Disclaimer.

Ditulis tanpa ada tujuan untuk mendapatkan keuntungan secara matrial. Tidak bertujuan memperburuk citra siapapun dengan tulisan ini. Semua tokoh dan sifat diambil dari Manga/Anime Detective Conan milik Gosho Aoyama. Ini hanya sebuah fanfiction yang tidak benar terjadi di manga/anime aslinya.

Summary.

Cerita berpusat pada kisah cinta Shinichi Kudo dengan Shiho Miyano. Canon yang merupakan after story dari cerita asli. Shinichi dan Shiho yang sudah kembali menjadi sosok dewasa menjalin hidup yang normal, senormal remaja pada umumnya, namun dengan beberapa kasus kriminal sebagai hiasan cerita.

Warning.

Hubungan fisik. Perselingkuhan. Kejahatan. Cinta segi tiga.


LANGIT merah bak lautan darah yang menyelimuti Beika menjadi pemandangan menarik bagi Ai Haibara yang tengah duduk di taman kota sore itu. Kepalanya menengadah dengan mata menerawang. Tidak ada yang tahu apa yang ia pikirkan, tidak ada yang tahu apa yang ia rasakan, karena wajahnya yang dingin selalu menyiratkan keteragaran. Perasaan terluka, rasa sedih, bahkan keputusasaan sekalipun tidak dapat memaksa wajahnya untuk mempertunjukkan kelemahan. Ia terlihat selalu kuat. Ia memang menolak terlihat lemah.

Tapi semua itu hanya dari luar. Di dalam dirinya, tersembunyi sosok lemah seorang wanita pada umumnya. Ia terlalu pengecut untuk menghadapi kenyataan. Keberaniannya tidak pernah cukup untuk menentang takdir yang diemban. Maka dari itu ia selalu berlari. Dari pada harus melawan sesuatu yang lebih kuat, baginya menghindar adalah pilihan yang paling tepat. Dan kali ini pun, ia akan melakukannya.

"Ya, aku memang lemah, melarikan diri sekali lagi tidak akan ada salahnya."

Kesunyian taman sore itu dipecah olehnya sendiri, dengan senyum samar yang terlihat menyedihkan. Sementara sosok pria yang sedari tadi berdiri di samping kursi taman, menatapnya. Mengerti bahwa kalimat barusan adalah sebuah keputusan akhir dari diskusi mereka.

Satu hembusan napas dari pria itu sudah cukup sebagai pengganti jawaban. Pria yang berdiri di samping kursi taman sekaligus bertopi rajut hitam tersebut kemudian mengeluarkan tangannya dari dalam saku, mempertunjukkan apa yang sedari tadi ia sembunyikan.

"Pergilah, maka kau tidak akan memiliki penyesalan."

Ai Haibara berpaling dari langit senja dan menatap kertas undangan berwarna emas yang digenggam oleh sosok pemilik suara, kemudian berdiri membelakangi cahaya. Rambutnya yang kemerahan selaras dengan senja, dengan hembusan angin yang melarikan beberapa helainya. Ia seperti keindahan yang bernyawa ketika senyum menyempurnakan tindakannya. Tangannya meraih dan mengambil alih kertas undangan itu.

"Hmm... kali ini aku akan mengatakan salam perpisahan sebelum melarikan diri."


Game Over

Suara bising yang ditimbulkan oleh mesin kapal menggaung menandakan waktunya berlayar, seolah-olah secara pribadi memberi salam pada daratan yang ditinggalkan. Banyak penumpang berdiri di atas dek sekedar untuk merasakan hembusan kencang angin laut, atau bahkan melihat kerumunan orang-orang di dermaga. Detektif terkenal sekelas Shinichi Kudo pun tidak terkecuali di antaranya.

Pemuda berjas abu-abu itu berdiam diri sambil menatap ke bawah, seolah mencari keberadaan seseorang. Keberadaam seseorang yang tidak dapat ia temukan kemana pun matanya memandang. Wajah Shinichi merengut kecewa meski tipis, kontras dari semua orang yang terlihat senang. Akan tetapi tidak sampai satu menit kemudian, bibir Shinichi menyeringai pahit.

"Shinichi?"

Sebuah suara yang Shinichi yakini milik sahabat sedari kecilnya sekaligus kekasihnya, sukses membuatnya menoleh. Ditatapnya gadis berambut coklat panjang tersebut dengan senyum yang berbeda seraya bergumam menanggapi panggilan barusan.

"Kau tidak masuk?"

Pertanyaan yang menyiratkan kesan mengajak itu membuat sang detektif muda mengangguk. Ia mengambil satu langkah pendek hanya untuk berhenti dan menengok ke bawah sekali lagi. Menemukan sosok yang dicarinya tetap tidak muncul, Shinichi kembali berjalan dengan gerutuan yang tidak dapat ditahan oleh bibirnya.

"Dasar pengecut."

"Baka."

Sebuah suara yang tidak sampai ke telinga Shinichi seolah membalas, dari seorang wanita muda yang berdiri sejajar dengan tempat Shinichi semula berdiri. Mata gadis itu yang setara dengan warna lautan melirik kepergian sang detektif, sebelum akhirnya kembali menatap ujung dermaga yang semakin jauh.

###

Ponsel di dalam saku pemuda berjas abu-abu itu bergetar, membuatnya yang sedang mengobrol dengan seorang pemuda berkulit gelap langsung mengalihkan perhatian. Pemuda bernama lengkap Shinichi Kudo itu nampak mengernyitkan kening saat mendapati sederet pesan singkat aneh dari alamat email yang tidak ia kenal.

[mune seepo cay.]

"Anagram?" Gumamnya pelan, lalu menengok ke kanan dan kiri.

Tidak ada seorang pun yang nampak mencurigakan baginya. Mungkinkah pesan iseng? Shinichi mengembalikan fokusnya pada ponsel dan hendak menulis balasan, namun sebuah suara jeritan dari arah dek kapal membuatnya berhenti dan saling bertukar pandang dengan pemuda Osaka di depannya. Mengerti arti tatapan dari sahabat sekaligus rival detektifnya, pemuda itu mengangguk sekali, kemudian keduanya berlari mencari sumber suara secara bersamaan.

"Dasar maniak kasus!" Ketus seorang gadis berkuncir tinggi yang berdiri tak jauh dari tempat Shinichi dan Heiji semula berada.

"Biarkan saja... " Tanggap seorang gadis lain yang berambut panjang sambil tersenyum dan memandang ke arah Shinichi menghilang.

Tidak jauh, seorang gadis lain nampak mendengus malas dan berjalan ke pintu akses dek kapal. Ia berhenti di depan kerumunan orang yang nampak memandang syok ke satu arah. Dapat gadis itu lihat, di depan sana sesosok mayat perempuan tergeletak dengan pisau yang menancap di perutnya.

Persis seperti dugaan, kasus pembunuhan. Dan seperti biasa, dua detektif muda yang tadi, kini berada di barisan paling depan untuk memeriksa korban.

Shinichi yang semula menengadah ke atas untuk melihat tempat di mana korban terjatuh langsung menengok saat merasa sepasang mata menatapnya tajam, tapi lagi-lagi tidak ada seorang pun yang ia curigai. Pemuda itu memincingkan mata ke barisan belakang orang-orang tersebut, dan saat itu ia melihat siluet seseorang yang nampak menghindar dari tatapannya. Kontan sang detektif berlari, namun sesampainya di luar kerumunan, orang yang tadi ia lihat sudah menghilang.

"Kudou, lihat apa yang aku temukan..." ujar Heiji dari arah belakangnya yang kembali membuat Shinichi mengalihkan fokusnya ke kasus di sana.

Ia melihat benda yang diberikan temannya untuk di amati, saputangan dengan noda darah. Saputangan itu sebenarnya milik Heiji, namun yang mereka permasalahkan adalah darah yang menempel di saputangan itu.

"Mau bermain?" tantang Shinichi yang sudah bisa membaca kasus macam apa yang dihadapinya.

Heiji yang tak kalah jenius dalam menangani kasus tentu saja telah paham. Dan karena merasa menghabiskan waktu dengan mengobrol saja akan membosankan, akhirnya pemuda Osaka itu mengiyakan.

Tidak berapa lama, kasus pembunuhan yang ternyata hanyalah game dari pemilik pesta kapal itu telah di pecahkan duo detektif muda tadi. Dan dengan selesainya kasus tersebut, di mulailah pesta kapal yang di selenggarankan keluarga Suzuki untuk merayakan ulang tahun putri mereka.

Alkisah, Shinichi dan kawan-kawannya saat ini sedang menghadiri undangan dari gadis kaya itu, dan karena banyak detektif yang Sonoko kenal akhir-akhir ini, maka ia mengadakan game untuk memeriahkan pestanya. Seperti dugaan, suami (atau seperti itulah yang biasa gadis itu sebut) dari sahabat-sahabatnya yang memecahkan kasus itu.

Kini hari telah menjelang malam, dan pesta yang sebenarnya akan di mulai. Semua undangan pun telah berkumpul di salah satu ruangan yang cukup luas dengan jas dan gaun yang berbeda-beda. Shinichi yang sedari tadi nampak sibuk dengan ponselnya pun telah ada di sana, berdiri di samping pintu masuk dengan pandangan meneliti.

Pemuda detektif itu masih sangat penasaran dengan seseorang yang mengiriminya pesan singkat melalui email tadi siang, apa lagi setelah beberapa lama berbalas pesan yang dirinya terima hanya lah sandi-sandi yang tak satu pun menunjukkan siapa empunya pesan.

Lagi, ponselnya bergetar, membuat Shinichi langsung menggerakkan tangannya untuk membuka dan membaca deretan tulisan di layar.

[743779]

Pemuda itu terdiam sejenak, ia menyandarkan kepala ke tembok kayu di belakang lalu menutup kelopak. Memikirkan siapa kira-kira yang sedari tadi mengerimi pesan tidak jelas ini. Kalau ini bukan sebuah kasus, pastilah ada seseorang yang ingin bermain dengannya. Hanya saja, siapa orang itu, dan apa tujuannya?

"Tujuh, empat, tiga, tujuh, tujuh, sembilan... " ujarnya pelan masih sambil membayangkan siapa-siapa saja yang memungkinkan ia jadiakan tersangka.

"Tidak mungkin."

Sebuah nama yang muncul dalam otaknya membuat pemuda itu tersentak, ia dengan cepat menegakkan tubuh dan berjalan mencari seseorang yang ia pikirkan.

Ya, Enam angka yang menyimpan identitas pengirim pesan itu membuat sang detektif yakin siapa orang yang dari tadi mengiriminya email. Tapi, ia tidak mengerti kenapa orang ini harus mengerimkan sandi untuk menunjukkan keberadaannya. Seperti bukan dirinya, karena dia yang biasanya tidak mungkin mau merepotkan diri dengan permainan konyol macam ini.

Tanpa sadar seorang gadis berambut panjang yang memperhatikannya dari tadi memasang raut kecewa karena menyadari bukan dirinya yang Shinichi hampiri, pemuda detektif itu terus menyisir wajah orang-orang yang ada di sana bahkan tanpa meliriknya sama sekali. Ia hanya fokus mencari seseorang yang harusnya begitu mudah di temukan karena rambutnya yang khas, tapi kenapa belum juga ia temui di ruangan yang tidak berapa luas ini?

Tapi benarkah gadis itu?

Benarkah Haibara ada di sini?

Kaki itu berhenti menapak saat ia menyadari sesuatu. Ya, Haibara memutuskan untuk tidak meminum penawar racun karena merasa lebih aman di tubuh kecilnya, dan harusnya kalau gadis itu masih dalam wujud Haibara, Shinichi sudah menemukan gadis itu sejak tadi. Artinya, Haibara bukan dalam wujud Haibara, melainkan dalam wujud...

"Shiho Miyano... "

Tepat setelah pemuda itu berujar, sebuah suara dari arah panggung mengintruksi. Ia sejenak memandang ke arah sana dan mendapati Sonoko telah mengumumkan sesuatu, kemudian pemuda itu kembali melangkah untuk melanjutkan pencarian.

"Untuk lebih memeriahkan lagi, mari kita memainkan game yang kedua... "

Sepasang mata berwarna biru laut nampak menatap Shinichi yang kebingungan. Ia menggeleng pelan sambil mengambil langkah mundur dan memperluas jarak keduanya.

"Permainan kiss in the dark night. "

Pemuda itu membalikkan tubuhnya dan mengedarkan pandangan, menatap wajah-wajah familiar milik teman SMA-nya dan beberapa keluarga Sonoko. Dan masih belum menemui wajah Haibara yang ia yakini telah berubah ke versi dewasa.

"Kalian boleh mencium siapa saja yang kalian inginkan saat lampu padam. Dan..."

Seorang gadis yang menyeringai mengambil langkah untuk berdiri di belakang seorang pria bertubuh besar, membuat Shinichi yang sempat melewatinya tak dapat melihat sosoknya.

"Tak akan ada yang menghalangi. Maka... "

Suara sorakan dari para undangan memenuhi telinga Shinichi, membuat konsetrasi pemuda itu sedikit buyar. Kembali mata itu memandang ke segala arah, dan tiba-tiba angin yang berhembus menerpa punggungnya membuatnya berbalik.

"Dekati dia, dan pegang erat tangannya."

Di sana tempat Shinichi memandang, seorang pria dengan tubuh besar sedang menepi, mengganti posisi sehingga seseorang di belakangnya terlihat. Mata biru Shinichi memincing menatap lurus tangan kiri sosok yang masih berusaha bersembunyi itu.

"Baik lah semua, dalam hitungan ke tiga lampu akan padam. Bersiaplah!"

Gadis bergaun merah dengan rambut hitam panjang. Wajahnya membelakangi Shinichi dengan gestur yang seakan-akan bersembunyi. Kulitnya putih, dan tinggi tubuhnya hampir sama dengan tinggi tubuh Shinichi. Ciri-cirinya jauh berbeda dari Ai Haibara. Akan tetapi...

"Satu."

Shinichi Kudo menyeringai sombong sambil berjalan mendekati wanita bergaun merah tersebut. Tidak aneh mengapa sejak tadi ia tidak dapat menemukan Haibara sementara warna rambut gadis itu yang khas bakal terlihat mencolok di antara murid-murid SMA, karena sejak awal warna rambutnya yang asli memang tersembunyi. Gelang giok hijau yang ada dipergelangan tangan gadis bergaun merah itulah yang membuat Shinichi mengerti.

"Dua."

Di seberang, berjarak beberapa meter darinya, Ran hanya menatap Shinichi yang berjalan mendekat dengan jantung yang berdebar-debar, sedikit dalam hatinya berharap ia akan dihampiri.

"Tiga!"

Lampu padam, dan tepat saat itu Shinichi berhasil meraih tangan kiri dari gadis bergaun merah yang juga berambut hitam panjang tadi. Bisa pemuda tampan itu rasakan bahwa sang gadis berusaha melepaskan diri. Namun Shinichi tidak mengendurkan genggamannya sedikitpun dan malah semakin erat menarik tangan itu agar empunya semakin dekat. Dan tepat saat dirinya berhasil meraih kedua lengan gadis itu, lampu tiba-tiba menyala, menampilkan wajahnya yang tepat berada di depan wajah Shinichi.

"I can see you, Sherry..." ujarnya sambil menyeringai, lalu menarik rambut hitam gadis itu.

"Yup Buddy, aku menang. Game over... " tambahnya yang makin sombong saat rambut palsu lepas dari kepala gadis itu dan menunjukkan warna asli rambut di baliknya, warna rambut coklat kemerahan yang terlihat mencolok di bawah sinar lampu pesta.

Ai Haibara yang tertangkap basah langsung mendengus pelan sambil membuang muka ke samping, merasa malas melihat wajah menyebalkan pemuda di hadapannya.

Kedua orang yang masih berhadapan itu tidak sadar semua mata tengah tertuju pada mereka. Beberapa menatap dengan pandangan kaget, beberapanya menatap tajam, dan seseorang memandang dengan pancaran mata yang terluka. Tapi mau bagaimana pun, permainan telah berakhir malam itu.

###

Shinichi menatap sosok yang berdiri di samping pembatas kapal yang sedang menatap kemerlap lampu kota di kejauhan. Pemuda berambut hitam itu nampak mendengus sekali sebelum memperpendek jarak keduanya.

Benar-benar gadis menyebalkan, setelah membuatnya bingung karena sandi-sandi di pesan tadi, ia malah ditinggalkan begitu saja saat diborbardir pertanyaan dari teman-temannya. Untung saja Shinichi bisa menjelaskan walau harus memakan waktu lama. Ran yang sempat ia antar ke kabin kapal juga untungnya percaya.

Padahal ia tidak melakukan sesuatu yang salah tapi semua orang langsung melempari pertanyaan yang begitu aneh, mengira dirinya telah berciuman denga Haibara. Meskipun memang Shinichi pernah mencium Haibara, tapi itu dulu sekali sewaktu berlibur di villa Sonoko, dan sewaktu itu mereka dalam mode chibi. Ia tidak sebodoh itu sampai akan mencium seorang gadis di depan umum, di depan Ran Mouri apalagi.

"Sebenarnya untuk apa kau mengirimkan pesan aneh begitu? Kenapa tidak bilang saja dari awal kalau kau datang kalau pada akhirnya tetap memberitahuku." Ujar Shinichi diiringi dengusan sebal.

"Kapan aku mengirim pesan?" balas gadis itu sambil menaikan sebelah alisnya. "Aku kemari hanya ingin mengucapkan selamat tinggal, karena aku memutuskan ikut Akai ke Amerika." Tuntas gadis bernama asli Shiho itu sambil melipat tangannya di atas pembatas dek kapal.

"Heh?"


1 Email baru.

[Game Over!]

#1