? Berbeda denganku! Hidupku sudah hancur bahkan di jauh di saat aku belum menyadarinya. Dan sekarang aku hanya shinigami yang berhasil dibodohi mentah-mentah yang kehilangan arah dan tujuan!"

Kaidou berubah mengganas. Mencengkeram kasar kerah kimono Ichigo dan kembali tertawa terkekeh. "Kau naïf! Aku akan menghancurkanmu! Ayo bertarung denganku!"

Wajah kaidou makin terlihat begitu memilukan. Ichigo memandangi lawannya itu dengan tatapan begitu sedih. "Aku tidak bisa bertarung dengan orang yang beraut wajah seperti itu."

Gusar, Kaidou melempar tubuh Ichigo jauh ke ujung jembatan dan menghujaninya dengan berbagai kidou dan berhasil mengenai pemuda itu.

"Aku tidak butuh belas kasihan brengsek!"

Ichigo mencoba bangkit kembali sembari menyeka luka di wajahnya. Di saat bersamaan, suatu robekan muncul di udara di belakang Kaidou, tepat di bagian tengah jembatan. Gerbang menuju benteng Sakura terbuka lebar dan dari dalamnya muncul Kurenai yang tengah memanggul Rukia di punggungnya.

"Sanosuke-san!"

"…!"

Dengan tatapan setajam pedang, Kaidou menoleh ke arah keduanya dan dengan gerakan yang begitu cepat menusukkan zanpakutounya tepat ke perut sepupunya itu.

"Uagh!"

"KURENAI!"

Terkaget, Ichigo segera memasang kuda-kuda kembali dengan cukup kesusahan namun Kaidou lebih dahulu menendang tubuh terhuyung Kurenai hingga jatuh bebas ke bawah jembatan. Rukia yang juga tengah terluka hanya bisa pasrah begitu Kaidou menempelkan ujung pedangnya pada lehernya yang otomatis membuat Ichigo yang hendak melesat maju tertahan di tempat.

"Jangan gegabah. Aku bisa membunuhnya kapan saja, Ichigo-kun! Shinkokidou no 49. SHINKOKU JIGEN!"

Seketika daerah sekitar jembatan hingga bukit Soukyoku terlingkupi suatu perisai berukuran raksasa. Ichigo memutar kepalanya sekeliling. Menatap kekkai yang makin lama makin transparan itu hingga tak terlihat.

"Apa ini…!"

"Kekkai yang sama dengan yang kugunakan ketika memasuki Muken beberapa saat yang lalu. Dengan kata lain ini adalah arena pertarungan kita. Tak akan ada seorang pun yang bisa masuk ke dalam kekkai itu, bahkan Kurenai sekalipun."

"… Sudah kubilang aku tidak akan bertarung denganmu yang sekarang sialan!"

"Oh ya?"

"…!"

"Bagaimana dengan ini? Rukia adalah 'okuni' bagimu 'kan? Bagaimana kalau kau juga merasakan hal yang pernah kualami?"

Kaidou mulai mengangkat sebelah tangannya, memusatkan reiatsu yang ia miliki ke sebelah tangan itu dan menyentuhkannya ke kepala Rukia. Sambil tersenyum dengan raut penuh kemenangan ia lalu berdesis.

"Shinkokidou no 50, KIOKUTOU!"

Iris coklat Ichigo melebar perlahan. Mulutnya ternganga disertai butiran keringat meluncur di pelipisnya. Ini sama sekali diluar dugaannya. Ia ingat dengan baik dalam penuturan Kurenai nama lafal mantra yang baru saja diucapkan Kaidou terhadap Rukia barusan. Kiokutou. Kidou khusus klan Shinkokubi yang digunakan Kaidou untuk 'membunuh' istrinya sendiri. Menghapus ingatan target secara total dan mengganti seluruh memori yang ada dengan satu perintah— menebas dirinya sendiri.

"RUKIA!"

Tak ayal, Ichigo langsung menghambur dengan wajah bukan main berang menuju Kaidou seraya menebaskan Zangetsunya sekuat mungkin. Kaidou mengangkat zanpakutounya, menahan tekanan kuat yang diberikan Ichigo padanya sambil tetap membelakangi Rukia.

Tubuh Rukia langsung terjerembab jatuh tanpa ekspresi. Kedua iris violetnya memperlihatkan tatapan kosong yang begitu memilukan. Sungguh Ichigo merasa kehilangan seluruh pikiran maupun perasaannya saat ini.

"Jangan khawatir Ichigo-kun! Aku memberinya waktu. Jurus itu akan aktif setelah 7 menit."

"Batalkan jurus itu! Atau kau tak akan kubiarkan hidup, KAIDOU SANOSUKE!"

"Ini pertaruhan. Kalahkan aku dalam waktu yang singkat itu, atau hal yang kau takutkan akan terjadi. Sekarang kau punya alasan yang bagus bukan? Ayo bertarung denganku, KUROSAKI ICHIGO!"

To be Continued

Next On Vol 17. Countdown to the Dawn

SHINIGAMIZUKAN~!

Ichigo yang baru saja diobati Hanatarou pergi mengejar Kaidou.

Renji: Oi! Ichigo!

Ichigo: Ng? Renji?

Renji: Kau mengejar Kaidou?

Ichigo: Si brengsek itu berniat membebaskan Aizen! Aku harus menghentikannya!

Renji: Nggak perlu kok! Kuchiki taichou sudah bertindak lebih dulu darimu. Mungkin taichou akan kesulitan tapi percayakan saja padanya. Dan masalah menos serahkan pada kami!

Ichigo: Begitu? Sepertinya aku bisa menebak kaidou akan lari kemana. Terima kasih, Renji!

Renji: O, Oi!

Ichigo: …? Ada apa?

Renji: Aku ikut denganmu! Aku tidak bisa membiarkanmu menghadapi bahaya sendirian! Kita teman 'kan!

Ichigo: Renji… (terharu)

Renji: Dan lagi…!

Ichigo: ng?

Renji: Kalau ikut denganmu berarti aku bisa dapat tambahan jam tayang kan? Ini sudah memasuki episode terakhir tapi karakterku sama sekali tidak muncul! Ini tidak adil! Ya 'kan, Ikkaku-san!

Ikkaku: Aku juga ikut denganmu, Ichigo!

Yumichika: Ya, ya! Aku juga ingin dapat jam tayang!

Rangiku: Aku juga ikut! Aku sama sekali nggak pernah muncul! Curang!

Yachiru: Aku juga ICCHI~!

Hisagi: Aku juga!

Kira: Aku juga!

Dan lain-lain: Aku juga!

Ichigo: Anu… Sepertinya aku pergi sendiri saja. (Sweatdrop)

See you next…^^