kuroko no basuke © fujimaki tadatoshi
.
.
"Aomine Tetsuya-kun?"
Dia di depan sini, loh.
"Apa ada Aomine Tetsuya-kun?"
Mbak...
"Aomine-kun tidak datang, ya?"
...
Skip forward dari chapter sebelumnya, Tetsuya sudah hadir di latihan pertama sore hari klub basket Seirin. Tidak banyak anak kelas satu yang datang, tapi mungkin segini juga sudah cukup bagi suatu klub baru. Dan ternyata perempuan yang dia sangka manager kemarin itu pelatih mereka yang bernama Aida Riko, dan yang kacamata adalah kaptennya, Hyuuga Junpei. Dan ternyata juga pemuda dengan alis sesuatu yang kemarin menabraknya juga masuk ke klub yang sama—pemuda bernama Kagami Taiga. Tetsuya malah sedang berdiri di sampingnya.
Dan ya, tidak ada yang menyadarinya. Seperti biasa.
"Permisi," lambai-lambai tangan di depan pelatih dan berusaha menaikkan desibel suara agar tertangkap gendang telinga manusia sekitar. "Aku Aomine Tetsuya."
"..."
Kok malah diliatin, mbak?
"..."
Pasti langsung teriak di hitungan 3, 2—
"GYAAAAAAA!"
—tuh kan.
"K-Kau... Aomine-kun?" tanyanya setelah kepanikan mereda—tidak tahu juga kenapa bisa sampai panik, Tetsuya bukan hantu ini kan? "Aomine... apa kau ada hubungan dengan Aomine Daiki? Aomine Daiki, anggota Generation of Miracles?"
Ah, lupa ya. Sepertinya mau dimana-mana juga, dia tidak akan lepas dari bayang-bayang kakaknya—Aomine Daiki si jenius basket dan teman-temannya yang dijuluki Generation of Miracles karena kejeniusan mereka dalam olahraga ini. Mungkin karena itu juga Tetsuya tidak bermain di Teikou—orang-orang yang mendengar namanya saja langsung berebut untuk menanyakan tentang ace abadi Teikou padanya dan kenapa sang Aomine kecil tidak sejenius kakaknya. Eksistensinya yang tipis memang membantu dalam hal-hal seperti itu.
Dan harusnya mereka dinamakan Generation of Rainbow sekalian.
"Tidak mungkin, nama Aomine kan tidak hanya satu di Jepang," Hyuuga melambaikan tangannya, sepertinya sulit menerima fakta bahwa anak laki-laki yang terlihat lemah ini mengikuti garis keturunan keluarga Aomine. "... ya kan?" tambahnya, melirik ke arah Tetsuya.
Tetsuya hanya menatapnya datar. "Kakakku Aomine Daiki."
"Tuh kan."
"..."
"...kan..."
"..."
"—EEEEEEEEEH?!"
Padahal Tetsuya baru mau bilang kakak angkat.
.
Latihan selesai begitu malam menjelang, dan Tetsuya tahu para anggota—baik senior kelas dua maupun teman seangkatan—meragukan kemampuannya yang dikira sebagai adik dari seorang Aomine Daiki. Yah, biarpun dia memang adik kandung dari Daiki, bukan berarti bakat itu diturunkan dalam keluarga kan? Seingatnya kedua pasangan Aomine juga bukan atlet, Daiki saja yang dianugrahi bakat oleh dewa olahraga.
Tapi tetap saja—mungkin bukan pilihan yang bagus untuk masuk klub basket. Tidak peduli betapa hal itu membuat kakak-kakaknya senang.
Tetsuya berjalan sendirian di taman dekat rumahnya, botol milkshake kosong masih dipegangnya selagi dia mencari tong sampah. Matanya berhenti di arah sebuah lapangan basket dan menangkap siluet seseorang dan bola yang dilempar. Malam memang belum terlalu larut, tapi tetap saja cukup aneh melihat seseorang bermain jam segini. Apa mungkin itu Daiki-nii? Dia sering bermain kalau sedang bosan, bahkan saat tengah malam.
Tetsuya melangkahkan kakinya ke lapangan, dan perlahan siluet pemain itu semakin terlihat jelas. Tapi yang dilihatnya bukanlah surai biru tua dan wajah familiar milik sang kakak, tapi rambut merah gelap dan kulit putih yang jelas sekali tidak dimiliki Daiki. Dia melemparkan bola itu ke ring, men-dribble sebentar lalu dilempar lagi. Entah dia terlalu fokus atau memang Tetsuya sama sekali transparan sehingga dia tidak menyadari sang pemuda bersurai biru pucat memerhatikannya dari samping ring.
Bola itu melesat masuk ke dalam ring, memantul keluar lapangan dan Tetsuya menangkapnya. Kagami Taiga melongo menatapnya, bola, -nya, kembali ke bola dan wajahnya sebelum—lagi-lagi—berteriak kaget.
Serius, Tetsuya bukan hantu ini kan?
"Sejak kapan kau ada disitu?!" tanyanya kaget. Tetsuya hanya mengangkat alisnya dan memainkan bola di tangannya.
"Dari tadi," sebenarnya ingin ditambahkan 'aku melihatmu saat kau bermain' tapi itu seperti plesetan 'aku melihatmu saat kau tertidur' dan malah membuatnya semakin terkesan seperti seorang stalker transparan.
Kagami terlihat sedang memulihkan diri dari kekagetannya dan membiarkan Tetsuya melemparkan bola kembali padanya. "Oi, aku ingin bertanya sesuatu," ujarnya sebelum kembali melemparkan bola ke dalam ring. "Kau benar-benar adik Aomine Daiki?"
Tetsuya hanya mengangkat alisnya, lalu mengangguk singkat. Kagami mendengus dan melemparkan bolanya lagi. "Aku dengar dia salah satu dari Generation of Miracles," ujarnya, memantulkan bola di atas tanah kasar. "Dan aku dengar, dia pemain yang kuat."
Sepertinya Tetsuya tahu kemana pembicaraan ini mengarah.
"Aku ingin mencoba bermain melawan mereka," lempar lagi—masuk dengan mulus, "karena, jujur saja, standar basket di Jepang itu sangat rendah. Kalau Generation of Miracles itu memang sangat kuat, aku mau menantang mereka."
Kagami kembali melempar bolanya ke Tetsuya. "Karena itu, Aomine," matanya memicing, "lawan aku."
...
Maaf, tadi dia ngomong apa?
"Kenapa aku harus melawanmu?" tanya Tetsuya, memainkan bola itu di antara jari-jarinya. Seumur-umur dia bertemu dengan orang yang mengetahui tentang Generation of Miracles, tidak ada yang menantangnya bermain secara langsung.
"Kau saudara dari salah satu anggota Generation of Miracles," ujar Kagami cuek. "Pasti keahlianmu mendekati mereka."
Tetsuya menarik napas panjang dan men-dribble bola, tapi tidak jua melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam lapangan. "Aku adik angkatnya," ujarnya datar, seakan itu menjelaskan semua hal—kenapa dia tidak masuk tim basket Teikou, kenapa dia tidak pernah bermain di pertandingan sebelumnya, kenapa dia lemah.
"Persetan," Tetsuya bisa melihat api yang memercik di mata merah Kagami, "lawan aku. Sekarang."
.
Pertandingan one-on-one singkat mereka berakhir dengan kekalahan telak di pihak Tetsuya, tapi pemuda itu sama sekali tidak merasa kecewa. Kagami kan memang kuat, gaya bermainnya pun mirip Daiki. Tetsuya yang seperti ini mana bisa mengalahkannya. Malah sebaliknya, pihak yang menanglah yang kecewa.
Kagami langsung meninggalkannya dengan kesal, berkata bahwa dia baru saja menghabiskan waktunya bermain melawan orang lemah yang bahkan tidak bisa memasukkan bola ke ring untuk menyelamatkan nyawanya. Memang benar, dalam beberapa peluang emas yang bisa digunakan Tetsuya, dia bisa saja memasukkan bola itu ke ring dan tidak terlalu mempermalukan dirinya. Tapi dia memang tidak bisa menembak bola—dia hanya punya satu keahlian, dan keahlian itu tidak berguna dalam pertandingan one-on-one.
Belum lagi tubuhnya mulai kaku karena sudah jarang berolahraga. Dia bermain lebih parah dibanding pemain amatiran yang belum pernah memegang bola.
Pemuda bersurai biru pucat itu menghela nafas singkat dan membuka pintu rumahnya, sedikit terkejut karena pintunya tidak terkunci. Suara TV terdengar samar-samar dari koridor, dan Tetsuya hanya bisa memperkirakan kalau Daiki sudah pulang.
Atau teman-temannya membobol masuk ke rumah seperti yang biasa mereka lakukan.
"Aku pulang," ujarnya singkat sambil memasukkan sepatu ke dalam rak, disambut oleh seorang pemuda bersurai merah dengan mata kuning dan merah yang muncul dari dapur dengan apron bercorak gunting berwarna merah dan memegang pisau daging besar dengan sedikit bercak merah di permukaannya. Dan kata merah disebut empat kali dalam paragraf ini, waw.
"Selamat datang," Seijuurou tersenyum dan Tetsuya hanya terdiam terpaku. Melihat Seijuurou-nii dengan apron itu sudah mengerikan, dia tidak perlu menambah kengeriannya dengan membiarkan sang pemain shogi memegang pisau daging sebesar umat.
Seijuurou memutar pisau itu sejenak. "Daiki meminta tolong untuk membuatkanmu makan malam," ujarnya sambil berjalan kembali ke dapur, "berhubung Shintarou sedang ada praktek operasi dua hari ini dan Ryouta berada di Hokkaido untuk pengambilan gambar drama terbarunya—Atsushi maupun Satsuki tentu saja tidak bisa diharapkan."
Tetsuya masih bungkam seribu bahasa, bahkan sampai dia melihat Seijuurou memotong daging di konter dapurnya. "Dan Daiki bilang kau tidak bisa dihubungi. Kau kemana saja, Tetsuya?"
Pisau itu menghujam tatakan kayu dengan keras dan Tetsuya berjengit, ketakutannya sama sekali tidak mereda biarpun Seijuurou tersenyum ke arahnya, apalagi saat Seijuurou tersenyum ke arahnya. Dia berusaha menenangkan diri dan menatap mata dichromia sang pemuda bersurai merah dan 'kakak'-nya yang paling menakutkan. "Aku... bermain basket tadi."
Seijuurou menatapnya dengan alis terangkat, kentara sekali tertarik dengan topik yang baru diangkat. Dia menaruh pisaunya dan berbalik menghadap Tetsuya. "Dengan siapa?"
"Seseorang."
"..."
"... ehm, dengan seseorang dari klub basket Seirin."
Seijuurou menganggukkan kepalanya sejenak. "Apa dia hebat?"
Tetsuya mengangguk. "Tidak sehebat kalian, tentu saja, tapi sepertinya... agak-agak mendekati. Gaya permainannya mirip nii-san. Dia menantangku karena dia pikir aku mempunyai setidaknya seperempat bakat nii-san atau semacamnya."
"One-on-one?"
Anggukan.
"Kalah?"
"Telak."
Seijuurou menggumamkan sesuatu, melepaskan apron-nya dan berjalan keluar dari dapur, melewati Tetsuya yang masih berdiri terpaku. Saat dia mencapai pintu, Seijuurou berbalik. "Apa yang kau tunggu, Tetsuya?"
Tetsuya terdiam sebentar. "Makan malam?" tanyanya ragu.
Pemuda bersurai merah itu menghela nafas. "Ambil bolamu sekarang, kutunggu di lapangan. Kau butuh banyak latihan sebelum lupa."
Entah kekuatan apa yang dimiliki Seijuurou hingga Tetsuya mengikuti perintahnya tanpa banyak tanya.
.
"Kenapa kau tidak mengangkat teleponku?"
"... maaf, nii-san, tapi aku tidak... melihat ponselku dari sore..."
"Memangnya kau ngapain, sih? Latihan basket kan tidak sampai jam 10 malam!"
"... soal itu..."
"Dan kenapa kau terengah-engah begitu?"
"... makanya... tunggu dulu..."
"..."
"..."
"... Tetsu?"
"Ya, nii-san, aku baik-baik saja..."
"Oke, ceritakan alasanmu."
"Sepertinya kau sudah tahu juga... aku tidak mengecek ponselku dari sore—kau tahu aku tidak suka melakukan itu, lagipula ada latihan sore klub basket. Lalu aku pulang dan ada kejadian kecil—"
"Kau diserang orang mesum?!"
"—nii-san, aku belum selesai. Dan tidak, aku tidak diserang orang mesum—kenapa kau selalu berkesimpulan seperti itu? Aku diserang Ryouta-nii hampir tiap hari dan kau tidak pernah protes."
"Dia beda kasus."
"Hanya karena kalian berpacaran bukan alasan baginya untuk menyerangku tiap hari."
"Lanjutkan saja ceritamu."
Tarik nafas, hembuskan. "Jadi tadi sehabis latihan aku bertemu seseorang, dan dia menantangku bermain. Aku kalah telak, lalu saat aku pulang ada Seijuurou-nii dan dia menyuruhku untuk berlatih lagi sampai... 5 menit yang lalu."
"..."
"Nii-san?"
"Ada angin apa Akashi tiba-tiba melatihmu? Tidak mungkin dia merasa simpati karena kau kalah dalam pertandingan one-on-one di pinggir jalan."
"Tidak tahu. Dia bilang aku harus berlatih sebelum mulai lupa. Tapi memang aku sudah jarang bermain, sih... tapi berkat dia, penglihatanku menjadi lebih tajam sekarang." Tubuhnya memang sakit, tapi setidaknya Tetsuya kira sudah tidak sekaku tadi.
Helaan nafas. "Ya sudahlah, yang penting kau baik-baik saja. Jangan sampai kau terlalu lelah, aku tidak ingin kau sakit besok pagi. Aku pulang besok siang, acara ini menyita banyak waktu. Kalau ada apa-apa, hubungi saja Satsuki—kecuali kalau kau butuh makanan, jangan hubungi dia sama sekali. Selamat malam, Tetsu."
"Selamat malam, nii—ah, nii-san, kenapa kau meminta Seijuurou-nii untuk menjagaku? Kau kan tahu aku bisa menjaga diriku sendiri."
Jeda yang sangat panjang.
"Aku tidak meminta siapapun untuk menjagamu, terlebih Akashi."
"Oh."
Hah?
.
.
Heads-up, buat para GoM saya bakal pake nama depan yak :] dan Tetsuya-nya OOC, emang. Aduh maaf ya Putri Keong lo jadi nista sendiri /no
Yak, apdet singkat saja. Rencananya mau nulis yang lebih panjang tapi di-cut buat chapter tiga karena males /plok dan berhubung saya males bales review satu-satu, thanks buat review, fav dan follow-nya ya minna ' '/ andai singlet bisa cipok kalian semua, tapi ntar Akachin cemburu singletnya ngelendotin orang lain /gagitu
Main pair—Izuki/Kuroko /plok oke bukan, kalau disebutin sekarang ga seru dong :] yah pairing sih pipa air aja. Mungkin kayaknya malah ga bakal ada pairing :-? Lawannya Kuroko juga diliatin nanti, kok :] tapi berhubung ini AU, fokus cerita dan pertandingan ga hanya berkisar ke Kuroko dan GoM. Yah liat nanti aja ya, kalo saya masih bisa ngelanjutin ni cerita :] /digelindingin dysfunctional—kalo kata mbah wiki itu keluarga yang kacau, tidak berfungsi dengan baik dan penuh dengan konfilk atau semacamnya. Tenang, keluarga Aomine ga dysfunctional kok, saya buntu ide buat judul aja. /paan
Welp, see ya on next chappie and thanks again ' '/
Btw itu AoKise nyempil dikit ndak apa-apa lah ya :]
