Night School
.
Naruto © Masashi Kishimoto-san
.
SasuxSaku slight SaiIno and NaruHina
.
Romance, fantasy, friendship.
.
Out of chara, Bad diction, Typo(s), and etc.
.
Read summary first then if you DON'T LIKE DON'T READ!
.
Enjoy~
The last chapter : The End.
.
.
.
Bugh!
Ino mendecih kesal saat serangannya sedari tadi tak melukai kacamata bodoh di hadapannya. Kabuto hanya tersenyum sinis, membuat Ino semakin muak melihat wajahnya.
"Hanya itu? Hanya itu yang bisa kau perbuat saat macan lemah itu tumbang?" sindir Kabuto sambil melirik Sai yang menatap sayu pada Ino.
"Jangan menghina Sai! Setidaknya Sai lebih tampan darimu!"
BUGH!
"Ukh-"
Satu tendangan berhasil Ino luncurkan dan menghantam wajah Kabuto dengan keras. Ino meringis sendiri kala mendengar bunyi hantaman itu. Aw, sepertinya sakit. Pray for Kabuto. "Hahaha! Makan itu!" Ino tertawa bangga, sedangkan Kabuto mendelik tajam.
"Sepertinya aku terlalu banyak bermain-main denganmu, Nona." Tubuh Kabuto perlahan berubah kembali menjadi ular, membuat Ino memundurkan langkahnya. "Ayo, sekarang lawan aku." Siratan keraguan terlihat jelas di wajah Ino. Oh, sepertinya dia telah membangunkan seorang hunter kejam bodyguard Orochimaru tersebut.
Ekor panjang Kabuto mulai mengincar Ino. Ino menghindar dengan gesit, namun ekor Kabuto memburu Ino dengan cepat, sehingga ekor tersebut melilit kaki Ino, membuat Ino tersandung dan terjatuh. "A-akh!"
Gadis bermanik aquamarine tersebut refleks memegang hidungnya yang lebih dulu terjatuh di tanah. Sakit. Tentu saja. "Ino! Di belakangmu!" Mata Ino membulat dan segera menghindar kala mendengar teriakan Sai. Namun terlambat, ekor Kabuto yang tergolong besar tersebut menghantam belakang Ino dengan cukup keras sehingga gadis itu terpental cukup jauh.
"Ino-! Ukh!"Sai ingin bangkit, tapi racun sialan milik Kabuto belum juga menghilang. Pemuda itu dapat melihat Ino bangkit secara perlahan dengan mata yang masih menajam. Sepertinya pertarungan gadis itu belum usai. Semangat juang masih berkobar di mata aquamarine-nya. Ia mendelik tajam pada Kabuto, Kabuto nampak cukup terkejut dengan kegigihan Ino.
"Heh, kau menarik …"
.
.
.
Trang!
Kuku dan pedang tersebut kembali beradu. Suasana yang tercetak sungguh menegangkan bagi Hinata. Pergerakan kedua pemuda yang sedang bertarung di depannya sungguh cepat, membuatnya tak dapat berkutik. Ia hanya dapat menghindar saat Neji hendak menerjangnya. Walau hanya dapat melakukan hal demikian, tapi Naruto sungguh bersyukur untuk itu. Itu artinya dia hanya harus fokus melawan Neji, karena Hinata telah pandai untuk melindungi dirinya sendiri.
"N-Neji -nii-san … kumohon, berhenti!"
"Kau cerewet!"
SRASSHH!
Pedang tersebut menebas angin sebab Hinata lebih dahulu menghindar. "Seharusnya aku membunuhmu lebih dulu, Hinata." Neji mendelik tajam. "Kau hanya seonggok sampah yang tidak berguna, aku berdosa jika membiarkanmu hidup."
"Siapa yang kau panggil seonggok sampah, hah?!"
CRAASHH!
Kuku tajam Naruto mengenai lengan Neji, membuat pemuda berambut panjang tersebut meringis kesakitan dan perlahan mundur ke belakang.
"N-Naruto-kun! Kumohon jangan menyakitinya!" Hinata tak dapat menahan tangisnya. Ini pertarungan antara dua orang yang dia sayang. Ia tidak ingin seperti ini. Ia tidak ingin kekerasan!
"Kau lemah!" Tanpa dapat dihindari, Neji mengayunkan pedangnya pada Hinata dan menggores lengan gadis itu. Naruto menggeram marah. Perlakuan Neji yang sungguh tega terhadap Hinata tidak dapat ditolerir lagi. Ia harus memakai kekerasan. Neji tidak akan pernah sadar hanya dengan kata-kata.
"Hinata, kau tidak apa-apa?" ucap Naruto khawatir. Hinata tersenyum dan menggeleng pelan, walau sebutir keringat menetes dari pelipisnya. Kini pemuda dengan rambut pirang tersebut menatap Neji dengan tatapan tajam. "Gomen, Hinata. Sepertinya aku tidak bisa menahan diri lagi." Mata Hinata membulat.
"N-Naruto -kun! Jangan-"
"-kau lihat sendiri 'kan? Berapa ratus katapun kau berucap padanya, dia tidak akan mendengarmu. Hatinya dipenuhi oleh kebencian." Hinata memegang tangan Naruto, mencegahnya agar tak bertarung lagi.
"Kumohon, biar aku sendiri yang menyelesaikannya …" pinta Hinata.
"Tidak! Aku tidak akan membiarkanmu terluka!" gertak Naruto pada Hinata, namun gadis itu menggelengkan kepalanya.
"Kau tidak usah lagi ikut campur dalam permasalahan ini, Naruto-kun. Setidaknya, aku bersyukur pernah bertemu dengan pemuda sepertimu." Naruto menatap gadis itu dengan pandangan yang sulit dideskripsikan, ia terlalu terkejut dengan ekspresi Hinata saat ini, ekspresi yang seakan-akan mengatakan bahwa ia akan mati dalam pertarungan ini. "Kau selamatkan ayah Sakura-chan, dan lari dari sini. Aku sendiri yang akan menghalangi Neji -nii-san."
"Hinata-"
"Kumohon! Naruto -kun! Kalau tidak seperti ini, aku tidak akan pernah bisa membalas kebaikanmu …" Hinata tersenyum lembut. "Selamat ti-"
Plak!
Omongan Hinata terhenti saat dirasakannya tamparan Naruto. Ia hanya dapat melihat tatapan Naruto yang tadinya lembut berubah menjadi tatapan tajam.
"Jangan bercanda!" bentak Naruto pada gadis itu. "Kita sudah sampai sejauh ini! Aku di sini untuk melindungimu, bodoh!"
"T-tapi aku tidak mau kau terluka! Kau seharusnya tidak terluka karena aku!"
"Dan aku tidak mau dilindungi olehmu! Aku yang akan melindungimu! Kalau kau berkata seperti itu, lalu apa gunanya aku sebagai pacarmu?" Naruto menyentuh pipi Hinata. "Kita akan berjuang bersama, oke?"
.
.
.
"U-ukh … Sas-uhuk!"
"Khukhukhu … bagaimana, Uchiha Sasuke? Ingin melihat temanmu mati di hadapanmu?"
"S-Saku …" Sasuke berlirih dengan sisa tenaga yang ia punya. Sakit dirasakan di sekujur tubuhnya sehingga ia tak sanggup untuk bergerak sedikit pun. Ia hanya dapat menatap nanar Sakura yang juga menatapnya dengan mata berkaca-kaca.
Sakura, kenapa kau menangis, bodoh?
Ia utarakan kata-kata tersebut melalui pandangan matanya. Ia tahu Sakura menangis karena dirinya yang terluka. Ia tahu sifat gadis itu. Tapi, apa yang bisa dia lakukan sekarang? Menolong Sakura? Bahkan berdiri saja dia tidak sanggup. Kenapa sakit di sekujur tubuhnya itu sungguh menyiksa?
Aku pasti akan melindungimu.
Sasuke tersentak. Ya, dia pernah mengucapkan kata itu pada Sakura. Dia pernah berkata dengan yakin akan melindungi gadis itu apapun yang terjadi. Dia tidak seharusnya terbaring tak berdaya seperti ini. Keselamatan Sakura, adalah tanggung jawabnya.
"Uchiha Sasuke. Jadilah bawahanku." Orochimaru tersenyum licik. "Kalau kau menolak, maka akan kubunuh gadis ini." Mata Orochimaru ia gulirkan pada Sakura, lalu ia gulirkan lagi pada Sasuke. "Jawablah dalam lima detik."
Sasuke tersenyum sinis. Ia kerahkan seluruh tenaga yang ia punya untuk bangkit kembali, bersamaan dengan itu Orochimaru mulai menghitung. "Satu …"
"Ular yang tenggelam dalam keserakahan …" Sasuke masih tersenyum sinis, pemuda itu sukses duduk dan mengambil ancang-ancang untuk berdiri walau dengan susah payah.
"Dua …"
"Kegelapan telah merenggut dirimu …" Kini Sasuke setengah berdiri, Orochimaru memandang tajam ke arah pemuda itu.
"Tiga …" Sakura mulai terbatuk. Ia sangat susah untuk menarik napasnya kesadaran gadis itu mulai hilang.
"Kau pikir aku akan membiarkanmu, heh?" Aura hitam menguar dari tubuh Sasuke. Mata pemuda itu perlahan berubah menjadi merah, semerah darah.
"Empat …" Sakura melirik Sasuke dengan tatapan kaget. Gigi runcing mulai keluar dari mulut Sasuke.
"Ular yang malang …" Dua buah sayap tumbuh di punggung Sasuke. "Makhluk menyedihkan sepertimu, harus dimusnahkan!"
"Lima-"
CRAAASSHH!
Orochimaru menghindar dengan gesit, sehingga yang terluka hanya punggungnya. Di cengkraman pria itu masih ada Sakura, walau cekikannya sudah sedikit renggang akibat serangan Sasuke. "Apa-apaan itu …" gumam pria tersebut. Memangnya apa yang bisa menggoresnya seperti itu? Sasuke tak punya pedang, Sasuke tak punya apa-apa yang membuat punggungnya tergores.
"Meleset, hm?" Sasuke tersenyum sinis. Menyeramkan. Uchiha Sasuke berubah menjadi makhluk yang menyeramkan. "Kali ini, aku pasti akan memotong lehermu."
CRAAASSHH!
Cepat. Orochimaru tak dapat melihat pergerakan pemuda itu. Ia melesat seperti petir. Darah mengalir dari bagian pipi Orochimaru.
"Buang wanita yang ada di cengkramanmu itu! Dia hanya mengganggu kesenanganku!"
Sakura terbelalak. Bukan. Pemuda itu bukan Uchiha Sasuke yang ia kenal. Kenapa, Sasuke …
"Kalau kau tidak mau membuangnya, apa boleh buat. Jangan salahkan aku jika aku melukai wanita itu." Orochimaru menatap Sasuke dengan bingung. Pemuda itu ingin melukai temannya sendiri?
CRASSSHH!
"Kyaaa!" Sakura memekik saat Sasuke kembali menerjang Orochimaru. Kalo ini lengannya, membuat cengkraman Orochimaru pada Sakura sukses lepas, membuat Sakura jatuh ke lantai.
CRASHH! CRASSHH! CRASSHH!
"Aaarrgghh!" Orochimaru mengerang kesakitan. Uchiha Sasuke yang sekarang benar-benar monster. Sakura hanya dapat terbelalak saat darah bercipratan ke mana-mana. Sasuke … dia …
"H-hentikan!" Gadis itu berteriak kencang. Sejahat apapun Orochimaru, tapi dia tidak ingin seperti ini. Dia tidak ingin Sasuke membunuh Orochimaru dengan cara sekeji ini. Dia tidak ingin Sasuke menodai tangannya!
Gerakan Sasuke terhenti. Mata semerah darah tersebut bergulir ke arah Sakura. "Berisik," ucapnya.
"S-Sasuke … kau tidak seharusnya seperti ini! Kembalilah ke Sasuke yang dulu!" Mata Sakura berkaca-kaca. Ia tidak ingin orang yang dicintainya menjadi seperti ini …
"H-hahahaha! Yang dulu? Heh? Uchiha Sasuke yang dulu hanya orang yang tidak berguna!" Sasuke kini mendekat ke arah Sakura dengan mata yang menajam. "Sepertinya, kau harus kubungkam."
"U-ugh-!" Sakura kembali merasakan cekikan pada lehernya, kali ini oleh Sasuke. Dia hanya dapat menatap Sasuke dengan pandangan tidak percaya, dan Sasuke manatap gadis itu dengan senyum sinisnya.
.
.
.
Kabuto tersentak. Firasatnya buruk. Ia yakin ada hal buruk yang terjadi pada tuannya.
"Jangan alihkan perhatianmu!"
Bugh!
Tendangan Ino sukses mengenai wajah Kabuto. Kabuto meringis pelan. Gadis di depannya itu monster, lebih tepatnya disebut sapi ganas. Dia manusia, tapi kekuatannya benar-benar luar biasa.
"Hehe … kau memang gadisku, Ino." Sai terkekeh. Pemuda itu bangun dengan perlahan.
"Sai!" Ino berucap gembira. Akhirnya racun sialan Kabuto sudah menghilang, membuat Sai leluasa untuk bergerak dan tidak merasa kesakitan lagi.
"Cih!" Kabuto mendecih. Kebangkitan Sai membuat semuanya menjadi lebih merepotkan.
"Sebenarnya racunnya sudah hilang daritadi, tapi aku ingin melihat seorang gadis cantik menari-nari." Sai tersenyum palsu, Ino memandang pemuda itu sweatdrop. Sai sialan.
"Kita selesaikan ini, Ino." Senyum tadi luntur, berubah menjadi sorot mata tajam.
"Yeah!"
Sai menerjang Kabuto, Kabuto menghindar, namun dengan cepat Sai kembali memutar tubuhnya dan melancarkan tinjuannya pada Kabuto. Pemuda itu terlempar beberapa meter ke belakang, namun di belakang pemuda itu sudah ada Ino yang tersenyum angkuh seraya memamerkan kaki-kaki jenjangnya, menendang kembali Kabuto dengan kaki jenjang tersebut.
"U-ukh!"
"Masih belum." Sai kembali menerjang, memukul pemuda itu berkali-kali. Darah sudah mengalir dari sudut bibir Kabuto. Diterjangnya perut, wajah, dada dan bagian tubuh lainnya pada Kabuto dengan cepat.
"E-err … apakah … dari dulu Sai sekuat ini?" Ino bergumam saat menyaksikan adegan tersebut. "Ataukah sebenarnya racun Kabuto mengandung penambah stamina?" Entahlah, hanya Tuhan yang tahu.
"Cih!" Kabuto terengah. Dia telah meremehkan Sai. Dia tidak tahu ternyata pemuda tersebut sekuat ini. Gerakannya yang cepat membuat Kabuto sulit untuk menghindar. "Orochimaru-sama …"
"Sasuke yang sangat marah menyeramkan lho …" Sai memasang senyum palsunya. "Pray for your Orochimaru-sama."
"B-brengsek-!" Kabuto mengeluarkan kapsul-kapsul kecil dari tasnya. "Sampai jumpa, pasangan bodoh," ucap pemuda itu seraya melempar kapsul tersebut.
"H-hah?! H-hei! Mau ke mana kau?!" Ino hendak mengejarnya, tapi Sai langsung mencegah gadis itu.
"Ino! Awas!"
DUAAARR! DUAAARR!
Ino hampir saja tertimpa langit-langit terowongan kalau Sai tidak cepat melindunginya. Kapsul tadi ternyata bom, bom dengan ledakan yang cukup besar. "Cih! Dasar pengecut!" umpat Ino kesal.
"Sudahlah. Dia sudah terlanjur lari. Kalau tidak salah, Naruto dan Hinata ada di sebelah sana 'kan? Kita ke sana, membantu mereka dan segera menyusul Sasuke dan Sakura." Sai tampak khawatir, membuat Ino kebingungan. "Aku khawatir pada Sakura …"
"Hei! Jangan meremehkan Sakura yah!" Ino menggembungkan pipinya. "Dia bukan wanita yang lemah. Lagipula, ada Sasuke yang akan melindunginya!"
"Justru itu yang aku takutkan." Sai menghembuskan napasnya. "Jika Sasuke marah, dia akan kehilangan kendali. Dia tidak dapat mengontrol emosinya, sehingga dia lupa siapa kawan dan siapa lawan."
"Hah?!" Ino tercenggang kaget. "Berarti, maksudmu … kalau Sasuke berubah sekarang, dia tidak bisa membedakan mana Sakura dan mana Orochimaru?! Hah?! Sialan si Sasuke! Bisa-bisanya dia tidak bisa membedakan mana seorang gadis cantik mana pria tua bangka! Bisa-bisanya dia menyamakan Sakura dan ular itu! Kalau aku jadi Sakura, aku akan memukul Sasuke bertubi-tubi dengan ganas sampai Sasuke berlutut minta maaf kepadaku!"
"Pfftt-"
"Hei! Kenapa kau tertawa?!" Sai memasang senyum palsunya dan menggeleng pelan.
"Tidak ada apa-apa, ayo kita pergi."
.
.
.
Trang! Crash!
"Ukh!"
Neji mundur ke belakang, napasnya terengah-engah. Ia tidak tahu bahwa akan sesulit ini untuk melawan Naruto dan Hinata. Tadi cuma Naruto yang menyerangnya, namun sekarang Hinata juga ikut membantu Naruto, membuat gerakan Neji menjadi terbatas. Meskipun Hinata tak pernah menyerang bagian vitalnya, namun serangan gadis itu cukup untuk membuatnya mengerang kesakitan.
"Kita akhiri ini, Neji." Neji mendecih. Naruto telah mengambil ancang-ancang untuk memukulnya lagi, Neji pun demikian. Namun kecepatan Neji kalah telak, sehingga pukulan Naruto lah yang mengnai wajahnya sehingga membuat pemuda itu terpental beberapa meter. Naruto kembali mendekatinya, kali ini dengan kuku-kuku yang lebih menajam. "Selamat ting-"
"-tunggu!" Hampir saja kuku Naruto mengenai permukaan kulit Neji kalau saja Hinata tidak mencegahnya. "J-jangan membunuhnya … kumohon, Naruto-kun …"
Naruto menghela napasnya. Sebenci apapun ia pada Neji, namun ia tidak tega menolak permintaan Hinata. Ia mundur perlahan, menjauhi Neji yang terbaring tak berdaya.
"Kenapa-" Neji memandang tajam Hinata. "Kenapa kau mencegahnya, bodoh?!"
Hinata menggigit bibir bawahnya. "Aku … tidak ingin melihat Naruto -kun membunuhmu, aku tidak ingin kau mati …"
"Sifatmu itulah yang membuatmu lemah!" Neji mengepalkan tangannya. "Kau membenciku 'kan? Aku berniat untuk membunuhmu, bodoh!"
Hinata menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak! Aku tidak pernah membencimu! Bagaimana pun kau … sebenci apapun kau padaku … kau tetap …" Hinata mendongakkan kepalanya, menatap mata Neji dalam-dalam. "…kau tetap kakak yang aku sayangi. Kau tetap kakakku yang berharga!"
Neji terdiam, pemuda itu masih tersungkur tak berdaya. Ia mengangkat tangannya, menutupi kedua matanya dengan lengan. "Kau bodoh …" lirihnya. "Tapi … entah mengapa, ucapan bodohmu membuatku senang …" Hinata dan Naruto dapat melihat air mata yang menetes dari pelipis Neji. Naruto dan Hinata tersenyum. Hinata tahu bahwa kakaknya sebenarnya tidak bermaksud jahat. Ia tahu bahwa Neji sebenarnya hanya haus akan kasih sayang. Ia tahu Neji hanya sakit hati karena selalu dikucilkan oleh keluarganya. Ia tahu … bahwa sebenarnya Neji adalah pemuda yang baik. Walau Neji ternyata membencinya sejak dulu, namun Neji lah yang selalu melindunginya jika ada yang mengincar Hinata. Hal itu lah yang membuat Hinata sayang padanya, walau ia dari dulu tahu bahwa Neji menyimpan rasa iri pada dirinya.
"Kunci borgol pria itu ada di lemari sebelah kanan. Kalian pergilah dari tempat ini. Aku yakin bahwa terowongan ini akan runtuh." Neji berucap. Hinata dan Naruto mengangguk dan segera mencari kunci borgol ayah Sakura. Mereka membuka kunci tersebut dan membantu ayah Sakura untuk duduk.
"Apakah dia pingsan, Neji?" tanya Naruto saat ayah Sakura tak kunjung membuka matanya.
"Hn. Periksa sakunya, ada beberapa butir obat di dalamnya, dia akan segera terbangun saat meminum obat itu." Naruto langsung mengecek saku ayah Sakura dan menemukan obat di sana. Pemuda itu segera memasukkannya ke dalam mulut ayah Sakura, membuat ayah Sakura perlahan-lahan membuka matanya.
"Naruto! Hinata!" Sai dan Ino memanggil dari jauh dan menghampiri mereka. Sai dan Ino tersenyum saat melihat mereka beempat. Sepertinya Naruto dan Hinata juga sudah selesai.
"Ah … kalian. Bagaimana dengan Kabuto?"
"Dia lari." Ino mendengus. "Hei Neji. Untuk sampai ke tempat Sasuke dan Sakura, apakah kita harus memutar?"
"Tidak. Ada lubang yang tertutup di terowongan sana, kita bisa melewatinya. Aku yakin Kabuto juga menggunakan jalan yang sama."
"Tu-tunggu! Aku tidak kenal siapa kalian, di mana aku, kalian mau apakan aku, dan … dan …" Kelima remaja tersebut saling berpandangan, kemudian bersamaan terkikik geli.
"Hei Paman, kau mau menemui putri semata wayangmu?" Mata ayah Sakura terbelalak kaget.
"P-putriku?" Naruto mengangguk semangat.
"Ya, putrimu. Namanya Haruno Sakura. Sekarang dia di sini untuk menyelamatkanmu. Kau seharusnya bangga dengannya."
"Sudahlah. Sebaiknya kita bergegas ke tempat Sasuke, aku yakin Sasuke sudah berubah sekarang." Sai menepuk pundak ayah Sakura. "Ikuti kami, Paman."
.
.
.
"Orochimaru-sama!" Kabuto menghampiri Orochimaru dengan pandangan khawatir, hal itu membuat perhatian Sasuke teralihkan sejenak.
"Siapa kau?" tanya Sasuke tajam pada Kabuto. "Ahh … kau anak buahnya 'kan? Yang menembakku waktu itu?" Sasuke menampilkan seringainya. "Matilah."
DUAAAAK! BUGGHH!
Kabuto mengerang kesakitan. Sasuke menyeringai. "Kau membuatku sakit, maka kau harus mendapatkan kesakitan berkali-kali lipat."
"H-h-hen … ti … kan …"
Sasuke menggulirkan matanya pada Sakura. "Huh. Kau benar-benar pengganggu yah." Sasuke menghembuskan napasnya. "Kalau begitu, sudah kuputuskan. Kau yang akan duluan kubunuh."
"Ukh-!"
"Sasuke! Hentikan!" Sasuke mengalihkan pandangannya ke sumber suara. Di sana sudah ada Neji, Sai, Ino, Hinata, ayah Sakura dan Naruto yang menatap Sasuke dengan pandangan tajam.
"Semakin banyak pengganggu." Sasuke mendelik. "Kalau kalian mengangguku, maka wanita ini dan kau sendiri akan mendapat akibatnya."
"Kubilang hentikan, Teme!" Naruto hendak menerjang Sasuke. Sasuke tersenyum miring dan mengarahkan telapak tangannya pada Naruto, hal itu membuat sebuah kekuatan berupa angin kencang membuat Naruto terpental ke belakang.
"Sasuke-!" Kali ini Sai yang maju, namun ia bernasib sama dengan Naruto. Untung saja di belakangnya ada Ino yang menahannya, namun akibatnya Ino juga ikut terpental.
"Sasuke! Dia, Sakura, dia temanmu! Dia orang yang berharga bagimu! Dia orang yang ingin kau lindungi!" Ino berteriak histeris. "Dasar ayam potong bodoh! Sadarlah, bodoh!"
Sasuke mengernyitkan alisnya. "Orang yang berharga? Dia? Huh! Jangan membuatku tertawa!"
"Sasuke! Dia Sakura! Haruno Sakura!" Naruto menggeretakkan giginya. "Persetan dengan sifat tsundere-mu itu, tapi aku yakin kau menyayanginya!"
"Kalian semua, lebih baik diam." Pandangan mata Sasuke menajam.
"S-Sasuke …" Sakura berlirih.
Sasuke!
Sasuke!
Sasuke …
Sasuke memegang kepalanya. Bayangan berbagai ekspresi Sakura terlintas di pikirannya. Sakura yang tertawa, Sakura yang menatapnya penuh harap, Sakura yang tersenyum lembut padanya, wajah Sakura yang cemas, dan … saat di mana ia mengusap ujung kepala Sakura.
Aku akan melindungimu …
"AAARRRGGGHH!" Sasuke memegang kepalanya yang terasa sakit, membuat Sakura terjatuh ke lantai. Ino yang melihatnya segera menghampiri dan memeluk Sakura. Tubuh Sakura sangat lemas, ia hanya dapat menatap lemah Sasuke yang mengerang kesakitan seraya memegang kepalanya.
"AAARRGGHH! AARRGGHHH!"
"Teme-!" Naruto hendak menghampiri Sasuke, namun tangannya segera ditahan oleh Sai.
"Naruto, kalau Sasuke sudah seperti ini. Lebih baik jangan mendekatinya."
"S-Sasuke!" Sakura yang tidak tahan melihat Sasuke terus mengerang seperti itu segera melepaskan pelukan Ino dan berlari ke arah Sasuke.
"Sakura, jangan!" Naruto dan Sai berteriak untuk menghentikannya.
Tubuh Sakura terpental ke belakang, angin tiba-tiba menerjangnya. "Sasuke!" Namun wanita itu berdiri lagi, berlari lagi ke arah Sasuke, walau akhirnya wanita tersebut terpental lagi beberapa meter ke belakang.
"Sakura, hentikan!" Ino memekik saat tubuh Sakura kembali terpental.
"Meski sadar pun, hati Sasuke itu keras." Sakura tetap memasang senyumnya."Walau sekeras batu pun, aku tetap akan berusaha untuk melunakkannya …" Sakura kembali menghampiri Sasuke. Kali ini angin yang menerjangnya ia lawan dengan sekuat tenaga, mempertahankan posisinya dan terus maju mendekati Sasuke.
"Sasuke … sadarlah …" Tangan wanita itu ia ulurkan pada pipi Sasuke. Sentuhan tangan Sakura membuat Sasuke berhenti mengerang, suasana kembali normal, angin aneh tadi juga hilang entah ke mana. Sakura tersenyum lembut, walau sebenarnya wanita tersebut sudah sangat ingin menitikkan air matanya. Ia memeluk Sasuke dengan erat, menenggelamkan wajah Sasuke pada dadanya.
Sasuke kembali tenang. Tubuhnya juga perlahan kembali ke wujud normal, membuat Sai, Ino, Naruto, Hinata, Neji serta ayah Sakura tersenyum melihatnya.
"Kepalamu sakit?" tanya Sakura dengan lembut, yang dibalas anggukan lemah dari Sasuke.
"Maaf …" Satu kata dari Sasuke, mengakhiri segalanya.
.
.
.
"Kerja bagus." Pein menepuk semua kepala para remaja tersebut, tak terkecuali Neji. "Orochimaru dan Kabuto akan kami tahan. Neji, kau juga seharusnya ditahan untuk beberapa waktu."
"Aku tidak keberatan." Pein mengangguk seraya tersenyum.
"Emm … hai Ayah." Sakura berucap canggung pada pria paruh baya di depannya. Ayah Sakura tersenyum lembut dan mengusap pucuk kepala gadis itu.
"Aku sangat senang melihatmu tumbuh menjadi seperti ini … anakku …" Sakura tak dapat lagi membendung air matanya. Ia segera berhambur ke pelukan pria tersebut, memeluknya dengan erat. Akhirnya, semuanya telah selesai.
"Hei, adik bodoh. Kau apakan Sakura, hah?" Sasuke mendengus. Ia sudah merenungkan kesalahannya saat ini, dia tidak perlu pertanyaan seperti itu.
"Setidaknya aku melindunginya dari Orochimaru." Sasuke membuang wajahnya. "Lagipula, aku sudah meminta maaf padanya."
"Heee~ meminta maaf dan memeluknya, hmm?" Deidara ikut menimpali. "Kau tidak sadar bahwa tadi kepalamu ditenggelamkan di dadanya yah? Atau kau terlalu menikmatinya?"
"Kau-!" Sasuke men-deathglare Deidara.
"Hei, hei, aku hanya bercanda." Deidara tersenyum jahil. "Jangan pasang wajah menyeramkan, Sasuke."
"Sasuke!" Sakura memanggil Sasuke dari jauh. "Semuanya akan membakar api unggun! Bantu aku menemukan ranting!" Sasuke menghela napas dan segera menghampiri Sakura, namun ia sempat mendengar godaan Deidara yang mengatakan,
"Yuhuu~ Sasuke, buktikan bahwa kau lelaki jantan!"
Uchiha Sasuke hanya dapat terdiam seraya mendengus kesal.
.
.
.
"Aaaahh! Aku pikir sudah banyak. Ayo kembali!" Sakura tersenyum puas saat melihat hasil kumpulannya dan Sasuke. Sasuke hanya terdiam, membiarkan Sakura memungut dan mengangkat sebagian ranting-ranting tersebut.
"Sakura …" Langkah Sakura terhenti. Ia membalikkan badannya ke arah Sasuke dan tersenyum. "Aku benar-benar meminta maaf …"
Sakura tersenyum maklum. "Hei, sudahlah! Yang penting, semuanya telah selesai." Sasuke hanya menunduk, membuat Sakura menatapnya dengan heran.
Gyuut!
Ranting yang ada di dekapan Sakura terjatuh saat Sasuke tiba-tiba memeluknya. Hangat. Tubuh Sasuke dan pelukan ini terasa sangat hangat. "S-Sasuke …"
Sasuke memeluk wanita itu kurang lebih tiga menit, sampai ia melepasnya seraya berucap, "ayo kembali."
Sakura tak bergeming. Badannya terlalu kaku untuk bergerak. "Mmm … Sasuke, kau ingat janji kita saat di festival?" Tak ada jawaban dari Sasuke. "Aku bilang … aku akan menyatakan cintaku sekali lagi padamu, dan … dan … kau harus menjawabnya, baik berupa penolakan atau penerimaan." Sasuke tetap terdiam, membuat Sakura kembali melanjutkan kalimatnya.
Sakura tertunduk sejenak, namun dengan tegas ia kembali mendongakkan kepalanya dan menatap dalam-dalam onyx Sasuke. "Aku mencintaimu, Uchiha Sasuke. Aku sangat mencintaimu." Sasuke masih menatap Sakura dalam diam. "Mencintaimu membuatku bodoh dan nekat. Tapi … aku senang dengan perasaanku. Aku senang saat mengetahui pemuda yang kucintai adalah kau."
"Saat pertama bertemu," Sakura memutuskan kalimatnya ketika mendengar Sasuke bersuara. "Ada aura lain yang menguar dari dalam dirimu."
Sakura bingung maksud Sasuke, namun gadis itu hanya diam. "Aura seorang gadis yang belum pernah aku lihat, aura yang membuatku tertarik, aura yang membuatku sangat ingin melindunginya." Sasuke tersenyum tipis. "Hal itu membuatku ingin memilikimu."
"T-tapi kenapa-"
"Kenapa aku tidak membalas perasaanmu waktu di dermaga? Saat itu, hatiku sedang kacau. Kacau karena aku menemukan kakak yang aku cintai tidak sama seperti sebelumnya." Sakura termangu. "Kenapa aku tidak membalas perasaanmu ketika permainan konyol truth or dare? Huh, bukan tipeku untuk mengatakan hal memalukan seperti ini di depan banyak orang." Mata Sakura telah berkaca-kaca. "Kenapa aku tidak membalas perasaanmu ketika di festival? Karena kau bilang, kau akan mengatakannya lagi. Dan aku ingin mendengar hal itu darimu sekali lagi, setelah kemenangan."
"Sasu …"
"Maafkan aku karena telah membuat perasaanmu tergantung seperti ini." Sasuke kembali menampilkan senyum tipisnya. "Aku tidak akan mati-matian melindungi seseorang seperti ini." Sasuke menempelkan dahinya ke dahi Sakura dan menatap emerald gadis itu dalam-dalam.
"Alasan terkuat untuk melindungimu adalah-"Batang hidung mereka saling menempel. Sakura dapat merasakan hembusan napas Sasuke. "-karena aku mencintaimu."
Bibir mereka menyatu, bersamaan dengan air mata kebahagiaan Sakura yang terjatuh. Gadis itu menutup matanya, menikmati sensasi lembut dan kehangatan yang mengalir di setiap pembuluh darahnya. Ia mulai mengenang semua peristiwa yang terjadi padanya. Mulai saat ia begitu takut karena sendirian sampai tengah malam di sekolahnya, saat dia bertemu Naruto, Sai dan Sasuke, saat dia tergila-gila pada Sasuke, saat Sasuke melindunginya dari tembakan, saat ia mulai berkenalan dengan para monster lainnya, saat Ino juga bergabung dengannya, saat mengetahui fakta bahwa ayahnya masih hidup, awal petualangan mereka, awal mereka berlatih dengan akatsuki, saat di festival sekolah, persembahan kembang api dari Akatsuki, dan terakhir … saat perang dengan Orochimaru.
Begitu banyak yang mereka lalui bersama. Begitu banyak canda tawa serta suka dan duka di antara mereka semua, dan akhirnya mereka mencapai titik akhir. Titik yang membawa mereka menuju kebahagiaan.
Semua kebahagiaan mereka, berawal dari sekolah malam.
.
.
.
~~The End~~
.
Akhirnyaaaa T.T #nangesdarah
Maap yah kelamaan, gak terasa udah setengah tahun lebih maaak maapin saya saya khilaf :'( #peluktetsu
Daaannn terimakasih kepada para pembaca :D Aku senang dengan support kalian :') gak terasa fic ini telah tamat hikss :'( sedih juga sih sebenarnya.
Di antara semua fic, fic ini paling menantang buat saya. Saya harus membuat adegan action yang ternyata berakhir gagal –" kisah romens gantung, pembagian peran karena chara-nya cukup banyak, bagaimana nanti orochimaru dkk dikalahkan, bagaimana kekuatan mereka masing-masing, pokoknya otak saya yang gedenya cuma sebiji semangka harus dikuras segede biji durian, membuat saya agak koslet dan menambahkan kata 'ayam potong' di tengah-tengah pertempuran :'D #lha
Saya rencananya mau buat oneshoot tentang kehidupan mereka pasca perang, tapi tapi … saya gak bisa janji hahaha #nak
Pokoknya saya mengucapkan banyak terimakasih pada para reader yang sudah setia sama fanfic ini, ataupun yang mampir baca atau apalah yang jelas pernah nyentuh fanfic ini makasih banyak yaaahh makasihhh #ojigi
Well, sampai di sini pertemuan kita pada fanfic Night School sampai jumpa di karya yang lain (kalo berminat)
Well,as usual, karena ini sudah ending, saya harap semua reader meninggalkan jejak di kotak review, para silent silahkan memunculkan diri yah buat review bagaimana pendapat kalian selama fanfic ini di-progress
Thanks before
Sign,
.
.
HanRiver
07-12-2014