FINAL CHAPTER..!


Thanks for Everything, Castiel

Tujuh tahun kemudian...

Laki-laki dengan gitar di pangkuannya itu menyanyikan sebuah lagu indah di panggung yang bisa di bilang megah dengan jutaan penggemarnya. Tampang dan suara yang menjual membuatnya jadi idola masyarakat dan seperti melekat dalam jiwa mereka. Seorang musisi dengan usia 25 tahun itu punya masa lalu haru yang kemudian ia publikasikan di seluruh media massa bahkan menulisnya di sebuah buku dengan judul "I'm With You Until the End" itu, mempu membuat semua orang menangis dan bukunya menjadi best seller hanya dalam kurun waktu dua minggu. Kesuksesan membuntutinya. Mulai dari penjualan buku yang meski sudah berumur lima tahun masih tetap laku, dan segala undangan manggung di seluruh penjuru dunia. Membuatnya lelah dan sedikit banyak mengingat masa lalu yang ia tuangkan di buku itu. Dia, Dean Winchester.

"terima kasih," ia tersenyum saat telah menyelesaikan lagu terakhirnya dan kemudian berjalan keluar panggung. Teriakan jutaan penggemar yang mengelu-elukan namanya, membuat Dean tersenyum lega.

"Dean!" panggil Mr. Singer.

Dean menoleh kesal, "apa?"

"barusan ada tawaran untuk manggung di Indonesia, mau atau tidak?"

"tidak," Dean menjawabnya cepat.

"kenapa? Kau bisa menjumpai fans mu disana. Kudengar..."

"please stop, oke," Dean bernapas berat, "aku capek. Aku butuh waktu untuk cuti selama sebulan."

Mr. Singer seperti mengerti tentang Dean, "ada apa denganmu?" nadanya memelan. Dean mengalihkan pandangan. Mr. Singer melanjutkan, "baiklah, terserah kau," sahutnya seakan mengerti yang ada di pikiran Dean. Mr. Singer yang sudah seperti Ayah bagi Dean, selalu merasakan apa yang dirasakan oleh anak muda itu. Dean kemudian berjalan pergi meninggalkan nya.

Ia butuh istirahat. Dan selama sebulan itu, ia pergunakan untuk menemui adiknya Sam dan mengunjungi pusara seseorang. Dean menunduk. Sudah tujuh tahun, tapi rasa bersalah itu tak pernah kunjung padam bahkan pudar sekalipun. Jutaan fansnya dan orang-orang yang membaca tulisannya, juga akan tahu siapa yang dimaksud oleh Dean. Karena nama orang itu dan nama semua karakter, diungkapkan secara gamblang disana. Termasuk Anna. Ngomong-ngomong soal Anna, gadis itu kemudian pergi ke luar negeri untuk menjauhi kenangannya dan yah... sahabat Dean dengan mata biru muda itu.

Dean melengos. Sudah tujuh tahun, Castiel...


Sam merebahkan dirinya di tempat tidur empuk di sebuah rumah megah milik nya dan kakaknya, Dean. Hasil jerih payah mereka sendiri yang saat itu dimulai karena kepergian Castiel. Seseorang yang membuat Dean berhasil menggapai mimpinya dan menyelamatkan Sam dari kematian yang secara tidak langsung juga membuatnya bisa melanjutkan mimpinya. Dean menjadi musisi dan Sam sendiri menjadi seorang pengacara sukses. Meski mereka jarang bertemu karena Dean yang lebih sering konser dan jumpa fans, mereka tetap sesekali menelpon dan menanyakan kabar satu sama lain. Sam sama seperti Dean, selama ini mereka masih tetap mengingat Castiel dalam hati mereka. Karena tanpa orang itu, mereka tidak akan jadi seperti ini. Sam memejamkan matanya, sudah tujuh tahun, Castiel...


Dean turun dari mobilnya dan berjalan menuju rumahnya. Langkahnya terhenti seketika di depan pintu, ketika matanya tanpa sengaja mendapati sosok laki-laki yang tak asing lagi untuknya sedang duduk di sofa dan menonton tv. Laki-laki dengan tubuh jakung itu memegang remote dengan tangan kanannya dan serius menatap tv, hingga tak menyadari dentum mobil kakaknya. Dean kemudian membuka pintu dan langsung menghampiri adiknya dengan duduk di sebelahnya, "Sammy."

Sam menoleh kaget, "Dean!" teriaknya tidak percaya.

Dean hanya tersenyum dan sesaat kemudian Sam langsung sembur memeluknya hingga mereka gulung-gulungan di sofa itu. Saling menarik-narik baju dan rambut lawan mereka, dan melepaskan rasa rindu masing-masing setelah tiga bulan tidak bertemu hanya karena Dean harus konser di penjuru dunia.

Sam tertawa bahkan hampir menangis saat pelukan itu terlepas, "aku merindukanmu, Dean."

Dean tersenyum dan mengacak rambut Sam, "aku juga, Sammy."

Sam menatap kagum pada Dean dan masih menyungging senyum, "apa kau tidak rindu pada Castiel?" tanyanya.

Dean menyungging tawa kecil, "tidak, aku tidak hanya merindukannya."

Sam hanya diam bingung.

"tapi, aku SANGAT merindukannya."

Sam tertawa ditengah matanya yang berkaca-kaca, "aku juga."


Setelah melepas rindu dengan adiknya, Dean memasuki kamar. Duduk di meja kerjanya dan membuka amplop surat dari Castiel waktu itu. Di dalamnya disertai selembar berisi pesan, selembar berisi lagu karangan Castiel, dan selembar lagi sebuah foto. Dean membaca lagi surat berisi pesan yang ditujukan pada Dean itu...

Untukmu, Dean.

Waktu berjalan begitu cepat. Berawal dari ketidak sengajaanku menabrakmu, kau yang memperkenalkan namamu saat di dalam kelas, dan kemudian kau memaksaku mengikuti konser itu. Hingga akhirnya tanpa ikatan pasti, kita memutuskan untuk menjalin persahabatan meski tak tertulis di secarik kertas. Aku berterimakasih karena kau telah memaksaku tampil di konser itu. Itu adalah hal terindah untukku. Meski akupun tak tau apakah kau akan datang atau tidak...

Kuanggap pantas kalau kau marah padaku, Dean. Aku tau kau merasa tergantikan oleh Anna. Tapi percayalah, Anna bukan siapa-siapa. Anna hanya teman yang sempat dekat denganku. Ya, dia menyayangiku, Dean. Tapi tidak begitu denganku. Aku menyayangi Anna hanya dalam lingkup teman, dan tidak lebih. Sahabatpun, tidak. Sahabatku hanya kau, Dean. Hanya kau.

Satu lagi yang terakhir. Aku mati, Dean. Saat kau membaca ini, kupastikan aku sudah mati. Maka biarlah ginjalku ini kuberikan pada Sam. Kau mungkin berat hidup tanpaku. Tapi kau mungkin ikut mati jika hidup tanpa Sam. Aku tau itu.

Selamat tinggal, Dean Winchester... Terimakasih telah menjadi sahabat terbaikku...

Dulu, sekarang, hingga saatnya kita akan bertemu lagi di surga...


Gerimis mengiringi do'a dan tangis para Winchester di pusara ini. Tiap titik hujan menjadi backsound atas rasa rindu yang mendalam di hati mereka akan seseorang yang dulunya pernah menjadi orang paling penting dalam hidup mereka. Matahari yang tadinya cerah kini berganti dengan mendung gelap tepat diatas kepala. Sam meletakkan karangan bunga tepat di depan nisan berukir nama "Castiel" lengkap dengan tanggal kematiannya. Ya, tepat dibawah kubangan tanah ini, Castiel tertidur lelap dan takkan bangun lagi. Mungkin sesekali dirinya merindukan Sam dan Dean yang sudah tiga bulan tidak mengunjunginya. Sebelumnya, setiap dua minggu sekali, mengunjungi pusara Castiel merupakan sebuah rutinitas untuk para Winchester.

Sam meninggalkan pusara Castiel dan berjalan menjauh meninggalkan Dean berdiri sendiri disana. Ia memberikan waktu untuk Dean mengenang Castiel dalam kesendiriannya. Dan Sam, ia akan kembali ke rumah lebih dulu. Dalam hujan seperti ini, dan dengan membisikkan ucapan terimakasih pada Castiel meski sudah tujuh tahun masa-masa itu terlewati..

Dean berjongkok dan mengelus batu nisan itu, "hai Castiel... Sudah tujuh tahun kau pergi, dan aku..." Dean menitikkan air matanya, "merasa kesepian."

"segala hal berupa ketenaran, kekayaan, dan segala mimpi-mimpi itu bukanlah punyaku tapi punyamu, Cass. Kau yang membuat segalanya menjadi kenyataan, melalui aku. Kau yang mewujudkan semuanya, demi aku. Bahkan kau rela memberikan ginjalmu untuk menyelamatkan Sammy, demi aku.."

"...aku belum melakukan apa-apa untukmu, Castiel.." Dean menangis disana dan kemudian mengusap air matanya dikit demi sedikit dengan tangannya. Iamenundukkan kepalanya dan meneteskan air mata untuk yang sekian kalinya. Sedetik kemudian, tangannya merogoh jaket dan mengambil selembar foto. Ditaruhnya foto itu di dekat karangan bunga milik Sam. Dean kemudian menyungging senyum, "sampai bertemu lagi, Cass.."

Ia terdiam selama beberapa saat.

"terimakasih untuk segalanya," Dean pun pergi meninggalkan pusara itu. Sudah tujuh tahun, tapi tiap pergi ke pusara ini, Ia selalu menangis. Tapi baru kali ini, Dean meletakkan foto itu dan meninggalkannya disana. Dengan tujuan bahwa Castiel akan selalu mengingat seperti apa persahabatan mereka.


Disana terpampang dua orang laki-laki sedang tertawa. Laki-laki dengan jas hujan warna coklat sedang memeluk teman di sebelahnya, dan begitupula sebaliknya. Tampak yang menjadi background foto itu adalah sebuah gedung megah dengan banyak muda-mudi berjalan di belakangnya. Ya, gedung Juilliard.

Di belakang foto itu, tertulis sebuah tulisan tangan,

"29 Mei... Aku mungkin akan merindukan Juilliard. Tapi yang sudah pasti lebih kurindukan adalah sahabat disampingku ini." -YouKnowWho


Dean sudah sedikit jauh dari tempat pemakaman. Kemudian ia melepas tas dibahunya dan mengambil sebuah jas hujan coklat dari dalamnya, "aku lebih suka memakai ini. Boleh kan, Cass?"

"tentu saja, Dean."

THE END


Thanks for read my story.. :') Review pleeaaseee..