Author : Misa Hwang

Title : Hurt.. (Chapter 1)

Main Cast :

-Xi Luhan

-Oh Sehun

-Girl (OC)

Genre : Angst, Sad

Warning : Yaoi, AU

Summary : Sehun dan Luhan telah menjalin hubungan selama enam bulan, namun Sehun selalu menyakiti Luhan, fisik dan mental. Sampai kapan kah Luhan akan terus bersabar?

Ini fanfic pertama saya di sini, jadi maaf kalau kurang memuaskan. Happy reading! ^^

Luhan menghela nafas kesal. Digosokkannya kedua tangannya kedinginan, rasanya tangan kecilnya hampir membeku walau sudah dibungkus sarung tangan. Sudah hampir dua jam ia menunggu namja itu di sini, di taman kota yang jauh dari keramaian. Bayangkan, di cuaca sangat dingin dan bersalju seperti sekarang tentu sangat menderita harus menunggu di tempat terbuka.

Namja cantik itu melirik HP-nya gelisah, kemudian dengan jari yang bergetar kedinginan ia membuka daftar kontak di HP-nya, mencari nama yang hendak dihubunginya. Orang yang sudah ditunggunya sejak dua jam yang lalu.

"Maaf, nomor yang Anda tuju sedang berada di luar jangkauan."

"YA! Oh Sehun! Sebenarnya apa yang sedang kau kerjakan? Kau ingin membuatku mati kedinginan, hah!" Luhan memaki sendirian, dilemparnya HP-nya ke tanah saking memuncaknya emosinya. Ia menghela nafas lagi, mencoba mengendalikan diri. Lalu dipungutnya HP-nya yang tergeletak di tanah.

Namun sial, HP itu tak dapat dinyalakan. Walau Luhan sudah mencoba beragam cara. Tampaknya rusak karena terbentur akibat dilemparnya tadi.

"Aargh! Sial sekali aku hari ini!" Luhan bangkit, dimasukkannya HP-nya dengan kasar ke dalam saku, lalu beranjak pergi. Tanpa sadar air matanya menetes. Sial, sungguh sial. Ia pikir malam ini akan menjadi malam Natal yang sangat membahagiakan. Karena tidak seperti malam-malam pada tahun sebelumnya, sekarang ia bisa melewatkannya dengan kekasihnya, Oh Sehun. Ia sudah membayangkan senangnya berjalan-jalan kecil menyusuri kota Seoul bersama Sehun di sela-sela turunnya salju. Saling menggenggam tangan satu sama lain, berbagi kehangatan... Ia bahkan sudah bersiap-siap dari pagi. Mencari baju yang cocok, berdandan... ia ingin tampil sempurna dan menjadi pendamping yang pantas bagi Sehun, namja yang enam bulan lalu memintanya menjadi namjachingu-nya. Tapi apa? APA? Dua jam ia menunggu, dan Sehun tak juga datang. Bahkan sama sekali tak memberi kabar!

Lupakan tentang segala hal romantis yang sekarang tampak memuakkan itu, Sehun memang selalu begini! Ia sangat cuek, bahkan bisa dibilang sama sekali tak peduli pada Luhan. Jarang menelepon, sering membatalkan janji secara sepihak, tak pernah ada waktu untuknya... Ia lebih mementingkan klub sepakbolanya atau teman-teman mainnya di klub basket dibandingkan namja chingu-nya. Menderita... Luhan sangat menderita. Namun ia tak ada keberanian untuk mengungkapkan kekesalan hatinya selama ini pada Sehun. Entahlah, mungkin.. ia takut. Takut pada namja yang lebih muda empat tahun darinya itu. Takut kalau ia marah-marah pada Sehun, namja tampan itu akan meninggalkannya. Mencampakkannya, melupakannya, mengabaikan dirinya. Luhan hanya bisa bersabar, menerima dengan pasrah segala perlakuan Sehun yang semena-mena padanya. Hanya bisa menggerutu dan merutuki kelakuan Sehun dalam hati. Hanya bisa menangis sedih dan kecewa tanpa suara.

Luhan mempercepat langkahnya, menyusuri jalanan kota yang penuh dengan pertokoan. Di mana-mana tampak pasangan yang berjalan berdua, terlihat begitu bahagia dan mesra. Luhan menggigit bibir, ingin sekali rasanya ia berteriak. Ingin mengatakan bahwa ia iri. Ya, IRI! Bukan berarti Sehun tak pernah menggandeng tangannya atau memeluknya, ani.. Sehun melakukannya, walaupun itu sesuai kemauannya. Jika ia sedang ingin, maka ia akan memeluk dan mencumbu Luhan, bahkan di tempat umum sekali pun. Dan Luhan tak bisa menolak. Tidak, ia tak pernah bisa menolak keinginan Sehun, segila apa pun itu.

Namun jika Sehun sedang kesal? Misalnya saat ia kalah pertandingan bola atau mendapat nilai jelek di sekolah, ia SELALU melampiaskan amarahnya pada Luhan. Tak hanya sekadar caci maki, pukulan demi pukulan pun kerap bersarang di wajah dan tubuh cantik Luhan. Seolah-olah Luhan bukan namja chingunya, tapi tempat sampah seorang Oh Sehun. Tempat ia menumpahkan rasa marah dan kesalnya, dan akhirnya ia pasti akan menyakiti Luhan. Bukan hanya sekali dua kali, tapi sering. Dan Luhan tak bisa berbuat apa-apa selain diam. Diam menahan semua rasa sakit yang ditorehkan namja tampan itu padanya.

Luhan berhenti sejenak, mengatur nafasnya yang tak beraturan, kelelahan. Ia mengalihkan pandangan ke sekitarnya. Akhirnya ia menangkap boks telepon yang tak jauh dari tempatnya berdiri. Dimasukinya boks telepon kecil itu. Dirogoh-rogoh sakunya, mencari uang logam. Setelah ketemu langsung dimasukkannya koin itu ke dalam lubang di telepon umum, dan dengan jari bergetar kedinginan dipencetnya tombol demi tombol angka. Nomor ponsel Sehun.

"Jawablah, jebal."

Luhan menggigit bibirnya yang kering karena kedinginan.

"Yoboseyo," sebuah suara berat yang sangat dikenalnya terdengar di gagang telepon. Luhan tersentak. Akhirnya, menjawab telepon juga! Ke mana saja kau! Aku hampir mati kedinginan menunggumu, dasar brengsek!

"Sehun-ah, kenapa baru mengangkat?" namun akhirnya kata-kata itu yang keluar dari bibir mungil Luhan. Tentu saja ia tak bisa memaki-maki Sehun walau ia ingin.

"Ah, mian, hyung. Aku ada latihan tambahan di klub bola. Bulan depan final, jadi walau malam Natal kita juga harus berlatih. Hyung tahu aku harus menang, kan."

"Begitu.." Luhan berusaha mengontrol nada suaranya. "Kenapa tak memberitahuku?"

"Aku lupa. Oh iya, kita ada janji hari ini, ya? Mian lain kali saja ya diganti. Tak apa kan?"

Lupa? Lupa katamu? Jerit Luhan dalam hati.

"Ya tak apa. Gwenchana," sahut Luhan lirih.

"Anak baik."

Lalu sunyi. Luhan menyandarkan tubuh mungilnya di samping telepon umum, ia baru saja mau mengakhiri pembicaraan ketika matanya menangkap sesosok namja. Namja yang tengah berdiri di depan toko perhiasan di seberang jalan. Namja dengan ponsel yang ditempelkan di telinganya. Namja yang sedang menelepon, bukan.. Lebih tepatnya sedang menjawab teleponnya. Tepat di seberang boks telepon. Luhan dapat melihatnya dengan jelas. Oh Sehun.

Kenapa namja itu ada di sini? Lalu latihan bola yang ia bicarakan itu?

"Sehun-ah, sekarang kau dimana?" tanya Luhan pelan, ia bisa mendengar suaranya sendiri yang bergetar.

"Di sekolah, waeyo?"

"Di sekolah, ya.." Luhan mengalihkan lagi pandangannya ke arah Sehun di seberang jalan. Mengapa ia berbohong?

"Luhan hyung."

"Ne?" mata Luhan masih lekat menatap sosok Sehun dari dalam boks telepon.

"Aku harus latihan. Kututup ya."

"Ne. Ber.. berlatihlah yang baik, Sehun-ah.."

Lalu Sehun menutup teleponnya. Luhan menghembuskan nafas perlahan, sambil terus memperhatikan Sehun di seberang jalan. Tak lama tampak seorang yeoja cantik keluar dari toko perhiasan itu, lalu.. berjalan ke arah Sehun. Dan.. Sehun merangkulnya!

Luhan berteriak dalam hati. Siapa? Siapa yeoja itu? Dan mengapa Sehun merangkulnya?

Sehun mendekatkan wajahnya pada yeoja itu, dan... menciumnya. Bahkan walau Sehun ada di seberang jalan dan pandangan Luhan terhalang kaca boks telepon yang terselimuti salju pun Luhan dapat melihat wajah Sehun yang tersenyum saat melakukannya.

Dan Luhan pun menangis.

~TBC~

Jangan lupa komennya ya.. kamsahamnida ^0^