I'M NOT A KID! © Aira Ai

Disclaimer : Saya adalah titisan Uzumaki Kushinangiahaha*abaikan.Naruto milik om Masashi, tapi nantinya juga bakalan jadi milik saya sebagai penerusnya. Hoho #plakk

Warning : OOC, Gaje, Typo[s], dan segala kekurangan lainnya.

DLDR!

.

.

-1-

Di malam yang tak terlalu ramai, di bawah saksi bisu bulan dan bintang, tampak seorang gadis manis yang tengah menangis tersedu-sedu di pinggiran danau. Gadis yang biasa dipanggil Hinata itu kemudian duduk menekuk lutut dan membenamkan wajahnya pada kedua lututnya. Masih terdengar isakan tangisnya yang perlahan-lahan mengecil dan akhirnya tergantikan dengan deru nafas teratur. Ia ketiduran dengan posisi tetap seperti tadi.

Ada apa gerangan yang membuat Hinata menangis? Pertanyaan yang sangat bagus. Gadis itu menangis hanya dikarenakan satu hal sepeleh yang dianggapnya terbalik.

"I'm not a kid!"

Aku bukan anak kecil.

Hinata menangis lagi-lagi hanya karena orang-orang di sekitarnya mengatainya kekanak-kanakkan, kawaii, dan sebagainya yang berkatian dengan anak kecil diusianya yang hampir menginjak tujuh belas tahun. Tapi, melihat ia yang menangisi hal sepeleh itu membuktikan bahwa ia memang masih kekanak-kanakkan, ya nggak?

Beberapa saat kemudian, terdengar deringan ponsel Hinata dari saku jaket yang ia kenakan. Namun hal itu kelihatannya tak didengar oleh Hinata atau memang ia sengaja menulikan pendengarannya?! Deringan itu kemudian berhenti, lalu terdengar lagi di beberapa detik setelahnya. Kicauan burung seakan ikut andil dalam membangunkan Hinata. Dan tak butuh berapa lama lagi, gadis itu akhirnya terjaga lalu dengan malas merogoh sakunya dan menempelkan ponsel itu ke telinganya setelah menekan tombol penerima panggilan di layar touchscreennya.

"Moshi-moshi.."Gumamnya.

"Hinata, di mana kau?!"

Hinata sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya sebelum telinganya tuli akibat teriakkan dari si penelpon yang ia yakini pasti dari kakaknya, Neji.

"Di mana-mana." Jawab Hinata asal-asalan seraya mengucek-ngucek matanya untuk mengenyahkan kantuknya.

"Dasar anak kecil. Jika kau tersesat bagaimana, hah? Lekaslah kembali atau aku akan dicincang-cincang Tou-sama."

Hinata mengerucutkan bibirnya dengan tangannya menepuk-nepuk rumput. Lagi, dia dikatai anak kecil. Dengan geram ia berkata, "Neji-nii aku bukan anak kecil!"

Neji terkikik geli di seberang. "Pulang atau tidak ada susu untukmu." Ancamnya dengan nada yang ia buat-buat.

Hinata segera bangkit dari duduknya lalu menepuk-nepuk bokongnya untuk menghilangkan debu yang menempel di celananya. Ia tidak ingin mengambil resiko sehingga dirinya tidak mendapatkan segelas susu cokelat kesukaannya sebelum tidur. Ia tahu, pasti kakaknya itu akan menyembunyikan susunya jika tidak menuruti perintahnya. Nah, tidak salah jika mereka menyebutnya 'Kiddo'.

Setelah mengatakan agar kakaknya itu tidak menyentuh susunya, Hinata segera berlari meninggalkan danau dan kembali ke kediamannya dengan tergesa-gesa.

Tanpa sepengetahuan gadis itu, terdapat sepasang mata yang sedari tadi memperhatikan setiap gerak-geriknya. Mulai dari Hinata pergi ke danau, Hinata menangis, tertidur, dan berlari meninggalkan danau. Sudut bibir orang itu membentuk seulas senyuman yang sangat tipis ─Ah. Menyeringai.

.

.

.

Saat Hinata tiba di depan gerbang besar mansionnya, terlihat dua orang satpam serta beberapa pelayan mansion menghampirinya dengan raut wajah sarat akan kekhawatiran pada putri bungsu tuan besar mereka. Salah satu dari pelayan memakaikan selimut tebal di tubuh mungil Hinata, pelayan lainnya memakaikan kupluk berbentuk kelinci di kepala Hinata, dan lainnya menuntun serta membantu nona muda mereka berjalan. Satu dari dua satpam tadi ikut mengantar nona nya serta pelayan-pelayan tadi hingga tiba di pintu utama kediaman Hyuuga. Sedangkan yang satunya kembali menutup gerbang.

Di ambang pintu, tampak Neji dengan tangan menyilang di depan dada seraya mengerling nakal pada adik satu-satunya itu. Satu hal yang ia yakini, Hinata pasti akan langsung menuruti perintahnya jika sudah membawa-bawa susu kesukaan adiknya itu. Such a kiddo..

Neji tersenyum penuh kemenangan saat dilihatnya Hinata mencibir dengan bibir mengerucut ketika melewatinya. Sangat imut. Sungguh, jika saja tidak ada pelayan-pelayan di sekeliling Hinata, ia pasti sudah menarik adiknya itu dan langsung menggelitikinya tanpa ampun. Namun tidak dilakukannya mengingat pelayan-pelayan di rumahnya sudah kelewat jujur dan pasti mereka akan memberitahukan setiap hal yang dilakukannya dan Hinata pada tuan besar mereka, Hiashi. Dan Neji tidak ingin uang sakunya terancam hanya karena membuat adiknya menangis.

"Hinakid ternyata sangat menyayangi susunya, ya." Goda Neji saat setelah pelayan-pelayan tadi kembali ke pekerjaan masing-masing. Sekarang Neji dan Hinata sedang berada di lantai dua di mana kamar mereka berada. Neji rasa, ini saatnya menggoda adiknya itu.

"I'm not a kid and stop calling meHinakid, Niisanjelek." Hinata kembali mengrucutkan bibirnya. Ia memalingkan mukanya dengan wajah merona malu.

"Ehm. Bagus lho, anak kecil sudah bisa berbahasa inggris. Belajar dari mana, nak?"Neji terkekeh mengucapkannya. Dirinya mencolek pipi kiri adiknya itu lalu mencubitnya gemes.

"Aku bukan anak kecil. Aku bukan anak kecil, Neji-nii. Aku udah gede." Ucap Hinata. Bibirnya bergetar menahan tangisnya yang akan pecah lagi. No no. Dia tidak mau dicap gadis cengeng oleh kakaknya jika ia menangis hanya karena hal sepeleh.

Neji yang mendengar suara Hinata yang berbeda segera memutar tubuh adiknya itu agar menghadapnya, namun Hinata malah menampiknya tak mau menghadapnya. Wajah Neji terlihat was-was. Bagaimana tidak, ancaman besar sudah di depan mata. Jika Hinata jadi menangis, ia harus merelakan uang sakunya berkurang sepuluh persen. No way, sepersen pun ia tidak akan rela.

"Ah Hinata jangan nagis, ya. Nanti niisan belikan boneka kelinci baru." Neji berusaha membujuk Hinata berharap agar adiknya itu tidak jadi menangis. Ia tahu persis adiknya itu sangat menyukai boneka kelinci. Neji menelan ludahnya dengan susah payah ketika melihat gelengan dari adiknya itu.

"Hiks.." Hinata sengaja berpura-pura terisak. Ia menyeringai dalam hati karena berhasil membalas kelakukan Neji. Tamat riwayatmu, niisan. Soraknya dalam hati.

"Kubelikan kelinci asli berbulu putih lebat dan halus, bermata hijau cerah dan berhidung pink pekat."Bujuknya sekali lagi. Namun lagi-lagi ia menelan ludahnya karena melihat Hinata menggelengkan kepalanya, lagi.

"Blablabla.." Beberapa bujukan dan rayuan telah Neji ucapkan dan hanya mendapat gelengan dari Hinata.

"Susu favoritmu, ditambah banyak cokelat batang, Ice cream, dan Magnum." Kali ini Neji mengucapkannya dengan tidak bersemangat. Dalam hati ia berdoa semoga Hinata akan tersentuh hatinya.

Hinata segera membalikkan tubuhnya, menghadap Neji dengan senyum lebar terukir di wajah imutnya. "Mauuu." Teriaknya antusias diiringi anggukkan semangat di kepalanya.

"Hah. Akhirnya." Neji segera menjatuhkan tubuhnya di sofa yang berada di dekatnya. Sudah ia duga, Hinata pasti akan menyetujuinya jika sudah mengucapkan semua yang menjadi kesukaan gadis itu. Jika tahu begini, diucapkannya saja dari awal tanpa harus menyebutkan satu persatu dan malah disetujui saat mengucapkannya bersamaan. Itu sama saja pemborosan kata.

Neji seharusnya bisa bernafas lega karena tidak jadi terancam berkurangnya uang saku. Tapi, membelikkan semua favorit adiknya, itu sama saja menguras dompetnya. Malahan jika dihitung langsung oleh otak jeniusnya, itu akan mengeluarkan kurang lebih lima belas persen dari uang yang diberikan ayah mereka. Sama saja bo'ong. Mendingan mengambil resiko dari Ayahnya.

Saat Neji merutuki nasibnya, Hinata malah bersorak kegirangan.

.

.

.

Pagi itu, Hinata dan Neji sedang berbelanja di sebuah mall. Lebih tepatnya Hinata yang menagih janji kakaknya. Saat itu sedang hari minggu. Kali ini Hinata tidak akan melewatkan kesempatan 'liburan' hanya bermain di mansion megahnya.

Neji kembali mendengus menguatkan hatinya yang entah sudah keberapa kalinya ketika melihat Hinata yang sangat antusias memasukkan dua kotak besar susu kesukaannya dan 'beberapa' cokelat batang ke kereta belanja yang didorong Neji.

Hinata berlari ke sebuah istana Ice yang di dalamnya berisikan berbagai macam jenis ice cream. Ditatapnya ice cream itu dengan mata berbinar-binar lalu mengambil sebanyak-banyaknya dan memasukkannya ke kereta belanja tadi. Gadis itu kembali menelusuri tempat itu; mencari letak Magnum. Setelah didapatinya, ia kembali tersenyum dan melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan tadi.

Neji membelakkan matanya. Jika diterka, ini sudah lebih dari lima belas persen yang ia pikir sebelumnya.

"Cokelat semua? Hinata kau bisa gendut."Tanya Neji tidak percaya saat melihat isi dari kereta yang sedari tadi ia dorong. Cokelat cokelat dan cokelat.

"Nanti aku akan diet." Jawab Hinata acuh tak acuh seraya melangkah menuju kasir setelah dirasa sudah 'cukup'.

"Dasar Hinakid!"Cibir Neji, mengambil langkah panjang dan mendahului Hinata menuju kasir. Hinata tersenyum puas seraya menjulurkan lidahnya meski ia tahu Neji tidak melihatnya.

Saat berhasil menyusul Neji di kasir, Hinata bermain-main dengan pipinya; menggembung-gembungkannya, sangat kekanak-kanakkan tapi imut.

"Wah, dia kawaii. Halo, dek. Siapa namamu?" Tanya petugas kasir itu seraya tersenyum jenaka pada Hinata.

Hinata menghentikkan apa yang ia lakukan tadi. 'Dek'? Apa-apaan itu. Ia mengerucutkan bibirnya seraya berkata, "Hinata andI'm not a kid. Jangan memanggilku 'dek'!" Gerutunya dengan penuh penekanan.

Petugas kasir itu malah tertawa mendengar gerutuan Hinata yang menurutnya sangat lucu. Ia lalu menyerahkan uang kembalian Neji dan kembali tersenyum pada Hinata. "Baiklah, Hinata. Ini lollipopuntukmu. Datang lagi ya." Ia menyerahkan sebuah lollipop kepada Hinata yang langsung disambut antusias oleh gadis itu. Petugas kasir itu melambaikan tangan pada dua orang yang barusan ia layani itu.

Setelah mengucapkan terima kasih, Hinata berjalan keluar dari supermarketitu disusul oleh Neji di belakangnya. Gadis itu membuka pembukus lollipop pemberian petugas kasir tadi dan menjilati lollipop itu dengan semangatnya. Neji hanya tersenyum seraya menggelengkan kepalanya melihat kelakukan adik kesayangannya itu. Sejujurnya ia tidak keberatan dengan sifat Hinata, malah diam-diam menyukainya walaupun ia terus saja menggoda adiknya itu saat Hinata mulai kambuh.

I'm Not A Kid...

.

.

-TBC-

.

.

Cuap-cuap Author

Yosh, saya kembali lagi dengan fict yang lagi-lagi gaje dan tidak berkelas. Ini adalah fict yang saya buat ditengah-tengah kesibukkan sekolah. Jadi mohon dihargai. Hoho

Bagaimana menurut para readers, apa fict ini layak untuk dilanjutkan? Ya? Tidak? Delete? Silahkan mengatakannya di kotak review. Tolong ya. Saya tidak ingin capek-capek menulis tapi para readers ga suka. #plakk

Okeh, Akhir kata,

R

E

V

I

E

W