Disclaimer: Riichiro Inagaki & Yusuke Murata
Story: Mayou Fietry
Pair: Mamori Anezaki, Youichi Hiruma, Takeru Yamato
Rated: T
Genre: Romance, drama
Warning: AU, OOC, typo, gaje, ide pasaran, abal, kayak sinetron, dan segala keburukan lainnya yang bisa bikin keracunan..
.
.
.
"Selama ini, sehari pun aku tidak pernah melupakanmu, Youichi"/ "Saat bersamaku, apa kau juga selalu mengingatnya?"/ "Takeru dan Youichi itu berbeda, kalian tidak bisa dibandingkan."/ "Tidak apa, Mamori, aku akan menunggu…"
KIMI NO KIOKU
Chapter 1
"Hey… preman-preman sialan! Lepasin cewek sialan itu atau kukirim kalian ke neraka!"
Bola mata berwarna biru sapphire milik Anezaki Mamori spontan terbuka mendengar teriakan lantang itu. Ia menitikan air matanya. Hati gadis berusia 15 tahun itu mendadak menjadi tenang, padahal sebelumnya, ia merasa sangat ketakutan.
"Youichi," bibirnya yang sedikit berdarah berujar pelan. Ia memejamkan matanya, terlalu takut untuk melihat apa yang tengah terjadi di depannya sekarang.
"Heeh, buka matamu, monster cengeng sialan!" suara itu terdengar lagi. Dan seperti yang diperintahkan si pemilik suara, Mamori membuka matanya. Ia tersenyum kecil melihat pria berambut pirang jabrik yang tengah berjongkok di depannya sambil menyeringai seram. Tapi bagi Mamori, seringai menyeramkan itu sama seperti sebuah senyuman tulus.
"Youichi," ucap Mamori sambil terisak, detik berikutnya gadis itu sudah menghambur ke pelukan pria bernama lengkap Hiruma Youichi itu.
"Heeh, ngapain kau malah nangis monster jelek?" tanya Hiruma kasar. Tapi berbeda dengan kata-katanya, pria itu merengkuh tubuh mungil teman sekelasnya itu erat dan membiarkan Mamori menangis dalam pelukannya. "tenang saja, monster sialan. Selama aku hidup, tidak ada yang boleh menyentuhmu seujung jari pun," kata Hiruma pelan.
Mamori mengangguk dalam tangisannya. Hatinya bergetar mendengar perkataan Hiruma barusan. Ia sudah lama mengenal pria ini, dan dia tahu, kata-kata Hiruma bukanlah sebuah kalimat penanang biasa.
"Dasar monster sus payah… Melindungi si cebol saja kau bisa! Melindungi diri sendiri malah tidak bisa!" cibir Hiruma. Ia melepaskan pelukannya dan berdiri. Pria itu mengulurkan tangannya untuk membantu Mamori berdiri.
"Habis, yang mengganggu Sena 'kan hanya anak-anak yang umurnya di bawahku. Tidak seperti preman-preman itu!" balas Mamori sebal.
"Tch, sudah, jangan bicara lagi monster sialan. Nanti luka di bibirmu itu tambah lebar dan kau jadi si mulut sobek! Kekekeke."
"Mou! Dasar kau!"
"Sudah, ayo pulang!" Hiruma meraih jemari Mamori dan menyeretnya pulang.
Matahari sudah hampir terbenam saat dua remaja itu berjalan beriringan menuju rumah Mamori. Tidak ada yang bicara satu sama lain. Keduanya hanya larut dalam pikiran masing-masing.
"Heeh… monster sialan," panggil Hiruma.
"Hn…,"
"Kau jadi melanjutkan sekolah di New York?"
"Yaah… ini kesempatan bagus untuk melanjutkan SMA di Amerika, kapan lagi aku bisa dapat beasiswa di sana, kau mau ikut?"
"Tidak! Aku ini sudah jenius, aku tidak perlu sekolah jauh-jauh!"
Mamori hanya mengangguk mendengar ucapan Hiruma. Ia melirik pria di sampingnya. Mendadak hatinya merasa sakit menyadari kalau ia dan pria jabrik ini tidak akan bertemu lagi dalam waktu yang lama.
"Berarti, Youichi… setelah ini, kita tidak bisa bertemu lagi ya?" tanya Mamori pelan.
Hiruma tidak menjawabnya. Ia hanya melirik Mamori seraya menghentikan langkah. "Tentu saja bisa, monster sialan, kau akan kembali ke Jepang 'kan? Kau harus lihat ya, monster sus jelek, saat kau kembali ke Jepang, kau akan melihatku sudah menggenggam Negara ini." Hiruma menyeringai diakhir kalimatnya.
Mamori pun akhirnya ikut tersenyum. Ia yakin. Kalau Hiruma pasti bisa melakukannya. "Kalau begitu, aku titip Sena ya, selama aku tidak ada, kau harus melindunginya, awas saja kalau kau sampai menggangunya!"
"Keh, ngapain kau malah menitipkan bocah cebol itu padaku? Kau pikir aku ini pengurus panti asuhan? Biarin aja si cebol itu mandiri. Kalau kau terus over protective padanya, bocah itu tidak akan berkembang."
Mamori mengangguk. Mungkin benar, mulai sekarang dia seharusnya tidak terlalu protective pada adik angkatnya itu. Biar bagaimana pun, Sena bukan lagi anak kecil yang selalu menggandeng tangannya sambil menangis seperti dulu. Sena sudah menjadi remaja yang harus lebih kuat.
"Sudah sampai, monster sialan," kata Hiruma membuyarkan lamunan Mamori.
"Eh..?" Mamori menatap sekelilingnya. Ia tidak sadar ternyata mereka sudah sampai di depan rumah Mamori.
"Cepat masuk dan berkemas! Kau akan segera pergi kan?"
"Iya, arigatou, Youichi,"
"Hmm…." Hiruma menjawab asal sambil melangkah meninggalkan Mamori.
Iris sapphire dan zamrud bertemu. Keduanya sama-sama menatap dalam keindahan bola kristal pada mata di depannya. Dalam hati kedua pemiliknya, mungkin ini terakhir kalinya mereka bisa saling tatap.
Iya, mungkin ini terakhir kalinya.
Memikirkan tentang itu, biru sapphire milik Anezaki Mamori akhirnya mengeluarkan cairan bening. Tidak mau, rasanya dia tidak mau berpisah dengan pria tampan pemilik hijau zamrud itu.
"Menjijikan sekali kau, monster sialan. Ini ketiga kalinya dalam satu minggu aku melihatmu menangis!" hardik Hiruma saat melihat gadis di depannya itu mulai menangis.
"Habis, aku 'kan tidak mau berpisah denganmu," jawab Mamori sambil menghapus air matanya.
"Kalau begitu jangan pergi!" Hiruma menyeringai.
"Mou! Mana bisa seperti itu…!"
"Kalau begitu jangan menangis, dasar monster jelek sialan. Kau ini merepotkan!"
Mamori mengangguk. Ia kembali menghapus air matanya.
"Kau pergilah sana, monster sialan. Oh, tapi sebelumnya…" Hiruma menggantungkan kalimatnya. Ia mendekatkan diri pada Mamori dan memakaikan sebuah kalung berwarna perak dengan gambar kelelawar terbang di leher Mamori.
"Eh…?" bola mata Mamori membulat melihat apa yang diberikan Hiruma padanya.
Pria itu hanya tersenyum-menyeringai sambil memperlihatkan benda yang sama di lehernya. "Benda sialan ini cuma ada dua di dunia. Aku akan membunuhmu kalau kau berani menghilangkannya!" ancamnya.
Mamori tersenyum. Entah kenapa perasaannya terasa hangat dan bahagia mendengar kalimat itu. "Aku akan menjaganya seperti aku menjaga nyawaku, Youichi."
"Bagus kalau begitu. Sekarang kau cepat pergi dari hadapanku, cewek jelek!"
Mamori menggelembungkan pipinya mendengar perkataan Hiruma. Tapi ia lalu menjulurkan lidah sebelum berlari ke tempat orang tuanya menunggu.
Hiruma sendiri hanya memandangi aktivitas keluarga itu. Padahal orang tua Mamori memintanya ikut ke bandara. Tapi pria itu malah menolak. Akhirnya dia hanya berdiri diam memperhatikan mobil putih milik keluarga Anezaki meninggalkannya.
Hiruma bisa merasakan ada kekosongan dalam hatinya. Meski ia berusaha mati-matian untuk menepisnya. Tentu saja, sejak kapan setan sepertinya merasa galau. Tidak akan pernah. Hiruma bersikeras menepis perasaan yang baginya menjijikan itu dari hatinya. Tapi ia tidak bisa.
Anezaki Mamori sudah seperti jantungnya. Saat ia kehilangan keluarganya. Mamori datang dan mengulurkan tangan padanya. Gadis itu, dengan senyumannya saja dia mampu memberikan kehangatan. Hiruma masih bisa merasakan jemari gadis itu bertaut dengan jemarinya.
Sejak dulu. Mamori tidak pernah meninggalkannya. Gadis itu seperti memantau Hiruma. Dia selalu datang tanpa dipanggil untuk membantu. Dia mengenalkan Hiruma pada sebuah kebahagiaan. Tentang keluarga, persahabatan, dan cinta…
"Cih!" Hiruma mendecih sebal dengan pikirannya sendiri. "Mana mungkin aku suka sama monster gendut penggila cream puff sialan itu!" gerutu Hiruma sambil melangkahkan kaki menuju tempat tinggalnya yang entah dimana.
3 mounths later
"Ngapain kita harus repot-repot pergi cuma buat darma wisata, guru sialan? Kayak anak SD!" cibir Hiruma sambil menaiki bis hitam yang akan membawanya dan teman sekelasnya menuju gunung Fuji.
Sebenarnya Hiruma sangat malas. Tapi mau bagaimana lagi. Dia sudah tidak punya gairah untuk melakukan hal lain tiga bulan terakhir ini. Jadi, dia ikut saja darma wisata ini.
Begitu tiba di tempat duduknya, Hiruma langsung memejamkan mata. Karena dia duduk sendirian, dia jadi leluasa untuk sekedar tidur. Ya, Hiruma lebih memilih tidur karena sejak pagi tadi perasaannya tidak tentu. Hiruma merasa seperti akan terjadi hal buruk. Dan Hiruma mencoba tidak memikirkannya.
Entah sudah berapa lama ia tertidur. Saat kelopak matanya terbuka, ia mencoba memandangi jendela di sebelahnya. Banyak pohon dan sepertinya jalan yang ditempuh kendaraan ini daerah perbukitan. Ada jurang curam di sisi-sisinya.
Tiba-tiba Hiruma merasakan guncangan cukup keras dari mobilnya.
"Ada apa, supir sialan?" teriak Hiruma yang mampu mengalihkan perhatian semua penumpang.
Tidak ada balasan dari sang supir. Sepertinya sang supir lebih memilih berkonsentrasi pada pekerjaannya atau mungkin terlalu takut untuk menjawab pertanyaan Hiruma.
Bis hitam itu berguncang sekali lagi, lebih keras dari yang pertama.
Dan yang terdengar setelah itu hanyalah sebuah jeritan….
Mamori's apartement, New York August 17th 20xx
KRIIIIIING….
"Hallo?"
"Mamori-chan?"
"Ah…ibu?" Mamori memekik saat mendengar suara sang ibu di seberang telepon. Rasanya dia sangat merindukan wanita ini meski hampir setiap hari berkomunikasi lewat telepon.
"Bagaimana kabarmu?"
"Baik, ibu, sekolah baik, semuanya baik, terkendali!" jawab Mamori antusias. "Bagaimana dengan ibu, ayah, dan Youichi?"
"Baik sayang, hanya saja… Ada sedikit masalah."
"Apa?" mendadak perasaan Mamori menjadi tidak tenang. Nada bicara sang ibu seolah memberi tahu bahwa ada hal buruk terjadi. Jantung Mamori langsung berdetak dengan cepat.
"Minggu lalu, kelas Youichi ada darma wisata ke gunung Fuji. Tapi… dalam perjalanan, bis yang mereka tumpangi terperosok ke jurang…."
"Lalu Youichi…? Dia tidak apa-apa kan, ibu?" tanya Mamori spontan. Saat ini jantungnya seperti akan meledak. Dia bahkan bisa mendengar degup jantungnya sendiri.
"Dua puluh lima orang meninggal. Termasuk Youichi…."
"A-apa?" Mamori memastikan. Ia tidak percaya pada apa yang ia dengar. "Ibu bercanda kan?" tanyanya sekali lagi. Mamori tidak mau mempercayainya, ia ingin ibunya di seberang telepon tertawa dan berkata bahwa Mamori telah tertipu.
Tapi tidak.
"Youchi, sudah tidak ada," jawab Mami Anezaki di seberang telepon.
Mamori hampir menjatuhkan gagang telepon dalam genggamannya. Dadanya terasa sesak. Sakit. Rasanya ia jadi tidak bisa bernafas. Air mata itu pun keluar dengan deras dari kedua sudut mata gadis cantik itu.
"Dengarkan ibu, Mamori… Sebenarnya, jasad Youichi tidak ditemukan. Selama seminggu ini, tim SAR sudah melakukan pencarian, tapi yang berhasil mereka temukan hanya jaket, tas, dan sebelah sepatu Youichi yang penuh darah. Kemungkinan Youichi terlempar cukup jauh dari lokasi dan…." terdengar Mami menarik nafas panjang. Seolah ia juga tidak sanggup mengatakannya. "Kabarnya banyak binatang buas di sana."
"Tidak mungkin ibu!" Mamori hampir menjarit di tengah tangisnya. "Orang sekuat Youichi tidak akan meninggal dengan cara semudah itu. Dia bukan manusia biasa! Youichi pasti masih hidup!"
"Meski dia selalu bilang kalau dia adalah setan yang kabur dari neraka, Youichi tetaplah manusia yang tidak bisa menghindari kematian."
Gagang telepon itu benar-benar terlepas dari tangan Mamori. Gadis itu merosot ke lantai. Ia seolah tidak mampu menahan berat tubuhnya, lututnya terasa lemas. Mamori terisak.
"Sayang… ibu tahu kau sedih, tapi ibu mohon kau harus kuat. Meski kau menangis, Youichi tidak akan kembali. Percayalah sayang, Youichi bahagia di surga…."
Suara Mami Anezaki menjadi semakin samar di telinga Mamori, dan mendadak pandangan Mamori menjadi gelap.
Tsuzuku
Huwaaaa…. Apa lagi ini?
huhuhu... Ini masih prolog, jadi masih pendek banget. Cerita sebenarnya bakal dimulai chap depan.. tapi saia harap minna ga bosen, cerita ini sinetron banget dan di sini buat pertama kalinya saia coba bikin pairing selain hirumamo… nyehehe*padahal di awal jelas-jelas hirumamo*
ah... special thanks buat Kuro Nami yang udah bantu saia bikin judul XDD wajib ripiu yaa#dor
Oke, minna... Arigatou gozaimasu, sudah mampir buat sekedar baca cerita gaje ini, sekarang, mohon reviewnya sebelum menekan tombol back, minna… XD