Boneka
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Genre: Horror
Terinspirasi dari cerita tentang boneka Katja
Warnings: Abal, Typos bertebaran, FemNaru, dan masih banyak lagi ._.
.
.
.
.
Kupandang netbook hitam di depanku. Telah muncul halaman google di layarnya. Ku gerakkan kursor ke arah kolom pencarian. Menarik nafas dalam-dalam. Sesaat kupandangi keyboard dengan agak ragu. Aku menggelengkan kepala dan mulai menuliskan dua kata pada kolom itu. Dua kata yang sangat membuatku penasaran.
Boneka Sasuke
Tak butuh lama untuk menemukan informasi yang aku butuhkan. Sekarang telah banyak artikel yang berhubungan dengan boneka itu.
.
"Kamu tidak tahu boneka Sasuke?" tanya Kiba tidak percaya.
Aku hanya menggelengkan kepalaku. Tanda bahwa aku benar-benar tidak tahu.
Kiba menghela nafas, "Naru, kamu orang Jepang! Harusnya kamu tahu tentang boneka ini," ia menghentikan ceritanya, memandangku dengan intens. "Boneka Sasuke adalah boneka pembawa kutukan!"
"Hah?" aku menaikkan sebelah alisku. Mulai tertarik.
Kiba memandangku jengkel, "Ck, kamu ini!"
Aku memandang Kiba tajam, meminta penjelasan lebih tentang boneka Sasuke ini. Sungguh aku sangat penasaran.
"Oke dengar baik-baik ya, Naru. Aku tidak mau mengulanginya lagi," katanya memperingatkan. "Konon pada tahun 1700-an, permaisuri Raja Uchiha saat itu sedang mengandung. Wanita itu sangat mengharapkan bayi yang dikandungnya adalah bayi laki-laki, agar ia lebih dicintai oleh sang raja karena akan memberikan satu anak lagi untuk sang raja. Namun, harapan hanya tinggal harapan. Kenyataan yang terjadi tidak seperti yang ia inginkan. Memang, bayi yang dikandung permaisuri adalah bayi laki-laki. Tapi, sang raja berfikir bahwa satu anak laki-laki saja sudah lebih cukup darinya. Si raja tak suka memiliki lebih banyak anak. Ia hanya mau mengakui anak sulungnya saja untuk menjadi penerus kerajaan," Kiba sengaja menggantungkan ceritanya. Ia menatapku dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Lalu?" tanyaku, pelan.
"Sasuke lahir dan ia tumbuh tanpa mendapatkan kasih sayang dari raja. Ia hanya mendapatkan kasih sayang dari sang ibu. Tapi saat usianya menginjak sepuluh tahun, ibunya meninggal. Selama tujuh tahun kemudian, Sasuke hidup tanpa mendapat haknya sebagai anak dari sang raja. Sampai pada suatu hari, Sasuke muak dengan semuanya. Ia muak dengan Itachi dan ayahnya yang selalu membanggakannya. Dan ia berniat membunuh Itachi."
Kiba mengambil nafas. Aku mengangkat sebelah alisku. Memintanya melanjutkan.
"Saat keduanya sedang beradu senjata, Raja Uchiha datang dan saat Sasuke berhasil menjatuhkan kakaknya ke danau, sang ayah tak sengaja menusukkan pedangnya tepat di jantung Sasuke. Lalu, sebelum Sasuke dimakamkan, sang raja mengerahkan separuh pasukan kerajaan untuk mencari anak sulungnya. Namun, hasilnya nihil. Itachi tak pernh ditemukan sampai sekarang. Karena tertekan, Raja Uchiha tak jadi memakamkan Sasuke. Ia mencampur jasad anak bungsunya dengan porselen –menjadikannya sebuah boneka- dengan harapan anaknya akan hidup kembali. Nah, jadilah boneka Sasuke itu."
Aku mengerjapkan mataku beberapa kali. Mencerna semua cerita Kiba. "Sebentar, bagaimana bisa boneka itu dianggap sebagai boneka kutukan, Kiba?"
"Aku belum selesai bercerita, Naru," ia mendengus.
"Lanjutkan ceritamu kalau begitu!" ucapku dengan nada memerintah.
"Jadi, siapapun yang melihatnya ataupun hanya melihat gambarnya sampai ia mendengar suara lonceng yang sangat keras..." Kiba lagi-lagi menggantungkan kalimatnya yang kali ini sukses membuatku gemas. Aku menghela nafas keras-keras dan memandangnya dengan tatapan sebal.
Kiba mengambil nafas –lagi-, "...tandanya orang itu telah dikutuk oleh Sasuke seumur hidupnya."
Mulutku terbuka dengan wajah yang terlihat sangat bodoh, mungkin. Karena Kiba yang duduk di depanku tertawa sangat puas setelah melihat ekspresiku. Namun aku menghiraukan dia, dan tetap mencerna informasi baru yang baru saja kudapat.
"Namikaze Naruto, sudahlah tidak perlu seperti itu memikirkannya, aku hanya bercanda. Aku bahkan tidak tahu kutukan itu benar atau tidak, hahaha."
Aku melotot memandang sahabatku ini dengan garang, "Kiba, kamu adalah sahabat yang paling menyebalkan di dunia!"
Oh astaga, ia masih menertawakanku. Aku berdiri dari kursi yang aku duduki sambil mengambil tas yang tergeletak di meja. Menghentak-hentakkan kakiku keras dan pergi keluar dari kelas yang sudah sepi itu. Ku dengar langkah kaki menyusulku. Tanpa menoleh, aku tahu bahwa itu adalah Kiba. Dan demi apapun yang ada di dunia ini, ia masih tertawa. Membuat tanganku gatal untuk mencubit lengan sahabatku satu ini.
"Haha, maaf Naru. Tapi aku tidak sepenuhnya bercanda, boneka Sasuke memang benar-benar nyata. Keeksisannya terbukti di dunia ini," ucapnya sambil mengikutiku berjalan menuju gerbang sekolah.
.
Kata-kata Kiba masih terekam jelas di otakku.
Ku lihat beberapa judul artikel yang terkait dengan boneka Sasuke. Aku memilih salah satunya. Semua data yang ada ku baca dengan teliti agar tak ada informasi yang terlewat.
'Boneka Sasuke, dibuat sekitar tahun 1700-an dari jasad seorang anak raja yang dicampur dengan porselen. Dikabarkan boneka ini memiliki kemampuan untuk mengutuk orang-orang yang telah berani membangunkan tidurnya dengan terus menatapnya dan menyebutkan namanya.'
Aku terus memperhatikan tulisan yang berjajar rapi di layar netbookku.
'Beberapa saat yang lalu, boneka ini sempat dijual dalam situs ebay oleh salah seorang keturunan kerajaan Uchiha yang masih tersisa. Namun, karena hal-hal yang tidak masuk akal banyak terjadi setelah masuknya boneka tersebut dalam situs itu, boneka Sasuke batal dijual.'
Terkejut adalah reaksi pertama yang aku tunjukkan setelah membaca artikel tentang Sasuke. Aku sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan informasi seperti ini.
Apa mungkin, kutukan boneka Sasuke itu memang nyata?
Tapi bagaimana bisa, sebuah boneka porselen berkedip? Bahkan sampai bisa mengutuk?
Pikiran-pikiran tentang boneka porselen bernama Sasuke ini berterbangan di otakku. Kata-kata Kiba siang tadi masih terngiang pula di kepalaku. Semua hal yang baru aku dapatkan hari ini sangat membuatku penasaran.
Aku menatap netbookku lagi. Dengan perasaan campur aduk aku meuliskan 'gambar boneka Sasuke' dalam kolom pencarian.
Sebenarnya perasaanku telah berkata cukup. Namun, otak dan semua inderaku tidak bisa berhenti bekerja saat ini. Aku sangat penasaran dengan bentuk boneka porselen ini. Aku mengalahkan perasaanku untuk kali ini saja dan membiarkan pikiranku yang mengendalikan semuanya.
Sekarang telah terpampang banyak gambar boneka Sasuke. Tapi, gambarnya terlalu kecil. Aku memilih satu gambar dengan ukuran yang lumayan besar dan membukanya.
Jantungku bedetak dengan cepat saat netbookku sedang mencoba menampilkan gambar yang aku pilih beberapa saat lalu. Gambar Sasuke tidak muncul setelah agak lama. Aku mengerang tak suka. Ku pandang modemku dengan tatapan sebal. Ku lihat koneksinya. Well, aku sedikit heran saat ini. Modemku berada dalam signal paling kuat. Tapi kenapa gambar Sasuke tidak juga muncul?
Angin malam membelai tengkukku lembut. Terkejut, aku melihat sekelilingku. Salah satu jendela terbuka, ternyata. Tanpa pikir panjang aku menutup jendela itu dan kembali ke meja belajar. Tempat dimana netbook hitamku berada.
Tunggu! Aku menghentikan langkahku. Bukankah semua jendela telah ditutup sore tadi? Tapi kenapa jendela itu terbuka?
Ku rasakan bulu kudukku berdiri menantang gravitasi. Aku segera melangkahkan kakiku dan mendudukkan diri di kursi meja belajar. Gambar Sasuke telah terpampang dengan jelas di layar. Ku perhatian baik-baik. Boneka itu ukurannya seperti boneka-boneka biasa. Berambut hitam. Ia terlihat sangat tampan dengan pakaian kerajaannya. Dan matanya, astaga, aku tidak dapat mendeskripsikan pancaran yang berasal dari mata onyx indah yang dimilikinya. Dendam, sedih, berbahaya, terluka dan ...kesepian?
.
Terus ku perhatikan bentuk boneka porselen itu di layar netbookku. Sebenarnya, boneka ini akan sama dengan boneka-boneka porselen lainnya. Namun, boneka ini terlihat lebih mengerikan dan terkesan mistis karena sorotan matanya dan aura tersendiri yang dikeluarkan boneka itu.
Hey, bukankah ia hanya boneka? Tapi, kenapa sorot matanya layaknya seorang manusia?
Masih memperhatikan boneka Sasuke. Sekali lagi, aku ingin memastikan pancaran yang keluar dari mata sang boneka. Ku pandang matanya. Dan dia berkedip.
TENGGG
TENGGG
TENGGGGGG
"AAAAARGHH!" reflek, aku memundurkan kursiku hingga aku hampir terjatuh. Nafasku terengah. Aku sangat terkejut dengan apa yang aku alami.
Tubuhku bergetar hebat. Aku segera berdiri dan terus berjalan mundur tanpa melihat ke belakang. Ku rasakan punggungku menabrak tembok yang dingin. Badanku merosot dan jatuh di atas lantai.
'Jadi, siapapun yang melihatnya ataupun hanya melihat gambarnya sampai ia mendengar suara lonceng yang sangat keras, tandanya orang itu telah dikutuk oleh Sasuke seumur hidupnya'
.
"Hah..hah," deru nafasku terdengar ke seluruh penjuru kamar. Ku rasakan keringat membanjiri wajah dan tubuhku. Aku melihat keadaan kamarku. Ternyata aku masih terduduk di depan netbook. Oh, aku bermimpi rupanya? Aku menyeka keringat di dahiku pelan sambil meregangkan badanku yang pegal karena tertidur saat duduk dan terkekeh pelan. Saking penasarannya aku dengan boneka porselen itu, sampai-sampai aku memimpikannya.
Aku mencoba mengatur nafasku yang sangat tidak karuan itu. Sambil menenangkan diri dan terus merapalkan bahwa ini semua hanya mimpi. Hanya sebatas bunga tidur. Layaknya mantra aku merapalkannya berulang kali sampai aku merasa sedikit tenang. Sedikit. Ya, hanya sedikit.
Ku lihat netbook yang masih menyala di depanku. Ah, aku sedang mencari gambar boneka itu sebelum tak sengaja tertidur di sini.
Akhirnya, gambar Sasuke telah muncul di layar netbookku. Ku perhatikan baik-baik. Perlahan mataku membulat. Aku mundur ke belakang dengan pasti. Demi apapun, wajah boneka terkutuk itu sangat mirip dengan wajah boneka dalam mimpiku. Tidak, ini tidak hanya mirip. Tapi boneka dalam mimpiku dengan gambar boneka ini memanglah sama!
Ku perhatikan gambar di depanku lebih seksama untuk memastikan. Benar-benar boneka yang sama. Dan gambar boneka Sasuke dalam netbookku berkedip.
TENGGG
TENGGG
TENGGGGG
Apakah aku membangunkan Sasuke yang tertidur? Tidak mungkin! Aku baru memandangnya sebentar. Aku langsung mengambil handphoneku yang tergeletak tak jauh dari tempatku berdiri. Ku tekan nomor yang sudah sangat ku hafal. Nomor Kiba.
"Kiba, angkat.. please angkat," doaku saat nada sambung terus bergema memenuhi indera pendengaranku.
Aku menatap nyalang jam berwarna biru tua di dinding. Pukul 12 malam! Astaga!
"Kiba... Kiba," aku mulai panik.
Masih belum ada jawaban.
Tiba-tiba, "..halo, Naru? ...ada apa?"
"Kiba! Boneka itu.. Sasuke.. dia benar-benar ada,"
"Hoam.. memang boneka itu ad-"
"Dan dia berkedip padaku! Dan aku mendengar suara lonceng!" aku memotong kata-katanya.
"Berkedip? Boneka seperti itu memang berkedip kalau sedang dimainkan, Naru. Kamu itu anak perempuan harusnya kamu sudah tahu itu, nah, kalau suara lonceng itu..." katanya santai. Aku mengernyitkan dahi.
Keheningan menemani kami sesaat.
"APA, NARU? SASUKE BERKEDIP PADAMU? DAN KAU MENDENGAR SUARA LONCENG?" teriak Kiba, keras. Sangat keras bahkan.
"Iya..." suaraku hampir terdengar seperti cicitan.
"Naru, apa yang kamu lakukan sampai kau mendengar suara lonceng?" nada suara Kiba terdengar panik.
Aku merasakan suatu cairan mirip keringat mengalir ke mataku. Perih. Ku seka cairan itu dan aku sangat terkejut karena bukan keringat yang menempel di tanganku sekarang ini, tapi cairan berwarna merah dan berbau amis. Darah.
"APA INI?" teriakku panik sambil melihat ke atas. Tidak ada apa-apa di atasku.
Dengan segera ku lihat layar netbookku. Boneka Sasuke sudah tidak ada di tempatnya. Gambarnya menghilang!
Tak lama, aku mendengar suara teriakan laki-laki. Seperti ia sedang kesakitan. Suara itu berasal dari ruangan yang sama denganku. Dengan jantung yang berdebar tak menentu, aku mencarinya. Tapi setelah ku cari-cari, suara itu tak kunjung ku temukan. Badanku mulai mengeluarkan keringat dingin.
"Kiba, Sasuke yang berada di layar netbookku ..menghilang," suaraku mulai bergetar.
"Apa maksudmu, Naru?" Narua bingung terdengar jelas dalam suara Kiba.
Tiba-tiba, angin yang 'berbeda' menamparku dan membuat semua bulu kudukku berdiri. Dengan waspada aku memandang sekitar. Tidak ada apa-apa. Lalu, suara yang baru saja menghilang muncul lagi. Namun suaranya terdengar sangat jauh.
"Naruto, suara apa itu?"
Aku terkejut, "Kiba, kamu bisa mendengar suara kesakitan itu?"
"Iya, sangat jelas. Kamu sedang bersama siapa? Kenapa bisa ada suara laki-laki? Bukannya Kyuu-nii sedang kuliah di Amerika dan ayahmu sedang berada di Indonesia?" tanyanya heran.
"Apa? Tidak. Iya. A-aku tidak sedang bersa-"
Likuid berwarna merah kembali menetes di wajahku. Badanku mulai menegang. Dengan perlahan, ku dongakkan wajahku ke atas. Terlihat sebuah boneka porselen yang beberapa menit lalu aku mimpikan. Boneka itu menjatuhkan tubuhnya ke arahku yang sudah tidak bisa bergerak. Aku terjatuh.
"Mencariku, sayang?" terdengar suara bariton rendah yang terdengar santai namun tetap berkesan mengerikan. Dan itu adalah kalimat terakhir yang ku dengar sebelum kegelapan menyelimutiku.
.
Aku merasakan sakit di bagian punggungku. Sedikit menggeliat dan membuka mata perlahan. Terheran dengan jarak yang tercipta antara tubuhku dengan langit-langit kamar yang terasa ...lebih jauh dari biasanya. Aku menolehkan kepala ke kanan. Wow, aku tidur di lantai?
Mendudukan diri adalah hal yang pertama ku lakukan. Sambil bersender pada tempat tidur di samping kananku, aku mencerna kejadian-kejadian yang telah aku alami beberapa jam terakhir.
Cerita Kiba tentang boneka Sasuke. Karena penasaran aku mencari informasi di internet. Tapi, aku tidak sengaja tertidur dan malah memimpikan boneka itu. Lalu, aku terbangun dan tak lama kemudian gambar boneka Sasuke menghilang dari layar netbook. Dan yang terakhir, suara seorang laki-laki yang kesakitan dan darah yang menetes dari langit-langit...
Mataku melebar beberapa detik. Aku berdiri dan langsung mencari tetesan darah di lantai. Namun, nihil. Tak setetspun noda darah tercetak di lantai kamarku. Aku menghela nafas pasrah dan berjalan gontai menuju kamar mandi. Semburan air dingin mungkin dapat menyegarkan pikiranku.
.
Pukul setengah tujuh, tidak terlalu pagi dan tidak terlalu siang pula untuk sampai di sekolah. Aku berjalan perlahan di koridor yang menuju ke kelasku. Beberapa kali aku mengecek jam yang bertengger apik di pergelangan tangan kiriku. Suasana pagi ini terlihat begitu berbeda dari biasanya. Sekolah yang harusnya di saat-saat seperti ini ramai karena siswa-siswi yang baru saja datang, terasa sangat sepi.
Entah kenapa, aku juga berasakan aura di sekitarku hari ini terasa begitu berbeda. Semuanya terasa lebih suram. Mengerikan. Seakan-akan aura ini tidak menerimaku dan berusaha membuatku menjauh.
"Aduh,"
Tiba-tiba ku rasakan bahu sebelah kananku berat dan sakit. Seperti dicengkram. Bulu kudukku untuk kesekian kalinya menegak. Lalu ku dengar suara laki-laki yang sedang tertawa di telinga kananku. Tanpa pikir panjang, aku berlari menuju kelas sambil terus mengibaskan tangan kananku. Berharap itu bisa menghilangkan sesuatu –entah apapun- yang sedang mencengkram tanganku.
Setelah sampai di kelas, aku langsung menutup pintu dan menyenderkan tubuhku yang gemetar di sana. Ku dengar suara kaki mendekat. Aku langsung mendongakkan wajahku yang saat itu menunduk. "Astaga.. hah.. Kiba!"
"Naru, kamu mengagetkanku. Ada apa?" tanya Kiba cemas sambil mengampiriku.
Aku masih mencoba mengatur nafasku. "Hah... hah.. Sasuke.. mengejarku.."
Mata Kiba membesar, tanda ia terkejut. "Bagaimana bisa?"
Aku memandangnya dengan pandangan menyesal. "Maaf Kiba, tapi Sasu-"
"Cih," terdengar suara bernada rendah khas laki-laki yang indah dan mengerikan dalam waktu bersamaan. Sama seperti yang aku dengar di koridor.
Reflek, aku dan Kiba menyapukan pandangan ke seluruh kelas. Kami tidak menemukan orang lain selain kami di dalam ruangan kelas ini. Lalu bau amis tiba-tiba menyergap indera penciumanku. Kurasakan beberapa tetes cairan kental berwarna merah mengenai seragamku. Apa lagi kali ini?
Tak lama kemudian, suara laki-laki itu terdengar makin menjauh. Perlahan tapi pasti sudut bibirku terangkat. "Ia sudah pergi, Kiba! Itu suara Sasuke dan ia sudah pergi! Suaranya menjauh,"
"Tidak, Naru," Kiba menggelengkan kepalanya kuat seakan tidak peduli bahwa kepalanya bisa saja putus karena gerakkan yang terlalu berlebihan itu. "Suara-suara seperti ini, kalau terdengar sangat jelas berarti 'ia' sedang jauh dengan kita, tapi.. kalau terdengar jauh seperti ini, berarti 'ia' berada di sekitar kita.."
Aku memandang Kiba horor. "Eh, sumpah?"
Kiba tidak menjawab. Ia hanya mengangguk.
"Kalau begitu, ayo cepat keluar dari sini!" aku mencengkeram tangan Kiba yang terasa dingin, lebih dingin dari tanganku. Aku menolehkan kepala ke arah Kiba karena ia tak kunjung bergerak saat ku tarik. "Apa lagi?"
Kiba terlihat sangat pucat. Pandangannya terpaku pada pintu di depanku. Dengan gerakan patah-patah aku mengikuti pandangan Kiba.
BUKK!
Dalam sekejap, Sasuke menerjangku hingga aku jatuh terduduk. Ku sempatkan melihat ke arah Kiba di belakangku. Ia juga terjatuh. Aku tak tahu sebenarnya apa yang terjadi. Namun, sekarang aku melihat ada dua Sasuke berwujud manusia di tempat ini! Satu Sasuke berada di atasku. Dan Sasuke lainnya ada di depan Kiba. Dan aku melihatnya membawa katana!
Sasuke yang membawa katana melempar pandangan pada Sasuke yang ada di atasku. Lalu, mereka bertatapan cukup lama. Seakan mengerti apa yang dimaksudkan oleh Sasuke di atasku, Sasuke pembawa katana menganggukkan kepalanya sambil menyeringai ke Kiba.
Boneka Sasuke terkutuk itu memegang daguku dengan kedua jarinya dan mengarahkan wajahku berpaling dari Kiba ke arahnya, "Kau mencariku? Hm?"
Untuk sesaat aku terpana akan ketampanannya yang melebihi siapapun! Aku berani bersumpah bahwa dia adalah laki-laki tertampan yang pernah aku temui selama tujuh belas tahun aku hidup!
Kedip
Seperti tersadar, aku mengambil jarak agar tidak terlalu dekat dengannya sambil mengatur nafas. "Apa maumu... Sasuke?"
"ARGHHHH!" ku dengar suara Kiba berteriak kesakitan. Aku langsung mengalihkan pandanganku ke arah Kiba. Astaga, dapat ku lihat dengan jelas bahwa darah mengalir deras dari lehernya.
"Kibaaaaa.." aku berusaha melepaskan tanganku dari cengkraman Sasuke. Tapi aku gagal. Tenagaku tidak ada apa-apanya dibandingkan tenaga makhluk di depanku.
Sasuke pembawa katana mengarahkan benda tajam di tangannya ke perut Kiba. Dengan gerakan sangat lambat ia menggoreskannya ke perut Kiba. Membuatnya lebih berteriak putus asa.
"ARGHH! HENTIKAN S-SEMUA INI BONEKA SIALAN!" Kiba berteriak di tengah kesakitannya.
Di saat seperti ini aku hanya bisa menangis. Menangis dalam diam.
Sasuke di depan Kiba makin menggores-goreskan katana di perut sahabatku. "Cih, membosankan. Hanya berteriak saja. Tak ada perlawanan."
Kiba berteriak makin kencang. Air mataku makin banyak keluar dari tempatnya. Dan tepat di depan Kiba yang sedang kesakitan, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku mulai bertanya pada diriku sendiri, sebenarnya sahabat macam apa aku ini?
Sasuke makin memperdalam dan memperbanyak luka di perut Kiba. Kiba yang tadinya bersuara sangat mengenaskan. Sudah tak terdengar lagi teriakkannya.
Aku membuka mataku yang sedari tadi tertutup. Darah Kiba ada dimana-mana! Dan Kiba pingsan.
Katana di tangan Sasuke masih menggores-gores tubuh Kiba. Aku menutup mataku lagi.
.
Zrasssh!
Perut Kiba terbuka. Menampakkan organ-organ yang ada di dalamnya. Dengan senyuman setan, Sasuke menggambil jantung Kiba dengan paksa. Ia menjilat darah yang berlumuran di jantung itu layaknya menjilat sebuah eskrim yang mulai meleleh. Wajahnya terlihat begitu sumringah saat melakukannya. Tidak ada rasa bersalah terpancar dari matanya. Apalagi rasa menyesal. Bahkan ia terlihat sangat menikmatinya.
Setelah selesai menjilati jantung korbannya. Sasuke melemparkannya begitu saja. Ia beralih ke kepala si korban. Dengan wajah yang menunjukkan kepuasan yang teramat sangat, Sasuke menggorok leher pemuda berambut coklat itu hingga putus. Lalu ia menengok ke arah Naruto dan dirinya yang berada di atas tubuh gadis manis itu. "Ini sangat menyenangkan."
.
Boneka tampan itu menyunggingkan seringaian di wajahnya yang hanya bisa membuatku menelan ludah –dan berfikir bahwa ia lebih tampan saat menyeringai-. "Mauku? Ahn?" ia memberikan jeda untuk kalimatnya. "Aku ingin memberimu pelajaran karena kau telah lancang membangunkan tidurku, Hime."
"Membangunkanmu?" aku mendecih. "Aku sama sekali tidak memiliki niatan untuk membangunkan boneka kesepian sepertimu!" Aku membelalakkan mataku. Darimana ku dapatkan keberanian untuk menjawab pertanyaannya?
Mata Sasuke berkilat.
"Kau adalah seorang anak yang tidak diinginkan, Sasuke. Ayahmu sama sekali tidak pernah menganggapmu. Kau ingat? Kau tak ada apa-apanya dibanding kakakmu yang sempurna di mata orang tuamu. Kau ingin memiliki banyak teman seperti kakakmu untuk berbagi. Kau adalah makhluk yang memiliki hati yang dipenuhi kedengkian Sasuke. Kau hanya iri! Hingga kau berniat membunuh kakakmu dan ironisnya, kaulah yang terbunuh dalam permainan yang kau buat sendiri! Dan yang lebih menyedihkan, kau mati ditangan ayahmu sendiri, Sasuke!"
Boneka berambut bermata hitam itu terkekeh mengerikan mendengar perkataanku. "Aku sama sekali tidak kesepian! Lagipula, aku tidak membutuhkan manusia macam dirimu! Kau tahu?" ia mendorongku, keras sampai aku menabrak dinding di belakangku.
Aku mendengus.
Dalam sekejap mata, Sasuke sudah berdiri di depanku dengan kedua tangan pucatnya yang dingin menempel erat di leherku. Sasuke juga memaksaku untuk ikut berdiri di depannya. Ku rasakan kuku-kuku tajamnya memanjang. Aku mulai kesulitan untuk bernafas.
Sasuke menedekatkan wajahnya ke wajahku. Ia menjilat pipiku, "Aku tak memerlukan katana tajam untuk membunuhmu sayang, dan kau akan merasakan bagaimana rasanya mati di tangan seorang Uchiha Sasuke."
.
.
.
.
...
Halo haloooo, fic pertama saya ini.
Gimana? Kasih komentar yaaaa :3