"Tenang saja, Jun Pyo akan membahagiakan Jan Di." Yi Jeong mengusap bahu Ga Eul yang naik turun seiring tangisnya yang membuncah. Lelaki itu tidak mengerti kenapa kekasihnya malah menangis setelah menemani Jan Di melalui hari bahagia ini: pernikahannya dengan Jun Pyo. Ya, ia tahu wanita juga suka menangis kalau terlalu bahagia, tapi tidak harus seperti ini juga kan? Dia sudah menangis selama dua puluh lima menit! Seandainya mereka sekarang ada di pinggir jalan seperti waktu itu, Yi Jeong pasti sudah mendapatkan tatapan tajam dan bisik-bisik orang lewat. Untunglah sekarang mereka ada di rumahnya.

"Akhirnya... mereka menikah juga... Jan Di menemukan cinta sejatinya..." Ga Eul masih terisak. Dia punya seribu alasan untuk menangis terharu. Dia menyaksikan dengan mata kepala sendiri perjuangan Jan Di selama ini untuk bertahan dengan Jun Pyo, bahkan kerap kali membantunya—salah satunya dengan kencan pura-pura itu. Sekarang sahabatnya itu sudah menemukan kebahagiaan abadi bersama belahan jiwanya. Ga Eul tidak tahu harus bersyukur bagaimana lagi untuk mereka.

"Ya, memang perjuangan yang berat. Tapi kau harus berhenti menangis. Kau seharusnya tersenyum." Yi Jeong menghapus sisa-sisa air mata Ga Eul. Sapu tangan yang diberikannya tadi jelas sudah tidak berguna karena sekarang bisa diperas saking basahnya. Ditariknya wanita itu ke dalam pelukannya untuk menenangkannya. Diusap-usapnya puncak kepala Ga Eul.

"Sudah tenang?" Tanyanya saat suara tangis Ga Eul sudah reda, berganti dengan desah napas yang mulai normal.

"Ya. Terima kasih, Sunbae."

Yi Jeong tetap tidak melepaskan pelukannya. Ia mengecup pelan ubun-ubun Ga Eul. "Suatu hari nanti, kau juga akan sebahagia dia."

Kalau boleh, Yi Jeong ingin menjadi sumber kebahagiaan itu baginya. Ia menguraikan pelukannya, kemudian beranjak untuk mengambilkan teh. Ga Eul tersenyum kecil seraya memperhatikan punggung lelaki itu. Sebenarnya, saat ini pun dia sudah sangat bahagia. Bersama dengan orang yang dicintainya.

Ga Eul berharap Yi Jeong adalah soulmate-nya. Pasangan abadinya. Cinta sejatinya. Benar-benar hanya untuknya. Tapi, meskipun lelaki itu sudah sangat berubah sekembalinya dari Swedia, Ga Eul masih takut kalau-kalau ternyata lelaki itu tetap sama seperti dulu, seorang casanova yang selalu dikelilingi wanita. Seseorang yang bisa tiba-tiba meninggalkannya. Lebih buruk lagi, mempermainkannya.

Seandainya itu terjadi, Ga Eul takut tidak bisa mempertahankan lelaki itu. Dia bukan siapa-siapa. Tidak cantik, tidak pintar, tidak menarik, apalagi kaya. Dia hanya berusaha sekuat tenaga untuk menjadi yang terbaik bagi Yi Jeong. Apabila itu semua tidak cukup...

"Teh."

Yi Jeong menyodorkan secangkir teh hangat. Ga Eul menerimanya dan menyesapnya pelan-pelan. Pikiran itu masih mengganggunya.

"Ada apa? Kau masih memikirkan Jan Di?"

"Ani..."

"Jadi?" Yi Jeong kembali bertanya karena jawaban Ga Eul terdengar menggantung.

"Aku hanya membayangkan... suatu saat nanti..." wanita itu berhenti sejenak, ragu-ragu. "Aku akan menikah juga."

Yi Jeong terdiam. Tentu saja Ga Eul akan memikirkannya. Hal itu juga bukan tidak terlintas di pikirannya. Masalahnya, pernikahan bukan sesuatu yang gampang. Hubungannya dengan Ga Eul sangat menyenangkan, tapi menikah adalah satu hal jauh berbeda. Ia harus siap dengan tanggung jawab yang lebih besar. Mampukah Yi Jeong melakukannya? Karena kalau tidak, akhirnya ia malah akan menyakiti Ga Eul lagi.

Ia menatap sang kekasih yang tengah memandang perapian. Tampak melamun. Yi Jeong suka memerhatikannya seperti itu. Semua hal apapun dari Ga Eul sangat ia sukai. Setiap detail wajahnya, setiap ekspresinya mendatangkan kebahagiaan bagi lelaki itu lebih lagi. Kalau ia bisa mengklaim semua itu untuk dirinya sendiri, barangkali itu bukan ide buruk.

Sama sekali bukan.

"Kau mau melakukannya?"

"Mwo?" Ga Eul menoleh. Yi Jeong tampak menatap lurus ke perapian, tapi raut wajahnya tampak agak gelisah.

"Menikah?"

"Ah..." Seulas senyum muncul di wajah wanita cantik itu. "Tentu saja. Tak ada yang bisa membuatku lebih bahagia daripada menikah dengan cinta sejatiku."

Yi Jeong terkekeh geli melihat ekspresi Ga Eul yang berbinar-binar kalau sudah menyebut cinta sejati. Wanita itu benar-benar naif. Ga Eul yang seperti itulah yang ia sukai. Yang membuatnya bertekuk lutut. Lelaki itu memutar tubuh kekasihnya sehingga mereka berhadapan.

"Kalau kukatakan aku adalah soulmate-mu, kau percaya?"

"Eh..." Ga Eul tidak tahu harus menjawab apa. Sesungguhnya, ia ingin sekali percaya. Tapi memiliki seorang So Yi Jeong sebagai soulmate, rasa-rasanya lebih mustahil daripada mimpi. Terlalu tinggi untuk diraih.

Yi Jeong tertawa kecil. "Kau tahu apa jadinya kalau nama kita digabungkan?"

Ga Eul menggeleng, sedikit bingung kenapa pembicaraan yang sempat serius tadi seketika berubah jadi soal sepele seperti nama.

"So Yi Jeong dan Chu Ga Eul. So dan Ga Eul menjadi So-Eul. Atau dalam bahasa Inggris, soul."

Sepasang mata Ga Eul melebar. Dia tahu apa arti kata itu. Jiwa. Seperti kata soulmate yang berarti belahan jiwa.

"Kau dan aku, kita satu jiwa."

Ga Eul menahan napas. Dia tidak menyangka akan mendengar kata-kata ini akan keluar dari mulut seseorang yang begitu dicintainya, yang ia perjuangkan sampai di ujung batas kemampuannya. Oh, dia nyaris melayang karena luapan bahagia. Bahkan hampir kehilangan kesadaran!

Her lips, her lips

I could kiss them all day if she'd let me

Yi Jeong berusaha menafsirkan raut wajah Ga Eul. Senang? Terharu? Malu? Tampaknya gabungan semua itu. Seketika ia tahu jika ini adalah waktunya. Ini momennya. Didekatkannya wajahnya pada wajah wanita itu. Kali ini, tak ada lagi yang boleh menginterupsi mereka.

Yi Jeong mencium bibir Ga Eul, pelan, lembut, dan dalam. Menikmatinya.

Ini bukan ciuman pertama mereka berdua—Ga Eul pernah berciuman dengan mantannya, sedangkan Yi Jeong tidak ingat siapa saja yang pernah diciumnya—tapi ciuman ini rasanya jauh lebih hangat daripada ciuman mereka yang manapun. Karena mereka melakukannya dengan segenap rasa. Karena tahu, ciuman ini akan mengikat mereka selamanya. Menyatukan mereka sebagai satu jiwa utuh.

Mereka adalah belahan jiwa satu sama lain.

Lagi, dering ponsel mengganggu mereka. Ponsel Ga Eul. Yi Jeong itu mendesah kesal, tapi keduanya sama-sama melepaskan diri. Ga Eul meraih ponsel dari tas tangannya.

"Jan Di." Ucapnya pada Yi Jeong, kemudian mengangkat telepon itu.

Bukannya seharusnya sekarang Jan Di sedang menikmati malam pertamanya dengan Jun Pyo? Kenapa ia malah sempat-sempatnya menelepon Ga Eul? Yi Jeong yakin, Jun Pyo di seberang sana pasti sama dongkolnya dengan dia seperti saat ini. Dia memperhatikan Ga Eul yang sesekali mengangguk atau menggeleng sambil berbicara cepat. Sepertinya menenangkan Jan Di. Kemudian wanita itu tertawa.

Her laugh her laugh

She hates but I think it's so sexy

She's so beautiful

And I tell her every day

Tak lama kemudian, Ga Eul menghampirinya.

"Ada apa?"

"Ah... itu. Jan Di bilang dia gugup sekali, jadi dia meneleponku selagi Jun Pyo-sunbae di kamar mandi."

Yi Jeong tertawa. Walaupun lebih galak dan keras kepala, sebenarnya di satu sisi Jan Di juga sama polosnya seperti Ga Eul.

"Kau bilang apa padanya?"

Wajah Ga Eul merona merah.

"Kubilang... dia tidak perlu gugup karena itu adalah saat-saat yang ia nantikan."

Cengiran memenuhi wajah Yi Jeong. Jun Pyo juga pasti sama gugupnya seperti istri barunya itu. Berteman dengannya sejak kecil, Yi Jeong tahu kalau sebenarnya Jun Pyo belum pernah tidur dengan wanita sebelumnya. Pewaris grup Shinhwa itu, seperti halnya Ji Hoo, masih 'steril'. Beda dengan dia atau Woo Bin yang sudah berpengalaman dengan wanita.

Teringat akan masa lalunya sebagai casanova membuat Yi Jeong menghela napas berat. Entah bagaimana, ia tak ingin lagi membangga-banggakan status lamanya itu. Julukan '5 Second Kill' itu bahkan mengganggunya. Kalau saja ia bertemu Ga Eul dari awal, mungkin status itu juga tak akan pernah ada.

Tampaknya lelaki itu memang sudah bertekuk lutut sepenuhnya pada sang belahan jiwa.


"Sunbae, kau yakin aku tidak perlu berdandan lebih dulu...?"

Yi Jeong memandang Ga Eul yang tampak salah tingkah di sampingnya. Mereka sedang memasuki salah satu restoran mewah di sebuah hotel bintang lima. Yi Jeong tidak memberitahu Ga Eul mereka akan makan malam di tempat ini, sehingga pakaian wanita itu memang sangat sederhana. Atasan warna biru muda dan rok beige selutut. Tapi dengan itu pun, Ga Eul sudah tampak cantik.

"Tidak perlu. Kau selalu cantik apapun yang kau kenakan."

Oh you know, you know, you know

I'd never ask you to change

If perfect is what you're searching for

Then just stay the same

Setelah makan, Yi Jeong tiba-tiba merasa gugup. Ketegangan tidak bisa lenyap dari wajahnya. Ternyata ini lebih sulit daripada yang ia duga. Masalahnya, yang akan ia ungkapkan ini serius. Hal yang akan mengubah hidup mereka berdua selamanya.

So don't even bother ask me

If you look okay

You know I say

"Yi Jeong-sunbae, kau baik-baik saja?"

Yi Jeong kaget karena ternyata ia gagal menyembunyikan perasaan di balik topeng 'Prince Charming'-nya. Atau itu hanya karena Ga Eul sudah begitu mengenalnya? Master pottery itu berusaha menghilangkan kegugupannya dengan senyuman.

"Ga Eul-yang, ada sesuatu yang ingin kukatakan."

Ga Eul tersenyum simpul. Menunggu. Yi Jeong menatap lekat sosok yang telah mencuri hatinya itu. Kepolosannya. Kelembutannya. Kecantikannya yang tak ada duanya. Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan kotak beludru kecil dan membukanya dihadapan wanita itu.

"Ga Eul-yang, maukah kau menikah denganku?"

"Yi Jeong-sunbae...!" Ga Eul tersentak, tatapannya beralih pada sebuah cincin berlian di dalam kotak kecil yang ditunjukkan Yi Jeong. Jantungnya berdegup kencang. Napasnya seperti terhenti seketika.

"Aku bersumpah tak akan menyakitimu. Aku berjanji akan membahagiakanmu hingga desah napas terakhirku. Aku ingin menjadi satu-satunya bagimu."

"Sunbae..." Air mata Ga Eul merebak. Semua terlalu indah untuk menjadi kenyataan baginya. Inilah angan-angannya. Mimpinya. Seluruh hidupnya.

"Aku mau, Sunbae."

When I see your face

There's not a thing that I would change

Cause you're amazing

Just the way you are

And when you smile

The whole worls stops and stares for awhile

Cause girl you're amazing

Just the way you are

The way you are

SELESAI