Title : Happiness

Cast : YUNJAE COUPLE

Author : ahnhaerin

FF baru muncul, ini ff twoshoot aja. Penyelang antara remember dan smile

Diawal itu masih flashback, dan mungkin bisa disebut ff drabble juga. Hohoh :P

Aku juga maksa ini drabblenya, semoga mudah dipahami yak. :D

Happy reading~

Chapter 1

Kim Jaejoong pov

Falshback

Happiness…

Benarkah kebahagiaan itu ada? Benarkah kebahagiaan itu pasti di miliki setiap orang? Benarkah aku juga akan merasakan kebahagiaan itu? Benarkah kebahagiaan itu menungguku?

Entah kenapa aku tidak mempercayainya.

...

"Aku sangat benci ada orang lain yang tinggal di rumahku, begitupun kau! Aku sangat membenci kehadiranmu di sini! Jangan pernah merasa seolah kau Cinderella, karena dia tidak pernah ada di kehidupan nyata!" Kata-katanya yang menggema menghiasi pertemuan pertama kami.

Jung Yunho namanya, aku tahu ketika tuan Jung Ilwoo memperkenalkannya padaku saat dimana pertama kali aku makan malam di rumah itu. Semua penghuni rumah sebelumya ada di sana begitupun dia, Yunho…

Matanya yang tajam tak pernah lepas untuk tidak menatapku. Bukan karena kagum, tapi karena ia sangat membenciku. Sangat amat membenciku sebagai seorang Kim Jaejoong yang menurutnya telah mengusik kediamannya dan kehidupannya.

...

Satu minggu tak membuatnya mengerti bahwa karena keterpaksaanlah aku ada di rumahnya, tak membuatnya mencoba memahami aku yang tengah mencari arti kata kebahagiaan yang tak pernah kutemui sebelumnya.

...

Benar-benar harus kutepis semua asa itu, karena semakin lama, semakin ia membenciku. Untuk pertama kali aku berpikir, kehidupanku yang dulu lebih baik dari pada saat ini. Kehidupan di mana aku hanya menjadi seorang hamba sahaya untuk keluargaku sendiri, seorang hamba yatim piatu yang mendermakan hidupnya untuk ajushi dan ahjumanya sendiri

...

Hari yang kulalui tidak bisakah tanpa air mata? Kenapa aku harus menangis seperti ini? Menangis di sudut ruangan kamar yang disediakan oleh keluarga Jung untukku. Menangis karena aku merasa menyesal akan kelahiranku yang tak pernah merasa tenang. Kali ini Yunho mengancamku. Ia memintaku pergi dari rumah ini. Haruskah aku melakukannya?

...

"Kau seharusnya mencontoh Jaejoong… dia namja yang pintar dan baik… tidak sepertimu yang hanya bisa berfoya-foya…" suara tuan Jung menggelegar ketika ia berteriak di hadapan putra bungsunya itu. Tidak heranlah, kebencian Yunho semakin memuncak padaku.

...

"Cinderella itu tidak pernah ada!" Lagi-lagi dia mengatakannya dengan berbisik padaku. Dan lagi-lagi keterkejutan itu tak bisa aku elakkan lagi.

...

Selasa, 15 Juni

Aku melihat Yunho pulang dalam keadaan mabuk. Tak ada siapapun di rumah ini selain aku, karena itu hanya akulah yang bisa menolongnya. Aku merawat Yunho dari mulai aku membopongnya masuk ke dalam kamar dan membuatnya tertidur. Yunho-ah… sebenarnya ada apa denganmu.

"Aku menyukainya, tapi dia sangat membenciku… mianhae… mianhae…" gumammannya terdengar jelas ketika ia tidur, walaupun sedikit terbata-bata, namun aku merasakan sesuatu ketika mendengarnya. Yunho-ah, tenanglah…

Aku merawatnya malam itu, dengan air mata yang tak bisa kutahan, untuk pertama kali aku menangis untuknya, aku menangis karena melihat dia kesakitan seperti itu. Dia merintih dalam gumamman yang sukar di mengerti hingga akhirnya aku tertidur di sampingnya.

...

Mungkinkah aku menyukainya? Kenapa aku selalu ingin melihatnya? Kenapa aku harus jatuh cinta pada orang yang sangat terlarang untukku ini? Kenapa aku harus merasakan perasaan ini?

...

Pertama kali aku merasakan cinta, haruskah diawali dengan sebuah kesakitan? Entah kenapa aku terluka melihatnya memeluk perempuan itu, melihatnya tertawa dengan perempuan itu, melihatnya terkesan ramah dan tak angkuh seperti sikap yang selalu ditunjukkannya padaku. Yunho, mianhada saranghanda

Untuk pertama kali ia tersenyum padaku, seorang Jung Yunho, pemuda angkuh yang tak ingin tahu urusan orang lain, seorang Jung Yunho yang egois dan sombong. Tersenyum ramah padaku. Ia tersenyum, dan mengatakan "…karena aku menyukaimu…"

Kata-kata itu memang tidak sepenuhnya untukku, ia mengatakannya karena sebuah paksaan. Ia mengatakannya karena kami tengah sandiwara di atas pentas malam itu. Sepasang kekasih dalam "drama musical"... itulah kami.

...

"Kenapa kau pulang dengan Changmin?" benarkah itu Yunho yang bertanya padaku? Bolehkah aku berharap bahwa dia terdengar cemburu? Shiro… ingatlah! Yunho sangat membencimu Jaejoong-ah… "Changminhanya tidak ingin aku pulang seorang diri!"

...

"Ada hubungan apa kau dengan Changmin?" Yunho kembali menanyakan hal yang sama akhir-akhir ini. Yang hanya akan berbuah kalimat yang sama dariku… "tidak ada hubungan apa-apa!"

...

Mungkinkah puncak kekesalan Yunho padaku harus saat ini? Di hari ulang tahunku yang ke delapan belas. Di hari ulang tahunku yang sebelumnya kuharapkan adalah sebuah kebahagiaan. Yunho menatapku tajam. Mata itu seolah ingin menelanku ketika aku pulang di malam hari. "Aku sangat membencimu…" teriak Yunho tepat dihadapanku. "Waeyo?"

"Karena kau Kim Jaejoong… aku sangat membencimu…"

Yunho mendorongku tanpa disadarinya. Dia mendorongku hingga aku terjatuh dari atas tangga itu.

Inikah ucapan selamat ulang tahunmu untukku Yunho? Kenapa harus seperti ini? Kenapa harus membuatku tidak melihatmu? Kenapa harus membuatku hanya melihat kegelapan?

Dan Kenapa ucapan itu terlantun lembut dari mulut Changmin… bukan kau? Waeyo Yunho-ah? Waeyo?

End of Flashback

...

Hembusan angin Rumah Sakit pagi ini terasa begitu lembut, entah kenapa aku merasa nyaman ketika disentuhnya. "selamat pagi dunia"… pagi pertamaku di hari pertama aku bangun dari komaku selama satu bulan ini.

Aku merasakan sesuatu membantu pernafasanaku, Sesuatu menancap di punggung lengan kiriku, dan sesuatu yang berbeda aku rasakan di setiap gerak yang kulakukan. Aku tak melihat siapapun di sana, walaupun terdengar suara orang-orang yang tak ku mengerti maksud perkataan mereka.

Semakin aku bergerak, semakin aku merasa sakit. Entah kenapa seluruh tubuhku terasa begitu sakit hingga membuatku lebih nyaman untuk diam. Namun, aku merasakan sesuatu yang berbeda pada tubuhku.

...

Waeyo? Waeyo?

Mataku sudah bergerak, mataku terbuka… tapi… kenapa aku tidak melihat apa-apa… kenapa aku terus berada dalam kegelapan? Mungkinkah aku belum sadar? Atau… waeyo?

"WAE?" Teriakku tanpa sadar di ruangan tersebut.

Aku merasakan tubuhku kini telah duduk. Dan seseorang memelukku. Dia memelukku.

Aku mencoba berteriak lagi dan berontak dari pelukannya, namun ia tetap memelukku hingga membuatku hanya diam.

"wae?" Tanyaku lirih di tengah pelukannya. Dan aku sadar, saat itu aku menangis walaupun aku tidak melihat air mataku sendiri.

"Mianhae…" Jawabnya sambil berbisik dan tetap memelukku.

"Kau…kau…Yun—"

"Aku Changmin… tidak bisakah kau mengenali suaraku?"

"C-changmin-ah… wae? aku…aku tidak..."

"Lobus oksipitalmu mengenai benturan yang amat keras… kau… mianhae, kau mengalami buta permanent… tapi aku akan berusaha sebisaku agar kau bisa kembali melihat…"

Aku hanya bisa menangis mendengar ucapan Changmin. Kenapa harus aku yang mengalami ini semua?

End of Jaejoong POV

...

Jung Yunho pov

Langkahku tak bisa kuperlambat, lari-lari kecil itu justru menjadi semakin cepat. Segera aku menghampiri mobilku tanpa menyadari situasi yang ada.

Kutancap gas dan segeralah aku pergi dari tempat itu. Aku mengendarai mobilku dengan kecepatan penuh, tanpa mempertimbangkan jalan mana yang kuambil.

Jam di lenganku menunjukkan pukul empat sore lebih, entah kenapa aku merasa terlambat pada sesuatu yang seharusnya aku hadiri lebih awal.

Aku menatap mobil-mobil di sekelilingku tak bergerak sedikitpun, saling melempar bunyi klakson. Ya, aku terjebak dalam kemacetan. Tuhan… inikah hukuman untukku? Aku mohon… keluarkan aku dari tempat ini.

Tanpa pikir panjang, aku segera turun dari mobilku dan memberi tahu supirku untuk membawa mobilku setelah aku memberikan alamatnya.

Aku yang berlari tanpa jeda, tak menghiraukan orang-orang yang melihatku dengan tatapan heran mereka, cacian mereka yang aku tabrak atau apapun sumpah serapah yang mereka lontarkan. Karena hati dan pikiranku sudah tiba di sana, di Rumah Sakit. Tepat setelah Yoochun meneleponku dan memberitahuku akan keadaannya. "Jaejoong telah sadar, dia bangun dari komanya… cepatlah! Kau di mana?"

Setibanya di Rumah Sakit, langkahku terasa berat. Keraguan tiba-tiba menyelinap masuk ke dalam hatiku. Apakah layak orang sepertiku melihatnya? Bolehkah aku melihatmu Jaejoong-ah? Melihat orang yang tiba-tiba kurindukan selama satu bulan ini?

Pintu kamar 235 berada tepat di hadapanku. Pintu kamar yang terbuat dari kaca itu membuatku bisa melihatmu, melihatmu yang tengah di peluknya! Melihatmu menangis dalam pelukan Changmin…

Bolehkah aku meminta itu tak terjadi? Bolehkah aku membenci Changmin yang melindungimu? Jaejoong-ah…Mianhae…

"Waeyo?" Tanya seseorang sambil menepuk pundakku.

Aku melihat Yoochun bertanya tak mengerti ke arahku.

"Kenapa kau tidak masuk?" Tanya Yoochun lagi.

"Bagaimana keadaannya?" Tanyaku dingin dan kemudian melangkahkan kakiku menuju ruang tunggu yang berada tak jauh dari jangkauan tempatku yang sebelumnya.

"Kau tidak bisa bertanya padanya langsung?"

"…"

"Kau tidak pernah bisa bicara akan hal yang sebenarnya terjadi?"

"…"

"Yunho-ah… sebenar—"

"Bagaimana keadaannya?"

"Arraseo… benar prediksi dokter sebelumnya. Dia mengalami buta permanen!"

Aku hanya menampakkan keterkejutanku dengan menatap Yoochun. Benarkah itu yang terjadi?

Aku segera menghampiri kembali pintu kamar itu, kini aku melihat Changmin mengusap lembut kepala Jaejoong yang tengah tertidur. Bolehkah aku memelukmu? Mianhae, Jaejoong-ah… hanya itu yang bisa ku katakan…

Kuputuskan untuk meninggalkan Rumah Sakit setelah aku melihat Jaejoong benar-benar tenang. Perasaanku yang mencoba menjauhinya justru semakin merindukannya dan perasaan untuk menghampirinya begitu kuat, tapi ingatlah Jung Yunho, dia tidak pantas untukmu! Kau hanyalah seorang pecundang yang tak lebih baik dari para pecundang yang lainnya.

Bayang-bayang Jaejoong semakin terpaut kuat ketika aku mencoba menepisnya, alunan suaranya yang lembut semakin menggema di telingaku ketika aku duduk di Taman yang tak berpenghuni ini.

Kata maaf yang seperti apapun sangat tak layak aku lontarkan untuknya. Sudah sepantasnya dia melupakanku dan membenciku. Haruskah aku benar-benar meninggalkannya? Meninggalkan tempat ini? Namun, hati kecilku tetap mempertahankanku di sini.

Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat, mencoba meluapkan semua perasaanku di tengah genggaman itu.

Bolehkah aku menangis saat ini? Menangis untuk semua kesalahanku yang tak termaafkan ini?

Karena aku dia tak bisa melihat lagi, permanen,,, dia benar-benar tak bisa melihat! Ini salahmu Yunho… ini salahmu!

End of Yunho POV

Kim Jaejoong pov

Aku merasakan mataku terbuka saat ini, entah siang atau malam?! Aku tak bisa mengetahuinya lagi. Hanya kegelapan yang bisa kutatap dalam saat ini. Bolehkah aku merasa ketakutan sekarang?

Ketika aku menggerakkan lenganku, aku merasakan seseorang tertidur di ranjang ini, kepalanya ku sentuh dan aku merasakan bahwa ia tengah tertidur lelap. Mungkinkah ini malam?

Aku yakin dia Changmin. Changmin-ah, kenapa kau begitu baik padaku? Kamsahamneeda, Jeongmal kamsahamneeda.

Tanpa kusadari aku menangis, dan suara isakanku kemudian di dengarnya.

"Jaejoong-ah… gwenchanayo?" Tanya Changmin yang kemudian terasa mengusap lembut rambutku.

"Gwenchana…" Jawabku di tengah suara isakan yang terdengar justru semakin keras.

"Aaaa… apa kau lapar? Aku bisa menyuapimu… sejak kau sadar, kau belum makan…"

"Aniyo… aku tidak ingin makan…"

Tak lama air mataku tak lagi mengalir, kemudian aku duduk di bantu Changmin. Aku tak bisa menatap matanya seperti biasa. Padahal aku merindukan matanya yang lembut dan…

Aniyo… aku sangat merindukan sorot mata yang tajam, aku merindukan sorot mata yang seolah hendak menerkam dan memakanku, aku merindukan tatapan cibiran itu…ya… aku merindukannya! Aku merindukan Yunho… Yunho-ah, apa kau tidak tahu bahwa aku telah sadar? tidak bisakah kau datang? Yunho-ah—

"Jaejoong-ah…wae?" Tanya Changmin tiba-tiba.

"Aniyo…aku hanya..."

"Hanya?"

"A… aniyo… dimana Yoochun? Apa dia tidak tahu bahwa aku sudah sadar?"

"Tadi Yoochun sudah kemari ketika kau tidur…"

"Aaaa… hanya Yoochun?"

"Kau… kau menanyakan Yunho?" Tanya Changmin terdengar ragu.

"A…aniyo… aku tidak—"

"Dia tidak datang. Jangan pernah kau mengharapkan kedatangannya…"

Aku hanya bisa diam mendengar apa yang Changmin katakan. Aku hanya menunduk. Sebuah harapan yang tampaknya tidak akan pernah ada untukku.

Yunhoa-h, beogosippeoyo...

End of Jaejoong POV

Jung Yunho pov

Keinginanku untuk kembali datang ke Rumah Sakit itu bukanlah sesuatu yang dapat kupendam lagi. Telah lebih dari satu minggu aku tidak melihatnya lagi. Mianhae, tapi keinginanku untuk melihatmu sungguh di luar batas kekuatan pengendalian diriku.

Pemandangan Rumah Sakit tak membuatku mengurungkan niat untuk melihatnya. Langkah ini berawal dengan langkah yang tegap dan berani untuk bertemu dengannya, namun sayang semuanya harus terhapus ketika aku melihat Changmin lebih dulu membuka pintu kamar itu. Dan terbenam di baliknya dengan senyuman ketika ia melihat Jaejoong.

Di balik pintu itulah tempat aku melihatnya, melihat Jaejoong bersama Changmin. Tapi setidaknya, syukurlah Jaejoong-ah… kau terlihat baik-baik saja.

Tidakkah kau merindukanku? Hem…sebuah pertanyaan yang sangat tidak mungkin.

'Jung Yunho, Jaejoong baik-baik saja tanpa kau. Lebih baik kau pergi sekarang juga! Jangan biarkan dia terluka ketika melihat kedatanganmu yang sangat tidak diinginkannya itu!' perintah hati kecilku yang membuatku melangkahkan kakiku meninggalkan ruangan tersebut.

Aku berjalan menuju atap Rumah Sakit ini, entah kenapa aku merindukan atap ini. Karena hanya tempat inilah yang menjadi saksi bisu ketika aku menangis menunggu kesadaran Jaejoong. Kini Jaejoong sudah sadar, bukankah sepatutnya aku tidak lagi menangis? Aku harus tersenyum bahagia melihatnya baik-baik saja walaupun tidak denganku.

Akhirnya aku kembali menjadi seorang Jung Yunho yang menangis dalam diamnya. Aku menangis untuk kebahgiaan Jaejoong yang telah lepas dari komanya, walaupun dia kehilangan sesuatu yang berharga yang telah aku rampas dan aku hilangkah darinya.

Tanpa terasa, kebisuanku membawaku menuju senja yang hangat. Ya… saat ini tepat pukul empat ketika aku menatap lekat jam yang melingkar di lengan kananku. Ternyata, tiga jam adalah waktu yang tak cukup untuk membuatku melupakan rasa penyesalan ini.

Akhirnya, setelah lama aku menatap kosong pemandangan sayu itu, aku memutuskan untuk segera meninggalkan tempat ini.

Lorong-lorong yang kulewati sebelumnya tampak tak berubah, hingga aku yang menunduk tak menyadari keberadaan seseorang yang berada di depanku dan tertubruk jatuh olehku.

"A… mianhamneeda…aku tidak sengaja…jeongmal mianhamneeda!" suaranya yang terkesan ramah membuatku terpaku melihatnya terjatuh.

Segera aku membantunya bangun, tanpa aku bisa mengelurkan sepatah katapun.

"Mianhamneeda, kau tidak terluka karena aku kan?" Tanyanya lagi setelah ia benar-benar berdiri, walaupun tangannya masih dalam genggamanku.

Entah apa yang harus kukatakan namun tiba-tiba saja suaraku seolah tertahan, aku tidak bisa mengatakan apapun saat ini.

"Mianhae, gwenchanayo?" Tanyanya lagi yang sekarang sedikit lebih keras.

"A. aniyo… gwenchana...!" Jawabku singkat yang tetap lekat menatapnya.

"Kim Jaejoong-imnida…" Dia mengatakannya sembari menyodorkan lengannya, walaupun tidak tepat ke arahku.

Aku tidak bisa menyebutkan siapa namaku saat ini, karena itu setelah menjabat tangannya aku tidak berbicara apapun.

Akhirnya, Jaejoong memutuskan untuk meninggalkan tempat ini. Dia melangkahkan kakinya dan bermaksud menajuhiku.

"Kau sendirian?" Tanyaku yang memberanikan diri dan kemudian turut berjalan di sampingnya.

"Nae...!"

"Tidak bersama keluargamu?"

"Sebenarnya aku bersama temanku selama ini, namun saat ini dia pergi untuk menyelesaikan sedikit urusannya…"

"Berani sekali kau berjalan sendirian?!"

"Habisnya aku bosan. oya, kau pasien juga?"

"…"

"Kediamanmu kuanggap jawaban ya!"

Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya. Mungkinkah kau seceria ini bila kau tahu bahwa ini aku? Seseorang yang membuatmu seperti ini?

"Ehm… mianhae, bisakah kau mengantarku ke kamar 235?" Tanya Jaejoong yang tiba-tiba berhenti.

"Nae…"

"A. jeongmal kamsahamneeda!"

Setibanya di ruangan itu, aku merasakan sulit sekali bernafas. Beberapa minggu yang lalu, aku terbiasa tinggal di tempat ini, sebelum Changmin benar-benar mengetahui bahwa penyebabnya adalah aku. Saat itu, aku menunggunya sadar. Namun, kini dia sadar dan aku bersamanya. Apa yang bisa kulakukan?

"A. kamsahamneeda...!"

Kembali aku tersenyum melihatnya, dan segera aku bermaksud meninggalkan ruangan itu.

"A. siapa namamu? Tidak bisakah kau memberitahuku?" Tanya Jaejoong yang tiba-tiba membuatku harus kembali melihatnya.

"Na…Coneun Junsu-imnida…" jawabku sedikit gugup.

"Junsu-sshi… bolehkan aku memanggilmu seperti itu?"

"Nae…"

"Kau di ruangan mana?"

"…"

"Junsu-sshi…"

"523…" Jawabku ragu.

"Aaaa… jeongmal kamsahamneeda atas semuanya…"

"Aku pergi!" Pamitku.

*blam*

Pintu itu tertutup, dan aku segera melangkahkan kakiku meninggalkan tempat ini.

Junsu… junsu… itulah namaku di hadapannya saat ini. Mianhae Jaejoong-ah…aku tidak ingin kau membenciku. Walaupun ku tahu, suatu saat nanti kau pasti akan membenci kehadiranku.

Memperkenalkan Jaejoong pada Junsu bukanlah hal yang sebenarnya kuinginkan, namun hanya perkenalan itulah yang bisa kulakukan untuknya. Hingga pertemuan dengan Jaejoong berlanjut dengan aku sebagai seorang Junsu.

Dan, pertemuan sebagai Junsu pun sedikit membuatku mengerti bahwa aku sangat menyukainya!

...

TBC~~

Review?