Maaf, aku malah ngepost-nya pas ultahnya Sasuke udah lewat *pundung* Abis konflik di ceritanya ini sedikit rumit, jadi aku rada bingung ngedeskripsiinnya. Sejenis sama fic Black Confession gitu. Ni fic sebenernya belum selesai aku ketik. Karena kepanjangan dan takut kalian jadi bosen bacanya, makanya aku jadiin dua chapt. Haaah~ Gomen yah, gak bisa ngasi fic yang bagus buat kalian, SHL! *.*

.

.

.

Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto and this fanfic belongs to my self ofc ^^

Warnings: AU, OOC, Miss Typo, Unclear Story, Bad Diction & Plot, Too Much Description, etc ;p

Tittle: July Winter

Inspiration: My another fanfiction about Justin Bieber (The Rhythm of Farewell) on 7th Tone

Pairing: SasuHina ^o^

Genre: Romance, Hurt/Comfort

Rated: T

Recommended Backsongs:

# Really Hate You - IU

# Train Ride – IU

# Coagulation – Super Junior KRY

.

.

.

DON'T LIKE, DON'T READ!

.

Happy reading, y'all! ^^

.

.

.

OoOoO

Sang dewa matahari tampak menjelajahi horizon timur dengan langkah yang tak kasat mata. Arakan mega-mega putih bertabur sinar hangat senantiasa menemaninya untuk menguasai langit biru kota Konoha. Kicauan burung-burung bak biduan yang piawai melantunkan irama merdu pun tak mau kalah untuk ikut menyemarakkan suasana pagi di bulan Juli ini. Atmosfer permulaan hari yang seharusnya mampu membuat para makhluk bhuana merasa bersemangat untuk beraktivitas, tapi … tidak untuk seorang pemuda. Ya, tepatnya Uchiha Sasuke.

Pemuda berambut raven tersebut melangkah menuju gedung Konoha Gakuen dengan aura kelam yang pekat menguar di sekeliling dirinya. Wajah dingin Sasuke dengan sepasang matanya yang menyorot tajam itu bagaikan seorang iblis yang sedang ingin membinasakan apa saja yang ada di sekitarnya. Membuat sekumpulan fans sang Ketua OSIS yang biasanya sering mengerubungi pemuda itu merasa ketakutan hanya untuk sekedar mencuri pandang. Mereka akhirnya memilih untuk segera melenggang pergi atau pura-pura tidak menyadari kehadiran Sasuke.

Sesampainya di depan kelas, pemuda itu segera menggeser pintu dan detik itu juga hiruk pikuk penghuni kelas XI A seketika menguap dalam sekejap. Berganti dengan kesenyapan yang mencekam akibat sensasi aura mematikan yang membayangi Sasuke. Pemuda Uchiha itu pun hanya bersikap acuh tak acuh dan langsung melangkah menuju salah satu bangku yang berada di barisan pertama pada jajaran terdepan.

"Cepat kau pindah!" perintah Sasuke pada seorang siswa yang duduk di bangku tersebut.

"Ta-tapi—"

Sasuke langsung menatap garang pada siswa itu dan berucap dengan nada berbahaya, "Kenapa? Kau mau membantah, hah?"

"Ti-tidak," sahut siswa tersebut dengan suara serak sembari segera bangkit dari duduknya. Ia langkahkan kakinya mendekati sebuah bangku yang berada di barisan keempat pada jajaran paling belakang, satu-satunya bangku kosong yang tersisa di kelas itu. Tepat di belakang bangku milik seorang gadis bersurai indigo. Ya, Hyuuga Hinata.

Diam-diam Sasuke melirik ke arah gadis itu dan mendapati ekspresi bingung bercampur kesedihan di wajahnya yang sedikit menunduk. Hanya sekilas, karena ia segera memalingkan wajah ke depan saat dilihatnya Hinata mendadak beralih menatap dirinya.

Sasuke pun segera memasang headphone di kedua telinganya dan mengatur volume iPod-nya ke level tinggi. Berusaha meredam segala bentuk gumaman verbal mengenai dirinya yang tiba-tiba pindah tempat duduk. Pasti banyak yang membuat spekulasi bahwa dirinya tengah bertengkar dengan Hinata. Atau mungkin juga ada yang berpendapat bahwa ia sudah putus hubungan dengan gadis yang sejak dua minggu lalu telah menjadi kekasihnya tersebut.

Beruntung bel masuk akhirnya berbunyi, bertepatan dengan datangnya sang sensei untuk pelajaran pertama di pagi hari itu. Gumaman-gumaman tadi pun secara pararel mulai menghilang hingga menyajikan kesunyian yang menjadi ciri khas kelas XI A saat jam belajar sudah dimulai.

Sasuke pun segera melepas headphone-nya dan memasukkan benda itu ke dalam tas. Kembali sudut matanya diam-diam melirik ke belakang, ke arah Hinata yang duduk di depan siswa lain. Bukan dirinya lagi. Pemuda itu lantas membuang muka dengan kesepuluh jemari tangannya yang sudah mengepal erat di atas meja.

'Ck, sial!'

OoOoO

Hinata segera mengeluarkan dua bekal makanan yang ia bawa ketika dilihatnya sang sensei sudah mulai melangkah menuju keluar kelas. Bel istirahat memang baru semenit yang lalu mengalunkan nyanyiannya yang nyaring di lingkungan Konoha Gakuen. Kelas XI A yang biasanya akan kembali melagukan hiruk pikuknya, kini justru tenggelam dalam suasana menegangkan. Mengingat aura kelam yang berbahaya masih merebak di sekeliling Sasuke. Membuat penghuni kelas itu lebih memilih diam dengan bulu roma mereka yang berdiri tegak, terkecuali sang gadis Hyuuga.

Bukan ketakutan yang ia rasakan, namun rasa sesak yang amat sangat. Dan rasa itu semakin menyakiti Hinata ketika dilihatnya Sasuke kini melenggang pergi dari kelas, tanpa sedikit pun mau meliriknya. Hinata kini hanya bisa menundukkan kepala sambil menggigit bibir bawahnya. Berusaha menahan kesakitan yang menghantam dadanya dengan telak. Bagi gadis itu, diabaikan adalah jenis siksaan yang lebih kejam daripada siksaan secara fisik. Siksaan pasif yang benar-benar membuatnya merasa seakan … tidak dibutuhkan lagi.

Beberapa siswa-siswi kelas XI A pun sekarang sudah tampak mulai mengelilingi Hinata, ingin bertanya perihal status hubungannya kini dengan Sasuke. Namun, gadis dengan netra berwarna lavender itu lebih memilih untuk tidak menghiraukan cercaan pertanyaan teman-teman sekelasnya tersebut. Tangan kanannya kini beralih mengambil ponsel dari dalam tas. Jemarinya dengan gerakan lambat akibat gemetar lantas mulai menari-nari di atas keypad ponselnya.

-Tenten-nee, boleh aku ikut makan siang bersamamu?-

OoOoO

"Memang Sasuke ke mana? Tumben dia tidak menemanimu."

Hinata terdiam sejenak mendengar pertanyaan Tenten tersebut. Ia memang saat ini sedang berada di halaman belakang sekolah bersama gadis yang menjadi kakak kelasnya itu. Seulas senyum gugup kemudian Hinata ukir di bibirnya seraya menyahut dengan nada yang ia usahakan tidak terdengar sendu, "Di-dia mendadak ada urusan di ruang OSIS. Jadi dia menyuruhku untuk makan siang bersamamu."

Kali ini giliran Tenten yang terdiam. Wajahnya tiba-tiba berubah menjadi muram. Kepalanya pun kini ia tundukkan sembari menikmati bekal makan siangnya.

"A-ada apa, Tenten-nee?" tanya Hinata dengan ekspresi cemas ketika menyadari perubahan raut wajah dari gadis yang duduk di hadapannya itu.

"Hanya sedang teringat dengan kakakmu yang juga pernah jadi Ketua OSIS di sekolah ini. " Kedua bibir Tenten kini membentuk senyum getir. "Aku merindukannya. Sangat."

Seketika perasaan pilu yang mendalam Hinata rasakan saat mendengar penuturan Tenten tersebut. Dihirupnya oksigen kuat-kuat lalu mengembuskannya dengan perlahan. Kedua mata lavendernya pun kini sudah tampak diselimuti kabut bening. Sang gadis Hyuuga itu kemudian menggenggam tangan Tenten yang bergetar kecil. Berusaha menguatkan hati kekasih kakaknya itu yang kembali dilanda kesakitan.

Hinata lantas menengadahkan kepalanya ke atas langit. Buliran cairan jernih pun kini sudah mengalir dari pelupuk matanya. Dengan suara parau, ia berucap lirih, "Aku juga sangat merindukannya. Merindukan Neji-nii."

OoOoO

Kanvas langit Konoha kini tengah dilatarbelakangi oleh bentangan langit hitam gulita. Butiran-butiran gemintang menghiasinya dengan pendar mungil yang menambah keindahan malam. Sang dewi bulan pun tidak lupa menampakkan eksistensinya dalam bentuk bulat utuh. Turut serta menerangi kehidupan kota Konoha yang saat itu memang terlihat tidak terlalu ramai. Jalanan masih sedikit lengang dari kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang, sedangkan jam baru menunjukkan pukul 07.00 malam.

Di salah satu sudut jalan, tampak Sasuke kini sedang mengendarai mobil Lexus hitamnya dengan laju yang cukup cepat. Ketika dilihatnya lampu lalu lintas di depannya berubah warna merah, ia pun mau tidak mau harus menghentikan mobilnya. Padahal ia ingin buru-buru memulangkan gadis yang duduk di sampingnya sekarang. Menyebalkan! Batin sang pemuda Uchiha itu dengan kedua tangan yang menggenggam erat kemudi mobil.

"Oh ya, Sasuke-kun, besok kau ingin hadiah apa dariku?"

Pemuda beriris onyx itu langsung melirik sengit ke arah gadis tersebut. "Kau berisik! Aku tidak perlu hadiah apapun darimu. Dan berhenti memanggilku dengan sebutan itu!"

Gadis berambut merah yang bernama Tayuya itu seketika merengutkan bibirnya sambil tetap duduk menghadap Sasuke. Kemudian matanya tiba-tiba sedikit membulat ketika memandangi sesuatu yang membuat salah satu sudut bibirnya segera terangkat, membentuk seringai licik. "Lihatlah, Sasuke-kun. Pendapatku benar, 'kan?"

Sasuke pun sontak mengalihkan pandangannya ke direksi di mana tangan kanan Tayuya menunjuk, tepat ke sisi di samping jendela mobil tempatnya duduk kini. Dan … detik itulah ia seolah merasakan jantungnya seperti dihantam godam. Seolah oksigen sangat enggan untuk sekedar membuatnya bisa bernafas dengan benar. Tak tahan, ia pun langsung memalingkan wajahnya ke depan. Ketika dilihatnya lampu lalu lintas sudah berganti menjadi warna hijau, segera ia tekan pedal gas dalam-dalam. Melajukan mobilnya dengan kecepatan yang membuat Tayuya harus menggenggam kuat-kuat seatbelt-nya.

"Dia memang sama saja dengan Karin," ucap gadis itu sesaat kemudian dengan nada menggerutu, menyembunyikan niatnya yang sebenarnya ingin memanas-manasi Sasuke.

Sang bungsu Uchiha itu pun langsung menggeram marah. "Diamlah! Kau itu benar-benar berisik. Atau kau ingin aku turunkan di jalanan, hah?"

Seketika Tayuya menutup mulutnya rapat-rapat. Ancaman Sasuke dengan auranya yang semakin mengerikan itu akhirnya membuat gadis tersebut memilih untuk diam membisu.

Sasuke kini mendesiskan bibirnya dengan kekesalan yang meluap-luap. Rasa sakit itu seolah ingin menyiksanya hingga benar-benar terjatuh ke titik terendah. Membuat pemuda itu merasa kesulitan bernafas dan memenuhi paru-parunya dengan pasokan oksigen. Tangan kanannya yang mengepal erat kini ia gunakan untuk memukul kemudi mobil. Berusaha melampiaskan amarahnya yang sudah melambung tinggi.

'Sial! Benar-benar sial!'

OoOoO

Sasuke menyusuri halaman depan Konoha Gakuen dengan wajah tanpa ekspresi. Sorot sepasang matanya pun tampak hampa. Aura yang ada di sekelilingnya juga masih sekelam seperti saat kemarin. Namun, siapapun yang dengan teliti memperhatikannya akan langsung tahu bahwa pemuda itu benar-benar dalam keadaan sangat tidak baik. Ia seakan sudah menjelma menjadi robot canggih tanpa sedikit pun unsur kehidupan yang merasukinya. Tetap bergerak seperti biasanya, tetapi seakan-akan … hanya sebuah raga yang tidak sungguh-sungguh memiliki jiwa.

Ketika sudah sampai di depan lokernya, pemuda Uchiha itu segera membuka pintu lantas mengganti sepatunya dengan uwabaki, tanpa sedetik pun memberi atensi pada hadiah-hadiah yang bergelimpangan keluar saat ia sudah membuka pintu lokernya tersebut. Dibiarkannya pintu itu tetap terbuka dan langsung melangkah menuju kelasnya.

Sekumpulan fans dari sang Ketua OSIS tersebut hanya bisa menatap sendu kepergian Sasuke. Menghentikan niat mereka untuk mengucapkan selamat ulang tahun pada pemuda bermata jelaga pekat itu. Mereka memang sudah mengira hadiah-hadiah yang mereka berikan tidak akan dihiraukan oleh pemuda tersebut. Namun, yang sesungguhnya membuat mereka sangat sedih adalah keadaan Sasuke sendiri. Di hari ulang tahunnya yang semestinya menjadi hari spesial bagi Sasuke, justru sang bungsu Uchiha tersebut kini tampak seolah sama sekali tidak memiliki energi kehidupan. Energi yang membuatnya terlihat benar-benar hidup. Energi yang membuat Sasuke terlihat … lebih manusiawi.

OoOoO

"Aku ada urusan penting di ruang OSIS. Jadi katakan pada sensei dengan alasan itu kalau dia bertanya aku di mana," ucap Sasuke dengan nada sangat datar pada sang ketua kelas XI A.

Tanpa menunggu tanggapan, kedua langkah kaki pemuda itu kemudian langsung membawanya keluar kelas. Tidak sedikit pun diberikannya kesempatan sepasang matanya untuk melirik ke arah di mana Hinata berada. Karena jika Sasuke benar-benar melakukan hal itu, ia akan … dengan mudah kehilangan kendali dirinya.

Sesampainya di ruang OSIS, suasana lengang langsung menyapa Sasuke. Ia memang tidak benar-benar ada urusan penting di tempat itu. Para pengurus dan anggota OSIS yang lain pun pasti saat ini sedang berada di dalam kelas mereka masing-masing. Tanpa menghiraukan kesunyian tersebut, Sasuke lantas membuka sebuah pintu ruangan yang khusus diperuntukkan bagi dirinya yang menjabat sebagai Ketua OSIS.

Sasuke segera merebahkan tubuhnya di salah satu sofa yang terdapat di ruangan tempatnya kini berada. Ditutupnya kemudian kedua mata dengan lengan kanannya. Berusaha mengistirahatkan pikirannya yang sedang dipenuhi kekalutan. Kejadian kemarin malam terus-menerus membayangi otaknya. Membuat pemuda itu hampir benar-benar kehabisan akal untuk mencegah dirinya melakukan tindakan yang sama sekali tak ia inginkan seumur hidup.

Yang kini bisa ia lakukan hanya menunggu. Menunggu sebuah ucapan terlontar dari sepasang bibir gadis yang memiliki afeksi penuh dari diri Sasuke. Tanpa perlu harus menghampiri gadis itu. Ya, ia memang hanya perlu menunggu. Dan … ketika ucapan itu sudah dapat didengar oleh gendang telinganya, ia benar-benar akan melupakan fakta-fakta menyesakkan yang telah ia ketahui sebelumnya. Benar-benar akan melupakannya.

OoOoO

Sasuke melangkahkan kakinya hendak kembali ke dalam kelas. Ia memang sudah menghabiskan banyak waktunya di ruang Ketua OSIS dengan memainkan game di PSP hitamnya. Dari jam pelajaran pertama dimulai, berlanjut hingga jam istirahat berakhir. Sasuke pun sebenarnya masih ingin berada di tempat itu, karena ia memang memerlukan ketenangan yang membuatnya mampu bertahan untuk tidak sampai kehilangan kendali diri. Meskipun ketenangan yang sesungguhnya belum ia dapatkan sama sekali. Tentu saja karena … sumber ketenangannya kali ini tidak sedang berada di sisinya.

Langkah kaki Sasuke lantas tiba-tiba saja berhenti saat mendengar suara ribut di sebuah gudang yang tengah ia lewati. Dan … sebuah suara yang sangat familier kemudian tertangkap oleh indra pendengarannya. Sebuah suara dengan nada ketakutan yang membuat jantung Sasuke sontak seakan berhenti berdetak.

"To-tolong le-lepaskan aku, Tayuya-san."

Sasuke pun segera mendobrak pintu itu yang sebelumnya sudah dikunci dari dalam. Kini dapat dilihatnya kedua pupil lavender Hinata sudah basah oleh air mata. Menangis akibat perlakuan kasar yang diterimanya dari Tayuya dan beberapa pengikutnya, yang tak lain merupakan beberapa fans dari pemuda Uchiha tersebut.

"Cepat kalian pergi darisini," tandas Sasuke dengan nada yang sangat dingin dan penekanan pada setiap kata. Rahangnya kini mengeras menahan amarah.

"Tapi dia sudah—"

"Diam kau!" Sasuke langsung membentak Tayuya yang berusaha membantahnya. Kedua mata pemuda itu kini berkilat tajam. Ada sorot mengancam di dalam redup sinar jelaga pekat miliknya itu.

Decakan kesal kemudian terdengar dari bibir Tayuya. Sebelum benar-benar pergi, ia menatap marah pada Hinata yang kini sudah menundukkan kepalanya rendah-rendah. Para gadis itu pun akhirnya keluar dari ruangan tersebut. Meninggalkan Sasuke dan Hinata yang kini tengah diselimuti keheningan yang sangat menyesakkan. Bukan keheningan … yang biasanya membuat mereka berdua merasakan suatu atmosfer kenyamanan.

Tiba-tiba alam bawah sadar Sasuke seolah menuntunnya untuk mendekati Hinata. Dengan perlahan, ia pun mengangkat dagu sang gadis Hyuuga tersebut. Kini bisa dilihatnya secara utuh entitas wajah Hinata yang telah memancarkan semburat merah. Warna yang sering muncul setiap Sasuke menyentuh gadis bersurai indigo yang sekarang berada di hadapannya itu. Gadis yang membuat dirinya langsung merasakan gejolak hebat pada jantungnya ketika pertama kali melihat Hinata. Ya, ketika melihat gadis tersebut menjadi siswa baru di kelasnya beberapa bulan yang lalu.

Sasuke kemudian menghapus sisa-sisa butiran bening yang masih membasahi pipi dan pelupuk mata Hinata dengan ibu jarinya. Berusaha melakukannya dengan lembut dan hati-hati. Seolah air mata itu adalah luka yang membuat diri Hinata semakin merasa kesakitan. Seolah air mata itu adalah luka yang justru bisa Sasuke sendiri rasakan dalam dirinya. Luka yang membuat organ jantung pemuda itu seakan ditusuk ribuan jarum kecil yang tajam.

Mendadak sekelebat kejadian yang dilihatnya kemarin malam terlintas di benak Sasuke. Seperti tersengat listrik, ia pun segera menjauhkan tangannya dari wajah Hinata. Seketika didapatinya ekspresi gadis itu berubah menjadi terkejut yang bercampur perasaan terluka. Ekspresi yang membuat sebentuk rasa sesal menghinggapi diri Sasuke.

Pemuda Uchiha tersebut kemudian melihat Hinata bergerak dari tempatnya berdiri, berniat untuk pergi dari ruangan itu. Namun, saat Hinata sudah melangkah melewatinya, Sasuke pun langsung menyentuh beberapa helai ujung rambut dari gadis bermata layaknya batu amethyst tersebut. Hinata sontak segera menghentikan langkahnya, tanpa sedikit pun menoleh ke belakang.

Dengan suara serak nan datar, Sasuke lantas bertanya, "Apa tidak ada yang ingin kau katakan padaku?"

*TBC*

.

.

.

Author's Note:

Haaah~ Gomen, kalo ceritanya membosankan yah T_T Dapet ide ceritanya emang kaya gini. Pengennya sih fic special ultah Sasuke tu full romance, tapi waktu tu lagi ngegalau pas lagi mikirin scene-scene ni fic secara kesuluruhan. Tapi kalo soal judul aku dapetnya dari July Winter Theories. Mungkin dari kalian yang SHL udah ada yang tahu ^^ Dan itu judul teori bener menginspirasi banget. Hihi xp

Lanjutannya aku usahain post nanti malem kalo enggak besok. Tergantung sikon. Soalnya akhir-akhir ini penyakit sakit kepalaku lagi sering kambuh T^T

Terus buat yang review fic Sweet Ice Cream bakalan aku bales di chap terakhir fic ini. Abis ni mata aku udah sakit gara-gara dari pagi keseringan di depan laptop terus. Gak mau minus-ku nambah lagi x( Tapi makasi banget ya karena udah RnR ^^

Okelah, segitu aja dari aku *kicked*

.

.

.

Mind to RnR this chap? ^^

.

.

.

Arigatou gozaimasu, minna *deep bow*