.
.
.
Memiliki wajah cantik dengan rambut indah yang terbilang unik. Dan juga disukai oleh banyak orang, merupakan impian setiap gadis yang ada di dunia ini.
Namun hal itu tidak berlaku untuk seorang Sakura Haruno. Memiliki wajah cantik dan rambut pink indah, ditambah dengan sebuah jidat lebar yang lumayan makan tempat, adalah musibah baginya.
Yeah, kalau saja Sakura seorang perempuan mungkin ia akan sedikit bersyukur dengan anugrah itu. Tapi masalahnya ia adalah seorang laki-laki.
Catatlah wahai saudara-saudara! Haruno Sakura seorang adalah laki-laki. Dan akan terasa aneh kalau dia terlihat cantik dengan rambut sewarna bunga sakura. Apalagi...
"Kau diteror lagi?" tegur pemuda tampan berambut kelam itu, pada sosok yang sosok –berseragam sama sepertinya, yang sedang duduk termenung sendirian di dalam kelas pagi itu.
Mengalihkan pandangan lesunya dari tumpukan barang yang selalu menjadi langganan lokernya setiap pagi, Sakura menoleh ke arah Sai, dan menyapanya malas.
"Sepertinya kau mendapatkan pagi yang indah," sindir Sai begitu melihat tumpukan amplop dengan berbagai macam warna dan gambar yang imut di atas meja, Sakura.
"Mereka membuat lokerku rusak lagi."
Sai terkekeh pelan mendengar jawaban Sakura. Pemuda berkulit pucat itu kemudian menghenyakan dirinya untuk duduk di kursi di samping sahabat merah jambunya.
"Aku kan sudah pernah bilang, sebaiknya kau segera mencari pacar agar mereka tidak terus menerormu dengan surat cinta semacam ini." Sai terlihat memilah beberapa amlop yang ada di meja Sakura. Dan sepertinya pemuda pemuda pink itu tidak keberatan kalau barang-barang pribadinya diacak oleh si kulit pucat.
"Terlalu banyak perempuan mengerikan yang kutemui, dan aku belum menemukan yang cocok," sahut Sakura bergidik ngeri.
Ingatan pemuda itu kembali pada kejadian tiga hari yang lalu, saat ia hampir diperkosa oleh para fansgirl-nya di laboratorium IPA. Kalau saat itu, Sai, Kiba, dan Suigetsu tidak segera mengambil tindakan untuk menyelamatkannya, mungkin saat itu keperjakaannya sudah melayang.
"Bukankah kau bisa memilih salah satu diantara para fansgirlmu itu? Aku yakin akan ada yang cocok denganmu," saran Sai tak mengalihkan pandangannya dari surat cinta –milik Sakura- yang sejak tadi ia baca. Dahi pemuda itu mengerut.
"Apa kau tidak bisa memberikan saran yang lebih baik?" tukas Sakura gusar mendengar saran yang diberikan Sai. Apa pemuda itu sudah gila? Yang benar saja ia disuruh memilih pacar dari antara para gadis mengerikan yang hampir saja merenggut keperjakaannya? Nooo!
Tak menggubris perkataan Sakura, Sai malah senyam-senyum sendiri sambil bergantian melirik wajah pemuda di sampingnya dan membaca isi surat tersebut.
Sakura mengernyit heran. "Hei kau kenapa? Kau tidak sedang kesurupan kan Sai?"
Sai hanya tertawa pelan mendengar tuduhan Sakura, ia kemudian menoleh dan menyerahkan surat yang sejak tadi ia baca pada empunya.
"Aku rasa para fansgirl-mu itu tidak akan berani mendekat, kalau kau memacari penulis surat ini," kekeh Sai.
"Eh?"
Dengan alis bertaut bingung Sakura saat menerima surat cinta yang disodorkan Sai. Dengan penasaran ia kemudian membaca surat cinta tersebut.
.
.
.
Sepuluh detik berlalu.
Tak ada yang aneh, sama seperti surat cinta lainnya yang diawali dengan kata-kata romantis dan juga kalimat pujian serta rayuan gombal.
Dua puluh detik berlalu.
Isi suratnya biasa saja. Datarrrrr.
Empat puluh lima detik berlalu.
Surat yang membosankan.
Satu menit berlalu.
Surat dari Hoshigaki Kisame yang membosankan. Eh? tunggu! Hoshigaki Kisame? What the f*ck?
.
.
.
Mengucek matanya berkali-kali, Sakura kemudian memelototi surat cinta tersebut –membaca ulang nama ajaib dari sang pengirim. Ia tidak salah lihat kan?
Hoshigaki Kisame, atlet rugby sekolah yang memiliki wajah eksotis dan tubuh yang besar itu, mengirim surat cinta padanya? Demi Kami-sama, siapapun tolong katakan kalau ini hanya mimpi.
Sakura merasa kalau nyawanya sudah melayang ke akhirat setelah membaca surat itu. Ini pertama kalinya ia dikirimi surat cinta oleh seorang laki-laki.
Dengan wajah pucat Sakura, menoleh ke arah Sai, yang tersenyum geli melihat reaksi Sakura.
"Ki-Kisame-senpai...," gagapnya.
"Sepertinya ia merubah orientasi seksualnya saat melihat wajah manismu, Sakura-kun."
Dan perkataan terakhir Sai tadi sukses membuat Sakura menghantamkan kepalanya sendiri ke atas meja. 'Sial!'
.
.
.
Bel tanda jam pelajaran berakhir telah berbunyi dan menggema di seantero Konoha High School.
Para muridpun terlihat berhamburan keluar dari kelas masing-masing.
Dengan langkah tergesa Sakura berjalan menuju ke tempat parkir, mencoba menghindari sepelton fansgirl-nya yang menawarkan permintaan 'Pulang bareng' dengannya. Selain itu juga Sakura belum siap untuk bertemu Kisame -yang kata Sai- sudah mencarinya sejak jam istirahat tadi, dan dia ingin mengajak Sakura pulang bareng.
Pemuda berambut shaggy pink itu hanya bisa merutuki nasib malangnya dalam hati. Kenapa ia harus memiliki fansgirl dan fansboy yang bertipe dan berwajah seme? Itu mengerikan.
'Oh Kami-sama, dosakah aku memiliki wajah imut nan manis seperti ini,' raung inner Sakura berlebay ria di alamnya.
Dan...
'Bruk!' Karena terlalu terburu-buru, secara tak sengaja Sakura bertabrakan dengan sosok mungil berambut hitam yang berseragam sama dengannya, dan memiliki aura emo yang tak sedap.
"M-maaf, aku tidak sengaja," ucap Sakura cemas sembari mengulurkan tangannya, mencoba membantu gadis mungil yang terjatuh karena ulahnya tadi.
Gadis itu menatap Sakura tajam, untuk sedetik kemudian ditepisnya tangan pemuda pink terssebut. Menolak bantuan karena ia bisa bangun sendiri. "Aku rasa ukuran jidatmu terlalu lebar dan makan tempat, sampai matamu tidak berfungsi," desisnya dingin sambil berlalu pergi, meninggalkan Sakura yang cengo.
"Apa-apaan dia?"
Eh Tunggu! Apa katanya tadi? Dia mengungkit-ungkit tentang jidat lebar Sakura yang merupakan hal yang paling sensitif bagi pemuda itu, "Dia bilang jidatku terlalu lebar dan makan tempat? Awas kau gadis aneh."
.
.
.
To be continue.