"Maaf," yeoja cantik itu merunduk, lalu kembali berdiri tegak sambil memasang wajah penuh penyesalan. "Aku sungguh minta maaf Junho."
Junho berkedip. Masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, atau lebih tepatnya apa yang baru saja yeojachingu-nya katakan. Oh bukan, sepertinya Kim Soeun tidak akan menjadi yeojachingu-nya lagi.
"T-tapi," Junho akhirnya bersuara setelah mematung beberapa detik yang lalu. Namun ia tak bisa mencegah suara bergetar yang keluar dari mulutnya. "Noona, i-ini baru satu bulan."
Soeun mendesah pelan, matanya bergulir ke lantai, tak tega melihat mimik terluka dari wajah Junho di hadapannya. "Aku tahu. Karena itu aku sungguh minta maaf."
Apa hanya sekedar kata maaf bisa memperbaiki segalanya? Pikir Junho miris. Dia ingin sekali melayangkan kata protes lebih banyak, atau kalau perlu dia ingin meneriakan kalimat memohon pada yeoja cantik itu agar tidak memutuskan hubungan mereka yang baru seumuran jagung itu. Tapi apa mau dikata? Tenggorokannya tercekat, lidahnya kelu, dan bibirnya hanya bisa gemetar dalam diam. Pandangannya pun mulai rabun dengan air mata yang bertahan di ujung kelopak matanya.
"Jaga dirimu baik-baik. Ku harap setelah ini kita masih bisa berteman dengan baik," Soeun tersenyum lembut di akhir perkataannya. Mengabaikan fakta bahwa mata Junho saat ini memerah dan berkaca-kaca di hadapannya. Ia lalu kembali merunduk, kali ini sebagai tanda untuk pergi.
Bahkan rambut panjangnya yang begitu halus, masih terlihat indah di mata Junho ketika rambut itu berkibar dengan berbaliknya Soeun untuk membelakanginya. Junho sungguh merutuki dirinya sendiri yang hanya mampu berdiam diri, membeku dalam diam ketika melihat figur Soeun berjalan meninggalkannya sendiri di taman.
Walau bagaimana pun juga. Junho sepertinya tak akan bisa membenci Kim Soeun. Meski yeoja cantik itu sudah menyakitinya begitu dalam, meninggalkan Junho hanya karena namjachingu-nya yang dahulu –Song Kimbum– telah kembali dari wamil baru-baru ini. Tetap saja, sosok Kim Soeun mungkin akan selalu menjadi primadona di hatinya. Sunbaenim-nya yang cantik itu akan tetap menjadi cinta pertamanya, dan mungkin akan menjadi satu-satunya yeoja yang ia cintai selamanya. Itu yang dikira Junho, sampai saat itu.
...
::Fanfic::
P.S.P
Cast: member 2PM
Warning: Romance boyxboy!
...
Laju sepeda motor itu dipacu begitu kencang, nyaris menyamai laju para pembalap motor yang berada di arena balapan motor gp. Sangat berbahaya, apalagi di suasana tak bersahabat seperti ini. Air hujan yang begitu deras menimpa bumi, juga sudah membasahi seluruh tubuh pengendara motor tersebut. Bunyi halilintar yang kali ini tampak begitu aneh dengan sinar hijaunya menghiasai langit sore yang begitu kelam.
Namun Junho –pengendara motor tersebut– seolah tak peduli dengan apapun yang terjadi di sekitarnya. Bahkan jika saja ia akan mengalami kecelakaan dalam perjalanannya pulang kali ini, dan mungkin saja akan merenggut nyawanya, Junho tak peduli.
Hatinya terasa begitu sakit, sangat sakit karena patah hati pertama yang baru saja dialaminya. Mungkin dengan mati, rasa sakit yang luar biasa menggrogoti hatinya akan hilang, bahkan pikiran bodoh itu sempat menghantuinya sejak ia meninggalkan taman beberapa menit yang lalu.
Bunyi halilintar kembali menyahut. Menyamarkan suara kencang deru motor Junho, juga suara deras sungai han yang meluap di samping kanan jalanan yang ia lewati. Satu tikungan Junho lewati, dan ia langsung tersentak kaget melihat sosok orang berdiri di tengah jalan seorang diri beberapa meter dari pandangannya.
Sepeda motornya melaju terlalu kencang, tak bisa dihentikan secara mendadak. Terpaksa, Junho memutar stirnya ke samping, sebelum ia benar-benar menabrak sosok asing tersebut. Namun naasnya, Junho malah menabrak jembatan pembatas jalan. Tanpa bisa dicegah lagi, tubuhnya terlempar ke depan, terpisah dari sepeda motornya, dan tercebur ke dalam sungai han.
Hal terakhir yang Junho ingat, adalah air tawar yang langsung menembus cela helm teropongnya dan masuk ke dalam telinga maupun hidungnya. Sebelum akhirnya padangannya berubah gelap, dan kesadarannya menghilang.
.
.
.
.
Apa aku sudah mati?
Pertanyaan pertama itu yang langsung terpikirkan Junho ketika kesadarannya kembali pulih. Sayup-sayup ia bisa mendengar suara gemerisik air kecil, tapi itu bukan suara hujan, lebih terdengar seperti suara air yang mengalir dengan tenang.
Tubuhnya tak lagi terasa basah kuyup dan kedinginan, tidak juga terasa mengambang dalam iar. Sebaliknya, ia merasa hangat dan kering, nyaman, berbaring di suatu tempat, meski tempat itu tak terasa begitu empuk seperti kasur.
Perlahan, Junho berusaha untuk membuka kelopak matanya yang terasa berat. Pandangan yang awalnya mengabur mulai terang, dan pemandangan langit malam langsung menjadi penglihatan pertama Junho saat itu.
Ini bukan rumah sakit.
Junho tersentak, mendapati dirinya saat ini berada di outdor dan berbaring di atas rumput. Ia segera bangkit duduk, matanya langsung berkeliaran mengelilingi sekitar. Baru sadar, suara air yang mengalir dengan tenang itu berasal dari sungai han yang berada di sampingnya. Sungai itu tampak surut dan begitu tenang, keadaannya berbeda jauh dengan saat ia masih mengendarai sepeda motor tadi.
Ngomong-ngomong tentang sepeda motor, di mana kendaraannya saat ini. Junho segera menoleh, ke jalanan yang berada di sisi lainnya. Matanya langsung melebar saat mendapati salah satu pagar pembatas jalan itu bengkok, sebuah lekungan tercipta di sana dengan sepeda motor yang berbaring di sisi jalan. Dan sesosok orang lain juga sedang berjongkok di sisi sepeda motor tersebut, posisinya membelakangi Junho.
Siapa itu?
Berbagai pertanyaan lain muncul dalam benak Junho. Tak ingin membuat dirinya penasaran terlalu lama, Junho segera berdiri, dan berjalan mendekati sepeda motor tersebut dan orang yang tampak aneh.
"Hai," Junho menyapa.
Orang itu langsung menoleh, membuat Junho kembali tersentak sendiri. Mulanya ia pikir orang itu adalah seorang yeoja, karena rambutnya yang tampak panjang sebahu dari belakang. Namun ketika orang itu berdiri dari jongkoknya dan berbalik menghadap Junho, dengan figur badan yang lebih tinggi dari Junho, hidung mancung–mata besar coklat–dagu yang agak runcing–dengan wajah tampan yang begitu sempurna. Mematahkan dugaan Junho bahwa orang itu adalah yeoja, melainkan seorang namja yang tampak begitu sempurna dengan ketampanan dan figur tegapnya, Junho akui itu.
Tapi tetap saja, orang itu tampak aneh dengan penampilannya. Menggunakan baju hanbok (baju tradisional Korea) berwarna abu-abu yang tampak tua dan kuno, dan juga model rambut panjang sebahu belah tengah yang tampak ketinggalan jaman. Serta kaki yang –err... tak memiliki alas kaki apapun? Junho mulai meragukan letak kewarasan orang yang sedang berdiri di hadapannya kini.
"Akhirnya kau sadar juga," namja itu berkata kepada Junho. Matanya lalu bergulir untuk meneliti keseluruhan tubuh Junho dari atas ke bawah. "Kau tampak baikan sekarang," komentarnya lalu.
"Err.." Junho mengernyit, masih tak mengerti. "Apa kau yang menyelamatkan aku barusan?"
Namja itu langsung mengangguk begitu semangat.
"Terima kasih." spotanitas Junho berkata, mengabaikan penampilan aneh namja tersebut. Bagaimana pun juga, namja itu sudah menyelamatkannya dari sungai han, entah dengan apa. Junho tak peduli.
Namja itu lalu tersenyum begitu lebar. "Namaku Hwang Chansung. Kau bisa memanggilku Chansung."
Junho semakin mengernyit aneh. Apa di situasi seperti ini, nama perlu diketahui?
"Oh," Junho bersuara singkat. Ia tak perlu memberitahukan namanya juga kan? Tak begitu penting.
Junho segera melangkah, melewati Chansung –namja aneh yang sudah ia ketahui namanya itu– dan berjongkok di sisi sepada motornya yang berbaring di atas aspal jalan.
"Itu rusak," Chansung menyahut di belakangnya.
Tentu saja rusak, Junho tahu itu. Mengingat tubrukan yang baru saja ia alami dan menimbulkan bengkokkan pada pagar besi pembatas jalan tersebut. Justru yang aneh adalah mengapa Junho sama sekali tak terluka?
"Seandainya aku tahu cara kerjanya dan mengenal benda itu lebih dalam. Aku pasti juga bisa memperbaikinya," sahut Chansung lagi.
Memangnya kau montir atau apa? Balas Junho dalam hati. Tapi ia lebih memilih untuk tidak menanggapi namja aneh tersebut.
Junho mendesah. Untungnya hyung-nya saat ini masih di luar kota. Jadi ia tak perlu menerima omelan hyung-nya itu dengan kecerobohan Junho yang telah merusak sepeda motor kesayangan mereka. Junho lalu berdiri, sebaiknya ia meminta tolong pada Jokwon –tetangga dekatnya– saja, pikirnya.
Tangannya lalu menyeruak masuk ke dalam saku celananya. Kerutan aneh di kening Junho kembali nampak, saat merasakan kantongnya bagitu basah dengan air. Ia semakin mengernyit aneh ketika mengeluarkan ponselnya yang dalam keadaan basah.
"Bagaimana bisa?" tanyanya heran. Padahal dirinya tampak begitu kering dari air, baik tubuhnya sendiri maupun tampilan luar pakaian yang ia kenakan. Mengapa kantong saku celananya basah dan mampu menenggelamkan ponselnya sendiri.
"Aah," Chansung kembali menyahut tanpa diminta. "Apa benda itu juga perlu dikeringkan?" tanyanya yang tampak terlihat aneh. Tentu saja aneh, mengapa dari tadi ia terus menyebutkan 'benda itu' tanpa mangatakan namanya saja. Memangnya ia tak tahu yang namanya sepeda motor maupun ponsel?
Tanpa diperintah, Chansung berjalan mendekati Junho –yang masih menatap Chansung dengan pandangan aneh–, telunjuk tangan Chansung lalu terulur menyentuh sisi ponsel yang masih berada di tangan Junho.
Dengan sebuah kalimat aneh yang tampak begitu asing di telinga Junho, Chansung mengucapkannya pelan sambil memutar jari telunjuknya. Rahang Junho langsung terjatuh dan terbuka lebar begitu melihat sinar kuning muncul adri telunjuk Chansung dan mengitari ponselnya.
Dalam hitungan tiga detik, cahaya kuning itu sirna beserta dengan air yang membasahi ponsel maupun tangan Junho tadi.
"Selesai," Chansung berujar dengan nada santai. Mengabaikan tatapan terkejut yang diberikan Junho padanya.
Junho melangkah mundur sekali, matanya melebar dan menatap horor pada Chansung. "S-siapa kau sebenarnya?"
Chansung malah nyengir lebar melihat reaksi Junho yang menurutnya sangat unik. Dan dia hanya bergumam dengan nada yang penuh rasa ketertarikan. "Ternyata manusia biasa memang menarik."
.
.
.
P.S.P
( Pacarku Seorang Penyihir)
by Sayaka Dini
Fantasy/Romance/Humor
Pairing:
\ChanHo/
\KhunYoung/
\TaecSu/
Disclamer: Semua anggota 2pm milik Tuhan dan dirinya sendiri.
Cerita ini asli milik Sayaka Dini!
Terinspirasi dari:
\Harry Potter/
\Rooftop Princes/
\BIG/
This story of 'P.S.P' the begin
^^Hope you enjoy my fanfic^^
.
.
.
Gebrakan meja yang begitu kencang dilakukan pria paruh baya itu mampu menambah ketegangan dalam ruangan tersebut. Mata JYP –nama pemimpin mereka– menatap layang pada mereka yang berdiri kaku di depan mejanya.
"Bagaimana bisa ia membuka gerbang perantara tersebut tanpa kalian ketahui?" gertak JYP kemudian setelah memukul mejanya sendiri. Ia akan kembali melontarkan kalimat memarahi pada tiga pemuda di hadapannya, namun ketukan pintu ruangannya berhasil menginstrupsinya.
JYP menghela nafas. "Masuk."
Seseorang membuka pintu tersebut, masuk ke dalam ruangan, berdiri di sisi tiga pemuda sebelumnya, lalu merunduk memberi salam pada JYP. "Kau memanggilmu songsaenim?"
"Hm," JYP mengangguk. "Perlu kau ketahui Nichkhun. Sepupumu baru saja kabur dari sekolah ini."
"Lagi?" Nichkhun –namja yang baru saja tadi masuk– malah nyengir geli. Seolah kabar itu sudah menjadi hal biasa menurutnya.
"Jangan menampilkan ekspresi seperti itu," protes JYP. "Kali ini ia tak kabur ke hutan atau pun ke desa. Sekarang dia malah berani membuka gerbang perantara dan menyebranginya lalu menuju dunia manusia biasa."
"Wow itu keren!" timpal Nichkhun.
"Nickhun Buck Horvejkul!" JYP melotot garang.
"Oke-oke. Jadi, bagaimana sekarang? Anda mau mengirim beberapa orang ke sana untuk mencarinya?" tanya Nichkhun, namun nadanya terdengar tak peduli.
"Hwang Chansung hanya siswa tingkat sepuluh di sini. Jadi kurasa menyuruh seorang siswa tingkat dua belas sudah cukup untuk membawanya pulang kembali."
"Bagus, kalau begitu cepat panggil dia dan suruh secepatnya menyusul Chansung," kata Nichkhun santai.
"Sudah kulakukan," JYP tersenyum penuh arti sambil menatap Nichkhun.
Menyadari niat kepala sekolah mereka itu, Nichkhun langsung melotot. "Apa? Kenapa harus aku?" protesnya tak terima.
"Kau kan kakaknya. Sudah pantas kau bertanggung jawab dengan kenakalan adikmu itu."
"Kami bukan saudara kandung. Hanya sepupu," timpal Nichkhun, masih dengan nada protes.
"Tetap saja dia dongsaengmu."
"Dia hanya sepupu tiga kali ku," tambah Nichkhun lagi. Jelas sekali dia sangat berat dengan keputusan ini.
JYP memutar bola matanya bosan. "Tetap saja kalian memiliki hubungan keluarga."
"Aku tidak mau!" tegas Nichkhun pada akhirnya. Namun ia segera menyesali penolakannya tersebut setelah melihat tatapan tajam nan mematikan dari kepala sekolah mereka yang terkenal dengan kegarangannya.
"Bersiaplah untuk mengulangi kelasmu setahun lagi Tuan Horvejkul," ancam JYP penuh penekanan.
"Oke-oka," Nichkhun akhirnya menyerah. "Aku akan pergi ke sana." Tapi Nichkhun masih saja menampilkan perilaku tak sopan yang menunjukkan ia sedikit keberatan dengan tugas barunya ini. Ia langsung berbalik, menuju pintu tanpa kata permisi sama sekali.
"Ingat. Langsung temui Ok Taecyeon setelah kau sampai di sana. Ia akan membantumu," saran JYP sebelum Nichkhun menghilang di balik pintu ruangan.
"Iya-iya aku tahu," timpal Nichkhun, lalu menutup pintu itu di belakangnya. "Bertemu dengan teman lama, eoh?" gumamnya sambil tersenyum aneh.
Namun setelahnya ia berdecak penuh penyesalan. "Kenapa harus aku?" kesalnya sambil menendang udara kosong di hadapannya. Ia sangat tidak menyukai dunia dimana komunitas manusia biasa tinggal di sana. Meski Nichkhun tak pernah ke sana sebelumnya, tapi ia sudah bisa memprediksi bahwa dunia itu pastinya sangat membosankan. Tentu saja, di sana tidak akan ada peri-peri cantik seperti yang ada di hutan di sekitar sini, yang sering Nichkhun goda jika memiliki kesempatan bermain di hutan sana.
Penyihir muda itu kembali mendesah. Ia mulai bersumpah dalam hati, akan malayangkan kutukan sihir pada Chansung jika ia sudah menemukannya. Si biang kerok yang menyebabkan Nichkhun harus menyusulnya ke dunia manusia biasa, tempat yang akan sangat membosankan bagi Nichkhun.
Benarkah begitu?
.
.
.
.
.
"Semalam aku mimpi aneh hyung," sahut namja chabby itu, tangannya kembali menyendok eskrim vanila di mangkuk es krim dalam pangkuannya.
"Hm," namja yang lebih pendek darinya, yang sedang duduk di sampingnya itu sambil terus memencet remote tv di genggamannya, tampak tidak begitu tertarik dengan ucapan sepupunya.
Meski begitu, namja chabby tadi tetap melanjutkan ceritanya. "Ada orang bersayap putih mendatangiku."
"Wow, itu bagus," sahut namja pendek itu masih dengan nada tak acuh.
"Tapi anehnya, meski orang itu memiliki sayap, dia lebih memilih untuk berada di atas punggungku dan memintaku untuk menggendongnya terus. Bukankah itu aneh hyung? Padahal kan dia punya sayap dan bisa terbang."
"Itu hanya mimpi, buat apa kau memikirkannya."
"Tapi aku sudah bermimpi hal itu selama dua hari berturut-turut. Kalau malam ini aku akan memimpikannya lagi. Bukankah itu artinya suatu pertanda? Kau tahu apa artinya itu hyung?"
Namja pendek itu akhirnya mendesah keras. "Wooyoung! Sejak kapan kau begitu peduli dengan mimpi? Lagian kau pikir aku ini paranormal atau apa? Aku hanya seorang dancer, bukan penerjemah mimpi."
Wooyoung mengembungkan pipinya kesal. "Aku kan hanya ingin berbagi denganmu hyung. Ternyata kau sungguh tidak asik dalam hal curhat mencurhat," protes Wooyoung sebal. "Pantas saja Jaebom hyung belum punya pacar sampai saat ini," sindirnya pelan kemudian namun cukup terdengar oleh namja pendek tersebut.
Nyaris saja remote tv itu mendarat di kepala Wooyoung, jika saja Wooyoung tidak segera berkelit, melompat jauh dari sofa yang baru saja ia duduki.
"Kalau kau bukan sepupuku! Aku pasti sudah akan mengusirmu dari rumahku, Wooyoung!" seru Jaebom kesal.
Wooyoung hanya melet jahil, sebelum akhirnya ia berbalik dan berjalan pergi.
"Yach! Udong! Kau mau kemana? Jangan keluar dulu, di luar masih hujan deras!" seru Jaebom.
"Aku tahu," Wooyoung mengibaskan tangannya, berjalan menuju ke kamar. "Aku hanya ingin menelpon adikku, dia pastinya lebih mengerti aku daripada kau."
Jaebom mencibir. "Ya, terserah. Semoga saja saudara kembarmu itu penerjemah yang handal." Mata Jaebom lalu kembali bergulir ke arah tv di hadapannya. Menampilkan tayangan program penerimaan music award yang berlangsung secara live. Artis solo papan atas itu tampak tersenyum sumringah di layar kaca, saat ia menerima salah satu piala di acara program tersebut.
"Sudah kuduga," kata Jaebom kemudian. "Jun K akan mendapatkan penghargaan lagi tahun ini. Dia memang penyanyi solo yang mengagumkan," komentarnya lalu kembali mengganti progam channel tv yang lebih menarik menurutnya.
Sementara itu, Wooyoung memasuki kamar tidur yang memang sudah disediakan untuknya jika ia berkunjung ke rumah sepupunya tersebut. Ia melompat ke arah kasur sambil memencet beberapa nomor yang sudah ia hafal mati.
Namun, beberapa detik kemudian ia mengernyit heran. "Kenapa ponsel Junho tak aktif?"
.
.
.
.
_To_Be_Continued_
Halo semuanya~
Aya kembali membawa fanfic 2pm dengan genre fantasi-moderen seperti Ultra Lover sebelumnya. Kali ini inspirasinya dari Harry Potter. Pasti tahu kan tentang novel inggris yang terkenalnya itu gak ketulung. Kalau di hogwarst London, para penyihirnya pakai jubah kuno dengan tongkat sihir. Tapi kalau di fanfic Aya yang versi 2pm ini, para penyihirnya malah memakai hanbok. Pasti juga pada tahu kan hanbok itu apa? Pakaian tradisional korea itu loh, yang kayak dipakai di pilem-pilem korea ntuh. XD
Moga aja kali ini fanfic 2pm yang ini juga bisa diterima dengan baik seperti fanfic sebelumnya.
Berkenan kah chingudeul sekalian untuk meninggalkan Review agar Aya mengetahuinya?
~AyA~