Ryu : Yah, akhirnya fic ini bisa publish juga! Fic Romance yang bisa dibilang fic Romance pertamaku yang agak 'becus'!

Miku : Hmm... gaya penulisannya berubah (lagi)... dan ada beberapa 'selingan' Rin X Rinto...

Ryu : Iya. Penggunaan tokoh yang berubah drastis, gaya penulisan yang berubah, dan sebagainya. Tapi kalau Rin X Rinto sih sudah pernah kupakai... Dan juga, Len 'cuti' untuk fic kali ini. Jadi dia tidak muncul di dalam fic ini. Katanya sih mau pergi jalan-jalan... #Plak! *Len itu Vocaloid, oi!*

Kaito : Satu lagi, author ini mau coba-coba bikin Romance. Jadi, karena pengalaman dia yang kurang, pasti fic ini terkesan jelek, abal, hancur, ... *dihajar Ryu*

Ryu : Kalau Kaito-senpai ngomong lagi, aku akan menghapus sebagian peran senpai! Yah, lupakan pembicaraan tadi. Cerita ini terinspirasi dari kisah Aladin dari Walt Disney. Yang penting, mohon bantuannya agar wawasan Romance-ku bertambah. Selamat membaca~


My Genie is My First Love

.

Disclaimer : Vocaloid Yamaha Corporation & Crypton Future Media ; Story Ryu Kago

Warning(s) : OOC, AU, Typo(s), Romance kurang terasa, dll ;-)

.

Miku Hatsune, seorang gadis SMA menerima hadiah berupa kotak musik dari teman, Rin Kagamine. Tapi, ternyata muncul sesosok jin dari dalam kotak musik itu dan memberikan Miku 3 permintaan. Kira-kira, apa yang akan diminta oleh Miku?

.

"Otanjoubu omodetou, Miku-chan!" seru semua anak di kelas 2-B. Yup, hari ini seorang anak bernama Miku Hatsune merayakan ulang tahunnya yang ke-17 tahun.

Kini, anak berambut twintails itu hanya tersenyum di depan pintu kelas sambil mengucapkan terima kasih kepada semua teman-temannya itu.

"Arigatou, minna!" katanya dengan nada riang.

Tentu saja, setiap gadis SMA pasti merasa senang dan bahagia ketika merayakan ulang tahun mereka yang ke-17 tahun. Karena, ketika mereka berusia 17 tahun, itu menandakan bahwa mereka sudah mulai memasuki usia dewasa.

Tiba-tiba, seorang gadis dengan pita putih besar di atas kepalanya yang usianya sebaya dengan Miku berlari mendekati Miku sambil membawa sebuah kotak yang dibungkus dengan kertas bermotif indah.

Kertas pembungkus kotak tersebut dipenuhi dengan berbagai motif indah berwarna biru dan tosca. Sungguh perpaduan warna yang begitu serasi.

"Ayo, tunggu apa lagi? Cepat buka kado dariku itu!" seru gadis dengan pita putih besar itu.

"Hahaha... iya. Terima kasih, Rinny~" kata Miku kepada gadis yang dipanggil Rin itu sambil membuka kertas pembungkus kotak yang saat ini ada di tangannya.

Miku melepas perekat yang ada pada kertas pembungkus tersebut dan membukanya dengan perlahan-lahan dan sehati-hati mungkin. Kertas pembungkus itu begitu indah, sehingga siapapun tidak akan rela untuk merusaknya.

Miku tercengang melihat apa yang ada di dalam kotak hadiahnya itu.

Itu adalah sebuah kotak musik yang sangat indah. Dengan motif yang sama dengan kertas pembungkusnya dan paduan warna ocean blue dengan hijau tosca yang tampak begitu serasi.

"Rin... ini..." Rin dan seluruh anak di kelas itu menunggu Miku menyelesaikan kalimatnya itu dengan hati berdebar-debar.

"Ini... sangat indah! Arigatou, Rin-chan!" seru Miku girang dan langsung memeluk Rin dengan erat.

Miku dan Rin saling bertatapan dan tersenyum satu sama lain sambil tertawa pelan.

"Aku senang kalau kamu menyukainya," kata Rin dengan nada gembira.

Miku pun membalasnya dengan sebuah senyuman manis. Semua orang di kelas pun menghela nafas lega melihat senyuman Miku.

"Nah, tunggu apa lagi? Apa kau tidak mau mencoba menyalakannya, Miku-chan?" celetuk seorang gadis berambut hijau secara tiba-tiba.

Miku menoleh ke arah gadis itu dan tersenyum manis.

"Iya, benar juga, Gumi-chan." Setelah berkata demikian, Miku pun memutar tuas yang ada di salah satu sisi kotak musik tersebut.

Lalu, Miku membuka penutup dari kotak musik tersebut, dan alunan musik yang merdu dan indah pun memenuhi ruangan kelas saat itu juga.

Di dalamnya, sepasang miniatur kecil yang menyerupai gadis berambut twintails berwarna tosca dengan gaun putih dan pemuda dengan rambut ocean blue dengan pakaian yang menyerupai pangeran menari mengitari bagian dalam kotak musik tersebut. Pasangan miniatur tersebut tampak begitu serasi dan saling melengkapi satu sama lain.

"Hey, Miku..." panggil Rin sambil masih terus menikmati alunan musik dari dalam kotak musik tersebut.

"Nani?"

"Entah kenapa, aku mulai berpikir bahwa gadis miniatur ini sangat mirip denganmu. Dan, tampaknya pemuda miniatur ini adalah pasangan hidupmu di masa depan..." kata Rin sambil tertawa kecil.

Seketika itu juga, Miku merasa wajahnya mulai memanas.

"U-Urusai!" seru Miku dengan wajah yang merah padam. Dia tidak bisa lagi menyembunyikan wajahnya yang memerah agar tidak terlihat oleh Rin.

Rin pun menatapnya dengan tatapan jahil.

"Yah, mungkin saja seperti cerita-cerita yang ada di dalam buku dongeng. Seorang Putri yang bertemu dengan Pangeran pujaan hatinya. Sungguh romantis sekali!" kata Rin lagi. Perkataan Rin barusan telah 'sukses' membuat wajah Miku semakin memerah.

Untung saja ketika itu juga, bel masuk tanda pelajaran akan segera dimulai langsung berbunyi. Sehingga semua anak segera kembali ke tempat duduknya masing-masing, dan Rin tidak punya kesempatan untuk membuat Miku semakin blushing.

.

Skip Time

.

Saat ini, dua orang gadis SMA berjalan pulang dengan beriringan menuju rumah mereka. Kedua gadis itu tidak lain adalah Miku dan Rin.

Miku membawa kotak musik hadiah dari Rin tadi dengan sebuah tas kecil, sehingga kotak musik itu tidak akan rusak karena tertindih buku.

Selama perjalanan dari sekolah menuju rumah yang bisa dibilang lumayan jauh, mereka terus mengobrol dan membicarakan berbagai macam topik pembicaraan.

"Miku, tapi tadi aku serius loh! Aku benar-benar berpikir kalau mungkin miniatur pemuda yang ada di kotak musik itu adalah pasangan hidupmu di masa depan," kata Rin dengan santai. Miku pun segera menoleh ke arah Rin dengan mata terbelalak.

"Ayolah, Rin. Itu tidak mungkin. Dia kan hanya sebuah miniatur kecil..." kata Miku dengan tujuan menghindari ucapan-ucapan Rin yang mungkin terlalu terus terang.

"Hahaha... iya, gomen ne... Habis tampaknya kau sangat serasi dengan pemuda miniatur itu. Andai saja dia benar-benar ada di dunia ini, pasti aku akan mendukung hubungan kalian!" kata Rin lagi dengan semangat.

Bahkan Miku yang melihatnya saja langsung sweatdrop.

'Mimpi apa aku ini sampai punya teman seperti ini...' katanya dalam hati.

Tidak lama setelah itu, mereka sampai di depan rumah Rin. Rin pun membuka pagar rumahnya dan melambaikan tangannya pada Miku.

"Sampai jumpa besok, Miku-chan!" seru Rin sambil terus melambaikan tangan pada Miku.

"Sampai jumpa besok juga, Rinny!" sahut Miku sambil membalas lambaian tangan Rin dengan lambaian tangan juga.

Jarak rumah Miku tidak jauh lagi, kira-kira hanya sekitar 3 blok dari rumah Rin tadi.

Miku pun terus berjalan menuju rumahnya sendiri sambil merenungkan kata-kata Rin tadi.

"... Habis tampaknya kau sangat serasi dengan pemuda miniatur itu." Kata-kata Rin tadi terus terngiang di kepalanya.

Miku pun langsung menggelengkan kepalanya dengan kuat. Tapi, kemudian dia mulai terdiam.

'Apa benar yang dikatakan Rin tadi? Entah kenapa... hatiku merasa senang...' katanya dalam hati. Tanpa dia sadari, wajahnya mulai mengeluarkan semburat merah.

Akhirnya Miku sampai di depan sebuah rumah besar dengan cat putih dan pagar yang menjulang tinggi.

Miku pun segera merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kunci. Miku memasukan kunci tersebut ke dalam lubang kunci yang ada pada pagar tersebut.

Diputarnya kunci tersebut, dan pagar yang besar dan tinggi itu pun terbuka. Setelah masuk ke dalam rumah besar itu, Miku segera mengunci pagarnya kembali.

"Aku pulang!" serunya sambil masuk ke dalam rumah itu. Ternyata, rumah besar itu adalah rumah Miku sendiri. Tidak diragukan lagi, Miku berasal dari keluarga yang terbilang kaya.

"Selamat datang, Miku. Kau pulang telat hari ini..." sapa seorang wanita paruh baya yang tidak lain adalah ibunda Miku.

"Gomenesai, tadi aku ada jadwal piket." Miku menjawab sambil melepas sepasang sepatu yang dikenakan kedua kakinya itu, dan menaruhnya di dalam rak yang terbuat dari kayu.

Lalu, diliriknya jam di dinding rumahnya itu.

'Pukul 5 sore...' katanya dalam hati. Miku pun segera menaiki tangga rumahnya dan berjalan menuju kamarnya.

Di dalam kamarnya, Miku mengeluarkan kotak musik pemberian Rin tadi dan memutar tuasnya. Penutup kotak tersebut pun dibuka, dan sekali lagi alunan musik yang indah dan merdu keluar dari kota musik itu.

Sekali lagi, sepasang boneka miniatur kecil yang ada di dalamnya ikut menari diiringi alunan musik yang indah.

Saat Miku sedang terlena pada keindahan alunan musik pada kotak musik tersebut, ibunya memanggilnya untuk segera turun ke bawah.

"Miku! Makan malam sudah siap!" seru ibunya sehingga membuyarkan lamunan Miku.

"Iya, tunggu sebentar!" balas Miku sambil menyimpan kembali kotak musiknya, dan segera turun ke bawah.

Ketika sampai di bawah, sekali lagi Miku mendapat sebuah kejutan kecil, tapi kali ini dari keluarganya.

"Otanjoubu omodetou, Miku-chan! Hari ini, ayo kita rayakan ulang tahunmu yang ke-17 ini!" seru kakaknya tercinta, Mikuo Hatsune. Miku hanya tersenyum melihat keluarga yang begitu disayanginya begitu memperhatikannya seperti ini.

"Iya, arigatou!" seru Miku dengan dihiasi senyuman.

Ibu dan ayah Miku, Miku, dan Mikuo pun segera berjalan menuju meja makan. Di atas meja makan tersebut sudah terhidang berbagai makanan yang lezat.

"Ibu memasak ini sendiri?" tanya Miku setengah terkejut ketika melihat hidangan yang sudah seperti layaknya restoran bintang 5 di atas meja makan.

"Iya, dong! Ini kan ulang tahun putri ibu tercinta. Jadi, ibu pasti akan membuat masakan yang spesial pula!" jawab ibunya dengan nada bangga.

Keluarga Hatsune itu pun duduk di atas kursi dan saling mengucapkan selamat makan, dan segera mulai memakan hidangan lezat di atas meja.

"Miku, bagaimana sekolahmu?" tanya ayahnya di tengah-tengah keheningan suasana makan. Miku pun menoleh ke arah ayahnya.

"Baik, hari ini aku juga mendapat kejutan dari teman-teman di kelasku. Lalu Rin juga memberiku hadiah yang menarik!" jawab Miku panjang lebar. Ayahnya hanya tersenyum mendengar jawaban Miku.

"Lalu? Bukankah kamu sudah berusia 17 tahun? Apakah kamu tidak berniat mencari seorang kekasih?" tanya Mikuo tanpa basa-basi lagi. Hampir saja Miku tersedak mendengar pertanyaan langsung dari kakaknya itu.

"A-apa maksudmu?" tanya Miku pada kakaknya yang saat ini sedang tersenyum jahil ke arahnya. Tanpa Miku sadari, wajahnya mulai memerah dan tampangnya mulai menyerupai gadis tsundere.

"Ayolah, Miku-chan. Kamu tentu sudah punya orang yang kau cintai, bukan?" tanya Mikuo lagi. Kali ini wajah Miku benar-benar sudah semerah kepiting rebus.

"T-tidak!"

"Pasti iya, wajah merahmu itu buktinya!"

"Sudah! Diam kau, Teto!" Yah, kali ini wajah Mikuo yang memerah. Teto adalah kekasih Mikuo. Mereka jadian kira-kira setahun yang lalu pada saat kampus tempat Mikuo menimba ilmu mengadakan karyawisata.

Orang tua kakak beradik ini hanya menghela nafas melihat kelakuan kedua anak mereka yang sudah sangat sering beradu mulut ini.

"Sudahlah, kalian jangan berdebat terus begini..." kata ibu mereka. "Dan kau, Miku. Kau masih SMA, ada baiknya kalau kau serius untuk menjalankan tugasmu sebagai pelajar terlebih dahulu." Mereka pun membalasnya dengan anggukan kecil.

Tidak terasa waktu sudah menunjukan pukul 7 malam. Miku pun meletakan kedua sumpit yang dipakainya tadi dan bangun dari tempat duduknya.

"Aku sudah selesai, terima kasih makanannya." Miku pun berjalan menaiki tangga.

"Aku juga," kata Mikuo dan menyusul adiknya menaiki tangga, dan masuk ke kamarnya sendiri.

Orang tua mereka hanya terdiam melihat sikap kedua anaknya itu.

"Dasar anak muda," kata mereka sambil saling tersenyum lebar.

Di dalam kamarnya, Miku kembali duduk di atas kasurnya sambil menatap kotak musik yang entah sejak kapan ada di tangannya.

"Kotak musik ini benar-benar indah..." bisik Miku pelan sambil terus menatap kotak musik itu dengan penuh kekaguman.

Diputarnya tuas itu sekali lagi, dan dibukanya penutup kotak musik itu.

Dan sekali lagi, musik yang indah mengalun memenuhi ruang kamar Miku. Tapi, tiba-tiba muncul sekumpulan asap berwarna biru dari dalam kotak musik itu.

Miku pun memejamkan matanya dan menahan nafasnya untuk menghindar dari akibat keracunan oleh asap biru itu.

Selang beberapa menit kemudian, Miku pun mulai membuka matanya, dan kini dia melihat sesosok pemuda tampan dengan rambut ocean blue, seperti pemuda miniatur yang ada di dalam kotak musik tersebut.

"M-m-ma... MALIN-" seruan Miku terhenti karena kini tangan pemuda itu menutup erat mulutnya.

"Tenanglah, Nona..." kata pemuda itu. "Saya adalah Kaito, jin yang berasal dari dalam kotak musik ini."

Lalu, pemuda yang bernama Kaito itu membungkuk hormat di hadapan Miku.

"Saya akan mengabulkan 3 permintaan anda, Nona Miku." Miku tercekat mendengar perkataan Kaito.

'Dari mana dia tahu namaku?' batinnya dalam hati.

Miku terus menatap sosok Kaito yang kini membungkuk hormat di hadapannya. Rambut ocean blue-nya yang indah dan wajahnya yang tampan, juga tubuhnya yang tinggi dan pundaknya yang lebar... benar-benar merupakan sosok lelaki impian setiap wanita, tak terkecuali Miku.

"Sepertinya anda perlu bukti, Nona Miku." Kaito pun mengeluarkan selembar kain yang menyerupai karpet entah dari mana, dan menggelarnya di atas lantai.

Karpet itu pun memiliki corak dan motif yang sama dengan motif pada kertas pembungkus tadi dan kotak musik itu. Paduan warna biru dan tosca yang serasi pun juga menghiasi karpet tersebut.

"Naiklah ke atas karpet ini," kata Kaito. "Saya akan membuktikan bahwa saya adalah jin sungguhan."

Miku pun naik ke atas karpet itu dengan ragu-ragu, lalu duduk di atasnya. Setelah itu Kaito duduk di atas karpet itu juga, tepatnya di depan Miku, dan perlahan-lahan karpet itu mulai naik dan terbang keluar jendela.

Miku memeluk pinggang Kaito seerat mungkin agar tidak jatuh dari atas karpet terbang ini. Dirasakan angin semilir yang berhembus meniup wajah dan rambutnya.

Kaito pun menoleh ke belakang, tepatnya ke arah Miku, dan tersenyum tipis.

DEG!

Jantung Miku berdetak cepat saat melihat senyuman indah dari sosok jin bernama Kaito ini.

Mungkin, Kaito tidak pantas jika disebut sebagai jin. Dia lebih pantas disebut sebagai... Pangeran...

"Saya akan menunjukan berbagai keindahan dunia kepada anda, Nona Miku."

Kaito pun menuntun karpet tersebut untuk naik semakin tinggi, dan terus semakin tinggi, hingga tanpa terasa karpet itu kini telah membawa Miku dan Kaito hingga menembus awan.

Miku pun mencoba mengulurkan tangannya untuk menyentuh awan putih yang tampak seperti kapas.

"Wah, basah!" seru Miku ketika menyadari tangannya basah oleh embun saat menyentuh awan tersebut. Kaito tertawa kecil melihat tingkah Miku yang seperti anak kecil.

"Tentu saja, Nona Miku. Awan kan terbentuk dari uap air..." jelas Kaito sambil mengeluarkan suara tawa yang tertahan.

"Tidak kau beri tahu aku juga sudah tahu, kok!" kata Miku ketus... atau lebih tepat bila dikatakan tsundere.

Sebenarnya tanpa Kaito sadari, sedari tadi wajah Miku sudah sangat merah, semerah tomat.

Miku mendekatkan wajahnya ke pakaian yang dikenakan Kaito. Diciumnya aroma khas dari jin itu sampai puas. Tanpa dia sadari, wajahnya sudah kembali memerah.

'Kurasa...' batinnya dalam hati. 'Aku menyukai Kaito...'

.

Saat ini, mereka berdua sudah kembali ke kamar Miku. Miku duduk di atas kasurnya, sedangkan Kaito berdiri di hadapannya.

"Jadi..." kata Kaito. "Apakah anda sudah memutuskan permintaan pertama anda, Nona Miku?"

Miku berpikir sejenak. Dia merasa belum memutuskan apa yang akan dia minta, jadi mungkin sebaiknya dia terus menyimpan ketiga permintaannya itu.

Miku pun mendesah pelan. "Sepertinya belum..."

Kaito membalasnya dengan senyuman terindah yang pernah dilihat Miku dari seorang lelaki.

"Baiklah kalau begitu. Saya akan kembali ke dalam kotak musik dulu. Anda bisa memanggil saya kapan saja hanya dengan menyalakan lagu pada kotak musik itu," kata Kaito. Perlahan-lahan sosoknya hilang terbawa kabut tipis yang berwarna kebiruan.

"Ah," kata-kata Miku tercekat karena sosok Kaito sudah menghilang seutuhnya.

Miku pun mengambil kotak musik itu dan menutupnya. Dipeluknya kotak musik itu erat-erat.

"Arigatou atas malam yang indah ini. Aishiteru..." Setelah berkata demikian, Miku pun terlelap ke alam mimpi.

.

Keesokan paginya, Miku berjalan menuju sekolah dengan lemas. Bagaimana tidak? Semalam dia tidur larut malam, mungkin karena terlalu lama 'terbang' bersama Kaito, sang jin dari kotak musik.

"Hei, Miku!" Miku menoleh ke arah suara itu berasal. Ternyata yang memanggilnya tadi adalah Rin.

"Hai, Rinny..." sapa Miku dengan nada tidak bersemangat. Melihat Miku yang tampak lemas, Rin pun menjadi kebingungan.

"Ada apa, Miku? Kenapa kau tampak lemas?" tanya Rin menggebu-gebu. Miku membalasnya dengan senyuman lemah.

"Tidak apa-apa, aku hanya kurang tidur saja..."

"Tapi wajahmu pucat," kata Rin lagi.

Rin memegang dahi Miku dengan punggung tangannya. Panas.

Pasti semalaman berada di luar rumah dan terkena banyak angin malam yang dingin membuat Miku menjadi sakit.

"Kau sakit, Miku. Sebaiknya kau kembali ke rumah," kata Rin dengan nada prihatin. Tapi Miku menggelengkan kepalanya.

"Tidak apa-apa, Rin. Aku masih bisa seko-" Tiba-tiba Miku jatuh pingsan sebelum dapat meneruskan kata-katanya.

"Hei, Miku!" panggil Rin panik. Untung saja saat itu, kebetulan Mikuo yang hendak berangkat ke kampusnya melewati jalan itu.

"Miku?" seru Mikuo kaget melihat adiknya yang ia sayangi jatuh pingsan di pinggir jalan.

"Mikuo-senpai, tolong antar Miku pulang ke rumah! Suhu tubuhnya sangat panas saat ini," pinta Rin yang masih panik.

Mikuo pun segera berlari menuju Rin dan Miku, lalu memegang dahi adiknya dengan punggung tangannya. Mikuo merasakan apa yang tadi Rin rasakan. Panas.

"Rin, tolong bantu aku membawa tas Miku. Aku akan menggendongnya pulang!" seru Mikuo dengan panik. Rin pun menuruti perkataan Mikuo dan segera mengangkat tas Miku yang tadi terjatuh saat pemiliknya jatuh pingsan.

'Sigh... pantas saja tadi dia tampak lemas saat sarapan...' batin Mikuo dalam hati.

.

Miku kini terbaring di atas kasurnya.

Ketika ia sudah sadar dari pingsannya, dia pun langsung melihat wajah Mikuo dan Rin yang sedang menunggunya siuman di samping tempat tidurnya.

"Rin... Nii-chan..." bisik Miku lirih. Mikuo pun segera menenangkannya.

"Jangan banyak bergerak dulu, sebaiknya kamu beristirahat dulu, Miku-chan." Mikuo berkata sambil mengelus kepala adiknya.

"Tapi... kalian bolos?" tanya Miku lagi. Mikuo dan Rin mengangguk dengan serempak.

"Demi sahabatku yang terbaik, aku rela bolos dan menerima omelan Kiyoteru-sensei besok!" kata Rin riang, tapi nadanya terkesan tegas. Miku tertawa kecil mendengar perkataan Rin.

"Hahaha... Arigatou, Rinny~" kata Miku.

Jangan heran bila kedua orang tua Miku dan Mikuo tidak ada saat ini. Mereka sedang bekerja di luar kota, dan berangkat tadi pagi, sehingga tidak mungkin bisa menemani Miku saat ini.

Mikuo pun melirik ke arah jam tangannya.

"Sudah hampir pukul 9. Sebaiknya aku segera berangkat ke kampus, karena pelajaran akan dimulai 10 menit lagi. Rin, tolong jaga Miku, ya!" kata Mikuo. Dia pun langsung berlari cepat menuju kampusnya setelah melihat anggukan kepala dari Rin.

Setelah suara langkah kaki Mikuo tidak terdengar lagi oleh mereka berdua, Rin pun menoleh ke arah Miku.

"Miku," kata Rin. "Bagaimana kau bisa jatuh sakit tiba-tiba pagi ini? Rasanya kemarin kau masih sehat-sehat saja,"

Miku terdiam sejenak mendengar pertanyaan langsung dari Rin. Miku menghela nafasnya perlahan.

'Mana mungkin aku mengatakan bahwa semalam aku terkena terlalu banyak angin malam karena terbang menggunakan karpet ajaib bersama jin dari dalam kotak musik? Aku harus mencari alasan lain...'

"Miku?" panggil Rin sekali lagi.

"Tidak apa-apa. Aku hanya masuk angin karena lupa menutup jendela kamarku semalam," jawab Miku dengan dihiasi senyuman palsu. Baru kali ini dia berbohong pada sahabat terbaiknya ini.

"Oh, begitu... Baiklah, lain kali aku akan selalu mengingatkanmu menutup jendela kamarmu dengan e-mail!" seru Rin sambil mengepalkan tangan kanannya.

Miku hanya tertawa kecil mendengar perkataan temannya yang begitu perhatian padanya itu. Betapa beruntungnya ia mendapat sahabat yang begitu baik seperti Rin.

Hari itu, Rin menemani Miku di kamarnya sampai Mikuo pulang dari kampusnya.

Rin terus menceritakan kejadian-kejadian lucu yang pernah ia alami untuk membuat Miku merasa terhibur.

Tapi, entah kenapa tiba-tiba topik pembicaraan mereka berpindah ke masalah lain.

"Miku," panggil Rin. Entah kenapa suaranya terdengar sedikit cemas.

"Ada apa, Rinny?"

"Apa menurutmu... aku gadis yang cantik dan manis?" tanya Rin dengan langsung. Tentu saja Miku sangat terkejut mendengar pertanyaan Rin tadi.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Karena..." jawab Rin. "Aku menyukai seseorang..."

Tiba-tiba terjadi keheningan di antara mereka berdua. Rin dengan wajahnya yang memerah, dan Miku dengan matanya yang terbelalak terkejut.

Tapi, tiba-tiba keheningan itu terpecah karena suara gelak tawa Miku.

"Wah, Rin! Ternyata kau sudah besar, ya!" seru Miku sambil tertawa keras. Rin yang mendengarnya langsung mengeluarkan ekspresi kesal, yaitu memajukan bibirnya 3... ah, bukan... 5 centi.

"Itu tidak lucu! Aku serius!" Miku menatap wajah serius Rin. Miku pun mulai menghentikan tawanya, dan berganti dengan senyuman.

"Baiklah. Kalau begitu, bersediakah Nona-Daughter-of-Evil ini memberitahu sang Daughter-of-Green ini siapa orangnya?" tanya Miku sehingga membuat wajah Rin kembali memerah.

"Dia..." kata Rin setengah berbisik. "Rinto Kagami, dari kelas 2-A..."

Lagi-lagi terjadi keheningan diantara mereka berdua. Tapi kali ini yang memecah keheningan itu adalah teriakan nyaring yang keluar dari mulut kecil Rin.

"Jangan diam saja! Bantu aku, dong!" katanya setengah berteriak. Sontak wajah Rin langsung memerah setelah berkata demikian.

Miku pun kembali tertawa melihat sifat Rin yang entah tsundere atau pemalu.

"Iya, pasti akan kubantu! Yang penting, nyatakan dulu perasaanmu padanya!" seru Miku dengan semangat.

Tepat pada saat itu juga, kakak Miku yang kita panggil Mikuo itu pun pulang dari kampusnya, dan langsung masuk ke kamar adiknya, Miku Hatsune.

Kedatangan Mikuo itu pun langsung disambut oleh Miku dan Rin.

"Kok tumben nii-chan pulang cepat?" tanya Miku ketika melihat sosok kakaknya yang tampak sangat lelah.

"Tentu saja karena khawatir padamu! Aku ijin untuk pulang lebih cepat," jawab Mikuo sambil menaruh tasnya di atas meja belajar Miku.

Lalu, Rin pun minta ijin untuk turun ke bawah untuk memasakan makan malam.

Biasanya, Miku-lah yang memasak saat tidak ada orang tua mereka di rumah. Tapi, berhubung saat ini Miku sedang sakit dan kebetulan Rin sedang ada di sini, maka Rin bersedia membantu memasakan makan malam untuk mereka.

Miku menatap punggung kakaknya yang kini sedang duduk di sampingnya untuk menemaninya.

"Nii-chan," panggil Miku. Mikuo pun menoleh ke arah Miku.

"Gomenesai... aku sudah merepotkanmu," kata Miku lagi. Mikuo hanya membalasnya dengan senyuman tulus.

"Daijoubu, Miku-chan." Mikuo pun mengelus puncak kepala Miku dengan halus, lalu pergi ke luar kamar.

Miku kembali menatap sosok Mikuo. Sebenarnya, di dalam hatinya timbul rasa bersalah karena ia merasa telah begitu merepotkan kakaknya itu.

'Aku tidak boleh sakit terus...Kalau aku sakit, yang lain akan jadi repot!' batinnya dalam hati.

Lalu diam-diam Miku turun dari kasur dan berjalan menuju meja belajarnya.

Ditelusurinya setiap sudut meja tersebut dengan pandangannya, seakan sedang mencari sebuah barang hilang yang sangat kecil.

Setelah ia menemukan benda 'itu', dia pun meraihnya dan memegangnya dengan kedua tangannya.

Benda 'itu' adalah sebuah kotak musik dengan motif dan corak yang indah, yaitu kotak musik pemberian Rin.

Miku pun memutar tuas yang ada di salah satu sisi kotak tersebut dengan perlahan, tapi pasti. Lalu ia membuka penutup yang ada pada kotak musik itu.

Seperti biasa, alunan musik yang indah pun kembali memenuhi ruangan. Lalu kepulan asap berwarna biru pun juga mulai keluar dan memenuhi ruang kamar.

Setelah asap itu mulai menghilang, nampak sosok pemuda tampan dengan rambut ocean blue. Dia adalah Kaito, sang jin yang berasal dari dalam kotak musik dan berjanji akan mengabulkan 3 permintaan Miku.

"Anda memanggil saya, Nona Miku?" tanya Kaito dengan ramah sambil membungkukan badannya. Miku pun tersenyum manis dan mengangguk.

"Kaito, kurasa aku siap mengutarakan permintaan pertamaku..." kata Miku dengan yakin.

"Dan saya juga siap melayani anda,"

Blush! Wajah Miku langsung memerah mendengar perkataan Kaito barusan.

"Y-yah... aku ingin agar aku tidak pernah merepotkan Mikuo nii-chan dan semua orang lagi," kata Miku dengan nada yang dibuat berani.

Kaito pun menganggukan kepalanya dan menjentikan jarinya.

Dalam sekejap, Miku merasakan tubuhnya terasa lebih ringan dan segar.

Saat dia hendak memegang dahinya untuk memeriksa suhu tubuhnya, tangan Kaito lebih cepat dan Kaito-lah yang saat ini memegang dahi Miku.

Tak dielakan lagi, wajah Miku langsung memerah seperti tomat.

"Sepertinya suhu tubuh anda sudah menurun..." kata Kaito pelan. Miku langsung tersentak mendengar perkataan Kaito barusan.

"D-dari mana kau tahu aku sedang sakit?" tanya Miku terkejut. Kaito pun membalasnya dengan sebuah senyuman yang membuat Miku melting.

"Tentu saja saya tahu segala kondisi majikan saya yang cantik ini," jawab Kaito sambil tersenyum. Wajah Miku langsung memerah, bahkan mungkin sudah lebih merah daripada tomat. Hatinya pun langsung luluh mendengar perkataan Kaito barusan.

'C-cantik...?'

"Ya, anda adalah majikan tercantik dan termanis yang pernah saya miliki selama ini." Ucapan Kaito kali ini telah 'sukses' membuat Miku blushing berat. Jantungnya langsung berdegup kencang, mungkin degupan jantungnya itu dapat sampai di telinga Kaito.

"Karena..." kata Kaito. "Selama ini majikan saya adalah laki-laki,"

.

.

.

GUBRAK!

Miku langsung speechless mendengar perkataan Kaito barusan.

Tiba-tiba muncul aura gelap di sekitar Miku. Siapa yang tidak kecewa setelah mendengar perkataan Kaito barusan?

"Nona Miku?" Baiklah, sepertinya kita harus mengakui bahwa jin yang satu ini tidak begitu cerdas dan tanggap. Buktinya saja, dengan mudahnya dia tadi berkata demikian.

'Sudah kuduga... tidak mungkin orang setampan Kaito menyukaiku...' batin Miku dalam hati dengan aura gelap di sekelilingnya.

"Apakah anda sudah berpikir untuk mengatakan permohonan anda yang kedua?" tanya Kaito dengan santai. Sepertinya dia belum juga menyadari perasaan Miku yang sebenarnya.

Tapi, Miku tida menjawab pertanyaan Kaito. Tentu saja hal ini membuat Kaito bingung.

"Nona Miku...?" Tapi Miku tetap saja tidak menghiraukan panggilan Kaito. Kaito pun hanya menghela nafas panjang.

"Baiklah, saya akan kembali ke dalam kotak musik..." kata Kaito setengah berbisik. Perlahan-lahan sosoknya pun menghilang bersama dengan kabut yang berwarna kebiruan.

Setelah sosok Kaito sudah menghilang seluruhnya pun Miku tetap terdiam dengan aura gelap yang suram.

"Kaito..." bisiknya lirih. Dia terdiam sebentar, lalu mengambil kotak musik itu. Ditatapnya kotak musik itu sejenak.

"Dasar... DASAR BAKAAA!" Miku pun melempar kotak musik itu dengan penuh emosi. Untung saja kotak musik itu jatuh di atas bantal, sehingga tidak ada kerusakan pada kotak musik itu.

"Hah... hah..." Nafas Miku jadi tidak beraturan karena begitu marah.

Tapi tidak disangka-sangka, dia mengambil kembali kotak musik itu dan memeluknya dengan erat.

'Tapi, aku tetap menyukaimu...' katanya dalam hati sambil terus memeluk kotak musik itu. Tanpa ia sadari, wajahnya pun kembali memerah.

"Miku-chan! Makanan sudah siap!" seru Mikuo yang langsung membuka pintu kamar adiknya tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

Tiba-tiba terjadi keheningan di ruangan ini lagi.

Mikuo melihat Miku yang sedang memeluk kotak musik pemberian Rin dengan wajah memerah dengan tatapan terkejut.

Miku menatap Mikuo sambil terus memeluk kotak musik itu tanpa menyadari bahwa wajahnya sedang dalam keadaan merah padam.

"Miku... kau..." kata Mikuo terbata-bata dengan nada sedikit ngeri. "Kau... jangan-jangan kau... yuri...?"

Lagi-lagi terjadi keheningan di antara mereka berdua.

Mikuo dengan tatapannya yang terlihat ketakutan, dan Miku dengan tatapan seorang pembunuh.

"Nii-chan jangan bercanda! Siapa suruh masuk ke kamar orang lain tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu?" seru Miku penuh emosi.

Awalnya Mikuo tampak ketakutan melihat adiknya yang penuh amarah, tapi perlahan wajahnya mulai menjadi terlihat gembira.

"Kau sudah sehat, Miku-chan? Syukurlah!" serunya senang sambil berlari dan memeluk Miku dengan erat.

Miku pun membalas pelukan kakaknya itu dan tersenyum manis.

"Aku tidak akan merepotkan nii-chan lagi..." bisiknya di dekat telinga kakaknya itu.

Akhirnya kedua Hatsune bersaudara itu pun turun ke lantai bawah untuk makan malam.

Di bawah, Rin sudah menunggu mereka dengan makanan yang terlihat lezat. Tidak disangka, ternyata Rin cukup mahir dalam hal memasak.

Malam itu, mereka pun makan malam bersama dengan Rin. Ternyata masakan yang dibuat Rin tidak kalah enak dengan masakan yang dibuat Miku.

"Miku," panggil Rin. "Kau benar-benar sudah sembuh?"

Miku pun menatap wajah Rin yang terlihat cemas, dan mulai tersenyum.

"Iya, aku benar-benar sudah sehat, kok!" jawab Miku dengan semangat. Mikuo dan Rin saling berpandangan dengan heran.

Siapa yang tidak heran? Seorang gadis yang tadinya sakit sampai pingsan, tiba-tiba sehat kembali dan bisa makan banyak dan bicara dengan semangat.

Akhirnya, hari itu pun Rin menginap di rumah Miku agar selalu siaga apabila Miku kembali sakit.

.

To be Continued

.


Ryu : Yay~ Chapter 1 selesai! XD

Miku : *lihat jumlah words* WHAT? 4000 LEBIH?

Ryu : Biasa aja kali, Miku-chan...

Miku : Biasanya kamu kalau ngetik selalu 2000-an per chapter, kan?

Ryu : Iya, entah kenapa di fic ini aku tidak bisa 'mengerem' tanganku... Gomen ne... Aku janji update chapter berikutnya akan cepat!

Kaito : Kasian kamu, author... katanya fic ini rencananya mau oneshoot, kan? Tapi saat lihat jumlah words sudah 6800-an, kau memotong fic ini jadi dua bagian...

Ryu : Iya, sungguh malang nasibku... Sudah fic ini amat sangat hancur, lagi... Ah, sudahlah! Yang penting... Review, please? ;-)