E.T
Naruto: (dengan tubuh gemetaran) Tidak... bisa... dipercaya...
Autor: (sibuk mengetik fanfic baru) Yo.
Naruto: bukannya menyelesaikan fanfic yang lain Autor-san malah sibuk bikin fanfic baru! (meronta-ronta ditahan Sakura).
Autor: Jangan rewel Naru-kun ~ Saya 'kan baru habis update dua fanfic lho.
Sakura: (sweatdrop) Masa setiap kali mendapat sedikit kata-kata dukungan dari orang lain orang ini malah jadi kebanjiran ide... Ngomong-ngomong ini tentang apa? (Melirik ke komputer.)
Autor: Cerita terbaru tentang Sakura-san yang dipermainkan oleh dua orang Uchiha favorit kita, hehe...
Sakura: UAPAAAA? (meronta-ronta ditahan oleh Naruto)
Autor: Jangan begitu, kamu heroin yang penting, apalagi mudah dipermainkan, figur humor yang populer, etc etc.
Sakura: (cemberut di pojokan yang gelap.)
Disclaimer: Naruto adalah milik Masashi Kishimoto... untuk sekarang. Muahahaha!
Note: fanfic ini terinspirasi oleh lagu Falling In And Out Of Love by Armin Van Buuren feat Sharon Den Adel. Sungguh lagu yang luar biasa! Coba dengar saat membaca ini. *.*
Note ke-2: Orang tuanya Sakura diambil dari film Naruto Road to Ninja!
Note ke-3: Setiap chapter akan memiliki judul berdasarkan judul lagu yang ada di IPhone saya. (Gak ada yang nanya)
Note ke-4: Tidak ada, sudah baca saja cerita ini. XD
Summary: Haruno Sakura, gadis semangat berambut pink sedang mengikuti kuliah farmasi S1. Sedikit tomboi tapi selalu setia kepada teman. Hobinya adalah olah raga dan menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Keluarganya terdiri dari ayah dan ibu yang memiliki perusahaan obat-obatan farmasi terbesar di negeri. Pacar? Tidak punya. Orang yang disukai? Sasuke Uchiha. Tunangannya? Itachi Uchiha. Jalan keluar dari masalah ini? Sepertinya tidak ada...
You're so hypnotizing, could you be the devil? Could you be an angel? Your touch magnetizing, feels like I am floating, leaves my body glowing.
They say be afraid! You're not like the others, futuristic lover. Different DNA, they don't understand you.
E.T by Katy Perry.
.
.
.
"Sayang?" Kizashi Haruno menyangga kepalanya pada kedua tangannya yang terlipat sambil tersenyum.
Mebuki Haruno, istrinya, mengangkat alis dengan ragu. "Sekarang?"
"Sekarang," jawab Kizashi Haruno.
"Sakura-sayang, masuklah," Mebuki membuka pintu, meminta anak tunggalnya untuk masuk ke dalam ruangan kantor ayahnya yang cukup besar. "Duduklah, ayahmu ingin membicarakan sesuatu."
Anak tunggal dan putri kesayangan mereka yang berumur 19 tahun, masuk dengan muka curiga. Namanya Sakura Haruno. Orang yang pertama kalinya melihatnya akan terperanjat melihat rambut pink yang dimiliki gadis itu. Banyak yang akan pikir itu adalah cat rambut yang konyol. Sebenarnya tidak, sayang sekali ayahnya telah mewariskan mutasi gen-nya kepada anak satu-satunya. Karena itulah ia dinamakan Sakura. Rambut itu sekarang dikibas-kibas dengan dengusan kesal.
"Ayah, sudah kubilang aku tidak mau-"
Perkataan Sakura dipotong oleh Kizashi yang mengangkat tangannya.
"Sakura umurmu sudah 19 tahun," Kizashi mulai pembicaraannya.
"Aku juga bisa hitung Ayah," Sakura sweatdrop.
"Ayahmu sudah tidak muda lagi..." mata Kizashi sedikit berkaca-kaca saat memandangi foto-foto masa bujangannya dimana badannya masih kekar dan banyak dikelilingi gadis. Ekspresi Sakura terlihat biasa-biasa saja.
"Kalau terjadi apa-apa pada ayahmu-"
"Ayah sudahlah! Sejak sebulan terakhir ini ayah terus memikirkan yang gak-gak. Bahwa Ayah bisa sakit dekat-dekat inilah! Bahwa ayah bisa kecelakaan mobilah! Bahwa ayah bisa diculik alienlah! Bisa gak Ayah hidup biasa seperti dulu lagi? Mana sudah menyiapkan wasiat dan peti mati segala..." Sakura tarik napas dalam-dalam.
"Sakura-hime, Ayah hanya ingin yang terbaik buat putri kesayanganku," Kizashi nampak terluka, matanya besar dan bulat, basah dan siap melepaskan air terjun Niagara kecil.
"Ibu katakan sesuatu dong!" Sakura berbalik kepada ibunya yang mengamati keduanya dengan saksama.
Mebuki menghela napas, "Ayahmu ada benarnya Sakura, jangan lupa siapa dirimu."
Sakura memutar bola matanya, "Aku adalah Sakura Haruno, anak tunggal dari pemilik perusahan farmasi terbesar di negeri ini. Seorang gadis yang tidak bisa menikmati masa mudanya karena diikuti bodyguard dan dijauhi banyak orang yang mengira aku hanyalah gadis sombong yang manja, terima kasih sudah meningatkanku Bu."
"Well, setidaknya di universitas negeri yang kamu masuk sekarang kamu bisa menyamar sebagai gadis yang biasa-biasa saja."
"Ya berkat usaha kerasku untuk menyamar, tapi semuanya bisa terbongkar jika ayah seenaknya memutuskan untuk menunangkanku dengan bocah dari keluarga mana yang kalian pilih seenaknya untukku. Seseorang yang aku tidak kenal sama sekali!" Sakura benci meneriaki kedua orang tuanya. Sejak kecil walau dari keluarga yang amat kaya ia selalu berusaha untuk tidak menjadi gadis manja seperti yang ia dicap oleh orang-orang luar. Tapi mau gimana lagi? Ia menolak menikahi orang yang ia cuma kenal wajahnya dari foto-foto yang disodorkan ayahandanya.
"Jahat sekali..." Kizashi sekarang menggigit sapu tangannya. Tinggal setetes air mata lagi, maka kantor ini akan kebanjiran.
"Maka karena itulah kami memanggilmu kesini. Untuk membicarakan masalah soal pertunganmu..." Mebuki mencoba menjelaskan. Jelaslah ia terlihat tidak takut oleh kekuatan besar putrinya. Ia jugalah yang telah mewariskan sifat emosian dan impuls amarahnya kepada Sakura. Kalau dari Kizashi, Sakura telah mewariskan warna rambut dan otak encernya.
"Apa Ibu menikahi Ayah juga cuma berdasarkan foto? Atau karena ayah telah mewariskan perusahaan Haruno Pharmacy dari kakek?" Sakura tambah emosian.
"Sakura, itu beda, dulu Ibu memang ditunangkan dengan ayahmu tapi ibu belajar untuk mencintainya dengan sepenuh hati."
"Oh Mebuki," habis sudah riwayat kantor ini karena Kizashi sekarang menangis terharu.
"Aku tidak mau bertunangan! Gimana kalau tunanganku ternyata orang yang rambutnya berwarna aneh, punya mutasi gen yang bisa ia wariskan dan pakaian dalamnya selalu bau sama seperti ayah?"
"Sakura! Bagaimana kalau kamu bisa belajar mencintai orang yang kami pilih untukmu? Kami betul-betul mencarikan pemuda-pemuda lajang yang terbaik di negeri ini!" sekarang Sakura dan Mebuki saling berhadapan dengan petir menyambar di tengah-tengah mereka. Baik ibu maupun sang putri tidak ingin kalah.
"Kalian sudahlah... lebih baik aku cepat mati saja..." Kizashi tambah menangis.
Seseorang memasukkan kepalanya melalui celah pintu kantornya dengan ragu, "Ehm... maaf, permisi. Tuan Haruno?"
Namun ketiga orang itu masih ribut. Sakura dan Mebuki bertengkar soal sisi positif dan negatifnya Kizashi, melenceng jauh dari topik sebenarnya, dan Kizashi meraung-raung di atas meja buatan Inggris-nya.
"Tuan Haruno!" orang itu terpaksa teriak untuk menarik perhatian. Taktiknya berhasil.
"Ya Shiho?" Kizashi masih bercucuran air mata.
Orang itu sweatdrop melihat keluarga itu enerjik dan penuh semangat seperti biasanya. "Ini ada... balasan dari Anda-tahu-keluarga-bermarga-apa."
Kizashi langsung bangkit, lalu menarik amplop putih besar itu dari Shiho, langsung membuka dan menarik selembar surat keluar. Matanya berkaca-kaca, namun bukan karena air mata. Senyumnya menjadi lebar sekali. Shiho tambah sweatdrop.
"Terima kasih Shiho, kamu boleh pergi sekarang."
Shiho membungkuk lalu cepat-cepat meninggalkan keluarga lebay itu sendirian.
"Sakura-himechan!" Kizashi membuka kedua lengannya lebar-lebar dengan latar belakang pink berkilauan dan penuh bunga mawar, mendapati putri dan istrinya memandangnya dengan pandangan stoik.
"Tidak, terima kasih Ayahanda tersayang," jawab Sakura pendek.
"Oh tapi Gulaliku, kenapa kamu tidak ingin melihat fotonya saja dulu...?"
"Ayah, biar kujelaskan. Aku. Sudah. Punya. Orang. Yang. Kusukai," Sakura masih belum mau kalah.
"Tapi orang ini... dialah yang paling cocok! Pokoknya kamu harus nikahi orang ini..." Kizashi memandang Sakura dengan wajah memelas.
Suasanya hening beberapa detik. Lalu Sakura tersenyum manis sekali. Jika ada orang yang tidak kenal Sakura melihat senyum itu, maka ia akan berpikiran bahwa itu adalah senyuman tidak berdosa yang paling manis yang pernah ia lihat. Sayangnya, kedua orang tuanya Sakura kenal betul putri tersayang mereka.
"Ehm... Sakura?" Kizashi bertanya ragu-ragu.
Sakura menuju pojok kantor ayahnya dimana ada sebuah lemari kaca bening. Hanya terdapat satu benda di dalamnya. Kizashi menjerit saat Sakura mengeluarkan sebuah guci China antik dari lemari itu.
"Ahhhhhkkk! Midori-chan!" Kizashi langsung histeris
Sakura sekarang tersenyum sangat sadis. "Ayah sayang Midori-chan, iya 'kan?"
"Iya! Iya!" Kizashi kembali bercucuran air mata.
"Cup cup, kasihan Midori-chan, selalu sendirian di dalam lemari kaca yang dingin ini..." Sakura mengelus guci itu seolah-olah benda itu adalah anak kucing yang lemah.
"Sakura-hime, Gulaliku, Ayahmu mohon, kembalikan Midori-chan pada ayah..." kedua lutut Kizashi gemetaran.
"Tapi Ayah, Midori-chan sedang kesepian... Aku mau ajak main ya? Enaknya main apa ya sama Midori-chan...?" Sakura menggaruk dagunya sambil berpikir.
"Ayah mohon...!" Kizashi mengangkat kedua lengannya yang gemetar ketakutan.
"Oh ya gimana kalau bola voli?" Sakura melempar guci itu ke atas, membuat Kizashi menjerit kaget. "Atau sepak bola?" Sakura menangkapnya.
"Sakura! Ayah mohon! Hentikan!" Kizashi kembali menangis meraung-raung.
"Ah aku tahu! Gimana kalau permainan... siapa-yang-bisa-melempar-guci-yang-terjauh?" Sakura mengambil kuda-kuda, seolah siap untuk melempar guci itu keluar jendela.
"Ahhhk baiklah! Ayah tidak akan menunangkanmu! Ayah janji... Sekarang tolong kembalikan Midori-kuuuuu..." Kizashi jatuh ke lantai karena kehilangan seluruh tenaganya.
Sakura tersenyum puas atas kemenangannya, lalu ia meletakkan guci itu di depan Kizashi. Pria itu langsung memeluk guci itu untuk melindunginya dari putrinya yang ganas.
"Thanks Ayah, aku senang kita bisa meneruskan hari ini dengan tenang," Sakura sekarang pergi meninggalkan kedua orang tuanya.
Di luar ia mengacak-acak rambut pinkya. Ayah bikin stress saja!
Di dalam kantornya, Kizashi mengelus-elus gucinya sambil berguman tentang betapa naif-nya Sakura dan bahwa semua ini belum selesai. Ia berpaling kepada istrinya yang dari tadi hanya membisu.
"Apa?" tanya Kizashi heran.
"Tidak ada apa-apa," Mebuki memilih untuk tidak berkomentar apa-apa soal prilaku aneh suami dan putrinya.
Kizashi kembali melihat ke depan sambil mengelus gucinya, "Lihat saja gulaliku... tidak akan semudah itu ayah membiarkan kamu merusak rencana ayah... Akan ayah nikahkan kamu sama pemuda itu... biar dengan cara apapun! Muahahahahaha!" sekarang Kizashi tertawa sadis dengan mata berapi-api.
Istrinya hanya terdiam melihat tingkah laku suaminya. Tiba-tiba Kizashi memiliki ide yang cemerlang.
"Mebuki, katakan tempat terpencil dan romantis mana yang kita belum kunjungi sampai sekarang...?"
"Kepulauan Maldives?" jawab Mebuki.
"Apakah kamu mau menemaniku menikmati pantai disana?" Kizashi memegang tangan istrinya dengan mesra.
"Wah mau dong suamiku," Mebuki tersenyum riang dengan pipi bersemu merah. "Asyik pantai!"
"Asyik pertunangan..." bisik Kizashi.
"Asyik liburan!" Mebuki langsung keluar kantor untuk berkemas-kemas.
"Asyik lonceng pernikahan..." Kizashi mengikuti istrinya. Dan tentunya kali ini ia akan membawa Midori ikut serta.
Sakura yang sedang masuk ke kamarnya, merasakan bulu kuduknya berdiri.
-X-O-X-O-X-
Di sebuah kediaman elit, di dalam rumah terbesar dan termegah yang ada di ujung jalan, seorang pelayan perempuan membawa sebuah nampan perak asli dengan sebuah amplop putih besar di atasnya. Pelayan itu menyelusuri koridor dengan lukisan-lukisan amat mahal, maha karya beberapa pelukis yang terkenal di seluruh dunia. Ia akhirnya berhenti di pintu ukiran kayu jati besar. Ia mengetuk gugup.
"Masuk," sebuah suara gelap terdengar dari dalam.
Pelayan itu membukakan pintu, lalu detik-detik kemudian terjadi di dalam slow motion.
Di depan sebuah jendela besar yang diterangi cahaya matahari, pelayan itu melihat seorang pria yang memakai setelan jas Hugo Boss dengan lekukan punggung yang tegap. Kedua tangannya ada di dalam kantong celananya. Pria yang memiliki rambut hitam halus yang diikat jadi satu, menoleh ke arahnya. Ia lalu melonggarkan dasi merah sutranya untuk sedikit membebaskan leher paling menggoda yang pernah gadis itu lihat dalam hidupnya. Pelayan itu terjatuh pelan ke bawah, jantungnya tidak kuat menahan kecantikan makhluk maskulin itu, tetapi rasa pengabdiannya terhadap lelaki itu membuatnya membawa nampan perak itu dengan tegap. Bahkan setelah kehilangan kesadaran, ia masih mengangkatnya tinggi-tinggi. Kata terakhir yang ia ucapkan hanyalah, "Extraterrestrial..."
Lelaki itu memandang kejadian itu dengan tenang, seolah-olah itu sudah menjadi hal yang biasa terjadi. Ia menekan sebuah tombol di telpon yang terletak di atas meja kerjanya.
"Deidara, tolong kesini. Ada yang pingsan."
"Lagi? Haha."
Lelaki itu memilih untuk tidak menjawab. Menit kemudian Deidara, asistennya muncul dengan beberapa pelayan yang lain. Bersama-sama mereka membawa tubuh pelayan itu keluar, akan tetapi Deidara masuk ke ruangan itu.
"Kudengar keluarga Haruno menjawab tawaran Ayahmu, Itachi."
Itachi tidak menjawab, ia sedang membaca surat yang dibawakan pelayan itu.
"Sepertinya kamu sedang membaca jawaban itu," kata Deidara dengan pandangan saksama.
"Hm," hanya itu yang dikatakan Itachi.
Deidara mengamati foto yang Itachi letakkan di atas mejanya.
"Wuiiiihhh boleh juga cewek ini. Tapi sepertinya dia tipe yang terlalu innocent ya? Yang seperti ini sih bikin cepat bosan," Deidara terus celoteh.
Itachi tidak mendengar, kedua matanya yang hitam dan dalam memandang foto itu dengan sangat saksama.
Rambut pink yang diterbangkan angin, dua mata hijau zamrud yang penuh kejujuran dan senyum paling ceria yang ia pernah lihat, tertampang di depannya. Gadis itu memakai gaun putih pendek, juga dipermainkan angin, sama seperti rambutnya yang pendek. Ia megang topi pantainya dengan tegap, tidak rela membiarkan angin membawa benda itu pergi. Itachi memandang foto itu tanpa ekspresi, akan tetapi kedua matanya memiliki kilauan kecil yang tidak ada sebelumnya.
Deidara berhenti berceloteh saat melihat Itachi beranjak pergi.
"Hey mau kemana?"
"Ketemu Tou-san," jawab Itachi. Tidak ada yang melihat senyumnya yang tipis. Foto gadis itu sekarang ada di dalam genggamannya.
Menarik sekali...
Autor: Akhirnya selesai juga. Ternyata menulis chapter ini asyik sekali apalagi soal perkelahian Sakura dengan orang tuanya. Ck ck Sakura, kamu sungguh gak tahu diuntung, sudah mau ditunangkan dengan dewa seksi seperti itu, hehe...
Silahkan review, bagaimana pendapat kalian tentang fanfic ini? Apakah Itachi cukup hot disini? Ada yang suka Midori-chan? Entah kenapa dia adalah tokoh favorit saya di chapter ini! XD
Naruto: Dia 'kan cuma guci!
Sakura: (Masih cemberut di pojokan.)
Autor: Sampai jumpa di bab selanjutnya (bungkuk).