A Naruto Fanfiction..

KONOHA MIDDLE SCHOOL

RATE: T

DISCLAIMER: Naruto belongs to Kishimoto Masashi-sensei

GENRE: Friendship, adventure, family, slice of life

WARNING: AU, no pairing, masih ada kesempatan untuk "back"

Don't Like Don't Read, Don't Review!

Summary: Naruto si pembuat onar diperkirakan tidak lulus dari akademi karena nilainya di bawah rata-rata. Di saat itulah mucul seorang guru yang bersedia membantunya. Dengan senang hati Naruto menerima tawarannya. Betapa lugunya dia terlalu percaya pada orang lain.


- Page 1: Uzumaki Naruto -


"UZUMAKI NARUTO..!" teriak seorang pria seraya berlari melewati halaman depan Konoha Academy. Rambutnya coklat diikat ke atas dan di wajahnya terdapat bekas luka melintang melewati hidungnya.

Beberapa meter di depannya terlihat seorang anak laki-laki berambut pirang spiky dengan jaket dan celana orange berlari sekencang-kencangnya. Senyuman cerahnya menghiasi paras imutnya. Di masing-masing pipinya terdapat tiga garis halus seperti tanda lahir. Kedua matanya berwarna biru saphire yang indah. Tangan kirinya membawa sekaleng cat dinding.

"Naruto! Berhenti kau!" teriak pria yang mengejarnya.

"Hahaha.. Iruka-sensei! Coba tangkap aku kalau kau bisa! Hahaha..," tantang Naruto.

"Dasar anak ini," gerutu Umino Iruka, wali kelas 6-A dari Konoha Academy.

Iruka tidak habis pikir kalau pada akhirnya dia harus menjalani harinya dengan berlarian mengejar salah satu anak didiknya. Masih teringat jelas apa yang terjadi beberapa menit yang lalu di akademi.


Bel tanda istirahat telah berbunyi. Iruka pun berjalan santai menuju kafeteria. Tapi tiba-tiba tidak sengaja dia melihat bayangan seseorang di halaman samping gedung. Penasaran siapa sosok itu Iruka berjalan mendekat ke arah halaman samping. Dan yang ada di hadapannya adalah Uzumaki Naruto tengah mencorat-coret dinding gedung sekolah dengan cat merah.

"Naruto, apa yang kau lakukan?" tanya Iruka dengan aura hitam mengelilingi tubuhnya.

Naruto menoleh ke arah Iruka dengan wajah tak berdosa.

"Ah, Iruka-sensei!" panggil Naruto sambil tersenyum senang.

"Jawab pertanyaanku, Naruto."

"Oh..ini?" tanya Naruto memastikan seraya menunjuk 'karya'nya dan mendapat anggukan dari Iruka. "Aku sedang menghias gedung sekolah. Rasanya Konoha Academy terlalu suram. Karena itulah aku membuatnya menjadi lebih berwarna."

'Twich!'

Tanpa membuang-buang waktu lagi, Iruka menghampiri Naruto dan berusaha menangkapnya. Tapi Naruto yang menyadari aura tidak menyenangkan dari tubuh Iruka langsung berlari melarikan diri dari tempat itu. Tak lupa membawa kaleng cat yang dibawanya dari rumah. Siapa tahu besok dia bisa melanjutkan acara 'menghias' gedung sekolahnya lagi.


Tersadar dari acara melamunnya, Iruka memperhatikan sekelilingnya. Tak terasa dia telah berada cukup jauh dari kawasan akademi.

Daerah ini..kalau tidak salah kan..pikir Iruka.

Naruto masih terus berlari. Tak jauh dari tempatnya berada terlihat sebuah gang kecil yang biasa menjadi jalan pintas para murid akademi ketika berangkat sekolah. Sebuah seringaian menghiasi parasnya. Dengan cepat diapun berlari menuju gang kecil itu.

"Oi Naruto! Jangan ke sana!" seru Iruka sambil mempercepat larinya.

Tapi dia terlambat, Naruto telah berbelok ke arah gang. Sesampainya di sana kedua mata Naruto terbelalak. Gang yang dipikirnya adalah gang kecil yang biasa menjadi jalan pintas ternyata sebuah gang buntu. Kalau seperti ini dia tidak bisa melarikan diri dari amukan Iruka.

Gawat..pikir Naruto.

"Naruto?" panggil Iruka begitu sampai di gang buntu itu.

Kedua mata Iruka terbelalak dan mulutnya sedikit terbuka. Naruto tak terlihat dimanapun. Lalu kedua matanya menangkap sebuah tong sampah yang ada di salah satu sudut gang. Iruka tersenyum kecil. Dengan langkah santai Iruka berjalan ke arah tong yang ukurannya lumayan besar itu. Dia mendengus kecil. Mengambil sebuah batangan kayu yang tergeletak di samping tong sampah.

"Haah...kemana ya Naruto pergi?" tanya Iruka dengan suara cukup keras. "Cepat sekali dia menghilangnya."

Iruka memukul pelan tog sampah di depannya dengan menggunakan tongkat kayu di tangannya.

'KLANG!'

Terdengar suara tong berbunyi nyaring.

"Sebaiknya aku melampiaskan kekesalanku pada tong ini. Suaranya lumayan juga didengar."

Dan dengan ucapan itu Iruka mulai memukul-pukul tong sampah di depannya. Awalnya hanya dipukul-pukul pelan, lalu lambat laun menjadi lebih cepat. Bahkan Iruka membuatnya menjadi dentuman musik yang berirama dan terdengar indah di telinga. Itu kalau orang mendengarnya dari luar tong sampah. Bagaimana kalau dari dalam tong sampah?

'KLANG! KLANG! TUNG.. KLANG! CLING! KLAANG..!'

Iruka-sensei, kau jahat..! Teriak Naruto dalam hati.

Kedua tangannya menutupi kedua telinganya rapat-rapat. Di sudut kedua matanya terlihat ada titik air mata. Saat ini dia sedang berada di dalam tong sampah. Udaranya pengap, ada bau tidak sedap, dan juga gelap. Suara pukulan-pukulan dari Iruka sama sekali tidak membantu. Suaranya terlalu bersik dan keras di telinga Naruto bahkan tidak membentuk musik apapun.

'KLANG! KLAANG..!'

Tentu saja Iruka tahu kalau Naruto berada di dalam tong sampah. Dia hanya pura-pura tidak tahu, sekalian memberi pelajaran pada anak nakal itu untuk membuatnya jera. Tapi apa bisa Naruto jera? Kalau dia jera, bukan Uzumaki Naruto namanya.

Iruka menyeringai kecil. Dia menghentikan aktifitasnya sejenak.

'CLIING.. KLAANG..KLANG! KLANG!'

"Sensei..! Tolong hentikan..!" seru Naruto seraya membuka tutup tong sampah.

"Kau sudah menyerah, Uzumaki Naruto?" tanya Iruka seraya menatap Naruto intens.

Naruto merengut. Dia tahu kalau wali kelasnya itu sengaja melakukannya.

"Kurasa ini saatnya kita kembali ke sekolah. Untuk kesalahanmu kali ini kumaafkan. Apalagi kau sudah mendapat hukumannya," ujar Iruka seraya membantu Naruto keluar dari tong sampah. "Bagaimana musik yang kumainkan tadi? Bagus kan?"

"Bagus apanya? Sensei hampir membuat telingaku tuli!" gerutu Naruto.

"Hahahaha.."

Iruka-sensei punya jiwa seorang sadist.

Iruka membuang tongkat kayu yang dipakainya tadi ke dalam tong sampah. Mengacak rambut pirang Naruto dengan halus. Lalu diapun berjalan bersebelahan dengan Naruto kembali ke sekolah. Bagaimanapun juga pelajaran masih akan berlanjut.

.

.

.

Naruto duduk di bangkunya dengan bosan. Dia tidak memperhatikan penjelasan Iruka di depan. Seperti apapun dia mendengarkannya dengan seksama hasilnya Naruto tetap tidak bisa memahami apa yang dikatakan sang guru. Matematika adalah pelajaran tersulit untuknya.

Diapun melirik ke arah kiri dimana jendela besar di samping bangkunya berada. Cuaca terlihat sangat cerah dengan langit biru berhias awan-awan putih. Di luar jendela Naruto bisa melihat hutan hijau yang luas. Kebetulan letak Konoha Academy tidak jauh dari hutan yang menjadi perbatasan antara kota Konoha dengan bukit. Pemandangan hutan menjadi pemandangan favorite Naruto selain pemandangan kota Konoha dari tempat tinggi.

"Seperti yang telah diumumkan minggu lalu. Besok ujian akhir Konoha Academy untuk kelulusan kalian akan dilaksanakan," ucap Iruka-sensei lima belas menit sebelum kelas berakhir.

Naruto tersadar dari lamunannya dan menatap ke arah depan kelas. Terdengar suara-suara keluhan dari teman-teman sekelasnya.

"Kalau ujian kali ini kalian tidak bisa mencapai minimal nilai 60, kalian akan gagal," tambah Iruka.

Kedua mata Naruto terbelalak. Apa yang harus dia lakukan? Selama ini nlainya selalu di bawah nilai 60.

Tidak lama kemudian bel tanda pelajaran berakhir berbunyi dengan nyaring. Semua murid Konoha Academy keluar dari kelas mereka masing-masing. Tapi tidak untuk Naruto. Dia masih duduk di bangkunya sampai hanya tinggal dia sendiri di sana. Dengan lemas dimasukannya buku-buku pelajarannya ke dalam tas sekolahnya. Lalu dia keluar meninggalkan kelasnya.

.

.

.

Naruto menghela nafas lelah sambil menjatuhkan diri di sebuah ayunan yang ada di halaman belakang Konoha Academy. Ayunan sederhana yang terbuat dari kayu itu dikaitkan pada pohon besar yang ada di sana. Di sinillah tempat favorite Naruto untuk merenung dan menenangkan diri. Entah siapa yang telah membuat ayunan itu. Kata Iruka-sensei, yang membuatnya adalah seorang guru muda yang beberapa tahun lalu sempat menjadi guru di sana sebelum akhirnya dia meninggal dalam suatu kecelakaan.

Tiba-tiba angin bertiup menggoyangkan rambutnya. Meniup dedaunan yang ada di sana. Dan untuk kesekian kalinya dia menghela nafas lelah.

Kalau seperti ini aku pasti akan gagal dalam ujian, pikir Naruto pesimis.

Dia tahu ujian kali ini adalah ujian paling penting untuk menentukan kehidupannya kelak. Tapi apa daya? Dia anak yang kurang pintar dalam semua mata pelajaran, kecuali olah raga mungkin. Terima kasih atas fisiknya yang kuat dan energinya yang luar biasa. Setidaknya dia bisa mengatasi satu pelajaran itu dengan baik.

"Belajarpun percuma. Semuanya tidak ada yang bisa masuk ke dalam otakku," gumam Naruto.

Tanpa disadarinya dari balik dinding pembatas antara gedung utara dan gedung selatan ada sepasang mata yang mengawasi gerak-geriknya sedari tadi. Pemilik kedua mata lavender itu enggan menunjukkan dirinya di hadapan Naruto. Semburat pink menghiasi pipinya.

"Naruto..," panggilnya lirih. "Berjuanglah."

"Hinata! Sedang apa kau?" tanya seorang anak perempuan yang muncul dari arah belakang.

"Ti-tidak ada," jawab anak yang dipanggil Hinata tadi.

"Ini sudah sore, ayo kita pulang."

Hinata mengangguk lalu berjalan menghampiri temannya.

Sementara itu Naruto masih ada duduk menyendiri di ayunan favorite-nya. Kedua iris biru saphirenya menatap langit sore. Suasana sore itu sungguh tenang. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki seseorang mendekat ke arahnya. Naruto menoleh dan mendapati seorang pria berambut putih-kebiruan sebahu berdiri tak jauh dari tempatnya duduk. Naruto mengenali siapa pria itu. Mizuki, guru kelas 6-B.

"Sedang apa?" tanya Mizuki ramah.

"Hanya ingin menyendiri," jawab Naruto singkat. "Sensei kenapa belum pulang?"

"Kau sendiri belum pulang kan?" Mizuki menghampiri Naruto lalu bersandar pada batang pohon di samping Naruto. "Oya, ujian besok kau sudah belajar?" tanya Mizuki perhatian.

Naruto menggelengkan kepalanya, "Belum. Aku tidak tahu apa aku bisa. Kurasa belajarpun percuma."

"Jangan pesimis begitu. Kau terlalu berpikir rendah tentang dirimu sendiri, kau tahu. Kau harus berpikir positif. Kudengar dari Iruka-sensei, hasil ujian percobaan dua minggu lalu kau mendapat nilai nol dan diperkirakan kalau ujian kali ini kau akan gagal."

"Iya. Karena itulah..aku menyerah."

Mizuki menatap Naruto dengan tatapan mengerti atas kesedihan dan keputus asaan yang dirasakan anak muda itu. Mizuki juga tahu bagaimana peringkat dan nilai Naruto dalam semua mata pelajaran. Sebagai sesama guru kelas 6, Iruka sering menceritakan tentang anak didiknya, terutama kasus Naruto.

Mizuki tersenyum.

"Hei, aku tahu apa yang kau butuhkan Naruto," ucap Mizuki tiba-tiba.

Naruto menoleh ke arahnya dengan tatapan seolah bertanya 'Benarkah?'. Mizuki mengangguk singkat.

"Kurasa aku bisa membantumu lulus ujian besok. Tapi..kau harus menuruti kata-kataku. Bagaimana?"

Sebuah senyuman merekah di bibir mungil Naruto, "Tentu saja, Mizuki-sensei!"

"Baiklah. Dengarkan apa yang kukatakan baik-baik karena aku tidak akan mengulanginya."

Naruto mengangguk antusias. Diapun mendengar setiap ucapan yang dikatakan Mizuki padanya. Dia percaya pada Mizuki kalau cara ini akan membuatnya lulus ujian besok. Siapa tahu.

.

.

.

[Tengah malam]

Iruka berdiri di depan jendela kamarnya di lantai dua. Kedua matanya menatap pemandangan malam kota Konoha yang berhias cahaya-cahaya lampu penerang di beberapa tempat. Di langit bintang-bintang tertutup awan yang tebal. Rembulanpun tak nampak. Hari sudah semakin larut, tapi Iruka tidak merasa mengantuk sama sekali. Pikirannya terus memikirkan apa yang akan terjadi esok hari. Sebagai seorang guru dia harus bisa bersikap obyektif, tidak membeda-bedakan muridnya. Tapi, dia juga tidak bisa menghiraukan keadaan Naruto. Nasib Naruto ditentukan besok.

"Naruto. Kuharap kau bisa mengerjakan ujian besok," kata Iruka lirih.

Pria berambut coklat itu berbalik dan berjalan menuju tempat tidurnya yang tidak jauh dari jendela.

'BOOM!'

Tapi tiba-tiba-tiba terdengar suara gemuruh.

"Suara apa itu?"

Otomatis Iruka melihat ke arah luar jendela. Terlihat kepulan asap dari arah Konoha Academy. Kedua mata Iruka membulat. Dia merasakan firasat buruk tengah terjadi. Tanpa pikir panjang dan didorong oleh rasa penasarannya, Iruka menyambar jaket hijau tua yang tergantung di samping pintu kamarnya. Berjalan keluar kamar sambil memakai jaketnya. Diapun berlari keluar rumah.

Begitu sampai di halaman depan asap yang terlihat semakin besar membumbung tinggi ke angkasa.

"Iruka!" panggil seseorang dari arah kanan.

Iruka menoleh. Salah seorang rekan kerjanya tengah berlari menuju ke arahnya.

"Apa yang terjadi?" tanya Iruka.

"Sarutobi-sama memberitahu kita untuk segera berkumpul di akademi," jawab rekan Iruka.

Kedua orang itupun berlari bersama menuju gedung akademi yang hanya berjarak dua blok dari rumah Iruka. Di sepanjang jalan menuju akademi terlihat banyak orang, yang kebanyakan para guru, berlari menuju ke arah yang sama. Bahkan para guru dari Konoha Middle School dan Konoha High School juga berbondong-bondong menuju Konoha Academy. Sesampainya di sana Iruka melihat kalau rekan-rekannya telah berkumpul. Mungkin dia sendiri termasuk dalam rombongan yang datang paling akhir.

Asap dari ledakan dari gudang akademi telah berhasil dipadamkan.

Para guru berdiri di depan gedung sekolah dan berbaris dengan rapi. Di depan mereka ada seorang pria paruh baya berambut putih dan mengenakan yukata putih beraksen merah tua. Wajahnya memancarkan kebijakan dan juga kharisma yang tinggi. Dia adalah Sarutobi Hiruzen, Kepala Sekolah Konoha School yang mencakup semua sekolah yang ada di Konoha mulai dari Konoha Academy (untuk playgroup dan sekolah dasar), Konoha Middle School (untuk menengah), dan Konoha High School (untuk menengah atas).

"Sebelumnya kuucapkan maaf karena telah mengganggu waktu tidur kalian. Tapi saat ini Konoha School sedang mengalami musibah. Salah satu dokumen rahasia dari Konoha Academy telah dicuri seseorang," papar sang Kepala Sekolah dengan wajah sedih.

"Maaf, Sarutobi-sama. Tapi..dokumen apa yang dicurinya?" tanya salah seorang guru wanita dari Konoha Middle School.

Sarutobi diam sejenak mengatur nafasnya, "Dokumen ujian akhir Konoha Academy."

"Apa?"

Terdengar suara-suara tidak percaya dari para guru ketika mendengarnya. Mereka semua tahu kalau ujian akhir akan dilaksanakan besok, dan sekarang dokumen itu dicuri. Ini bukan kasus sembarangan. Mereka harus segera menemukannya.

"Siapapun yang mencuri dokumen itu, aku yakin dia tahu betul denah Konoha Academy," tebak salah seorang guru dari Konoha High School.

"Hei, hei..belum tentu juga kan? Bisa jadi dia hanya kebetulan," sahut temannya.

"Tapi bagaimana dengan ujian besok?" tanya guru lainnya.

"Mungkin harus ditunda," jawab guru lannya santai.

Melihat pembicaraan para guru di depannya Sarutobi hanya bisa mendengus. Walau mereka para guru, tidak bisakah mereka berhenti bersikap seperti itu? Mereka sibuk berbicara dengan teman mereka sendiri. Sarutobi menjernihkan tenggorakannya untuk mendapat perhatian dari para guru.

"Sekarang kalian bagi menjadi satu kelompok dua orang dan berpencar mencari pelakunya. Aku yakin dia tidak jauh dari sini," perintah Sarutobi.

"Sarutobi-sama!" panggil seorang wanita sambil berlari menuju ke arah sang Kepala Sekolah.

"Ada apa?"

"Kami baru saja menemukan ini di bawah meja kerja di ruangan Anda."

Wanita itu menyodorkan sebuah benda seperti google dengan kain berwarna hijau. Sarutobi, Iruka, dan beberapa guru dari Konoha Academy menatap benda itu tidak percaya. Kedua mata mereka terbelalak. Mereka mengenali benda itu. Benda itu adalah google yang biasa dipakai Naruto sehari-hari.

Jadi pelakunya Uzumaki Naruto, pikir hampir semua orang secara bersamaan.

Sarutobi mengambil google itu dengan tangan kanannya.

"Tunggu apa lagi? Temukan Uzumaki Naruto dan bawa dia ke hadapanku," perintah Sarutobi.

Para guru mengangguk lalu bergegas berlari meninggalkan area Konoha Academy secepat kilat. Mereka berlari ke berbagai macam arah. Menyusuri tiap gang dan jalan sempit di depan mereka. Sementara itu Iruka berlari bersama dengan rekannya menyusuri area sekitar akademi.

Apa yang dilakukan Naruto? Kenapa dia mencuri dokumen ujian? Apa dia berniat curang saat ujian besok? Pikir Iruka sambil mencari di area gang buntu yang tadi siang sempat dihampirinya.

Tidak! Naruto tidak mungkin melakukan hal semacam itu. Walau dia anak nakal dan selalu berbuat onar, aku yakin dia tidak akan melakukan hal semacam ini. Ya! Aku yakin itu.

"Hei, Iruka!" panggil rekannya.

"Apa kau menemukan jejaknya?" tanya Iruka setelah terbangun dari lamunannya.

"Tidak. Tidak ada jejaknya. Kurasa dia tidak ada di sekitar sini."

Iruka menghela nafas lelah.

"Menurutmu kenapa Uzumaki mencuri dokumen itu?" tanya seorang guru yang kebetulan lewat.

"Kau tidak tahu?" tanya temannya.

Sang rekan menggeleng.

"Uzumaki itu anak bodoh. Nilainya selalu di bawah rata-rata. Kabarnya kemungkinan besar dia akan gagal pada ujian kali ini. Makanya dia mencuri dokumen ujian. Huh, dia pikir dengan mencuri dia bisa mendapat nilai yang tinggi? Sudah jelas dengan kejadian ini dia sudah dipastikan gagal."

Iruka tidak sengaja mendengar pembicaraan mereka. Dia merasa kesal dan marah ada orang yang seenaknya mengambil kesimpulan tanpa pikir panjang. Apalagi mereka tidak mengenal Naruto dengan baik seperti dirinya.

"Jangan menuduhnya sesuka hati kalian," ucap Iruka dingin.

Dua guru itu berbalik dan menatap Iruka. Rekan Iruka hanya mengamati apa yang terjadi.

"Apa yang kau katakan?" tanay salah seorang guru dari mereka.

"Kalian tidak tahu apa-apa tentang Naruto, jangan bicara seolah kalian tahu semua hal tentangnya. Kita belum bisa memastikan apa benar dia pencurinya. Bagaimana kalau ternyata ada orang yang menggunakan google itu untuk menjebak Naruto? Tugas kita adalah memastikan kalau Naruto berada di tangan Sarutobi-sama, bukan untuk menghakimi apa yang telah dilakukannya," jelas Iruka panjang lebar.

Tiba-tiba Iruka tersadar akan sesuatu.

"Maaf, aku harus pergi sebentar. Kurasa aku tahu dimana Naruto berada," ujar Iruka sambil berlari menjauh.

"Akan kupanggil bala bantuan," ujar rekannya seraya berlari ke arah berlawanan dengan Iruka.

.

.

.

Suara-suara hewan malam saling bersahut-sahutan. Angin dingin menusuk kulit berhembus dengan kencangnya. Pohon-pohon bergoyang membentuk suara dari gesekan-gesekan daun mereka. Di bawah sebuah pohon besar seorang anak laki-laki duduk sambil membawa sebuah bungkusan cukup besar. Anak muda itu bernafas tersengal-sengal akibat kelelahan berlari.

"Haha.. Akhirnya..," ucapnya bersyukur. "Akhirnya aku berhasil sampai di sini. Yeah!"

Uzumaki Naruto bersandar pada batang pohon di belakangnya. Dia menatap langit malam yang mendung. Tapi cahaya bulan sudah mulai muncul di angkasa. Malam hari di hutan terasa begitu sunyi. Naruto tidak takut dengan kenyataan kalau dia berada di dalam hutan yang berdekatan dengan bukit.

"Kira-kira..apa isinya ya? Aku jadi penasaran. Kata Mizuki-sensei kalau aku membaca dokumen ini aku bisa lulus ujian akhir," ujar Naruto pada dirinya sendiri.

Diapun mulai membuka amplop coklat yang cukup tebal itu. Begitu dibuka, di dalamnya terdapat lembaran-lembaran soal ujian akhir beserta jawabannya. Naruto membaca soal-soal itu satu per satu, berusaha mempelajarinya dan menyimpannya di dalam otaknya. Tapi sekeras apapun mencoba, dia masih belum mengerti juga.

"Aduh..apa maksudnya ya? Hm.."

'Srak..srak.. Tap..tap.. Srak..'

"Naruto? Kau sudah sampai?"

Naruto mengembalikan soal-soal ujian akhir itu ke dalam amplopnya. Dia menoleh kemudian melihat Mizuki berjalan menghampirinya.

"Mizuki-sensei! Aku berhasil mendapatkannya!" seru Naruto senang seraya menunjukkan dokumen di tangannya.

"Kerja bagus, Uzumaki Naruto. Sekarang berikan dokumen itu padaku," perintah Mizuki.

"Tapi..," ucap Naruto ragu.

"Apa? Kau ingin lulus ujian kan? Dengan dokumen itu di tanganku kau akan lulus ujian."

"Aku sudah melaksanakan perintahmu mencuri dokumen ini. Tapi kenapa isi dokumennya soal-soal ujian akhir?"

Naruto manatap Mizuki dengan tatapan tanya dan terlihat jelas ada keraguan di sana. Kedua mata Mizuki berbeda dengan tadi sore. Kedua matanya menyiratkan ambisi dari dirinya. Naruto bisa melihatnya dengan jelas. Perlahan dia melangkah mundur ke belakang. Mizuki menyadari gerakan Naruto. Seringaian menghiasi parasnya.

"HAHAHA..KENAPA? KAU TAKUT PADAKU, NARUTO?"

"Mizuki-sensei, kenapa kau..? Apa yang..?"

"Ya! Aku menipumu anak bodoh! Akan kubuat semua orang menuduhmu atas semua ini dan aku yang akan memiliki dokumen itu. Setidaknya kalau kujual aku akan mendapat keuntungan. Lalu..untuk menghilangkan bukti, aku tinggal membunuhmu saja. Tidak akan ada orang yang tahu," papar Mizuki sambil menyeringai lebar.

Naruto mundur satu langkah ke belakang lagi.

"Aku, aku tidak takut padamu! Lagipula Iruka-sensei akan datang menolongku," ujar Naruto mantap.

"Benarkah?" Mizuki mengeluarkan sebuah pisau lipat dari saku celananya. "Iruka, dia tidak akan menolongmu. Kau tahu kenapa? Karena dia membencimu! Dia dendam padamu! Kaulah penyebab kematian kedua orang tuanya!"

"Ti-tidak mungkin. Itu tidak mungkin! Kau bohong!"

Naruto tersandung sebuah akar pohon. Diapun jatuh terduduk.

"Hahahaha.. Untuk apa aku bohong? Tanyakan saja padanya. Oh, kau tidak bisa melakukannya karena sebentar lagi kau akan mati!"

Mizuki melempar pisau lipatnya ke arah Naruto. Sedangkan Naruto hanya terdiam melihat pisau itu tertuju ke arahnya.

"NARUTO! MENUNDUK!"

Terdengar teriakan seseorang. Naruto mengikuti teriakan itu. Kedua matanya tertutup. Dia tidak mau melihat pisau itu mengenainya.

'CRASSH..'

Beberapa detik kemudian Naruto tidak merasakan apa-apa. Padahal seharusnya dia merasakan sakit di tubuhnya. Perlahan dia membuka kedua matanya, dia melihat ke atas. Di depannya ada Iruka yang melindunginya dan menjadikan tubuhnya sendiri sebagai tameng dari serangan Mizuki.

"Naruto, kau tidak apa-apa kan?" tanya Iruka sambil menahan sakit di punggungnya.

Naruto mengangguk singkat dengan kedua mata masih menatap Iruka tidak percaya.

"Syukurlah.. Kau tidak perlu khawatir, aku sudah mendengar semuanya. Kau tidak bersalah. Dan aku tidak pernah menyalahkanmu atas kematian kedua orang tuaku dulu. Mereka meninggal karena mereka memang sudah waktunya meninggal. Itu semua bukan salahmu, Naruto," jelas Iruka lalu tersenyum pada anak didiknya.

"Iruka-sensei.."

"MIZUKI!" panggil Sarutobi yang tiba-tiba muncul di depan Naruto dan Iruka. "Kau dipecat."

Mizuki menatap Sarutobi dan para guru yang tiba-tiba saja muncul dari tempat persembunyian mereka. Kedua matanya terbelalak. Semua usahanya sia-sia. Beberapa polisi muncul dan berjalan mendekat ke arahnya. Mizuki pun ditangkap. Naruto terbebas dari tuduhan. Iruka yang terluka segera dibawa ke rumah sakit. Lalu Naruto beserta para guru kembali ke Konoha Academy.

"Bagaimana dengan ujian akhir Konoha Academy?" tanya salah seorang guru.

"Ujian akan kita tunda sampai minggu depan," ucap Sarutobi mengumumkan. Lalu dia menatap Naruto yang duduk lesu di bangku taman akademi. "Naruto, kau tidak perlu khawatir. Iruka akan baik-baik saja."

"Bukan itu ojisan," kata Naruto lirih. Air mata mulai mengalir dari kedua matanya.

Sarutobi mengusap lembut kepala Naruto. Menenangkannya.

"Aku bersalah pada akademi. Gara-gara aku ujian jadi ditunda. Aku merasa bersalah."

"Tidak apa. Ujian akhir masih bisa dilaksanakan dan kau juga memiliki tambahan waktu untuk belajar."

Naruto mengangguk lalu mengusap air mata yang membasahi kedua pipinya.

.

.

.

[Tiga hari kemudian..]

Iruka telah sembuh dan keluar dari rumah sakit. Naruto yang setiap hari menjenguknya sekaligus untuk belajar sekarang merasa senang. Untuk merayakan kesembuhan Iruka, dia mentraktir Naruto makan di kedai Ramen Ichiraku, ramen favorite Naruto. Ini sudah menjadi kebiasaan mereka sejak beberapa tahun lalu, kira-kira setahun setelah Naruto memasuki Konoha Academy.

"Iruka-sensei, boleh tidak aku tambah lagi?" tanya Naruto pada sang guru di sampingnya.

"Kau baru saja menghabiskan ramenmu yang kelima," jawab Iruka.

Di samping kanan Naruto terlihat empat mangkuk ramen kosong telah tertumpuk dengan tidak rapinya dan sebuah mangkuk ramen kosong di depan Naruto.

"Tapi..aku masih lapar."

"Baiklah..ini yang terakhir. Terlalu banyak makan ramen tidak baik untuk kesehatanmu."

"YAY!" seru Naruto senang. "Ichiraku-jiisan! Ramen-miso satu lagi!"

Sang pemilik kedai ramen hanya tersenyum melihat Naruto begitu bersemangat hari ini. Dia sudah mendengar kabar mengenai Mizuki dan pengkhianatannya pada Konoha School. Dia merasa iba karena Naruto yang lugu dan polos menjadi korban dan dimanfaatkan untuk tujuan jahatnya.

Iruka melihat anak didiknya yang sedang menunggu pesanan ramen-misonya dengan tatapan penuh perhatian.

"Kau tahu, Naruto?" tanya Iruka memulai pembicaraan.

"Apa?" tanya balik Naruto penasaran.

"Kau sudah kuanggap seperti anakku sendiri. Karena itulah aku sangat menyayangimu."

Wajah Naruto merona mendengar kata-kata dari Iruka. Diapun mengeluarkan cengiran khasnya pada pria di sampingnya itu. Selama ini Naruto kurang mendapat kasih sayang dari orang tua. Ayah Naruto meninggal akibat kecelakaan dan ibunya meninggal saat melahirkannya. Tragisnya lagi kejadian itu terjadi tepat di hari yang sama, 10 Oktober, tanggal lahir Naruto. Sejak saat itulah Naruto diasuh oleh kakeknya, lebih tepatnya orang yang dianggap selayaknya kakeknya sendiri.

"Aku juga sangat menyayangimu, Iruka-sensei!"

Iruka tersenyum lalu mengacak rambut Naruto pelan. Keduanya tertawa bersama di kedai ramen itu.

Uzumaki Naruto, arigato..

TBC


Moshi-moshi. Hajimemashite? Namae wa Wind desu.

Terima kasih banyak sudah membaca fic-ku ini. Jangan lupa review ya.