Chapter 8: The Bad One Is Being Betrayed
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Rating: T
Warning: TYPO(S), Abal, AU, OOC, Boys Love, Strange, Devil!Kyuubi, Bad!Naruto, and many more.
DO NOT LIKE DO NOT READ~
Sasuke Is Falling in Love with a Clown
.
.
Fajar masih tampak akan menjemput pagi dalam beberapa jam lagi, namun seorang pria berambut merah yang sedang duduk di atas sebuah atap gedung tinggi tampak sedang menikmati makan paginya. Mata hijaunya menatap lekat sepotong roti yang ada di dalam genggamannya. Helaan napas tipis meluncur manis dari bibir merah mungilnya, dan hal itu membuatnya semakin kelihatan seperti seseorang yang sedang dalam keadaan depresi.
"Gaara, berhenti memikirkannya atau kau akan gila dalam waktu dua tahun ke depan. Tidak, mungkin beberapa hari lagi kau akan gila," ucap pria berkulit pucat yang sedang berdiri tepat di belakangnya. Kedua matanya tertutup saat senyuman ramah terukir di wajah tampannya. "Aku tahu kau sangat menyukainya, tapi bukankah kau merasa cerita ini semakin mirip dengan kisah seorang gadis sekolahan yang diperebutkan teman prianya? Anehnya, kali ini bukan seorang gadis melainkan pria. Aku tahu tidak ada yang bisa berpaling dari wajah itu, tapi … kau hanya menyiksa perasaanmu dan aku yakin kau sudah tahu itu," tambahnya saat ia tak mendapat respon dari pria berambut merah yang saat ini sedang berjalan melewatinya begitu saja.
Sosok berambut merah itu berbalik sejenak—tangannya memegang kenop pintu menuju atap gedung tersebut. Dengan senyuman tipis—yang entah disadarinya atau tidak—dia menatap punggung kawannya tersebut sembari berujar, "Kau benar. Aku memang tahu hal tersebut."
Sai menatap lurus ke depan tanpa berniat membalikkan badannya sedikitpun. Dia tahu bahwa sosok itu telah meninggalkan atap gedung itu dari bunyi debaman pintu yang ditutup yang terdengar dari belakangnya. Wajahnya tampak datar, tak ada senyuman ramah seperti biasanya ataupun raut wajah bingung. Helaan napas meluncur manis dari bibirnya. "Uzumaki, kenapa kau membuat orang-orang di sekitarmu tertekan seperti ini, huh?" tanyanya entah pada siapa. Sai tertawa kecil sembari menggaruk belakang kepalanya dengan perlahan. Entah kenapa dia bisa menjadi seperti ini. Tidak biasanya dia bingung ataupun tidak yakin seperti ini.
.
.
.
Sasuke dan Itachi tampak sedang menatap satu sama lain. Itachi tahu dengan jelas bahwa kemarahan tergambar dengan baik di kedua bola mata obsidian yang sedang menatapnya lurus. Itachi mendengus kecil dan memegang kedua bahu Sasuke yang tampak tegang. "Sasuke, ini sangat tidak seperti dirimu. Menampakkan kemarahanmu dengan sangat jelas seperti ini. Aku tahu saat ini perasaanmu sedang dipertaruhkan. Kau bingung antara harus meneruskan perang ini atau mengikuti perasaanmu untuk terus mengejarnya. Di sisi lain kau juga marah karena ia telah membodohimu, dan di dalam sini—" Itachi menunjuk dada Sasuke dan melanjutkan omongannya, "—kau marah terhadap dirimu yang masih bisa terikut dalam perangkapnya, bukan?"
Sasuke tak menjawab Itachi dan hanya terus menatap kakaknya dengan sangat lekat—helaan napas kecil terlepas dari bibir Itachi. Itachi memeluk Sasuke dengan erat sembari membisikkan kata-kata yang membuat Sasuke sedikit terkejut. "Dirimu yang seperti ini itu lebih menarik daripada sisi dingin dan kelam yang ada di dalam dirimu. Sesungguhnya, sisi ini yang memang seharusnya kau hadapi. Namun, kau terlalu egois untuk menyadarinya."
"Lepaskan Aniki, aku harus segera pergi," jawabnya sembari melepaskan dirinya dari pelukan Itachi. Dengan langkah pelan dia meninggalkan Itachi yang hanya menganggukkan kepalanya dengan pelan. Itachi tahu bahwa Sasuke akan kembali membuang perasaannya demi merebut kembali harga dirinya—dari Naruto. "Hubungi Sasori dan katakan padanya untuk segera kembali secepatnya. Aku akan mengurus masalah ini." Sasuke melontarkan kata-kata tersebut tanpa menoleh ke Itachi sedikitpun.
Itachi, tanpa menjawab Sasuke segera menghubungi Sasori dan menyampaikan apa yang perlu ia sampaikan. Itachi tahu sekali akhir dari cerita ini kalau Sasuke mengambil alih semuanya. Sasuke … yang akan mati. Itachi memejamkan matanya sembari mengacak pelan rambutnya, "Andai saja harga dirinya bisa sedikit diturunkan," ujarnya kecil seraya melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil makanan. Semalaman tanpa tidur membuatnya sedikit lapar, ya setidaknya sebentar lagi matahari muncul. Tidak ada salahnya dia memulai makan paginya lebih awal.
.
.
.
Sasuke menggenggam kemudinya dengan sangat kencang hingga jemarinya memucat. Dia harus menadatangi orang itu jika dia mau kedua makhluk itu hancur di hadapannya. Dengan cepat Sasuke manjalankan mobilnya dan meninggalkan kediamannya. Semua ini harus selesai dan Uchiha harus berdiri di puncak. Hell! Sejak kapan Uchiha berada di bawah! Sasuke menyeringai tipis saat mengingat wajah Naruto semalam. Tak dapat dipungkiri, meskipun dia sosok di balik semua kekacauan ini, Naruto tetap sosok yang dapat menarik perhatiannya hanya dalam sedetik. "Kau akan jadi milikku," ucap Sasuke sembari menyeringai lebar.
Sesampainya Sasuke di sebuah rumah yang tak terlalu besar, Sasuke keluar dari mobilnya dan membanting pintu mobilnya dengan kasar. Dengan seringaian tipis yang masih terpampang di wajahnya, ia memasuki rumah tersebut dengan kasar. Alisnya terangkat sebelah saat melihat sosok yang dicarinya sedang berdiri tepat di hadapannya. "Kau ikut denganku atau sosok ini mati," ucapnya sembari mengangkat sebuah foto tepat di hadapan sosok tersebut. Sosok itu menyeringai dan tertawa kecil.
"Kau tidak mungkin melakukan hal itu terhadapnya Uchiha. Apa kau begitu depresi sehingga kau mengorbankan orang terdekatmu seperti ini, huh?" ucap sosok tersebut sembari tersenyum mengejek ke arah Sasuke. Sasuke yang melihat senyuman tersebut hanya mendengus dan memasang senyum—yang entah itu merupakan senyum tulus atau hanya permainan kecilnya.
"Menurutmu seperti itu? Baiklah. Biarkan komputermu menyala sampai tengah malam. Kita buktikan apa aku sedang bercanda atau tidak."
"Ka—"
"Oh ya, aku beri kau waktu sampai besok pagi untuk menentukan pilihanmu. Kuberitahu saja, jika kau salah mengucapkan pilihanmu … aku tak akan pernah segan-segan mengirim mayat orang ini ke hadapanmu," ucap Sasuke memotong omongan sosok tersebut. Dengan itu Sasuke meninggalkan sosok yang sedang mematung di tempat.
Tidak mungkin! Aku tidak percaya dia berani melakukan hal tersebut, apalagi orang itu … o-orang yang sangat dekat dengannya, bukan? Ta-tapi kedua mata itu seakan-akan lepas dari kebohongan. Apa yang harus kulakukan? Sosok itu tampak sangat kacau. sulit memang berada di keadaan seperti ini. Separuh hatimu mengatakan bahwa ia hanya menggeretakmu dan di satu sisi kau sangat yakin bahwa mata itu … sangat jauh dari kebohongan. Sosok itu mengacak rambutnya dengan kasar. Haruskah dia menghubungi atasannya atau haruskan dia menangani hal ini sendiri?
-VargaS. Oyabun-
Shikamaru yang melihat Shino yang memasang tampang datar hanya mengangkat sebelah alisnya, "Ada apa denganmu?" tanya Shikamaru sembari meyesap minuman yang ada di genggamannya. Tak mendapat jawaban dari Shino, Shikamaru hanya menganggukkan kepalanya mengerti dan berjalan melewati Shino. "Jangan terlalu dipikirkan," ucapnya berbisik saat berpapasan degan Shino. Shikamaru dapat mendengar helaan napas dari Shino. Well, tidak biasanya bocah berkacamata bulat itu menghela napas seperti barusan. Shikamaru hanya menguap lebar, "Bocah pirang yang merepotkan," gumamnya sembari memasuki ruangan Kyuubi. Dia tahu bahwa Shino menyimpan perasaan kepada bocah pirang tersebut.
"Di mana Dei?" tanya Kyuubi saat Shikamaru memasuki ruangannya. "Aku menyuruhnya ke mari beberapa jam lalu dan sampai sekarang dia belum datang juga." Kyuubi menerima minuman yang diberikan Shikamaru sembari mendudukkan dirinya di hadapan pria yang suka tidur tersebut. "Kau kelihatan murung. Ada apa?" tanya Kyuubi sembari meletakkan gelas minumannya di atas meja yang ada di hadapannya.
"Haah, merepotkan," ucapnya sembari menguap lebar. Ia mengelap air mata yang menggenang di pelupuk matanya akibat menguap dan menatap Kyuubi dengan lekat. "Apa rencanamu selanjutnya?" tanyanya sembari memainkan cincin yang ada di jari manisnya.
Kyuubi tersenyum tipis dan menyesap minumannya kembali. Matanya menerawang memerhatikan ruangan tempatnya berada. "Naruto tidak mau bermain di balik layar lagi. Aku rasa dia akan main blak-blakkan. Tapi kurasa itu akan sedikit sulit karena selama ini dia selalu di balik layar."
Mendengar ucapan Kyuubi, Shiamaru mengangkat sebelah alisnya. "Kyuubi, kau benar-benar tidak tahu sosok adikmu yang sebenarnya, ya?" batinnya sembari memiringkan kepalanya dan menatap Kyuubi dengan tatapan mengejek. "Meninggalkanya selama beberapa tahun benar-benar membuatmu sama sekali tak menyentuh sifat aslinya," ucap Shikamaru seraya berdiri dari duduknya dan melambaikan tangannya ke arah Kyuubi.
"Apa maksudmu?" tanya Kyuubi saat Shikamaru berada di ambang pintu.
"Kau ini sebenarnya kakaknya atau bukan, hah? Setidaknya walaupun kau jauh darinya, kau harus terus memantaunya. Kautahu? Banyak hal yang dimiliki Naruto yang tidak kau ketahui. Tempat sebesar ini pun kau tidak tahu. Kyuubi, kalau kau hanya mengurusi masalah Uchiha ini, aku yakin kau akan menyesal suatu hari. Kami semua tahu tentang obsesi kalian dengan Uchiha. Tapi, kami juga tahu bahwa yang berada di hadapan kalian bukan hanya Uchiha." Shikamaru menutup pintu tersebut dengan kasar. Kesal dengan Kyuubi yang membuatnya begitu pusing, kesal dengan bocah pirang keras kepala, dan kesal dengan dirinya yang tak mampu menghentikan Naruto. "Shit!" desisnya kesal sembari menyandarkan dirinya pada pintu di belakangnya. Orang sejenius apapun pasti ada batasnya. Saat ini … dia sudah tak mampu menangani bocah pirang itu dengan kedua tangannya sendiri. Shikamaru menghela napas dan memegang dahinya dengan kuat. "Uchiha membuatnya menjadi lebih buruk dari yang kupikirkan."
Saat Shikamaru melangkahkan kakinya, Kyuubi menarik lengan kanannya dan menyuruhnya untuk kembali masuk ke dalam ruangannya. "Shika, aku akan pergi selama beberapa hari dan aku memintamu untuk menggantikan posisiku. Aku tidak bisa memberikannya kepada Gaara karena kau tahu orang seperti apa dia jadinya jika bertatapan dengan Naruto. Kau mengerti?"
"Kyuubi, kau tahu aku sudah cukup menderita menjaganya selama beberapa tahun kau menghilang dan sekarang kau memintaku untuk kembali ke masa-masa tersebut? Kau ada di sini saja tetap juga aku yang repot. Aku tidak mau menerimanya. Suruh saja Deida—"
"Dei tidak bisa!"
"Huh? Tahu dari mana kau dia tidak bisa menerimanya? Kau ingin pergi bersamanya, huh?" Shikamaru menatap tajam ke arah Kyuubi. Ya, dia memang tahu jika Kyuubi dan Deidara sangatlah dekat, akan tetapi melimpahkan tugasnya kepadanya bukanlah hal yang bijaksana. Apalagi dia harus menangani Naruto dan perusahaannya serta kedua Uchiha tersebut. Belum lagi arena judi ini. Apa jadinya jika dia menerima tawaran in—
"Kau harus menerimanya atau kau tidak akan bisa menginjakkan kakimu di sini lagi."
Brengsek.
Shikamaru mengeram kesal dan memukul wajah Kyuubi dengan kuat. "DIAM KAU BRENGSEK!"
"Wow, Shika yang pendiam seperti ini bisa semarah itu hanya dengan satu kalimat," batin Kyuubi sembari memegang wajahnya yang terasa panas akibat bersentuhan dengan kepalan telapak tangan Shikamaru barusan. "Kau terima atau kalimat yang kukatakan sebelumnya menjadi kenyataan. Kau tahu satu hal yang perlu kau tahu, mungkin Naruto tampak lebih berkuasa daripada aku tetapi aku bisa mengaturnya untuk mengikuti kemauanku jika aku memintanya untuk keluar dari pertempuran ini. Dan kautahu kenapa? Naruto lebih baik mati daripada dikira menyerah kepada Uchiha." Kyuubi menyeringai penuh kemenangan sembari berjalan melewati Shikamaru. "Kau akan mulai bekerja malam ini. Jangan lemah, Deer."
Shikamaru hanya mampu mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Matanya tertutup mencoba berusaha meredakan amarahnya. "Sial, kenapa aku sampai lepas kendali memukulnya seperti itu." helaan napas berat meluncur manis dari bibir Shikamaru. Entah apa yang harus dilakukannya. Yang benar saja! Dia tidak ada hubungannya dengan pertempuran ini!
-VargaS. Oyabun-
Kyuubi memegang pipinya yang tampak membiru. Sepertinya pukulan Shikamaru bukanlah pukulan yang pelan. Ha—ah, entah apa yang membuat orang-orang itu begitu patuh dengan Naruto. Naruto memang manis dan menarik, akan tetapi apa bagusnya bocah manja berhati iblis itu. Kyuubi terus saja memikirkan Naruto saat ketika ketukan pada pintunya membuatnya terkejut. Dengan perlahan ia berjalan menuju pintu tersebut dan membukanya dengan pelan. Mata merahnya menyipit saat menyadari siapa yang ada di balik pintu tersebut. "Dei, sedang apa aku di sini? Bukannya Naruto menyuruhmu untuk menghubungi Sasori? Dia akan marah jika tahu kau hanya bermalas-malasan dengan uangnya."
"Oleh sebab itu, aku akan pergi selama beberapa hari untuk hal tersebut. Aku memiliki teman di Swedia yang mungkin bisa memmbantuku dalam menyelesaikan tugas ini. Aku sudah menyampaikan kepada Ino bahwa aku akan memindahkan tugasku kepadanya. Aku tidak punya waktu banyak. Tolong kau saja yang menyampaikannya, ya? Aku sudah harus menuju bandara setengah jam yang lalu. Selamat ting—"
"Tunggu, Dei. Ada kotoran di rambutmu." Kyuubi menjulurkan tangannya untuk memegang rambut Dei dengan pelan. Kyuubi tersenyum tipis dan melambai. "Baiklah, aku akan memberitahukan ini kepada Naruto. Kurasa kau memang butuh refreshing selama beberapa hari ini kau bekerja siang dan malam. Hati-hati di jalan—"
"—liar." Kyuubi melambaikan tangannya dan menutup pintunya dengan pelan. "Hebat sekali seorang programmer bisa membohongi psikolog. Haruskah aku memberikannya tepukan di bahu karena telah jelas-jelas dia gagal melakukannya," batin Kyuubi sembari menutup kedua matanya dan menghempaskan tubuhnya pada sofa empuk miliknya. "Apa lagi yang Naruto lakukan terhadapmu, Dei?" perlahan-lahan Kyuubi menutup matanya dengan rapat dan terlelap beberapa menit setelahnya.
Deidara menggigit bibir bawahnya dengan keras. Dia bingung apa Kyuubi tahu dia sedang berbohong atau tidak, tapi sepertinya Kyuubi tidak tahu jika dilihat dari reaksinya barusan. Sepupu kecilnya membuatnya harus melakukan hal bodoh lagi. Mungkin Kyuubi akan membunuhnya jika dia tahu hal ini. Tapi dia harus melakukannya demi kebaikan orang terdekatnya. Dengan tekat yang hanya setengah bulat akhirnya Deidara memilih untuk mendatangi rumah orang tersebut. Semoga saja dia bisa mengatasi hal ini. Ini bukan hal kecil yang bisa dilakukan hanya dengan sebuah anggukan kepala kecil.
"Dei,"
Deidara tersentak kaget saat mendengar namanya dipanggil. Dia berbalik dan mendapati seorang Gaara sedang menatapnya dengan intens. "Ada apa, Gaara?"
"Hentikan sebelum kau menyakitinya."
"A-aku tidak tahu a-apa maks—"
"Aku hanya mengingatkanmu. Kautahu kalau dia orang yang rapuh." Dengan begitu Gaara meninggalkannya terdiam di tengah-tengah halaman rumah tersebut. Deidara yang mendengarkan ucapan Gaara hanya mampu mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Tentu saja dia tahu dia akan menyakiti orang terdekatnya dengan menyetujui kepergiannya ini. Tapi ini bukanlah pilihan yang bisa dia tolak sementara dia juga berada di sebuah rumah yang memiliki dua pintu emas. Dia bingung harus memasuki pintu yang mana. Keduanya berharga dan dia tidak tahu harus membiarkan siapa yang tersakiti. Kalau saja dia bisa memilih, dia lebih baik memilih untuk disakiti seorang diri.
Gaara yang melihat langkah Deidara semakin cepat hanya mampu menghela napas "Siapa sebenarnya yang membesarkan Naruto, huh? Oh aku tahu." Gaara kemudian mengambil ponselnya dan menelepon seseorang yang lebih dari cukup dikenalnya.
.
.
Kyuubi mengerjap-kerjapkan matanya saat bunyi ponselnya membangunkannya dari tidur manisnya. "Ceh, dasar brengsek. Siapa yang berani mengganggu tidurku. Saat dia melihat layar ponselnya dia tersenyum tipis. Gaa—"
"Ini semua salahmu rubah sialan!"
"—ra? Huh? A-apa kau bilang? Hei, jangan kau matikan sialan!" Kyuubi mendesis kesal saat melihat layar ponselnya kembali gelap. Ada apa dengan bocah panda itu? Kenapa dia tiba-tiba berteriak seperti itu kepadaku? Kyuubi mengerutkan kedua alisnya tak mengerti. Matanya beralih pada jam dinding yang ada di tangannya. "Naruto pasti terkejut, hahaha."
.
.
.
"SHIKAAA? KAU SEDANG APA DI KANTOR KYUUBI?" Naruto berteriak seenaknya tepat di wajah Shikamaru. Shikamaru hanya menanggapinya dengan menguap lebar. Air mata menggenang di kedua pelupuk matanya. "Jawab aku Shika!"
"Ceh, jangan seperti anak gadis bisa tidak, sih? Tanya saja dengan orangnya langsung." Naruto memandang Shikamaru dengan intens. Tidak suka dengan jawaban yang baru saja diterimanya. Tidak, bahkan dia tidak ingin menerimanya. "Apa? Kau ingin jawaban yang lengkap? Kaupikir aku tempat konsultasi, huh?"
Naruto melangkahkan kakinya berniat untuk meninggalkan Shikamaru. Shikamaru yang melihat hal tersebut kembali menghela napas dan menarik tangan Naruto dengan pelan. "Duduklah dulu,"
Naruto hanya menunduk dan mengikuti keinginan Shikamaru. Dia duduk tepat di kursi yang ada di hadapan Shikamaru dan mengucek kedua matanya. Andai saja Shikamaru menundukkan kepalanya dan dapat melihat apa yang Naruto lakukan, pasti dia akan memotong kepala kuning itu.
Naruto sedang menyeringai lebar.
"Kyuubi sedang pergi selama beberapa hari dan dia menyerahkan tugas ini sementara kepadaku—"
"Yes! No Kyuubi means I can do whatever I want." Naruto membatin girang sembari terus mendengarkan omongan Shikamaru yang selanjutnya.
"—dan jika kau bertanya untuk apa dia pergi aku tidak tahu jawabannya, puas?" Shikamaru mengangkat sebelah alisnya ketika melihat Naruto mengucek kedua matanya. "Air mata buaya," batin Shikamaru sembari menaruh kepalanya di atas lipatan kedua tangannya—berniat untuk tidur.
"Kau tidak boleh tidur, Deer! Sai mengabariku bahwa hari ini ada rapat penting dan kau harus menghadirinya!"
"Bukankah kau sendiri yang bilang ingin keluar dari layar? Kenapa tidak kau sendiri saja yang menghadiri rapat?" Naruto memutar kedua bola matanya dengan kesal. Dia beranjak dari kursinya dan berjalan menuju pintu ruangan Kyuubi yang baru saja beberapa menit menjadi ruangan Shikamaru. Naruto melihat Shikamaru melalui bahunya dengan tatapan dingin.
"Kau ada di sini bukan untuk memerintahku."
Shikamaru hanya dapat mendengar debaman pintu setelah Naruto meninggalkan ruangan baru sementara miliknya tersebut.
Naruto bersandar pada pintu tersebut sembari memejamkan matanya yang sangat lelah, "Aku merasa hari ini bukan hari yang baik. Perasaanku tidak enak. Semoga hanya perasaanku," batinnya sembari melangkah pergi meninggalkan tepat tersebut.
-VargaS. Oyabun-
Sasuke menatap sosok yang ada di hadapannya dengan tatapan tajam penuh kebencian, "Kau bukan salah satu tamu yang kutunggu. Apa yang kau inginkan, bastard?" Sasuke harus menyembunyikan emosinya. Dia tahu jika bermain dengan emosi dia akan kalah telah dari orang ini. "Mungkin aku bisa membantumu atau … mengusirmu untuk pergi dari ruanganku?"
"Aku akan membantumu menghancurkan Naruto."
Menarik.
Sasuke mungkin mengira dapat menyembunyikan rasa terkejutnya, namun sepertinya sosok yang ada di hadapannya tahu betul jika Sasuke sedang terkejut. "Permainan jenis apa yang ingin kau lampirkan di hadapanku, anak manis?"
"Hei, jangan menyebutku anak manis. Kautahu aku tidak semanis yang mereka pikirkan. Aku mengulangi ucapanku, aku akan membantumu untuk menghancurkan Naruto … dengan satu syarat."
Sasuke mengangkat sebelah alisnya, seakan-akan sebagai bahasa tubuh untuk menjawab pernyataan yang orang tersebut ucapkan kepadanya barusan. Seringaian tipis nampak terukir manis di wajah tampannya.
"Bebaskan sanderamu dan perintahan mereka untuk meninggalkan negara ini … secepatnya."
"Dan apa yang membuatmu dapat meyakinkanku bahwa aku memercayaimu wahai, kawanku? Seorang Uchiha mungkin orang yang ingin menyelesaikan semuanya secara instan dan sadis, namun cara seperti ini belum bisa membuatku percaya terhadap dir—"
"Lihat apa yang kupegang? Haruskan aku merobek benda ini agar kau percaya?"
Sasuke tersenyum tipis saat melihat dokumen asli yang berada di tangan sosok tersebut. "Kau bisa membuat dokumen baru jika kau hanya ingin memusnahkannya."
"Aku bukan hanya membawa dokumen ini, tapi aku juga membawa ini."
Sasuke menyeringai semakin lebar saat melihat apa yang ada di tangan sosok tersebut. Yah, sesuatu yang bisa membuatmu jatuh miskin dalam seketika. Surat penarikan kembali saham yang telah ditanamkan. Bukan hal yang baru jika penanam saham yang menarik sahamnya di tengah-tengah proses seperti ini kehilangan uang yang tidak sangat sedikit. "Kenapa kau tiba-tiba memihak kepadaku? Bukankah ini terlalu mencurigakan?"
"Sama denganmu. Aku ingin membuat Uzumaki menderita. Aku muak diperintah oleh Uzumaki," ucapnya sembari menyeringai ke arah Sasuke.
"Menarik sekali mendengar kata-kata tersebut keluar dari mulutmu. Mungkin aku akan bermain dalam hal ini. Tapi tolong rahasiakan ini dari Itachi. Kupikir dia akan tidak cukup senang jika melihatmu ada di pihakku. Apalagi, kau tahu sendiri jika incarannya berada di salah satu Uzumaki, bukan?"
"Benarkah? Mungkin rumor yang kudengar akhir-akhir ini cukup menarik tentang seorang Uchiha yang tertarik dengan Uzumaki. Mungkin juga kau termasuk dalam hal itu, Uchiha."
Mendengar ucapan sosok tersebut Sasuke mendengus pelan dan bangkit dari kursinya. Dengan perlahan dia mendekati sosok tersebut dan memerangkapnya di meja kerjanya dengan kedua tangannya berada di sisi kanan dan kiri sosok tersebut. Sasuke menyeringai dan mendekatkan bibirnya pada bibir sosok tersebut sembari berbisik, "Mungkin aku dapat beralih kepadamu jika kau mampu membuat iblis kecil itu menangis dan memohon padaku."
Sasuke tersenyum penuh kemenangan di dalam hati ketika merasakan sepasang bibir yang bersentuhan dengan bibirnya tergerak membentuk sebuah seringaian kecil. "Menarik sekali kau sudah berani mencuri ciuman kecil dariku." Sasuke hanya mengangkat kedua bahunya singkat sembari mundur beberapa langkah menjauhi sosok tersebut. Sasuke memandang dokumen yang sempat diambilnya selagi dia mendekati sosok tersebut barusan. "Uchiha, mungkin akan lebih kelihatan kejam jika aku sendiri yang membakar kertas tersebut."
Sasuke mengembalikan kertas tersebut dan melihat sosok itu membakar semua kertas tersebut. Sasuke kemudian mengarahkan sosok tersebut ke depan sebuah komputer, "Lakukan tugasmu."
.
.
.
Deidara yang sedang dalam perjalanan menuju suatu tempat tiba-tiba mendapat pesan. Dia membuka ponselnya dengan cepat dan membaca pesan yang tertera di sana.
[Aku sudah tidak membutuhkanmu lagi. Kau boleh mengecek milikmu dan aku tidak melukainya sedikitpun. Kembalilah ke asalmu.]
Deidara mengerutkan keningnya bingung. Sedikit tidak percaya dengan apa yang baru saja dia baca namun di sisi lain dia merasa sangat senang karena bisa bebas dari masalah ini. Namun ada satu hal yang mengganjal di sini. Kenapa Uchiha bisa semudah itu membatalkan perjanjian ini. Mungkin mereka memang tidak berniat untuk melukai Sasori? Atau mungkin mereka hanya ingin mengetes kesetiaan Deidara terhadap Uzumaki? Deidara nampak berpikir sangat keras sampai-sampai dia tidak sadar sudah berada di kediaman Uchiha. Deidara menghentikan mobilnya dan hendak keluar, namun seorang pria membuat kedua bola matanya terbelalah, "Sedang apa dia di sini?" batin Deidara bertanya entah kepada siapa. Dengan cepat dia kembali menjalankan mobilnya. Beribu tanda tanya bertaburan di dalam kepalanya. Entah apa salahnya sampai dia melihat sosok tersebut berbicara dengan seorang Uchiha Sasuke.
Uchiha Sasuke yang mengajaknya untuk bernegosiasi dengan cara kasar. Sasuke menjadikan Sasori sebagai sandera. Dia mengatakan bahwa akan melukai Sasori apabila dia tidak memberikan keputusan yang menguntungkan bagi Uchiha. Deidara sungguh tidak percaya dengan Sasuke. Bagaimana tidak dia membuang Deidara, dia memiliki kawan yang jauh lebih baik daripada Deidara!
"Aku harus bertemu Shikamaru," ucapnya sembari melajukan mobilnya.
-VargaS. Oyabun-
Naruto mengerutkan keningnya bingung, ini sudah lebih dari jam rapat yang ditentukan namun tak satupun dari peserta rapat tersebut datang ke kantornya bahkan Uchiha busuk itu. Ada yang tidak beres di sini. Naruto tahu sepertinya ada sesuatu di balik semua ini dan hal itu pasti ada hubungannya dengan Uchiha.
BRAK
Pintu tersebut terbuka dengan kasar dan di sana terdapat Shikamaru sedang memegang kertas-kertas yang kucel dan ada beberapa kertas yang sobek. Naruto yang melihat hal tersebut mngangkat kedua alisnya. "Shika, katakan kepadaku apa yang membuat para tamu undangan ini tidak ada yang menginjak ruangan ini?"
"Perusahaan kita sudah tidak memiliki saham di manapun."
Naruto tersenyum lebar, "Ini bukan April mop dan ini juga bukan hari ulang tahunku, jadi apa yang membuatmu memberikan lelucon yang sangat tidak lucu seperti itu kepadaku, huh?"
"Apa kau pikir kata-kataku barusan mengandung ejekan untukmu?" Shikamaru mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Bocah di hadapannya ini benar-benar membuatnya emosi dan juga kasihan di saat yang bersamaan. Shikamaru mendekati Naruto dan memberikannya kertas-kertas yang sedari tadi digenggamnya.
"Apa ini?" tanya Naruto sembari memerhatikan kertas-kertas tersebut. "Apa yang salah dengan kontrak saham ini? Tu-tunggu dulu," Naruto membulatkan matanya saat menyadari ada yang tidak benar dengan kertas-kertas tersebut. Berulang kali dia membolak-balikkan lembaran-lembaran tersebut, namun hasil yang didapatkannya tetaplah sama.
Kertas-kertas itu …
"Ya, kertas-kertas itu bukan kertas yag asli. Aku tidak tahu apakah kau sengaja meletakkan itu di brangkas atau kau memang sedang dalam masalah saat ini," ucap Shikamaru seolah-olah dia mengerti apa yang ada di dalam pikiran Naruto saat itu.
"Hubungi Kyuubi!"
"Aku sudah mencobanya namun sepertinya ponselnya berada di luar jangkauan."
"COBA TERUS BRENGSEK!"
Shikamaru tersentak kaget saat mendengar suara Naruto. Itu bukan suara yang biasa selalu berada di dekatnya. Suara ini terdengar begitu penuh amarah dan … kesedihan.
"UNTUK APA KAU MASIH DI SINI? PERGI!"
Shikamaru hanya menganggukkan kepalanya mengerti. Dia tahu bahwa saat ini bukanlah saat yang tepat untuk mengganggu Naruto yang dalam keadaan seperti ini. "Jujur, ini kedua kalinya aku melihatnya seperti itu. Pertama kali adalah ketika Minato-san pergi," batin Shikamaru sembari mencoba menghubungi Ino. "Ino? Apa yang kau temukan?"
[Semua saham Namikaze di hapuskan dalam dunia persahaman. Mereka mengatakan ada orang yang menghubungi mereka untuk melenyapkan semuanya.]
"Kenapa hal seperti ini bisa terjadi? Bukankah jika kau ingin melakukan hal tersebut mereka harus memiliki dokumen asli dan kertas penarikan saham yang sah?"
[Itu dia masalahnya. Mereka mengatakan bahwa orang yang mendatangi kantor dan website mereka memiliki semua hal tersebut. Ketika aku bertanya siapa orangnya mereka tidak mau memberi tahu kepadaku. Mereka mengatakan itu merupakan rahasia pribadi.]
Shikamaru yang mendengar ucapan Ino barusan mengernyitkan keningnya bingung. "Tunggu dulu, bukankah hal itu termasuk dengan tanda tangan persetujuan? Bagaimana mereka bisa melakukan pemalsuan tanda tangan tanpa diketahui?"
[I-ini yang ingin aku sampaikan, mereka mengatakan bahwa yang melakukannya adalah Sang Pemegang Saham sendiri.]
Shikamaru memutuskan pembicaraan dengan Ino saat mendengar hal tersebut. Jika orang itu bisa melakukan hal sampai sejauh ini, berarti mereka memiliki bagian dalam perusahaan ini. Orang-orang yang Shikamaru tahu hanya ada lima orang yaitu Kyuubi, Naruto, Sai, Shikamaru sendiri dan yang terakhir adalah … Gaara. Setelah Kushina pergi untuk urusan lain, dia memindah alihkan hak miliknya kepada Gaara. Apa Gaara? Tidak, Gaara tidak mungkin menyakiti Naruto seperti ini, apalagi Kyuubi. Sai? Meskipun Sai orang yang brengsek tetapi dia bukan tipe orang yang bisa melukai Naruto seperti ini. Aku? Hah bodoh sekali, mana mungkin aku yang melakukannya. Aku tidak akan mau melakukan hal merepotkan seperti ini. Karena ujung-ujungnya aku juga yang akan susah.
Shikamaru memercepat jalannya dan berhenti tepat di hadapan seorang pria berambut pirang panjang, "Dei, sedang apa kau di sini? Terakhir kali Kyuubi memberitahuku kalau kau keluar negeri." Tanya Shikamaru dengan nada yang tidak ramah sedikitpun.
"Aku membatalkannya dan kembali bekerja, kurasa aku masih bisa melakukan tugasku tanpa peralatan tersebut."
"Pekerjaan katamu? Pekerjaanmu membiarkan orang mengambil semua data, tanda tangan, kata sandi, dan dokumen pembatalan saham? Iya? Itu kerjaanmu?"
"Apa maksudmu?" tanya Deidara bingung dengan apa saja yang baru dia dengar.
"Semua saham Uzumaki lenyap dari dunia persahaman! Dan kau tahu apa yang akan terjadi? Kau akan melihat Naruto mati tepat di depan matamu! Kau tidak tahu betapa berharganya hal ini untuknya? Hah? Ini satu-satunya peninggalan Minato-san! Shit!" Shikamaru mengelap wajahnya dengan telapak tangannya. Entah kenapa dia begitu emosi saat ini. Wajah itu, wajah Naruto saat meneriakinya tadi terus terbayang di kepalanya dan dia tahu itu bukanlah pertanda yang baik. Shikamaru kembali menatap Deidara yang tampak sedang menundukkan kepalanya. "Maaf, Dei. Aku hanya sedang bingung. Kumohon kau mengerti dan segeralah kembali ke Ino. Kuyakin dia membutuhkamu."
Deidara melihat Shikamaru pergi begitu saja. Deidara menggigit bibir bawahnya dengan kuat. Haruskah dia memberitahukan apa yang tadi dia lihat di kediaman Uchiha. Tapi Deidara sendiri tidak mengerti apa tujuan orang itu menemui Sasuke. Seketika itu juga mata Deidara membulat. Tidak mungkin! Mungkinkah … dia tahu rencana Uchiha terhadapnya dan Sasori?
-VargaS. Oyabun-
Sai menatap Shikamaru dan shino secara bergantian. "Kau yakin sudah membujuknya untuk makan dengan baik?" melihat keduanya mengangguk, Sai hanya menghela napas pelan. Shikamaru benar, keadaan Naruto yang sekarang tampak lebih parah dari yang sebelumnya.
"Setelah Kyuubi menghubunginya dan memarahinya habis-habisan, dia jadi seperti itu. Sejak masalah itu terjadi dua hari yang lalu dia tidak mau keluar kamar. Dia hanya duduk di hadapan komputernya. Dia yakin akan menemukan jawabannya jika dia menelusuri IP address komputer yang digunakan setiap pemesanan saham satu per satu. Karena dia tidak bisa menerobos ke saham kelompok khusus maka dia harus masuk ke kelompok dunia."
"Hah?" Sai hanya mampu menggelengkan kepalanya mendengar ucapan Shikamaru barusan. "Yang benar saja! Di dunia ini yang memiliki saham bukan cuma Uchiha dan Uzumaki," ucap Sai tak percaya. Mungkin ada ribuan saham di luar sana yang menetap di dunia ini. Dengan senyuman tipis dia mengajak Shikamaru dan Shino untuk masuk ke kamar Naruto. Setelah beberapa menit hanya berdiam di diri di depan pintu akhirnya Sai angkat suara. "Naru—"
"Pergi."
"Kau hanya akan menyiksa dirimu jika seperti ini."
"Aku tidak akan keluar dari kamar ini sebelum menemukannya. Sebagian besar saham yang ada di beli oleh orang yang memiliki IP yang sama, sehingga aku tinggal memisah-misahkannya."
"Makanlah dulu, Naru. Semua teman-temanmu mengkhawatirkanmu," ucap Sai sembari mendekati Naruto dan memegang bahunya dengan pelan.
"Keluar," desis Naruto sembari berbalik dan menatap mereka bertiga dengan tatapan tajam.
Bloodshot.
Mata yang sebiru langit itu kini terlihat sembab dan merah. Tampak seperti orang yang tak hentinya menangis selama dua hari penuh.
"Naruto, ka—"
"Pergi. Aku tidak butuh rasa kasihan kalian."
BUGH
Said dan Shino membulatkan matanya ketika melihat Naruto terjatuh dari kursinya dan tersungkur di dekat ranjang. Di hadapannya terdapat Shikamaru yang sedang mengepalkan telapak tangan kanannya. Tangannya tampak gemetar. Dan mereka dapat melihat tatapan tajam Shikamaru. Ruangan itu hanya penuh keheningan selama beberapa menit. "Kau pikir yang kau lakukan ini benar, huh Naruto?" Naruto tak menjawab pertanyaan itu. Naruto hanya menatap Shikamaru dengan tajam sembari berdiri dan hendak menduduki kembali kursinya. Namun gerakannya terhenti saat Shikamaru mencengkram pergelangan tangannya dengan kuat. "JAWAB AKU BRENGSEK!"
"Kau tidak perlu ikut campur dalam masalahku. Jika kau ingin pergi dari tempat ini, silahkan aku tidak akan melaran—"
BUGH
Naruto membersihkan darah yang mengalir dari sudut bibirnya dengan jempolnya. Matanya menatap tajam ke arah Shikamaru.
BUGH
Naruto membalas pukulan Shikamaru dengan kuat namun kali ini Shikamaru tak membalasnya dan membiarkan Naruto memukulnya dengan sekuat tenaga.
"Kenapa?"
BUGH
"Kenapa?"
BUGH
"KENAPA KAU BEGITU PEDULI PADAKU?"
Shikamaru tak menjawab pertanyaan tersebut dengan langsung, melainkan dia menangkap tubuh mungil Naruto dan memeluknya dengan erat—sangat erat. Naruto masih mencoba untuk memukul Shikamaru. Beberapa menit kemudian keadaan kembali hening. Yang terdengar hanyalah isak pelan dari bibir Naruto. Saat dirasanya Naruto sudah tak berontak lagi, shikamaru memegang wajah Naruto dengan kedua tangannya dan mmenatap kedua mata yang sangat tidak sehat itu dengan lekat. "Bukan hanya aku yang peduli denganmu, semua orang di sekitarmu peduli denganmu. Mereka tidak ingin kau seperti ini. Mereka ingin membantumu."
"A-aku tidak tahu bagaimana aku harus menghadapi Tou-san ke-ketika dia tahu aku mengacaukan kerja kerasnya selama i-ini."
"Naruto, tidak ada satupun yang menyalahkanmu. Kita semua belum tahu siapa yang melakukan ini semua. Oleh karena itu kita butuh kerja sama, kau tidak bisa mengandalkan dirimu saja."
Naruto tak menjawab apa-apa dan hanya terus memeluk Shikamaru dengan erat—menumpahkan semua air mata yang kini kembali.
Sai yang menatap hal tersebut hanya mampu tersenyum miris. Kedua tangannya mengepal erat. "Brengsek kau bocah, beraninya kau menyetujui rencana Uchiha dan menyakiti Naru seperti ini," batin Sai sembari meninggalkan ruangan tersebut.
-VargaS. Oyabun-
"Kau menyayanginya, bukan?"
Pertanyaan itu membuat Sasuke berbalik menatap sosok yang sedang berada di sebelahnya. "Aku bahkan mencintainya." Sasuke menjawab pertanyaan sosok tersebut dengan datar. Dia tahu hal ini akan datang pada akhirnya. Tidak ada gunanya juga dia berbohong saat ini.
"Kau senang saat ini Uchiha menang, kan?"
"Aku tidak bisa mengatakan membuat badut kecilku menderita hal yang menyenangkan dan aku juga tidak bisa mengatakan bahwa kemenangan ini membuatku tidak senang. Kau tahu Itachi, kau mungkin tidak ingin tahu kenapa kali ini kita bisa menang telak. Aku menggunakan cara kotor, dan aku tidak ingin berhenti sampai di sini saja. Aku ingin memiliki Naruto sepenuhnya. Aku ingin dia datang kepadaku dan memohon kepadaku. Aku ingin dia tunduk kepadaku."
Itachi yang melihat senyuman kejam Sasuke hanya mampu menggelengkkan kepalanya. "Dia sudah terlalu sakit hati," batinnya sembari pergi meninggalkan Sasuke. Itachi tersenyum tipis, "Bagaimana Kyuubi mengatasi Naruto, yah?" tanyanya entah pada siapa
.
.
.
Sai menatap sosok di hadapannya dengan lekat. "Apa yang akan kau lakukan? Menghentikannya? Sulit jika kau harus memilih apakah kau harus menentang orang yang kau sayang atau menyelamatkan orang yang berharga, bukan?" Sai mendekati sosok tersebut dan tersenyum tipis dan membalikkan badannya, "Berhenti bersembunyi Dei. Aku tahu kau ada di sana. Seharusnya kau meminta maaf terhadap Naruto. Sepertinya ini awalnya datang darimu, bukan? Salahmu membohongi seorang psikolog."
"Maaf, aku tahu aku salah. Aku akan menebus semuanya."
Sai tersenyum dan memeluk sosok yang ada di hadapannya dengan lembut. "Kau dengar Gaara? Mereka akan membantumu merebut Kyuubi kembali dari perangkap Uchiha."
"Maafkan aku Gaara. Aku telat sekali menyadari bahwa Kyuubi mengambil alih negosiasi itu demi aku."
"Diam. Aku hanya khawatir dengan keadaan Naruto."
Sai tersenyum tipis dan melepaskan pelukannya dari Gaara. "Kyuubi akan marah jika aku memelukmu terlalu lama. Rebut kembali Kyuubi. Memalukan jika kau kalah dari Itachi."
"Lihat saja."
Gaara kemudian meninggalkan balkon tersebut. Menyisakan Sai yang menatap tajam ke arah Deidara. "You better keep your promise, Dei. Karena sangat menyakitkan melihat Kyuubi menyakiti adiknya sendiri. Bagaimana reaksi Naruto ketika dia mengetahui ini, ya?"
TO BE CONTINUE
Haaaiiii jumpa lagi huehehe oh ya Oyabun pengen promosiin twitter, KyugeeZ
Kalian bisa nanya apa aja seputar fic oyabun yang belum di update dan Oyabun menerima semua kritikan maupun pujian melalui twitter. Oyabun juga lagi nyari teman buat bikin fanfic collab. Yah, aku tau fic-ku masih banyak yang belum di update. Oleh karena itu, entar Oyabun bakal lihat, fic yang mana polling minta updatenya yang paling banyak huehehe. Hontou nii gomeeeen