A/N : Author baru ga berpengalaman datang membuat-nyoba nyoba buat- fic yaoi HUAHAHAHAHAHAH! #ketawa nista liat hasil tulisan amburadul ga nyambung Mohon maklum, baru pertama kali bikin fic #pertama ko langsung yaoi?

Fujoshi thing thing bernama Kagari ini mo coba peruntungan didunia fanfiction So mangaf bila jelek end anehnya ga ketulungan Pembaca sekalian #mang bakal ada yang baca?# anda bisa panggil saya Kagari/Nick/Uzu chan/atau apalah terserah dirimu yang penting diriku tidak dirinyuhan. _

Disclaimer : Naruto bukan punya saya.

Naruto punyanya Kishimoto sama

Genre: Family, Crime, Romance .

Rated: masih T tapi M aja biar aman

Pairing: SasuNaru slight SasoDei, PainNaru dan akan berkembang sesuai jalannya cerita

Warning: yaoi, BoyXBoy, sho-ai,BL,Alur kadang cepat kadang lambat,Typo(banyak),aneh,gaje etc. Menurut fic yang udah-udah

DON'T LIKE DON'T READ _ DID (KEPRIBADIAN GANDA)

CHAPTER 1 [EDIT]

Tap... Tap... Tap... Suara langkah kaki terdengar menggema di sebuah lorong remang, hanya disinari oleh cahaya lampu yang tak memadai untuk menerangi kesetiap penjurunya. "Ketua.." Seorang pemuda membungkuk hormat pada seseorang yang tengah duduk diatas sofa beludru yang nyaman, surai pirangnya yang sebahu bergerak ke depan saat ia membungkuk.

"Ada apa?" Tanya seseorang yang dipanggil 'ketua' oleh pemuda itu. "Kami berhasil menangkap penghianat itu, sekarang dia sedang berada diruang bawah tanah."

Sang ketua menyangga kepalanya dengan sebelah tangan, "Baiklah, Deidara. Sekarang kembalilah, biar aku yang mengurusnya." Ucap sang ketua pada pemuda yg ia panggil Deidara seraya mengibaskan tangannya, mengisyaratkan agar pemuda itu pergi dari hadapannya.

"Baik Ketua, saya permisi ." Ucapnya sambil membungkuk hormat pada Sang Ketua dan segera berbalik untuk meninggalkan ruang itu.

"Deidara…" Mendengar namanya dipanggil, Deidara pun menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap ketuanya.

"Ya, Ketua…" Jawabnya.

"Jangan panggil aku dengan sebutan itu, cukup Kitsune. Bukankah aku sudah bilang padamu tentang hal itu." Sang Ketua menatap datar laki-laki pirang dihadapannya.

"Maafkan saya Ketu- Kitsune, tidak akan saya ulangi lagi." Sesalnya sambil membungkuk penuh hormat. "Apa ada yang anda katakan lagi pada saya Kitsune?" Tanyanya pada Kitsune.

"Tidak, pergilah."

"Baik. Saya permisi," Deidara membalikan tubuhnya dan melangkah menuju pintu ruangan itu.

Cklek...

"Nah, apa yang akan ku lakukan pada penghianat itu ya..?" katanya dengan nada sinis dan seringai yang terlukis diwajah sang ketua 'Kitsune'. _ .

*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#*#**#*#*#*#**#*#**#*#*#*#* O.o Kagari Hate The Real World o.O

BYUUUR

"NARUTOOOO!"

"HUAAAHH! BANJIR! Tolong! Ba -banjir. Helep! Helep!" Seorang pemuda berteriak-teriak histeris saat mendapati dirinya basah oleh air yang dikiranya adalah banjir. Surai pirangnya terlihat lusuh dengan air yang terus menetes dari ujung rambutnya.

"Apanya yang banjir! Cepat bangun dan mandi, setelah itu turun dan sarapan!" Ucap sang pelaku penyiraman yang dikira banjir itu.

Mata beriris birunya mengerjap, "Eh! Bukan banjir ya?" Tanya pemuda itu dengan wajah yang bias dibilang ..err kelewat bodoh.

"Banjir kepalamu! Cepat sana mandi. Paman sudah siapkan ramen untuk sarapanmu!" Ucap seorang laki-laki berambut coklat dengan kunciran tengahnya, Umino Iruka, nama orang itu. Laki-laki berumur kira-kira dua puluh lima tahunan itu terlihat menatap tajam pemuda tujuh belas tahun di depannya.

" Ah, paman Iruka aku kan masih ngantuk. Lagi pula kan masih pagi," Rengek pemuda yang lebih mirip bocah di depannya. Orang yang sudah dianggapnya sebagai anak itu. *Mungkin adik?*

"Baiklah. Kalau begitu ramenmu akan kubuang saja!" Iruka tersenyum licik.

"EEEEHH! Jangan ttebayo! Tunggu 10 menit aku akan ke bawah!" Ucap Naruto yang kelabakan menyambar handuknya dan langsung masuk ke kamar mandi untuk menjalankan ritual paginya (mandi). Gelengan kepala adalah satu-satunya yang bisa ia lakukan saat mendapati tingkah super biasa pemuda pirang itu.

"Haah, dasar anak itu tidak ada berubahnya. Padahal umurnya sudah 17 tahun. " Ujap Iruka sambil melangkahkan kakinya keluar ruangan yang didominasi oleh warna orange itu. Ia juga harus menghidangkan sarapan pagi ini, selain membangunkan putri tidur yang sedang mandi itu.

NARUTO POV

Setelah selesai mandi yang tidak bisa dibilang sebagai mandi itu karena hanya butuh waktu lima menit, aku segera memakai pakaian seragamku yang entah sejak kapan ada di atas tempat tidurku, yah pasti paman Iruka yang menyiapkannya. Setelah selesai, aku langsung menuruni tangga untuk ke lantai satu tempat paman Iruka yang sedang menungguku diruang makan. Saat menuruni tangga, aku melihat dia sedang duduk dimeja makan menungguku."Hehehe, maaf paman Iruka aku lama ya?" Tanyaku padanya dengan cengiran rubah khasku dan hanya dibalas dengan dengusan pelan darinya.

"Cepat makan, lalu segera berangkat sekolah. " Katanya sambil memberiku semangkuk ramen jumbo dengan irisan daging super banyak dan tidak lupa juga sayurannya, iuhhh... aku-sangat tidak- tidak suka sayur -ralat - aku benci sayur.

"Hiya nyam hiya. Haku hakan." Jawabku tak jelas karena mulutku penuh dengan ramen.

"Kalau mau bicara jangan sambil makan, lihat mulutmu itu penuh dengan ramen. Nanti kau bias tersed- "

"UHUK! uhuk! hoek!" Sebelum paman menyelesaikan perkataannya aku sudah terlebih dulu tersedak. Tanganku menggapai-gapai gelas yang seharusnya ada di samping piringku.

"Naruto kau tidak apa-apa? Ini minumlah!" Kata paman Iruka dengan wajah yang tampak sangat khawatir dan menyodorkan segelas jus jeruk padaku.

"Fueh, selamat!" Kataku karena selamat dari mati dikarenakan tersedak ramen makanan favoritku -sangat tidak lucu-.

"Apa paman bilang, kau tersedak kan. Ya sudah lanjutkan makanmu, nanti kau terlambat ke sekolah." Ujar paman sambil membereskan piring tempat makannya tadi *kapan makannya ya? Cepet amat*.

"Iya, " Jawabku seadanya, tenggorokanku masih terasa sakit dan langsung meneruskan makanku.

.

.

.

"Paman Iruka, aku berangkat! " Pamitku padanya dan langsung ku langkahkan kaki berbalut celana panjang seragamku meninggalkan rumah menuju sekolahku. "Naruto, hati-hati."

Itulah yang ku dengar sebelum menutup pintu rumahku. Aku bersekolah di KIHS Konoha Internasional High School, tepatnya sekarang aku kelas dua. Sepertinya aku melupakan sesuatu, apa ya? Oh iya, aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Uzumaki Naruto, ciri-ciriku yah... aku mempunyai rambut pirang jabrik, mataku beriris biru kata orang sih mataku itu seperti langit dimusim panas, kulitku tan dan aku mempunyai tiga pasang garis disetiap pipiku. Kata orang sih mirip kumis kucing dan aku sering sekali disebut manis, karena itu aku sedikit risih yah aku kan laki laki masa disebut manis, yang ada aku kan tampan, ah sudahlah perkenalannya. Aku terlalu sibuk dengan perkenalan, sampai ternyata aku sudah sampai di depan gerbang sekolah.

Normal POV

Seorang pemuda blonde memasuki gerbang yang bertuliskan Konoha Internasional High School dengan wajah cerianya. Bagaikan matahari yang baru saja terbit, benar-benar membangkitkan semangat orang yang melihatnya.

"Oy, Naruto. Ohayou!" Sapa seorang pemuda manis dengan segitiga terbalik dikedua pipinya. Naruto melambaikan tangannya saat melihat pemuda itu berlari kearahnya,

"Hehehe, ohayou Kiba!" Sapanya balik.

"Tumben nih kau tidak telat?" Tanya atau lebih tepat sindir pemuda berambut coklat itu pada Naruto. "Apaan sih! Memangnya aku harus telat terus gitu? Aku inikan anak rajin." Jawab naruto bangga sambil menepuk dadanya.

"Iya sih kau memang rajin, rajin telatnya. Hehehe." Ucap kiba dengan cengirannya.

"Huh!" Pemuda pirang itu mendengus sebal mendengar ucapan sahabatnya itu.

"Eh, sudahlah sebaiknya kita segera masuk kekelas. Sepuluh menit lagi bel masuk bunyi nih." Ajak kiba saat melihat jam tangan menunjukkan angka tujuh lewat lima puluh.

"Hehe... baiklah, ayo masuk!" Kedua pemuda itu berjalan menyusuri koridor sekolah untuk mencapai kelas mereka, tak ayal saat kedua pemuda itu berjalan mereka menjadi pusat perhatian hampir seluruh siswa siswi yang berpapasan dengan mereka -meski kebanyakan laki-laki.

Kenapa laki-laki? Ya... karena menurut siswa yang ada disekolah itu. Ada tiga laki-laki yang manisnya melebihi perempuan di sana -meski ketiga laki-laki itu tidak pernah menyetujui hal tersebut-. Yang pertama adalah Inuzuka Kiba teman dari Naruto, pemuda pecinta anjing ini sangat amat manis bila dia sedang bergaya sama dengan binatang kesukaanya. Dia manis, dan kejahilannya tak bisa lagi dibilang wajar. Terlebih pada siswa sekolahnya yang senang sekali menggodanya. Yang kedua, ya... dia tentu saja adalah Uzumaki Naruto, pemuda yang dari tiga pemuda manis, dialah yang paling amat sangat manis dan paling mendapatkan perlindungan dari kedua sahabatnya.*emangnya gula?*. Yang ketiga adalah...

"Gaara ohayou!"

Yak! Bagus Naruto, kau telah menyebut namanya.

Dia adalah Sabaku no Gaara. Pemuda berambut merah bata dan mata beriris emerald inilah pemuda manis yang ketiga. Meski dikatakan manis, namun Gaara tidak pernah bersikap manis seperti Naruto atau Kiba. Ia lebih pendiam, juga senang sekali berwajah datar.

"Hm, Naruto ohayou!" Ucap pemuda bernama Gaara itu. "Gaara, nanti aku pinjam PR bahasa inggris ya ya ya?" Pinta Naruto dengan puppy eyes no jutsu andalan yang tak akan pernah bisa ditolak oleh siapapun. Gaara yang memang tidak bisa menolak permintaan bocah blonde sahabatnya itu hanya bisa mengangguk dengan ogah-ogahan. Terlalu sering dicontek oleh Naruto.

"Yey! Gaara baik deh!" Saking senangnya Naruto berhambur memeluk Gaara hingga pemuda merah bata itu hampir kehilangan keseimbangannya. Sesuatu yang tidak disadari telah membuat siswa siswi yang melihat mereka jatuh tersungkur dengan wajah yang memerah dan sebagian ada pula yang kritis karena hampir kehabisan darah disebabkan oleh darah yang terus mengucur dari hidung. Ya ampun, pesona yang tak bisa dibilang biasa itu hanya karena tingkah yang dilakukan oleh tiga pemuda manis kita ini. Sungguh terlalu ! Tet! tet! Tak terasa bel masuk telah berbunyi, ketiga remaja itu berjalan memasuki kelas mereka tanpa mempedulikan orang-orang yang menjadi korban kemanisan mereka. Bukan urusan mereka juga, buat apa diurusin.

.

.

.

.

"Naruto, ayo kita kekantin!" Ajak Kiba pada Naruto yang terlihat tengah membereskan buku pelajaran sebelum istirahat.

"Tidak.." Naruto menggelengkan kepalanya. "Kau sajalah Kiba, aku di kelas saja." Tolak Naruto.

"Ya sudah, kau mau ku bawakan ramen goreng?" Tawar Kiba sebelum dia pergi ke kantin bersama Gaara yang berdiri di sampingnya.

"Baiklah, terima kasih." Ucap Naruto, ia tersenyum saat kedua sahabatnya itu melambaikan tangan padanya sebelum keluar dari pintu kelas. 'Nyata…sangat nyata.' Naruto mengarahkan kedua iris shapphirenya keluar jendela, memikirkan sesuatu. Sesuatu yang ia sendiri bingung apa itu

.

.

.

"Haah," Helaan napas untuk kesekian kalinya hari ini bagi Naruto. Sangat tidak wajar bagi Kiba melihat sahabatnya itu seperti dilanda depresi kehilangan makanan favoritnya.

"..ruto? Naruto?"

"Huh?"

"Kau kenapa sih? Dari tadi aku perhatikan tidak ada semangat- semangatnya, kau ada masalah ya Nar?" Tanya Kiba dengan raut wajah khawatir, melihat sahabatnya jadi murung selama jam pelajaran adalah hal yang langka baginya.

"Tidak, tidak ada apa-apa. Hanya sedikit... memikirkan sesuatu?" Jawab Naruto, tidak yakin dengan ucapannya itu.

"Mikir apa sampai membuatmu murung dan menghela napas berkali-kali begitu?" Tanya Kiba.

"Entahlah, aku sendiri juga bingung.." Jawab Naruto, wajahnya terlihat serius seperti memikirkan sesuatu yang sangat penting, kedua alisnya menekuk ke dalam. "Kalau ada masalah ceritakan padaku, aku ini sahabatmu kan." Ujar Kiba.

"…"

"Naru?"

"..iya. tapi tidak sekarang, mungkin nanti aku ceritakan padamu." Senyum simpul diperlihatkan Naruto.

"Huh. Baiklah," Kiba menepuk pundak Naruto, sedikit memberinya dorongan semangat untuknya.

"Kalau mau, kau bisa cerita padaku nanti." Ucap Kiba.

Bunyi bel tanda berakhirnya kegiatan belajar mengajar menggema disluruh koridor sekolah. Kedua pemuda itu mengakhiri pembicaraan mereka dan mulai membereskan alat serta buku-buku pelajaran ke dalam tas.

"Hei, ayo pulang!" Ajak Kiba, menepuk pundak Naruto.

"Kalian duluan saja Kiba, Gaara. Aku masih ada sedikit urusan." Ucap Naruto. Kiba menatap penuh selidik sebelum tersenyum maklum.

"Ya sudah, sampai besok Nar. Jaa ne..!" Ucap Kiba, ia memberi isyarat pada Gaara yang terlihat diam memandangi Naruto untuk pergi. Mungkin Naruto butuh sendiri.

" Jaa.."

.

.

.

.

Setelah kelas benar- benar sepi dan hanya tersisa beberapa anak yang sedang ada kegiatan ekstra kurikuler, Naruto mulai berlalu meninggalkan kelas menuju rumahnya. Rumahnya, entah mengapa tadi ia berbohong pada Kiba. Dia hanya ingin sendiri sekarang, merenungkan sesuatu kejadian aneh dan terasa janggal yang terjadi beberapa hari yang lalu. Seperti... ia sendiri bingung menjelaskannya.

FLASHBACK

Tap

tap

tap

... tap

Langkah penuh wibawa itu menyusuri lorong gelap tanpa ada cahaya yang menyinari. Menggema keras karena memang koridor itu cukup tertutup untuk memantulkan kembali setiap suara disepanjang jalannya.

"Kitsune sama," Panggil seseorang seraya membungkukan tubuhnya, pertanda menghormati seorang pemuda pirang yang berdiri di depannya. Kitsune mengangguk,

"Apa dia di dalam?" Tanya Kitsune, matanya melirik pintu di belakang anak buahnya itu.

"Ya, dia ada di dalam bersama Deidara sama dan Sasori sama," Jawabnya. "Silahkan masuk, Kitsune sama." Anak buahnya itu membuka pintu mempersilahkan ketuanya untuk masuk.

Kitsune pun melangkah menuju ruangan dibalik pintu itu, ruangan itu remang hanya tampak pencahayaan minim dari lampu yang digantung ditengah ruangan. "Ah! Kitsune kau sudah datang," Sasori, laki laki berusia kira- kira 30 tahunan menghadapkan tubuhnya pada pemuda pirang yang baru saja masuk keruangan itu. Usia dan wajahnya sangatlah tak sebanding, ia mempunyai raut muka babyface yang jika dilihat dari luar masih tampak 20 tahunan.

"Hn. Apa dia sudah memberi informasi siapa yang menyuruhnya?" Tanya Kitsune melirik melalui ekor matanya seseorang yang tengah duduk disebuah kursi ditengah ruangan, kaki dan tangannya terikat kebelakang.

Sasori hanya menggeleng lalu berjalan mendekati orang yang tengah pingsan itu. "Kau bisa lihat sendiri, dia belum tersadar dari tidur cantiknya." Jawab-sindir- Sasori.

"Mungkin kita bisa Tanyakan pada kembarannya, bukankah dia sangat setia pada anda Kitsune." Deidara berujar dengan tangan terlipat didepan dada.

"Tinggalkan aku." Nada dingin dan datar seperti biasa itu merupakan perintah yang harus dipatuhi.

Kedua orang itu saling melirik sebelum mengangguk untuk keluar. "Kami permisi dulu Kitsune," Kata Deidara membungkuk hormat lalu pergi dari ruangan itu diikuti oleh Sasori dibelakangnya.

Setelah pintu tertutup, Kitsune hanya berdiri menatapi orang yang ada didepannya dengan tatapan dingin, lalu dengan perlahan dia berjalan mendekatinya. Setelah berada didepan orang itu, Kitsune berjongkok menyamakan tingginya dengan orang yang tengah pingsan itu. Perlahan lahan ia angkat tangannya, ia sentuh dengan lembut pelipis lalu turun ke pipi. Ia elus elus dengan lembut pipi itu. "Sakon, bangunlah." Ujar sang Kitsune, terdengar lembut namun disaat bersamaan terdengar menusuk.

"Engh…" Tak lama, terdengar erangan tertahan dari orang yang dipanggil Sakon itu. " Si siapa?" Tanya Sakon karena matanya masih buram dan juga pencahayaan yang kurang di ruangan itu menyebabkan dia tak bisa melihat dengan jelas. "Kau sudah dangun?" Kitsune membelai dan menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah sakon.

Deg!

Mendengar suara dingin yang tak asing lagi baginya itu, tiba-tiba tubuh Sakon menegang dan gemetaran. "Ki..Kitsune sama," Ucapnya terbata bata Takut. Itulah yang ia rasakan sekarang .

"Ada apa Sakon? Kenapa kau tegang begitu? Tenang lah aku hanya ingin mengajukan satu pertanyaan padamu" Kitsune berdiri lalu melangkah kebelakang tubuh Sakon.

"A –ada ap –apa Ki –Kitsune sama?" Ia tau apa yang akan ditanyakan Kitsune padanya, tapi apakah ia bisa menjawabnya.

"Hanya satu dan jawab dengan jujur Sakon," Kata Kitsune yang sekarang sudah berada diblakang Sakon. Diremasnya bahu anak buahnya itu dengan sedikit keras namun cukup untuk membuat Sakon meringis sakit karena luka yang dialaminya saat orang suruhan Kitsune menangkapnya.

" Siapa?"

"…" Diam itulah yang sekarang Sakon lakukan.

"Katakan padaku Sakon." Nada itu semakin dingin membuat Sakon sangat terintimidasi.

"Kitsune sa sama saya…maaf," Sakon semakin tertunduk. Kitsune yang kurang dalam hal kesabaran itu mulai menggeram pelan. Kitsune merogoh kantUng celana jeansnya dan mengeluarkan benda semacam suntikan.

"Aku bukanlah orang yang mempunyai kesabaran tinggi Sakon, aku sudah berbaik hati untuk tidak membunuhmu." Setelah mengatakan itu Kitsune menyuntikan cairan berwarna silver kedalam tubuh Sakon.

"Jika kau sudah tak sanggup, beritahu aku." Kitsune melepas ikatan tali yang menjerat tangan dan kaki sakon lalu dilangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu meninggalkan Sakon yang kebingungan.

"Bagaimana?" Tanya sasori yang sedang menyenderkan punggungnya ketembok pada kitsune.

"Panggil Ukon kemari." Hanya itu yang diucapkan Kitsune. Tak lama seorang pemuda dengan perawakan sama dengan Sakon pun datang.

"Anda memanggil saya Kitsune sama," Ujarnya sopan seraya membungkuk.

"Masuk kedalam." Perintah Kitsune pada Ukon, tanpa menunggu Ukon pun masuk kedalam ruangan itu. Setelah pintu ditutup Kitsune memerintahkan untuk mengunci pintu itu, tak lama terdengar jeritan-jeritan memilukan dari dalam. Jeritan kesakitan yang sangat ngeri untuk didengar.

TBC

review jika berkenan^^