Can I Have Your Love?
Naruto Masashi Kishimoto
SasuSaku FanFiction
.
.
.
Happy reading!
.
.
.
Aku tidaklah cantik, manis, maupun bertubuh bagus. Ketika kebahagiaan baru saja kurasakan, kenapa adikku yang mendapat segalanya? Dapatkah aku mendapatkan cinta lagi?
.
.
.
"Sakura."
Gadis berambut merah muda sepinggang itu menoleh, menampakkan iris hijaunya yang meneduhkan. "Ya?" balasnya ketika sang kekasih menatapnya serius.
"Kita putus, ya?" lelaki berambut hitam itu menggaruk rambutnya yang tidak gatal seraya memasang wajah kaku. Jaket kulitnya tertiup angin sore yang sedikit keras.
JDEEEEEEER
Bagaikan tersambar petir, pacar pertama sekaligus kekasihnya yang bersamanya selama dua tahun ini memutuskannya di umur 21 ini? Ini pasti mimpi.
"Ke-kenapa? Kau pasti bercanda," ucap Sakura dengan senyum kaku. Ia berusaha meyakinkan dirinya kalau ini semua hanya mimpi atau tipuan semata.
Lelaki itu menggeleng. Mata ocean blue-nya menatap serius Sakura dan berkata, "Aku suka pada adikmu."
JDUAAAAAAR
Kini petir yang lebih kencang lagi serasa menyambar tubuh Sakura dalam satu detik. Sakura membuka mulutnya saking kagetnya dan—
"Demi Tuhan, Hinata baru berumur 16 tahun, Menma! Jangan kau pakai alasan adikku untuk putus dariku!" bentak Sakura tidak terima. Dengan napas tersengal ia meminum soda kalengnya.
Menma menoleh memastikan tidak ada yang mengalihkan pandangan pada mereka yang sedang bertengkar panas ini. Untungnya halaman rumah sakit ini cukuplah sepi, hingga tak ada yang benar-benar menoleh ke arah mereka.
"Hinata bukanlah sekedar alasan, Sakura. Aku suka dia," ungkap Menma dengan suara sedikit lebih rendah, agar tak memancing emosi gadis berambut merah muda di hadapannya.
"Kenapa ... Kau suka dia?" tanya Sakura lagi, kali ini dengan suara yang lebih lembut. Bukan lembut dalam arti memaklumin, lebih tepatnya melemas tak berdaya.
"Dia ..." Wajah lelaki itu seketika merona merah. "...Manis dan cantik."
Sakura mendadak berdiri dengan kaleng soda yang sudah tidak berbentuk. "A-aku mengerti." Ia segera berjalan menuju arah yang membelakangi posisi mereka tadi. Air matanya terbendung di sisi kelopak matanya.
"Kecewa aku telah menganggapmu sebagai lelaki yang tulus," ujar gadis itu pelan. Kemudian ia berlalu pergi, meninggalkan Menma yang memandangnya lurus.
Hatinya terlalu sakit sekarang untuk sekedar menoleh maupun memberikan sebuah tamparan pada sosok lelaki di belakangnya.
.
.
.
"Ah, manis sekali kau Hinata-chan!"
"Cantiknyaaaa!"
"Sini tinggallah bersamaku, aku akan membiayai hidupmu dan menyekolahkanmu."
"Dia memang cantik dan baik pula."
"Wanita idaman."
Air mata Sakura menetes tanpa isakan. Matanya sama sekali tidak mengerjap—menatap kosong lantai keramik rumah sakit tempatnya bekerja.
"Kenapa harus dia yang selalu dipuji?" bisik Sakura dengan air mata yang terus mengalir.
"Sakura, aku suka!"
"Eh?"
"Jadi pacarku, ya?"
Gadis berambut merah muda itu mengusap air matanya dengan jubah dokternya. Hatinya kembali sakit teringat pada Menma—orang satu-satunya yang menembaknya ketika masih duduk di bangku kuliah.
Orang pertama yang menyatakan cintanya pada Sakura.
Sakura tahu, ia bukanlah gadis yang menarik. Wajahnya tidak ada yang spesial dan hanya jidatnya saja yang sedikit mengundang perhatian. Ia tahu, jidat itu tidaklah bisa dibanggakan.
Tubuhnya pun tidak sebagus yang lainnya. Kurus. Tidaklah menarik.
Pengalaman cinta, naksir beberapa orang tapi akhirnya orang itu sudah menyukai orang lain dan adiknya sendiri lagi.
Semua yang tidak ia punya, selalu dimiliki oleh sang adik. Hinata. Gadis itu memiliki rambut panjang menjuntai bak sutera—tak seperti dirinya yang bagai sapu ijuk, mata dengan pandangan lembut, sikap dan tingkah laku yang menyenangkan, tubuh yang indah, wajah yang cantik nan manis.
Semuanya dimiliki adiknya.
"Hinata, kenalkan ini Menma!"
"Sa-salam kenal, Menma-kun ..."
"Hei ... Salam kenal Hinata."
Menyesal rasanya ia mengenalkan Hinata pada Menma seminggu yang lalu. Dua tahun hubungan mereka kini kandas digantikan sekali pertemuan singkat yang bahkan tak sampai setengah jam.
Sakura tahu, ia bukanlah gadis yang hebat ataupun menarik. Ia hanyalah perempuan yang baru saja lulus kuliah dan bekerja di sebuah rumah sakit dekat pinggiran Konoha dan Suna. Hanya titel sebagai dokterlah yang bisa ia banggakan.
Selain itu, nol.
"Sakura, kau kenapa?"
Sebuah suara mengejutkan Sakura dalam lamunan singkatnya. Ia yang terduduk di salah satu kursi tunggu menoleh dan tersenyum getir. "Bukan apa-apa ..."
Ino yang bekerja sebagai perawat itu turut duduk dan memegang bahu Sakura. "Apakah terjadi sesuatu yang salah?"
Sakura tersenyum makin getir dan menjawab, "Ya. Yang salah adalah aku yang tidak bisa sebaik adikku sendiri."
Ino mulai paham maksudnya apa. Berteman dengan Sakura mulai dari Sekolah Dasar membuat gadis itu tahu, apa yang dimaksudkan sahabatnya.
.
.
.
Sakura menghela napas panjang. Sudah pukul sepuluh malam, namun ia tidak berniat pulang. Ia hanya duduk bersandar di putarnya dan memandang layar handphone-nya.
Masih teringat bagaimana lelaki itu menyatakan perasaannya pada Sakura. Kata-katanya yang ringan dan senyumnya membuat Sakura merasa selalu tenang di samping lelaki itu.
Namun kali ini, tidak akan ada lagi.
Ia mengucek mata emerald-nya yang hampir meneteskan air mata lagi dan bangkit. Ia bergegas menutup pintu dan keluar dari ruangan tersebut.
Perjalanan menuju apartemen—tempat tinggalnya, begitu berat bagi Sakura. Ia menenteng tas kerja beserta beberapa amplop berisikan catatan kesehatan para pasiennya dengan kedua tangan. Rambut merah muda pendeknya berantakan dan kusut.
Sampai di lift, ia segera memencet tombol lift tersebut agar terbuka. Letak apartemennya di lantai 8 dan ia tidak akan menggunakan tangga untuk mencapai pintu apartemennya. Matanya menatap kosong pintu lift yang hampir terbuka.
"Lantai berapa?"
Sakura segera tersadar dan menoleh. Matanya langsung disuguhi oleh pemandangan lelaki tampan berambut raven mencuat dengan kacamata hitamnya. Pandangannya tertutup oleh kacamata hitam.
"La-lantai delapan, please ..." kata Sakura agak terbata-bata. Pasalnya ia terlalu canggung dengan lelaki bernada datar ini.
"Hn," gumam lelaki itu. Ia langsung memencet angka delapan pada kotak lift tersebut dan bersandar santai.
Sakura berpegangan pada batangan panjang lift itu saat ia merasakan dirinya mulai dibawa naik. Berapa kalipun ia masuk kedalam dan memakai benda kotak ini, ia selalu merasakan tubuhnya agak oleng dan sedikit bergoyang.
"K-kau orang baru?" tanya Sakura sambil terus berpegangan. Hening dalam keadaan seperti ini membuatnya agak risih.
"Hn." Lagi-lagi lelaki itu mengangguk namun sama sekali tak menoleh pada Sakura.
Ting!
Pintu lift terbuka, menandakan mereka telah mencapai lantai delapan yang dipilih. Sakura segera merapikan tas serta amplopnya dan angkat kaki dari kotak panjang—berjalan keluar sambil mengucapkan salam pada si lelaki.
"Terima kasih, sampai jumpa ..."
Lelaki itu hanya memandang Sakura dari balik kacamata hitamnya. Beberapa saat ia akan berjalan lagi, ia menemukan sebuah amplop berwarna cokelat panjang tergeletak di kakinya.
Lelaki itu segera memungutnya dan memandang punggung Sakura yang sudah terlampau jauh dari posisinya. "Hei!"
Di sisi lain, Sakura terkejut saat dirinya merasa dipanggil. Sisi batin Sakura segera mengambil alih.
'Hei Sakura, mungkin saja dia penculik! Kau lihat gerak-gerik dan pakaiannya itu, kata Hinata penculik wanita muda memang sedang tren! Cepat kabur atau kau akan ditangkapnya!'
Namun otak Sakura tidak menganggap itu masuk akal. Mana mungkin lelaki tampan macam itu adalah penculik? Ia segera menoleh dan melotot.
Lelaki itu berjalan mendekati Sakura sambil menyembunyikan sebelah tangannya ke belakang punggungnya. Walau Sakura tak melihat mata lelaki itu, ia yakin lelaki itu menatap tajam dirinya.
"Kemari," ucap lelaki itu datar—namun terdengar memerintah.
Dan Sakura tidak lagi memikirkan logika yang ada. Yang penting dirinya selamat duluan.
"Kyaaaaaa! Penculik wanita mudaaaaa!" Sakura berteriak sambil berlari dengan sepatu hak tingginya. Ia tidak mau lagi menoleh ke belakang, yang pasti ia harus segera mencapai pintu kamarnya.
"Heh?" teriak si lelaki tak kalah kerasnya. Tidak terima ia dianggap penculik. Ia segera mempercepat larinya untuk menangkap gadis berambut merah muda tersebut.
Ah, untungnya ini sudah malam dan memang keributan di luar tak akan terdengar sampai ke dalam kamar tetangga yang lain karena memang dirancang sedemikian rupanya.
Sakura menutup matanya seraya berdoa dalam hati. Lima meter lagi, ia akan berbelok dan ia harus cepat bersembunyi dari lelaki—yang dianggapnya—penculik itu. Segeralah ia mempercepat langkahnya dan berbelok.
'Apa?' batin si lelaki dalam hati saat si gadis berambut merah muda itu berbelok cepat. segeralah ia mengejar dan yang ia temukan ...
... Kosong
Ia tidak akan bisa mencari tiap kamar satu persatu karena sekitar ada lima belas pintu yang ada di sana.
"Cih," decih lelaki itu. Ia segera berbalik dengan langkah bedebam. Ia membatin, 'Kenapa orang mau berbuat baik malah dikira penculik? Perempuan aneh.'
Sakura yang bersembunyi dibalik pot tanaman besar ia mendesah lega begitu mengintip si lelaki penculik telah menjauh. Ia mengelus dadanya pelan dan mengucupkan ribuan syukur.
Dengan langkah seribu ia segera menuju pintu apartemennya dan menguncinya dua rangkap—slot dan dengan nomor sandi yang terpasang di sana.
"Kakak, ada apa?" Adik Sakura—Hinata melongok dari dapur, sepertinya ia baru saja menyelesaikan sebuah kue.
Sakura menggeleng pelan. "Masak kue?" tanyanya seraya melepaskan sepatu hak tingginya. Ah, nampaknya kakinya agak linu sehabis berlari kencang tadi.
Hinata mengangguk dan membawa seloyang kue chiffon berwarna hijau muda yang nampak menggiurkan. Ia segera memotongnya dengan pisau roti dan menaruhnya dua potong pada piring kecil.
"Chiffon cake green, resep baru yang kubuat," ucap Hinata lembut. Ia mengambil sebuah piring kecil dan garpu.
Sakura mengangguk-angguk paham. Ia juga mengambil piring kecil itu tanpa garpu, mencomot kue hangat yang baru keluar dari oven itu dengan tangannya.
"Kak, makanlah dengan sopan. Pakai garpu," kata Hinata seraya memberikan garpu pada Sakura. namun gadis berambut merah muda itu menolak.
"Biar, repot banget pakai garpu."
Hinata menghela napas dan mengganti topik, "B-bagaimana hubungan kakak dengan Menma-kun?"
Sakura berhenti mengecap. Ia meletakkan piring kecil itu di meja dan berkata pelan, "Kita hanya teman, kok."
Hinata mengerjapkan mata lavender-nya cemas—membuat Sakura iri pada mata mata itu. Andai ia punya mata yang bisa mengerjap seanggun itu.
"O-oh, begitu ..."
Sakura segera berdiri sambil mengambil bawaannya tadi seraya berkata, "Aku mau mandi dan tidur."
"Selamat malam," ucap Hinata sambil tersenyum lembut.
Ish, Sakura lagi-lagi dibuat iri dengan senyuman adiknya. Bisakah ia tersenyum lembut seperti itu?
.
.
.
Bagaimanapun, Sakura tetap menyayangi adiknya. Adik semata wayangnya sangatlah penurut dan baik.
Bagaimanakah ia bisa menyalahkan adiknya atas hubungannya dengan Menma?
"Aku berangkat dulu, kak," ucap Hinata sambil memasang sepatu sekolahnya. Hari ini genap dua bulan gadis itu menjadi murid SMA di Konoha High School.
Sakura mengucek mata emerald-nya dengan malas dan mengangguk paham. Ia baru saja bangun tidur dan belum menggosok gigi ataupun mandi. Hari ini ia sedang tidak ada praktek kerja di rumah sakit.
Ia melangkah menuju meja makan. Ia mendesah lagi begitu menyadari betapa telaten adiknya yang baru berumur enam belas tahun ini menyiapkan makanan. Begitu banyak makanan yang terhidang di sana—dirangkap untuk makan siang juga.
Ada secarik kertas di atas meja.
Kak, ini makanan untuk makan siang juga ya.
Sakura duduk dan mengambil mangkuk nasi. Walau Hinata bilang makan nasi di pagi hari tak terlalu baik, ia tidak peduli. Baginya kenyang lebih penting.
Dua kali ia sudah menambah nasi tapi ia masih ingin makan lagi. Ia sendiri heran, kenapa ia makannya banyak namun badannya sedatar ini? Tidak ada lekukan yang berarti di tubuh pentingnya.
Sakura mengusap bibirnya dan segera mencuci mangkuk yang ia gunakan. Setelah ini ia mau mandi dan memeriksa laporan kesehatan pasiennya di amplop-amplop semalam.
Ia membuka piyama merah mudanya dan menatap cermin panjang yang ada di kamarnya. Ia berlenggak lenggok dan memasang senyum. Namun sedetik kemudian Sakura memanyunkan bibir.
"Kapan tubuhku bisa seksi?" batinnya seraya masuk kamar mandi. Ia menyentuh dadanya yang masih saja seukuran buah jeruk.
.
.
.
"Hn, perkenalkan aku Uchiha Sasuke."
Seorang dokter tersenyum dan berkata, "Ia adalah dokter muda yang akan bekerja di sini mulai hari ini. Kuharap kalian bisa bekerja sama dengannya." Ia menoleh pada pemuda itu dan menambahkan, "Semoga anda betah di tempat ini, Uchiha-san."
Semua yang ada di sana bertepuk tangan—kecuali Sasuke yang menatap datar. Beberapa perawat dan dokter wanita memunculkan rona merah muda di pipinya melihat wajah tampan Sasuke.
"Ah, mana Haruno-san?" tanya dokter yang memperkenalkan Sasuke tadi pada seorang perawat. Sejak tadi ia tak melihat perempuan itu di tempatnya.
"Sakura sedang tidak ada shift kerja hari ini," ucap seorang perawat berambut pirang sambil mencuri pandang dokter muda di samping dokter yang menanyakan Sakura.
"Oh, iya juga ya, dia kemarin bahkan sampai lembur. Padahal semuanya sudah pulang hari itu. Anak yang rajin ..." Dokter itu menepuk pundak Sasuke dan berkata, "Haruno Sakura akan jadi tutor-mu selama dua minggu nanti, Uchiha-san."
Sasuke hanya mengernyitkan alisnya.
'Haruno ... Sakura?'
.
.
.
Gadis berambut merah muda pendek itu baru saja keluar dari kamar mandi. Dengan handuk di bahunya ia beranjak menuju meja belajarnya dan memeriksa amplop-amplop yang ia bawa semalam.
"Ah, ini ini ini. Lho?" Sakura mengobrak-abrik amplop-amplop cokelat itu dengan kasar. "Mana amplop Konohamaru?" Ia merampas tasnya dan melakukan hal yang sama seperti amplop-amplopnya.
"Kenapa tidak ada?!"
.
.
.
-TBC-
Jeng jeng jeeeeeeeeeeng
#bayangin Sasuke yang lagi mengernyitkan alis dan Sakura yang memasang wajah kebingungan, kaget dan tak percaya
berasa kayak drama korea pas endingnya
LOL! Saya membawakan cerita baru..XD
Saya tidak tahu ini bakalan panjang atau tidak, tapi saya pastikan ini akan menguras keringat, tenaga dan air mata (saya) #lebay
Berikan kritik, saran dan pendapat anada mengenai cerita ini. Semuanya akan saya tampung dengan penuh rasa terima kasih.
Review?
Mikakikukeko