Miracle in the Darkness

Main Chara: Uchiha Sasuke dan Hyuuga Hinata

Naruto punya Masashi Kishimoto

Fiction ini punya Bird paradise

Rated T

For: SasuHina Days Love (SHDL)

Warning: OOC banget, Typos, gaje, membingungkan, ide pasaran, dan berbagai macam kekurangan lainnya.

Don't Like Don't Read

Don't Like Don't Read

Don't Like Don't Read

.

.

.

Epilog

Indahnya guguran daun yang menguning disepanjang jalan yang mengiringi jejak kebahagiaan yang baru saja menapak. Setidaknya, musim kali ini sedikit menggugah rasa terimakasih dan kenangan yang akan selalu diingat sepanjang hidup. Kenangan yang akan terekam sebagai titik balik sebuah kehidupan baru sepasang anak manusia.

Terimakasih karena musim ini masih hadir dan menjadi saksi atas sebuah kebahagiaan. Seperti terlahir kembali. Terimakasih karena Sang waktu memberikan 'kesempatan kedua' bagi mereka.

Terimakasih karena Uchiha Hinata kembali menjejakan kakinya di mansion Uchiha dengan hati yang berbeda.

Dulu, hanya ada kemurungan dan tatapan kosong. Namun sekarang dengan kebahagiaan yang mengisi hatinya dan senyuman malu-malu yang terus terukir di bibir mungilnya. Kurinai menyambutnya dengan semua pelayan yang ada di mansion besar tersebut.

Hinata berjalan dengan tangannya yang tak pernah lepas dari genggaman tangan besar suaminya.

"Selamat datang kembali Hinata-sama …"

Hinata hanya menanggapinya dengan senyuman tulus.

Tidak ada yang berani mengganggu pasangan berbeda usia delapan tahun tersebut yang berjalan menaiki tangga menuju kamar utama.

Di mata mereka sungguh ada perubahan besar yang terjadi pada pasangan suami istri tersebut. Kemesraan yang belum pernah mereka lihat sebelumnya, kini terlihat jelas dimata mereka. Setidaknya, mereka ikut merasa bahagia. Karena perang dingin yang terjadi selama ini akhirnya berakhir.

.

.

.

Hinata merasa jantungnya seakan meloncat keluar saat langkah kakinya semakin mendekati pintu kamar mereka. Tanpa disadarinya jari-jari mungilnya meremas jemari suaminya.

Kamar pribadinya hampir tidak berubah seperti terakhir kali yang dilihatnya. Hinata masih saja mematung di depan ranjang besarnya. Ranjang besar yang tak pernah ada kehangatan di atasnya. Dulu.

"Kenapa …" bisikkan yang berhembus ditelinganya sontak membuat Hinata terkejut. Apalagi lengan besar yang tiba-tiba melingkari pinggangnya. Sungguh membuat gadis itu tak berkutik.

"Apa kau ingin 'malam pertama' kita yang tertunda …" ada jeda sejenak yang membuat jantung Hinata bertalu-talu " … kita lakukan malam ini juga hm?" kecupan basah Hinata rasakan di bawah telinganya.

Gadis itu merinding dan jantungnya berdetak semakin menggila. Bagaimanapun juga, ini adalah yang pertama kali sejak mereka menikah. Sasuke membelainya mesra.

"S-sasuke-kun …" desis Hinata.

Sungguh Hinata merasa belum merasa baikkan. Tubuhnya masih sangat lemas. Namun ia kembali mengingat, bahwa 'kewajiban' yang seharusnya sudah ia lakukan sejak dua tahun lalu belum sekalipun Hinata lakukan.

Apalagi Hinata merasakan pelukan suaminya yang semakin mengerat pada pinggangnya dan juga kecupan yang mulai merambah ke bagian leher dan tengkuknya, Hinata tahu suaminya sudah tidak dapat dicegah.

"S-sasuke-kun … ini b-belum malam …"

"Aku tidak bisa menunggu sampai malam tiba Hinata …"

Setelah menghembuskan nafas, dan mencari keberanian dalam dirinya, akhirnya Hinata pasrah saat suaminya mulai menyentuhnya.

.

.

.

Wanita muda itu membuka matanya perlahan. Namun hanya kegelapan. Ia berusaha menggerakan tubuhnya yang terasa sakit dan kaku. Perutnya terasa sangat lapar dan tenggorokannya begitu kering. Ia belum sepenuhnya mengingat apa yang membuat tubuhnya serasa remuk.

Namun saat Hinata menyadari ada lengan kekar yang senantiasa memeluk tubuhnya erat, barulah Hinata mengingat semuanya. Dadanya kembali bergetar dan berdegup kencang. Hinata serasa enggan bergerak ataupun membangunkan pria itu karena gerakannya.

Namun tenggorokannya yang terasa panas memaksa Hinata untuk berlari kedapur dan menenggak sebanyak mungkin air dingin.

"Kau mau kemana," padahal Hinata sudah berusaha sepelan mungkin, namun tetap saja membangunkan suaminya.

"A-aku … h-haus," ujar Hinata malu-malu. Bagaimanapun Hinata sungguh belum siap bertatap muka ataupun berbicara dengan suaminya mengingat kejadian sore tadi hingga malam menjelang.

"Hn, aku akan menyuruh pelayan mengantarkannya kesini. Kau tidak perlu turun," titah tegas Sasuke membuat Hinata bungkam.

Melihat Sasuke yang sedang berbicara dengan pelayannya di ujung telephone, membuat Hinata ingin mengajukan satu permintaan lagi. Dengan sedikit ragu, Hinata menyentuh bahu suaminya sehingga pria itu menghentikan percakapannya sejenak. Hanya tatapan mata, namun Hinata tahu, bahwa Sasuke mengisyaratkan pertanyaan 'ada apa'.

"Umm … ano … a-aku juga lapar," ujarnya sambil menunduk malu. Terdengar kembali perbincangan Sasuke dengan pelayannya yang menyuruh untuk membawakan makanan.

Setelah Sasuke menutup telephone, terjadi kecanggungan diantara mereka berdua. Sasuke menyandarkan tubuhnya dan menatap Hinata lekat dalam kegelapan kamar. Merasa Sasuke menatapnya intens, Hinata langsung menenggelamkan tubuh mungilnya dalam selimut. Tentu saja, kelakuannya mengundang seringaian seksi yang sudah lama tidak pernah bertengger di bibir Uchiha itu.

"Kau malu?' bisik Sasuke tepat di samping istrinya. Pertanyaan tersebut sungguh membuat Hinata ingin menenggelamkan diri dalam tanah. Tentu saja ia sangat malu. Bagaimanapun ini adalah yang pertama baginya sejak pernikahan mereka dua tahun silam.

Terdengar ketukan di pintu yang menghentikan kegiatan Sasuke dalam menggoda istrinya. Ia menyuruh pelayan itu meletakan saja di depan pintu dan setelah si pelayan pergi, dengan segera Sasuke mengambil pesanan mereka.

"Hinata, bangunlah …"

Wanita muda itu memperlihatkan sedikit wajahnya yang langsung merasa silau oleh cahaya lampu. Pipinya kembali memanas saat melihat suaminya bertelanjang dada. Ugh! Bukankah dirinya belum berpakaian sama sekali?

Bagaimana ia bisa keluar dari dalam selimut? Seakan mengerti isi pikiran istrinya, akhirnya Sasuke kembali bersuara, "kenapa harus malu? Bukankah aku sudah melihat semuanya? Bahkan aku sudah merasakan-"

"-jangan teruskan!"

.

.

.

Hari-hari sepi, memang seperti selalu menemani keseharian wanita muda tersebut. Mansion besar yang hanya dihuni ia dan suaminya -ditambah beberapa puluh pelayan serta penjaga.

Itu dulu, namun sekarang sudah tidak lagi.

Sejak ia sembuh dari koma dan kembali ke mansion besar tersebut, Hinata tak pernah lagi merasakan sepi dan kosong. Setiap hari akan ada satu orang yang datang menjenguknya ataupun hanya sekedar berbincang hangat dengannya.

Ibu, adiknya, kakak iparnya, Ino, bahkan ibu mertuanya, tidak akan pernah absen menemani Hinata saat Sasuke sibuk dengan pekerjaannya. Ah! Apalagi sejak mereka mengetahui bahwa Hinata sedang mengandung Uchiha junior, sontak orang-orang disekitarnya sangat bahagia.

Hanya berselang sebulan setelah ia kembali dari rumah sakit, dalam rahimnya tumbuh kehidupan baru. Hinata tak menyangka, Kami-sama akan memberikan hadiah terindah yang selalu diidam-idamkan oleh semua pasangan di jagat raya secepat ini.

Sebentar lagi akan ada suara keras tangisan bayi yang akan menemani Hinata saat suami tercinta pergi bekerja. Wanita itu tersenyum bahagia dengan kedua tangan putihnya mengelus pelan perut yang mulai membesar. Ada janin berusia tiga bulan yang sekarang tengah mendiami rahimnya. Janin yang megiringi kebahagiaan pernikahannya dengan Sasuke.

Rengkuhan pelan yang ia rasakan berhasil membawanya kembali dalam kenyataan.

"S-sasuke-kun …kenapa sudah pulang?" sontak Hinata mengeluarkan suara lembutnya yang terasa menenangkan.

"Hn," hanya gumaman karena pria tersebut tengah sibuk menyesap wangi lembut yang menguar dari rambut istrinya.

"Kau sudah makan siang?" tanya Hinata lagi. Tangan mungilnya mengelus pelan lengan kekar suaminya.

"Hn, aku ingin makan siang denganmu …" suara baritone itu terdengar begitu dekat dengan telinganya. Perlahan, tangan kekar itu beranjak dan mengelus perut istrinya. Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibir Sasuke.

Namun sungguh hatinya sangat bahagia mengetahui dalam rahim Hinata terdapat darah dagingnya bukan orang lain. Dalam keheningan yang mendamaikan, Hinata tersenyum. Ia menggenggam telapak tangan hangat yang masih bertengger di atas perutnya.

"A-aku sudah makan Sasuke-kun …"

"Berapa kali?"

Pipi Hinata merona, "umm … t-tiga kali …" sedikit ragu wanita itu mengatakannya. Sasuke tersenyum tipis mengetahui kebiasaan baru istrinya sejak hamil.

Entah kenapa, nyonya muda Uchiha tersebut mempunyai kebiasaan baru yang unik. Nafsu makannya naik beberapa kali lipat. Biasanya dari jam tujuh pagi sampai jam duabelas siang, Hinata sudah tiga kali makan berat.

Namun Sasuke sama sekali tidak berkeinginan untuk menghentikan kebiasaan itu. Baginya, asalkan istri dan calon anaknya sehat, itu sudah cukup. Ia juga membiarkan Hinata melakukan apapun yang ia mau kecuali kegiatannya tersebut membuat tubuhnya kelelahan. Asalkan Hinata bahagia.

Sasuke bersyukur, istrinya tidak mengalami mual-mual berlebihan ataupun fisiknya yang lemah seperti yang dialami ibu hamil muda pada umumnya. Pria itu mengecup pelan pipi memerah istrinya sebelum kembali berucap, "apa kau mau menemaniku?" pertanyaan datar namun menyiratkan kasih sayang mendalam.

"Tentu …"

Hinata bergeming dengan senyuman malu-malu menghiasi bibir ranumnya saat sang suami menggamit lengannya dan mengajaknya menuju ruang makan. Sudah beberapa hari ini Sasuke selalu menyempatkan pulang untuk makan siang dirumah.

Biasanya, ia tak punya waktu untuk sekedar makan siang karena begitu banyak pekerjaan yang menunggunya. Tapi, rasa rindu terhadap istri dan calon buah hatinya tak mampu Sasuke bendung lagi. ia benar-benar ingin menghabiskan banyak waktu dengan mereka. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan berharga saat bersama Hinata.

.

.

.

Pemuda tampan tersebut masih sibuk membidikkan kamera ke berbagai objek yang ia rasa patut untuk diabadikan. Sekawanan burung yang terbang bergerombol dan melintasi sungai, seekor unggas yang terbang rendah lalu menukik ke dalam air mencari mangsa, dan batuan terjal diseberang tempatnya berpijak.

Semuanya.

Gaara menyukai alam dan apa yang ada disekitarnya. Di sela waktu senggangnya -yang tidak begitu banyak- dari rutinitas kuliah yang hampir menyita seluruh waktunya, Gaara akan memotret. Hobi yang sudah lama disukainya namun baru kembali ia tekuni.

Sempat, Gaara merasa enggan setiap kali ia ingin menyentuh kamera kesayangannya karena ingatan masa lalu. Masa lalu dengan gadis yang sudah seharusnya ia lupakan.

Hyuuga Hinata.

Apakah ia sudah bahagia dengan kehidupannya? Masihkah gadis itu mengingatnya? Ah! Gaara buru-buru menepis pikiran yang tiba-iba saja berkelebat dalam benaknya. Ia kembali membidikkan kamera pada sebuah batu diseberang.

Entah kenapa ia tertarik dengan objek yang sedang duduk dan termenung di atas batu tersebut. Beberapa kali Gaara mengambil objek yang sepertinya tidak menyadari kalau dirinya sedang menjadi arahan bidik sebuah kamera.

Gaara menyeringai setelah melihat hasil bidikkannya. Seorang gadis bersurai pirang pucat dan bermata indah. Ia cantik.

Gaara akan kembali mengambil gambar sang gadis -tanpa permisi- saat tiba-tiba gadis itu mengalihkan pandangannya dan menatapnya. Mungkin gadis itu menyadari bahwa dirinya sedang diperhatikan seseorang. Hijau tosca bertemu ungu. Dan semuanya akan menjadi cerita baru bagi Sabaku Gaara.

.

.

.

Tak terasa, kandungan Hinata sudah memasuki usia tujuh bulan. Melihat kandungan istrinya yang sudah besar, Sasuke berusaha sebisa mungkin menghabiskan waktu lebih banyak dengan istrinya -walaupun pekerjaannya seperti tiada habisnya- namun Sasuke tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini.

Ia ingin selalu berada disamping istrinya siang malam. Menjaganya, memeluknya, bahkan memanjakannya. Melihat tubuh mungil istrinya yang berjalan kesana kemari dengan perutnya yang membuncit, ataupun melihatnya saat tertidur, semua itu sanggup menarik bibir Sasuke yang lebih sering terkatup rapat.

Tidak ada kecanggungan lagi diantara mereka. Tidak ada keengganan bahkan penolakan. Hinata hanya akan menolak apabila suaminya itu menyuruhnya untuk banyak istirahat sedangkan Sasuke tidak tahu betapa bosannya Hinata kalau seharian hanya berbaring ditempat tidur. Namun Hinata akan menurut kalau disampingnya ada Sasuke yang menemaninya dan mengelus pelan rambutnya.

Sasuke tidak pernah merasa kerepotan walaupun saat hamil, istrinya tersebut begitu banyak keinginannya. Bahkan dalam hatinya ia begitu bahagia saat Hinata berlaku sangat manja padanya. Sasuke tidak menyangka, bahwa kesabarannya selama dua tahun membuahkan hasil yang … waow … menakjubkan.

Dulu, ia hanya berharap sedikit pada Hinata. Agar wanita itu mau mencintainya. Namun ia tak menyangka bahwa Hinata berlaku lebih dari sekedar mencintainya.

"Sasu-kun … apakah kau besok mau menemaniku pergi ke dokter?" tanya Hinata saat keduanya sedang berbaring nyaman. Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Namun entah mengapa, kantuk belum mendatanginya. Ia malah sibuk memperhatikan suaminya yang sudah memejamkan mata –walaupun Sasuke belum benar-benar terbuai mimpi.

"Hn … besok aku sibuk."

Gumaman pelan sang suami, sontak membuat Hinata memberengut sebal. Tangannya yang sedari tadi bertengger dan mengelus dada bidang Sasuke, kali ini ia gunakan untuk mencengkeram erat kausnya.

"Tidak bisa! Kau harus menemaniku," ujar Hinata tegas. Selama mengandung, Hinata memang sedikit berubah. Perangaianya yang lembut dan pendiam, entah menguap kemana. Berganti dengan Hinata yang manja dan arogan.

Ia tidak suka keinginannya ditolak. Ia tidak suka dilarang bahkan dinasehati. Apabila suaminya mulai melarngnya melakukan –suatu hal yang disukai- maka detik itu juga Hinata akan menangis bahkan marah-marah.

Sasuke tersenyum simpul setelah berhasil menggoda istrinya. Setelah berucap tegas dengan nada marah, Hinata membalikkan tubuhnya dan mulai terisak. Perlahan, tangan kekar Sasuke terulur dan merengkuh tubuh mungil istrinya yang bergetar.

"Hei … aku hanya bercanda … tentu saja aku akan menemanimu," bisiknya parau ditelinga Hinata.

"J-jangan menggodaku lagi …." Hinata masih terisak, "kupikir Sasuke-kun sudah tidak mempedulikan aku dan bayi kita …" imbuhnya dengan tersendat. Sasuke kembali tersenyum melihat wajah chubby Hinata yang basah airmata dan mata bulatnya yang memandangnya bagai seekor kelinci yang minta diampuni.

"Kau tahu … selamanya aku akan tetap mencintaimu. Jadi, jangan pernah berpikir seperti itu."

Akhirnya sebuah kata yang bagai mantra yang sanggup mendamaikan hati dan melunturkan kesedihannya, terlontar juga dari mulut Sasuke.

"Aku tahu …" balasnya dengan pipi yang bersemu. Kecupan singkat di dahi dan bibir mungil istrinya menjadi mengantar kedua sejoli itu menyelami dunia mimpi.

Sekarang Hinata tahu, bagaimana sebuah rasa yang begitu mengganggunya ketika dirinya diabaikan ataupun takut kehilangan. Sebuah rasa yang sangat menyiksa dan sungguh menakutkan. Ia tidak mau kehilangan kebahagiaan yang baru saja digapainya. Ia bersyukur, Kami-sama tidak menghukumnya dengan penyesalan. Melainkan diberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahannya.

'Aku mencintaimu Uchiha Sasuke …'

.

.

.

OWARI

Kami-sama … sungguh aku tidak berbakat menulis full romance ataupun fluffy -_- aku tahu, ini sangat amburadul. Tapi karena aku sudah janji buat bikin epilog, akhrinya dengan sekuat tenaga ampe kehilangan mood buat nulis, jadilah chap ini. Maaf buat minna, yang mungkin sedikit kecewa dengan ending yang super gaje ini.

Big tanks to: Rise Star, Deshe Lusi, Lucky Ningen Fennikusu, IndigOnyx, Moku-Chan, minniechan, Uchihyu chan, , Jtwia 12112, Aiame-Uchiha, astia morichan, finestabc, kiira-chan, Apeuril, Dai Dandelion, Kertas Biru, Briesies, Lavender Boo-Chan, Lily Purple Lily, ulva-chan, Crimson 'Jac' Lotus, Keishouta, Tiva-qwiensy, lavender hime chan,

Terimakasih yang udah menominasikan fic ini diajang IFA. karena fic ini dah lolos tahap pertama. tanpa kalian semua saia bukanlah apa-apa. ARIGATOU GOZAIMASITA!

Terimakasih buat yang udah kasih dukungan buat fic ini. Makasih Minna ….! Dan sampai jumpa di fic_ku yang selanjutnya.

Jangan lupa tinggalkan jejak untuk chap terakhir ini.

Salam

-Bird Paradise