CHAPTER 1

Aku selalu bertanya kepada diriku sendiri, apakah aku mampu mencintai dirimu yang seperti kekayaan yang membuatku jatuh cinta kepadamu. Namun sesuatu yang selama ini berada dalam diriku yang tak mampu aku katakan kepadamu. Karena sesuatu itu sendiri telah hilang bersama waktu. Tanpa aku sendiri pun mengetahuinya. Hanya saja, tiba-tiba kau muncul dihadapanku dan semua itu bagaikan air yang mengalir melalui sela-sela relung hatiku. Di sana, di lubuk hati yang paling dalam, rasa itu muncul dan semakin berkembang menjadi sesuatu yang bernama CINTA.

Uzumaki Naruto, 18 tahun. Seorang pemuda yang menginjak masa dewasa. Pemuda yang akan memasuki masa seniornya di Konoha High School dan beberapa minggu lagi akan merasakan rasanya menjadi senior di sekolah itu. Ada rasa tidak rela melepaskan statusnya sebagai siswa kelas XI di sekolah ini. Bukan, bukan kenangan indah atau tetek bengek macam itu yang membuatnya merasakan hal ini. Itu adalah hal lain.

Percintaan masa SMU, itu istilahnya. Sayang bagi Naruto, hal itu tidak berlaku kepadanya. Dia tidak pernah sekali pun merasakan indahnya jatuh cinta, bahkan kalau hanya cinta monyet sekali pun selama 18 tahun masa hidupnya. Cinta bahkan cinta monyet baginya hanyalah kata-kata yang sama sekali tidak dipahaminya.

Waktu kelas VII dia mengira rasa sukanya kepada Sakura, tetangganya, adalah cinta. Tapi setelah Sakura jadian dengan Lee, teman sekelasnya, dia tidak merasakan apa pun dihatinya. Bukankah kalau kau jatuh cinta pada seseorang dan orang itu jalan dengan orang lain kau akan cemburu (itu istilahnya)? Lalu kau akan merasa hatimu sakit? Tapi ternyata tidak. Naruto baik-baik saja. Dia masih berteman dengan Sakura. Dan dia masih menyukainya.

Waktu kelas VIII, hal sama terjadi pada Ino, teman dia jadian dengan Sai, dia juga tidak merasakan apa-apa. Sampai sekarang pun dia masih berteman dan menyukai Ino.

Saat kelas X, dia berteman dengan Gaara. Lagi-lagi dia merasakan hal sama seperti sebelumnya. Saat dia jadian dengan kakak kelas mereka, Neji, dia malah luar biasa senang. Dia mulai paham bahwa yang dirasakannya dengan Gaara adalah kasih sayang kepada seorang saudara.

Saat dia kelas XI, dia bertemu dengan Shikamaru, kakak kelas mereka. Teman Neji. Karena Shikamaru dan Naruto masih sendiri, mereka berempat, plus Gaara dan Neji, sering menghabiskan waktu bersama. Naruto merasakan bahagia dekat dengan Shikamaru. Dia merasa berpikir, apakah mungkin ini cinta? Jawabannya, tidak. Karena selang beberapa minggu, Shikamaru jadian dengan Kiba, sahabatnya. Naruto tidak sakit hati, malah sangat senang. Dia bahagia melihat Kiba juga bahagia.

Setelah itu, Naruto memutuskan untuk tidak memikirkan hal konyol macam CINTA lagi. Itu tidak baik untuk kesehatannya. Dia bisa pusing dan malas makan. Dia tidak suka perutnya kosong saat pelajaran dimulai. Mengganggu konsentrasi, prinsip Naruto.

Hingga pada suatu hari, saat Naruto duduk sendirian menikmati udara musim semi di atap gedung sekolah, ketenangannya terusik oleh suara yang muncul di sana dengan tiba-tiba.

" Huh,mengganggu saja, " kata Naruto dengan malas-malasan beranjak dari tempat " semedinya " di balik gudang peralatan.

Naruto mengintip. Dilhatnya dua orang sedang berada di satunya cowok dengan rambut mencuat berwarna hitam. Rasanya pernah lihat, tapi siapa? Naruto tidak bisa melihatnya karena punggungnya menghadap jarak pandang Naruto. Sedangkan yang satunya adalah seorang cewek manis berkacamata, yang diketahuinya bernama Karin Senpai, ketua Klub Kendo disekolahnya.

" Lalu apa sekarang yang akan kau lakukan? " tanya Karin dengan nada menantang.

" Tidak ada," kata cowok itu enteng.

" Kau ini. Dia itu sudah susah-susah membuatkan acara ulang tahunmu. Masak iya, ucapan terima kasih saja tidak kau berikan," ujar Karin kesal.

" Salah sendiri. Aku tidak minta. Lagipula aku benci hal-hal macam pesta begitu," sungut cowok itu.

" Ya..ya..ya. Inilah akibatnya kalau mau berkorban untuk cowok tak berperasaan macam kau," kata Karin mencibir.

" Lagipula apa urusanmu dengan ini semua? " sahut cowok itu.

" Tentu saja karena dia itu juniorku di klub dan karena dia menangis di pundakku saat tahu kalau kau tidak menghargainya sama sekali!" ujar Karin bernada tinggi.

" Jadi karena itu kau membelanya? Bukankah hak ku untuk menolaknya? Lagipula aku tidak pernah memukul ataupun berbuat kasar kepadanya! Mengenalnya pun tidak! Apalagi berbicara dengannya, belum pernah!". Cowok itu terdengar marah melihat sedikit aura ketakutan dalam diri Karin saat cowok itu mendekat kearahnya. Namun bukan Karin namanya kalau tidak bisa itu segera saja hilang, digantikan dengan sikap tenang. Meskipun ada sedikit getar dalam suaranya.

" Baiklah. Akan kukatakan kepadanya kalau kau tidak menyukai perbuatannya itu. Tapi aku tidak yakin dia akan mundur. Kau tahu kan, dia termasuk fans mu", ujar Karin. Kemudian dia berbalik dan menghilang di balik pintu.

Cowok itu mendengus kesal. Dia berjalan menuju arah berlawanan dengan tempat Naruto dan menyamankan posisinya untuk berbaring di lantai beton yang keras. Naruto keluar dari persembunyiannya. Melangkah ke arah cowok itu. Dipandanginya cowok itu. Wajahnya tertutup oleh sebelah lengannya. Naruto penasaran siapa cowok itu. Jadi, dia memposisikan dirinya duduk di samping cowok itu. Menunggunya untuk bangun.

" Apa yang kau lihat? ", ucap cowok itu tanpa melepaskan lengannya dari terselip nada marah dalam suaranya.

Naruto kaget. Tidak disangkanya dia akan ditanya seperti itu.

" Ti… saja aku tadi tidak sengaja mendenngar pembicaraan kalian ".

" Itu namanya menguping ".

Cowok itu bergerak. Lengannya sekarang tidak lagi menutupi matanya. Dia mengubah posisinya menjadi duduk. Berhadapan dengan Naruto yang menatapnya dengan takjub.

Sekarang Naruto tahu siapa yang membuatnya penasaran tadi. Dia adalah Uchiha Sasuke. Ketua OSIS disekolahnya. Ketua paling galak namun sekaligus paling dikagumi oleh hampir seantero sekolah. Bahkan seantero Jepang (maaf, rada lebay ^^). Baru kali ini dia berhadapan dengan Sasuke sedekat ini. Dia adalah kakak mempunyai cirri-ciri fisik dan non fisik paling sempurna. Tampan, kaya, jenius. Itulah yang selalu dielu-elukan oleh semua penghuni Konoha High.

" Apa kau lihat-lihat? ", bentak Sasuke menyadarkan Naruto dari lamunannya.

" Tidak. Maaf, Senpai. Maaf kalau aku menganggumu. Kalau begitu aku pergi saja ". Naruto bangkit berdiri. Menepuk-nepuk pantatnya dan kemudian membungkuk hormat kepada Uchiha Sasuke.

" Hn ", hanya itu balasan Sasuke.

Naruto pun berjalan ke arah pintu dan keluar dari sana. Sebelumnya,dia menoleh ke belakang. Dilihatnya sang ketua OSIS kembali tidur seperti tadi. Saat menuju kelasnya, dia merasakan desir aneh dihatinya. Desir aneh yang muncul saat dia berhadapan dengan Uchiha Sasuke. Ah, nanti juga hilang, batin Naruto.

Bel berdentang tepat ketika Naruto memasuki kelasnya. Dia duduk ditempatnya dan mengikuti pelajaran sampai jam terakhir selesai.

" Eh, Naru, mau jalan-jalan sama aku dan Neji? ", ajak Gaara.

" Lain kali saja. Takut ganggu ", tolak Naruto sambil mengedikkan matanya dengan nakal.

" Lagipula aku juga ada urusan habis ini ", sambung Naruto cepat.

" Yah, sudahlah ", kata Gaara dengan nada dibuat kecewa.

Naruto nyengir. Akhirnya Gaara berpamitan setelah Neji menjemputnya. Kiba sudah duluan bersama Shikamaru untuk pergi ke suatu tempat. Jadilah Naruto sendirian.

Setelah yakin tidak ada yang ketinggalan, Naruto pun keluar dari kelasnya. Koridor sekolah sudah sepi. Sepertinya Naruto siswa paling akhir yang keluar dari sana. Sesampainya di gerbang sekolah, dilihatnya sang ketua OSIS sedang berbicara dengan seorang siswa. Tanpa sadar Naruto menatapnya. Sasuke tidak menyadari pandangan Naruto dan ini semakin membuat Naruto terus memandangnya. Sampai akhirnya, Sasuke selesai berbincang dan pergi bersama siswa itu. Ada rasa sedikit kecewa pada diri Naruto karena menghilangnya Sasuke. Akhirnya Naruto pun berjalan tidak langsung ke rumah, melainkan menuju ke sebuah taman di tengah kota. Duduk di bangku taman itu dan menikmati semilir angin yang membelai rambut pirangnya. Desir aneh itu datang lagi. Naruto tidak mengerti. Yang pasti dia menikmatinya. Desiran aneh itu.

" Uchiha Sasuke ".

Dua kata itu terucap begitu saja dari bibir mungilnya. Naruto tidak kaget atau apa. Dia hanya tidak mengerti. Setelah mengucapkan itu, seakan dua kata itu menghilang di balik hatinya. Berada di sana, namun dia sendiri tidak tahu dimana tepatnya keberadaannya. Biar sajalah, kata Naruto dalam hati.

Setelah matahari mulai terbenam, Naruto bangkit dan berjalan menuju rumahnya.

" Tadaima…. ".

Sepi. Tidak ada sahutan. Orangtuaku pasti sedang pergi, simpul Naruto.

Dia menuju dapur dan menemukan catatan di meja makan. Catatan itu memberitahukan bahwa orangtuanya sedang keluar kota untuk menjalankan bisnis ayahnya. Intinya, Naruto disuruh jaga rumah sendirian, karena kakaknya berada di Suna untuk penelitian selama 1 bulan.

Naruto naik kemarnya, mandi, berganti baju dan segera menyiapkan ramen kesukaannya sebagai makan malam. Setelah menikmati ramen terakhir miliknya, yaitu mangkok kelima, Naruto kembali kemarnya. Membaringkan tubuhnya. Dia merasa tidak ingin melakukan apa pun malam ini. Dia menatap langit-langit kamarnya. Warna biru muda menyamankan pandangannya. Detik demi detik berlalu. Menit demi menit berjalan. Dan waktu pun melintas tanpa dirasakan oleh Naruto. Hingga akhirnya mata Naruto merasakan kantuk luar biasa. Dia pun akhirnya menuju ke alam mimpi.

Esoknya, setelah selesai sarapan, Naruto berangkat kesekolahnya. Berjalan kaki menyapa setiap orang yang dikenalnya. Di sekolah pun juga demikian. Naruto tersenyum kepada siapa saja yang dikenalnya, entah itu dibalas atau tidak. Dia hanya bersikap ramah.

Di koridor yang panjang itu, Naruto berpapasan dengan seseorang yang ditemuinya kemarin, Uchiha Sasuke. Naruto tidak menyunggingkan senyum kepadanya, hanya mengangguk hormat. Sasuke tidak mempedulikannya. Dia terus saja berjalan sambil berbincang dengansiswa lain. Naruto memandangnya sebentar. Kecewa dan kemudian berjalan menuju kelasnya. Koridor itu ramai sekali oleh para fans Sasuke. Baik cewek atau cowok semuanya melirik kepadanya. Kadang memberikan ciuman jauh kepadanya. Naruto melihat itu dan beranggapan itu adalah hal bodoh. Sedangkan Sasuke, dia cuek dengan semuanya. Naruto tiba dikelasnya. Masuk setelah mengucapkan selamat pagi dengan riang dan duduk dibangkunya di samping Kiba.

" Pagi, Kiba ".

" Pagi, Naru chan ".

" Koridor ramai sekali ".

" Hah? Tumben kau mengomentari koridor, biasanya kau cuek ".

Kiba menatap Naruto heran.

" Tidak. Sekali-kali lah. Untuk bahan pembicaraan. Hehehehe ".

Naruto nyengir. Kiba hanya mendesah.

" Dasar pirang ".

Kiba kembali menghadap ke depan.

" Pagi, Naru, Kiba ", sapa Gaara yang baru saja masuk.

" Tumben kau baru datang. Biasanya juga lebih pagi ", kata Kiba mengomentari.

" Tadi ke kelas Neji san dulu. Ada urusan ", Gaara mengedikkan matanya.

Naruto dan Kiba saling berpandangan dan kemudian nyengir.

" Mesum kau ", kata Naruto sambil memberikan gesture jijik yang dibuat-buat.

Gaara hanya tersenyum dan duduk di depan Kiba.

" Oh ya, tadi Neji san bilang, nanti pulang sekolah kita kumpul-kumpul. Naru juga ikut. Awas kalau kau menolak! ", kata Gaara sambil mengacungkan tinjunya.

" Ya. Ok. Tentu saja. Aku tidak mau kena marahnya Gaara ", jawab Naruto pura-pura sembunyi di balik ranselnya.

Kiba dan Gaara tertawa melihatnya. Bel masuk berbunyi dan pelajaran pun dimulai.

Hari itu di sekolah semua berjalan seperti biasa. Naruto, Kiba, Gaara bersama-sama sampai pelajaran berakhir. Tidak ada kejadian yang special. Bagi Naruto, ada rasa sedikit kecewa pada dirinya. Dia tidak melihat Uchiha Sasuke hari itu, selain pagi tadi. Naruto menepis kekecewaannya dengan tersenyum bersama dengan teman-temannya. Dia maklum, Sasuke adalah ketua pasti sibuk.

Bel tanda selesai pun berbunyi. Hari itu malam Sabtu. Weekend akhirnya tiba. Hari yang ditunggu-tunggu oleh seluruh penghuni KHS. Tak terkecuali Naruto, Kiba, dan Gaara.

" Ayo kita pergi sekarang ", ajak Gaara tidak sabar.

Kemudian dia pun keluar diikuti oleh Naruto dan Gaara.

Mereka berjalan menuju gerbang sekolah. Di sana, Neji melambai ke arah mereka. Mereka bertiga segera mempercepat langkahnya.

" Mana Shika? "

Kiba bertanya kepada Neji. Matanya celingukan mencari Shikamaru.

" Itu di sana ", jawab Neji. Menunjuk Shikamaru yang sedang berbicara dengan seorang pemuda berambut mencuat dengan dagunya.

Dada Naruto berdesir. Dia ada di sana. Sedikit rasa gembira merayapi dirinya. Dia memandang ke arah kedua pemuda yang dibicarakan itu. Karena dia bersama teman-temannya, mau tidak mau, Naruto hanya mencuri-curi pandang kepada Sasuke. Entah mengapa dia merasa malu kalau teman-temannya tahu.

Mereka menunggu sebentar. Shikamaru dan Sasuke menghampiri mereka setelah selesai urusannya. Semakin mendekati mereka, Naruto semakin merasakan desir aneh melandanya lagi. Dia menatap Sasuke dan Shikamaru menghilangkan keinginannya untuk terus menatap Sasuke.

" Maaf menunggu ", kata Shikamaru dengan nada maaf.

" Ah,tidak apa-apa. Apa kau sibuk? ", balas Kiba memaklumi.

" Sudah selesai. Sebenarnya aku mau mengajak Sasuke bersama kita, tapi sepertinya dia punya urusan yang lebih penting ".

Kata Shikamaru sambil melirik Sasuke.

" Lain kali saja. Aku pulang dulu ", kata Sasuke datar.

Sasuke pun berjalan pulang sendirian.

" Benar-benar Ice Prince. Dingin sekali ", kata Kiba.

" Sudah. Walau pun begitu, dia pasti punya sisi baik ", ujar Gaara kalem.

" Kau terlalu baik, Sayangku ", kata Neji sambil merengkuh pinggang hanya tersipu diperlakukan seperti itu.

Terdengar "Wuuuu" panjang di belakang Neji dan Gaara. Keduanya menoleh ke belakang sambil menjulurkan lidahnya kepada tiga orang yang satunya. Mereka tertawa.

Perjalanan itu penuh tawa dan canda. Daerah Shibuya memang lebih ramai pada weekend seperti ini. Mereka menghabiskan waktu untuk cuci mata dan sesekali membeli barang-barang yang terlihat menarik. Naruto diam-diam membeli dua buah cincin dengan ukiran huruf N dan S di dalamnya. Setelah membayar, cepat-cepat dimasukkannya ke dalam kantong. Naruto tidak mengerti mengapa dia berbuat itu, yang jelas, dia merasa ingin membelinya.

Setelah puas melihat-lihat, mereka pun menuju ke sebuah café. Cafe itu cukup ramai. Beruntung mereka mendapatkan tempat duduk di sana.S eorang pelayan menghampiri mereka. Setelah pelayan itu pergi untuk mengmabil pesanan mereka, mereka pun ngobrol sambil menunggu.

Beberapa menit kemudian, pesanan mereka datang. Dan tanpa babibu lagi,mereka segera menghabiskannya. Mereka sangat lapar dan haus setelah jalan-jalan panjang sore itu. Mereka masih mengobrol dengan riang di sana kendati pesanan mereka telah ludes. Mereka ingin menikmati petang itu sebentar sambil beristirahat melepas lelah di café itu.

Naruto mengamati orang-orang yang berlalu lalang di luar sana. Matanya tiba-tiba menuju ke suatu titik dimana terdapat seseorang dengan rambut hitam mencuat. Desir aneh kembali melandanya. Naruto menajamkan pandangannya. Tidak salah lagi, pasti itu Sasuke, katanya dalam hati. Tapi dia tidak sendirian. Dia bersama seorang cowok yang berambut panjang. Naruto tidak melihat wajahnya dan sepertinya Sasuke terlihat gembira bersamanya. Naruto merasakan desir aneh didadanya berubah menjadi sesuatu yang tidak mengenakkan. Naruto tidak tahu apa itu. Dia sekarang merasa sangat kesal kepada cowok yang bersama Sasuke.

TBC