The Right Hand of God

by Fujimoto Yumi

KyuMin, SiBum, HanChul, Changmin

Are belong to God and themselves

Length :

UPDATE Chapter 9B Chaptered 9 of 9 – Complete!

Summary :

Kyuhyun adalah seorang anak broken home.

Di pertemukan dengan Sungmin, seorang namja polos yang seolah tak mengetahui hal apapun kecuali membuat Kyuhyun bahagia.

Akankah Kyuhyun percaya bahwa Sungmin adalah tangan kanan Tuhan untuk memberikannya kebahagiaan?

Warning :

Yaoi, BL, BoyXBoy, Shonen-ai, OOC! AU! Cold!Kyu, Innocent!Min.

A/N :

This is the end of this story.

Don't like? Don't read please.

Want to bashing? Do that to this story. Not to main character^^

Wanna RnR? Just do that.

And I'll give my thanks just for you~

Happy reading^^

.

.

.

A KyuMin Fanfiction

The Right Hand of God

Chapter Nine – 9B

by Fujimoto Yumi

.

.

.


Kyuhyun menyusuri koridor kampusnya dengan banyak pertanyaan yang bersarang. Ia tidak mengerti mengapa ia merasa sangat penasaran. Rasa penasaran yang sebegini menggebu sampai-sampai ingin sekali ia keluarkan dengan cara mengetahui siapakah orang tersebut. Namun bagaimana? Mereka tidak pernah bertemu lagi. Ah, entah apa yang membuat dirinya terdengar sangat frustasi begini.

"Hoi!" Kyuhyun tersentak saat orang yang menyapanya juga menepuk pundaknya. Kyuhyun langsung menoleh dan mendapati temannya, Changmin.

"Oh, kau, Min. Ada apa?"

"Kau ini kenapa sih selalu melamun? Seriously, Kyu. Kau benar-benar seperti orang yang sedang linglung."

"Tidak, aku… sebenarnya… hanya ada beberapa hal yang sedang kupikirkan."

"Dan beberapa hal itu?"

"Tidak, bukan…" Kyuhyun tidak tahu harus jawab apa. "…bukan sesuatu yang serius, kok, sungguh!" lanjutnya tanpa tahu kalau sebenarnya Changmin sangat mengerti apa yang mungkin tengah dipikirkannya.

"Sungguh? Bukan tentang—dia kan?"

"WHA—"

"Pssttt—okay, lupakan apa yang kutanyakan. Lupakan, Kyu, lupakan. Seriously, nevermind. I didn't ask anything—or something, yeah."

Changmin kumat-kamit dalam hati atas pertanyaannya sendiri. Ia melirik lagi temannya itu, semoga tidak berefek apa-apa. Tuhan, Changmin benar-benar tidak sengaja. Lagipula ia hanya penasaran, kok. Tapi ya, mau bagaimana lagi, kan?

"Tidak, Min…" Kyuhyun akhir-akhir ini mungkin merasa sedang suka menjeda kalimat, ia jadi berpikir apa yang selalu membuatnya terdengar ragu ketika ingin menyampaikan sesuatu. "…sejujurnya memang ada hubungannya dengan—dia."

"WHAT?"

"Aku tidak akan mengulangnya, Changmin-ssi."

"Kyu demi apa aku sudah minta kau untuk melupakan perkataanku tadi, please, Kyu, please. Kalau kau tiba-tiba gloomy lagi Kibum hyung bisa menceramahiku, kautahu?"

"Tidak."

"Gesh. Okay, jadi…tunggu—kau bilang ada hubungannya dengan—dia? Apa?" Changmin menghela napas gusar, ia lamat-lamat bergerak dalam kegiatannya berjalan di samping sang teman, sedikit demi sedikit menunggu reaksi atau ekspresi apa yang akan Kyuhyun berikan padanya.

"Well, kautahu? Mungkin seharusnya aku sudah membicarakan tentang hal ini pada keluargaku, tapi… aku berpikir aku sudah terlalu banyak membuat mereka khawatir. Dan jika kuberitahukan soal ini… entah apa pendapat yang akan mereka berikan."

"Dan hal yang kaumaksud? Seriously kau tidak mengatakan hal apapun yang spesifik kecuali hal-ini atau soal-ini yang tidak kumengerti."

"Aku bertemu dengannya lagi."

"APA?"

"Bukan! Maksudku, seseorang yang mirip dengannya. Well, suaranya, postur tubuhnya. Begitu."

"Ha?" Changmin langsung mengerjapkan matanya berulang kali kala Kyuhyun terus berucap. Memberitahu soal sesuatu yang mengganggu pikirannya itu. Dan sejujurnya Changmin merasa tidak bisa menangkap apapun kecuali 'dia dia' saja.

Sekian menit Changmin berusaha memahami maksud dari perkataan temannya tersebut, mengenai Kyuhyun yang bertemu dengan orang itu—tidak, tetapi hanya memiliki kemiripan pada suara dan postur tubuhnya. Iya begitu. Jadi Kyuhyun—tunggu!

"TUNGGU! JADI KAU BELUM TAHU ITU BENERAN MIRIP ATAU TIDAK?"

"Ha? Tapi aku yakin, itu seperti Sung—"

"Tidak, tidak. Tunggu, Kyu. Hanya karena suara dan postur tubuh, itu bukan berarti dirinya memiliki kemiripan yang serupa. Tolong. Tolong jangan terlihat mengkhawatirkan beberapa hari belakangan ini HANYA karena itu!"

"HEI! Itu bukan 'hanya', Changmin. Aku benar-benar merasa itu seperti Sungmin!"

"Tapi apa kau sudah melihatnya dari dekat?"

"Belum, eh, sudah. Waktu itu! Sebelum kau menyapaku di pinggiran distrik Seoul. Aku menabraknya dan—well, meminta maaf lalu—"

"Yeah?"

"—aku mendengar suaranya dan aku berani bersumpah itu suara Sungmin!"

"Dan jika bukan? Banyak orang yang punya suara mirip, Kyuhyun-ssi."

"Tapi…" Kyuhyun tiba-tiba menjeda lagi. Well, tidak. Bukan salahnya. Ia hanya merasa ia akhirnya bisa memiliki sisi terang atas permasalahannya ini. Dan jika itu benar Sungmin, yang ia butuhkan hanyalah menunggu beberapa waktu lagi. "…postur tubuhnya, Changmin. Aku yakin—sangat yakin."

"Postur tubuh? Kyuhyunnie~ semua orang bisa mempunyai postur tubuh seperti Sungmin, Cho-ssi. Please, jangan bikin keluargamu khawatir lagi. Sudah cukup dengan Sungmin madness-mu. Move on, Kyu."

Changmin sontak berhenti ketika temannya berhenti. Sekarang, ada setitik rasa bersalah saat Changmin sadar apa yang ia ucapkan. Aduh, ia kok jadi ingin memukul mulutnya sendiri? Tapi ia benar-benar ingin Kyuhyun lepas dari ruang kenangannya itu. Tidak baik jika terus mengurung diri dalam ruang gelap yang bahkan jalan menuju ke sananya saja harus melalui koridor panjang tak bercahaya. Dan Kyuhyun sendiri tidak tahu jalan keluarnya. Miris. Namun Changmin mengerti. Sangat mengerti. Cinta pertama memang tidak semudah itu dilupakan.

"Okay, sorry lagi, Kyu. lupakan—"

"Sudah kucoba, tapi tidak pernah berhasil."

Changmin diam.

"Aku berusaha menyibukkan diri, well, belakangan, kautahu? Kupikir dengan sibuk mengenai ini-itu yang berhubungan dengan kuliah akan sedikitnya menghapus segala hal tentang Sungmin dan ya, tentu, berhasil. Namun sosok itu, sosok itu yang membuatku kembali mengingat tentang Sungmin."

Okay, biarkan aku menyalahkan sosok itu kalau begitu, batin Changmin.

"Tidak tapi, serius, Changmin. Aku amat sangat yakin kalau itu—adalah Sungmin. 100%"

"Disagree, Kyuhyun-ssi. Sekarang lupakan soal sosok itu dan kita masuk kelas. Right now."

"Okay, tapi…"

"No, buts. Daripada kuadukan pada Kibum hyung?"

"No, please."

"Good. Now, lupakan tentang sosok itu atau Sungmin sejenak dan kita masuk kelas. Dan rahasiamu—AMAN!"

"Okay."

Kali ini biarlah perasaan mengalah, karena Kyuhyun tahu logika Changmin itu tak bisa dibantah. Mungkin suatu saat ia akan mencari tahu, jika hatinya siap menerima kenyataan jikalau sosok itu bukan Sungmin. Sekali lagi, ia harus membiarkan hatinya terluka. Namun sekalipun ujung hasilnya ia bisa ketahui dengan mudah, yang penting—mencari tahu dahulu baru bagaimana ia akan bersikap mengenai kenyataan yang ada.


xxxXXXxxx


Tapi pada kenyataannya, sekali lagi—bumi seolah mendukung. Langit menolak membantu Kyuhyun mencari tahu, tanah pun demikian. Orang-orang yang ia temui tak mungkin bisa dilibatkan. Sang kamera kesayangan? Apa yang bisa Kyuhyun harapkan?

Sudah berapa kali—atau lama pun Kyuhyun mencari, sang lensa tak menemukan objek yang sama. Sejujurnya, bahkan lensa kameranya sendiri menolaknya. Lalu apa yang harus Kyuhyun lakukan sekarang? Ia tidak tahu. Haruskah ia benar-benar melupakan tentang sosok itu? Sungguh? Haruskah akhirnya ia tetap membiarkan dirinya terkurung lagi dalam ruang kenangannya sendiri? Tanpa kunci dan jalan keluar? Haruskah?

Haruskah seperti ini?

Lembayung senja yang nampak serasa tak menggangunya terlarut dalam pertanyaan yang muncul tanpa henti. Kyuhyun terduduk di teras depan rumahnya, menyaksikan bagaimana langit sewarna jingga menghiasi bumi saat itu. Kepakan sayap burung tak ayal terdengar, membuat namja tampan itu sedikit merengkuh tubuhnya saat angin ikut berhembus.

Terpaan cahaya langit yang semakin memudar semakin membawa Kyuhyun jatuh dalam pemikirannya yang tak berujung. Seolah menenggelamkannya pada kenangan yang dalam. Dan seketika Kyuhyun merasa terjatuh—jauh dalam angan keinginan yang membuatnya terlena. Sekali lagi Kyuhyun lupa cara bernapas saat bayang-bayang tentang Sungmin menyeruak masuk ke setiap indera di tubuhnya.

"Tuhan…" tanpa sadar dirinya menggumam, dalam lirihnya suara yang menyiratkan rasa sakit yang kasat mata. Tangannya ikut bergerak seolah punya otak sendiri, memeluk tubuhnya yang menggigil karena hasrat yang menggebu di sekujur darah yang mengalir dalam tubuhnya. Kyuhyun lupa untuk sekedar mengerjap—saat warna jingga semakin hilang dari pandangan. Ia terlena, seolah di sana ada senyum malaikatnya. Seolah di sana Sungmin tengah tersenyum untuknya.

Saat sampai seseorang membawa Kyuhyun kembali ke batas kesadaran yang ada; namja tampan itu tersentak dalam kehangatan tubuh yang dikenalnya. Ia mengenal lingkupan tangan ini. Ya, ini adalah pelukan sang hyung tersayangnya. "Kibum hyung…?"

Sosok itu masih betah mendekap sang adik kesayangan. Sampai ketika langit berubah total dengan hadirnya sang malam—juga saat kekasih sang hyung bergabung bersama mereka seiring dengan angin yang mulai dingin, Kibum perlahan melepas pelukannya kemudian ikut duduk di sampingnya. Menatap Kyuhyun dalam tanya yang tak pasti.

"Kau sedang apa, Kyu?" sapaan Kyuhyun baru dibalas sesaat Kibum memanjakan dirinya dengan bersandar padanya. Siwon duduk di sisi yang lain, di samping Kyuhyun juga dan ya, dirinya ada di tengah-tengah mereka. Seketika, Kyuhyun merasa ia begitu bahagia. Bahagia mengetahui bahwa ia memiliki mereka berdua yang peduli padanya.

Kyuhyun tak langsung menjawab pertanyaan Kibum membuat namja bersurai sewarna malam bertanya-tanya. Ia dan Siwon saling melempar pandangan bertanya—seolah berbicara dalam bahasa yang hanya mereka saja yang tahu. Namun ketika keduanya melihat senyum yang tampak di wajah namja brunette di antara mereka, sekejap—hanya ada rasa lega yang melingkupi mereka berdua.

"Aku… sejujurnya tadi sedang terlena dalam duniaku, hyung. Tapi untungnya, hyung datang dan menerobos masuk, menyelamatkanku." Kyuhyun menjawab tanpa membawa arah pandangannya kepada Kibum. Fokus retinanya kini masih memandang langit yang mulai gelap.

Kibum maupun Siwon mengernyit. Namun sedetik kemudian mulai mengerti. Kibum semakin merapat pada adiknya, seakan ingin memberikan semua perlindungan yang ia miliki. Siwon hanya melihat tanpa mau menyela.

"Aku baru saja tersadar kalau tadi… aku mulai membayangkan jika Sungmin sedang tersenyum untukku saat matahari mulai tenggelam. Dan aku… sekali lagi terlena. Tapi aku berterima kasih pada Kibum hyung yang sudah menyelamatkanku."

"Kyu…"

"Maaf, jika aku membuat kalian khawatir. Tidak seharusnya aku begini. Jujur saja, awalnya aku sudah terbiasa. Tapi… semenjak hari di mana aku bertemu dengan sosok yang mirip Sungmin… aku jadi begini lagi."

Awalnya mereka berdua tak berniat untuk menyela. Namun mendengar kata 'mirip dengan Sungmin' refleks membuat mereka menyahut.

"Mirip dengan Sungmin?"

Kyuhyun hanya terkekeh kecil mendengar pertanyaan yang datang bersamaan dari kedua sisinya itu. Ia mengangguk pelan—sekali lagi tanpa membawa arah pandangannya pada dua orang di dekatnya.

"Di mana? Kapan, Kyunnie?"

"Hm… di pinggiran distrik Seoul? Kapan? Aku tidak ingat, hyung. Sepertinya sudah sangat… lama."

Selesai menjawab Kyuhyun terdiam. Ia memilah banyak topik yang ingin dibaginya yang baru saja dirasa bahwa ia tak bisa menyimpannya sendirian. Atau mungkin jangan sampai Changmin yang menceritakan pada mereka. Mungkin memang sudah waktunya Kyuhyun berbagi lagi pada dua hyung tersayangnya ini.

"Dan lagi-lagi kau menyimpan ini sendirian dalam waktu lama?" pertanyaan Kibum mengambil atensinya. Untuk saat ini, Kyuhyun berniat untuk melihat sang penanya. Ia merasa bersalah melihat kilat kecemasan di mata sang hyung.

Kyuhyun yang melihat itu mengambil tangan kakaknya dan menggenggamnya. "Maafkan aku hyung. Bukan. Bukannya aku ingin menyembunyikannya sendiri. Sejujurnya aku hanya tidak ingin membuat kalian khawatir terus. Well, kalau boleh kubilang, Changmin sudah tahu hal ini. Dan—aku yang memintanya untuk tidak memberitahukan kepada kalian," Kyuhyun tak membiarkan mereka berdua memotong ucapannya. Apalagi ketika melihat Kibum akan protes.

"Kyu, kau tahu bahwa sejujurnya yang kulihat sekarang hanyalah kau yang semakin menyiksa diri? Tidakkah kau tahu justru kau semakin membuat kami khawatir?" Siwon bertanya setelah sekian lama hanya berdiam diri menyimak pembicaraan adik-kakak tersebut.

Atensi Kyuhyun sekarang mengarah pada Siwon yang menatapnya keras—namun sarat akan kekhawatiran. Kyuhyun ingin mengangguk—mengakui bahwa ia memang tersiksa. Tapi ia tidak boleh menunjukkan rasa sakitnya pada mereka berdua.

"Dan bisakah kau berhenti? Aku tahu kau belum benar-benar berhenti," ucapan Siwon lagi-lagi menyita perhatiannya.

Mengapa… mengapa Siwon hyung sangat mengerti penderitaanku? Apakah Kibum hyung sering berbagi padanya? Ah, tentu saja… tanpa sadar Kyuhyun membatin karena rasa herannya.

Angin yang berhembus menjadi satu-satunya penengah dalam pembicaraan mereka. Kibum makin merapat pada Kyuhyun, Siwon ikut menyalurkan kekhawatirannya. Sudah cukup Kyuhyun seperti ini. Sudah cukup ia melihat Kibumnya sedih. Kibum tidak boleh ikut merasakan sakit yang sama seperti adiknya. Kyuhyun harus bangkit. Atau setidaknya… meyakinkan diri bahwa ia harus lebih kuat lagi.

"Kyu, dengarkan aku…" Siwon menjeda dalam napas yang sedikit memberat karena kekhawatiran yang menguap. Ia melirik sebentar kekasihnya yang asik bersandar pada Kyuhyun. Namun kemudian ia melanjutkan ucapannya. "… bisakah, sedikit lagi saja kau lebih kuat?"

"Apa?"

"Aku hanya ingin memintamu agar lebih kuat lagi. Maksudku… kau sendiri tahu butuh berapa lama yang Sungmin habiskan untuk bisa mengexplore dunia? Berapa lama ia menunggu agar bisa melihat dunia dengan mata kepalanya sendiri? Kau tahu itu tidak sebentar, kan, Kyu? Dan… maukah kau lebih kuat lagi untuk menunggunya? Mungkin saja… dia sedang dalam perjalanannya untuk kembali padamu. Mungkin saja selama ini Tuhan memang sedang mengujimu? Bisakah kau melalui ini? Bisakah kau menghadapi segala sesuatu yang Ia berikan padamu?"

Kyuhyun tak berniat memotong. Ia hanya mendengar seraya merasakan genggaman tangan Kibum mengerat padanya.

"Karena itu… sedikit lagi saja, Kyu, bertahanlah dan lebih kuatlah. Tangguhkan hatimu untuk menunggunya kembali. Jika memang yang kau temui kala itu benar-benar mirip dengannya—mungkin… sebentar lagi. Hanya sebentar, Kyu. Setelah itu kau akan benar-benar bahagia? Sebab apapun yang terjadi… semua akan indah pada waktunya. Maukah kau percaya itu?"

Kali ini Kyuhyun benar-benar bisu. Ia bahkan tidak pernah berpikir seperti itu. Yang selalu ditanyakan dalam otaknya hanyalah ke mana Sungmin pergi atau mengapa Tuhan harus mengambilnya?

Mengapa Kyuhyun tidak berpikir dewasa seperti pemikiran dua kakaknya ini? Mengapa Kyuhyun harus terlihat lemah begini? Pada dasarnya memang dianya saja yang berlebihan kan? Dan mendengar ucapan Siwon tadi… oh, sungguh. Ia berterima kasih karena Tuhan memberikan sosok seperti Siwon pada hyungnya. Menyadarinya saja ia sangat bahagia.

Tanpa sadar senyum hadir lagi, kali ini yang Kibum maupun Siwon yakini—itu adalah senyum penuh percaya diri. Dan kesungguhan yang berarti.

"Terima kasih Siwon hyung. Aku… akan mengingat perkataan hyung. Mungkin memang seperti itu. Sungguh… terima kasih," Kyuhyun tersenyum pada calon kakak iparnya. Ia kemudian juga melemparkan senyum pada sang hyung yang mengusap pipinya.

Dan kemudian ketiganya kembali larut dalam obrolan ringan yang membuat sang malam semakin nampak terlihat dari teras rumah tersebut. Memberikan ketenangan yang tiada henti menjalar dalam setiap darah tiga insan yang duduk merapat satu sama lain.


xxxXXXxxx


Beberapa bulan berlalu semenjak percakapan itu dan Kyuhyun sudah mulai lupa tentang segala sesuatu yang mengadakan topik tersebut. Memang tak sepenuhnya lupa, namun setidaknya ia tidak terlalu terlena dalam rasa penasaran yang ia sendiri tahu jawabannya.

Saat itu hari di penghujung semester sudah dimulai. Beberapa hari ke depan sudah akan liburan panjang untuk kemudian memasuki semester baru. Kyuhyun berjalan bersama Changmin ke arah kantin kampus sebelum memulai sisa kelas mereka jam sebelas nanti. Masih ada sekitar satu setengah jam untuk sedikit santai dan membahas proyek mereka. Oleh karena itu keduanya memilih santai sambil mengobrol-obrol sedikit.

Kyuhyun dan Changmin duduk agak menjauh dari keramaian hiruk-pikuk mahasiswa yang sudah memenuhi kantin. Mereka ada di sana dengan perihal yang sama atau juga ada yang sedang sarapan. Mereka berdua tidak mempedulikan hal itu. Bukan urusan mereka juga lagipula.

Sesaat duduk, Kyuhyun langsung bermain-main dengan kameranya, sesekali ia bertanya pada Changmin yang langsung namja tinggi itu balas. Changmin sendiri membuka laptopnya seraya ia sesekali menanggapi temannya itu. Ia tak begitu peduli sebenarnya apa yang Kyuhyun lakukan. Namun memelototi view finder DSLR begitu lama pastinya membuat Changmin penasaran.

"Oi, kau sedang apa sih, Kyu?"

Namun Kyuhyun tak berniat menjawab. Fokusnya masih tertuju pada kameranya. Changmin menoleh ke belakang untuk melihat apa yang Kyuhyun lihat dari alat pemotret itu (karena mereka duduk berhadapan) tapi ia tak merasa menemukan objek yang pas.

Kyuhyun sendiri masih terpaku. Benar-benar terlihat jelas walau rasanya berbayang. Objek dari jarak sejauh itu ia tangkap dengan kameranya. Dan objek itu adalah objek yang ia cari berbulan-bulan yang lalu. Tapi apakah benar? Apakah sekarang Kyuhyun harus menghampiri objek itu? Namun bagaimana jika itu malah menyakiti hatinya lagi?

"Oi, Cho Kyuhyun-ssi? Are you still here, Mister? Are you still alive? Hello~" Changmin malah sekarang semangat mengibas-kibaskan tangannya di depan lensa kamera Kyuhyun membuat yang Kyuhyun lihat hanyalah telapak tangan sahabatnya.

Kyuhyun berdecak mendapati Changmin yang mengganggu kesenangannya itu. "Apa sih, Changmin? Jangan ganggu. Singkirkan tanganmu. Objek yang kuliha—ah, shit! Hilang, kan!" tanpa sadar Kyuhyun mengumpat. Ah, andai tangan Changmin tak mengganggunya.

"Apa? Objek apa? Cewek cantik?"

"Bukan dan jangan banyak tanya. Aku tahu kalau kujawab kau akan mulai bicara soal logika lagi."

"Tsk. Jangan-jangan soal 'dia' lagi, deh."

"Kalau iya?"

"Masih ngotot soal 'kemiripan' pak?"

"Kalau iya?"

"Aku tidak yakin, Kyu. Mungkin saja kau keliru. Bagaimana jika bukan dia? Kau sungguh yakin mirip?"

"Kalau iya?"

"Sudahlah, mas. Menyerah saja. Move on apa susahnya? Masih mau menunggu memang?"

"Kalau iya?"

"Astaga Kyu sumpah jangan hanya jawab kalau-iya kalau-iya saja, kenapa?! Kok aku merasa sangat kesal, ya?"

"Deritamu, dong, Min."

"Dammit, kau, Cho-Kyu."

"Sudahlah. Tutup mulutmu, Changkul."

"Jangan mulai, Kyupuk."

"Tuh. Kau yang mulai, kan."

"AH SUDAHLAH. Aku lelah berdebat denganmu."

"Well, I won. Hahaha."

"Tsk. Dasar."

Dan sejujurnya percakapan itu tak berhenti. Namun Kyuhyun sedikitnya menikmati, Changmin pun tak menyangkal. Persahabatan mereka yang sudah berjalan semakin akrab membuat keduanya tak peduli tempat untuk berdebat.

Pun dari jauh meja kantin yang mereka tempati, Siwon dan Kibum memperhatikan dalam diam. Sedikitnya mereka merasa tenang saat melihat senyuman kembali hadir di bibir Kyuhyun. Semoga. Semoga ini akan terus berlangsung untuk waktu yang lama.


xxxXXXxxx


Liburan panjang sudah berlalu. Awal semester baru akan segera dimulai. Kyuhyun berjalan sendiri di koridor kampus menuju kelas pertamanya. Sesekali ia membalas sapa yang menggema. Memang ia masih dingin, namun setidaknya hanya menganggukkan kepala saja tidak apa-apa, kan?

Selama liburan Kyuhyun menghabiskan diri sibuk pergi-pergian dengan sang kakak. Mencari objek yang menarik untuk dipotret. Atau bahkan mungkin memori kamera kesayangannya justru penuh oleh foto sang hyung akibat seringnya mereka pergi bersama. Terkadang Siwon dan Changmin juga ikut—pun orang tua mereka juga. Dan hal itu Kyuhyun akui sangat menyenangkan. Sedikitnya menyingkirkan bayang-bayang tentang sosok-objek itu.

Ah, bisakah ia menemukannya lagi? Sosok itu ada di kampusnya waktu itu, kan?

Ah, tidak. Bukan. Bukan waktunya untuk menyiksa diri lagi.

Kyuhyun berjalan agak mojok hampir merapat pada dinding berjendela di dekatnya. Ia berjalan pelan menyusuri lorong itu. Sesekali tatapannya mengarah ke jendela yang nampak ke seberang gedung yang hanya berisi kantor dosen dan para rektor—perpustakaan dan sebagainya. Dan di saat matanya tak terlalu fokus (ia yakin karena sesekali mendengar ada yang memanggilnya) Kyuhyun kembali menangkap sosok yang sama.

Oh, Tuhan…

"Oi! Melamun saja kau, Kyu?" tepukan pada bahunya membawa Kyuhyun pada kesadaran. Ia langsung mengerjap dan menatap tajam sahabatnya, Changmin. "Apa? Kenapa jadi marah padaku?"

"Kau ini kenapa sih selalu menggangguku di saat penting seperti ini?"

"Hah? Penting? Penting apanya? Paling hipotesamu soal-"

"Ya, ya, ya. Mr. Logic. Tidak semua orang memiliki kemiripan yang sama. Okay. Problem solved. Kita cabut," potong Kyuhyun yang langsung membuat Changmin terdiam. Namja tampan itu berjalan meninggalkan sahabatnya di belakang dengan kernyitan alis yang kentara. Hei, hei, hei. Mengapa Kyuhyun merasa sekesal itu?

"Jangan pakai marah segala bisa dong, pak?" Changmin menyusul langkah sahabatnya dan merangkul bahu Kyuhyun.

Kyuhyun hanya mendengus mengangkat bahu. "Lagi badmood nih saya, mas. Bisa diam sebentar?"

"Oh, oke, sir," dan Changmin hanya bisa merespon demikian. Oh, dia jadi merasa bersalah selalu menentang apa yang Kyuhyun katakan perihal 'sosok mirip Sungmin' itu. Dan setelahnya, Changmin berusaha mengimbangi langkah sahabatnya menuju kelas pagi mereka.


xxxXXXxxx


Langit yang cerah tampak begitu indah. Kyuhyun terduduk malas di bangku kelas pertamanya di hari itu. Changmin yang duduk di depannya pun melakukan hal yang sama.

Sekali lagi Kyuhyun merekam setiap momen yang melibatkan dirinya dan sosok itu. Belakangan ini semakin nyata. Ia yakin ia tidak bermimpi. Tetapi mengapa hanya dirinya saja yang melihat? Tidak bisakah Changmin juga melihatnya? Setidaknya agar hal tersebut membuat Changmin bungkam soal persepsinya itu.

Argh! Kyuhyun malas memikirkannya. Ia juga malas berpikir mengapa dosen mereka telat.

Di dalam keributan yang perlahan-lahan tercipta di sekitar Kyuhyun, namja tampan itu melirik ke arah tasnya dan mengambil benda berbentuk persegi panjang kecil yang mungkin bisa ia sebut diary. Semacam itulah.

Lamat-lamat ia mengelus permukaan diary itu sebelum membukanya. Menelusuri setiap deret kalimat yang ia tulis sendiri. Membaca setiap kata yang terangkai di sana ketika ia merasa tersiksa akibat pertengkaran orang tuanya atau ketika Kibum meninggalkannya sendirian di rumah dengan memilih pergi. Meneliti setiap coretan yang ada—juga membaca lagi beberapa list yang ia buat dengan harapan ia bisa mewujudkannya.

Dan memang, banyak dari list tersebut sudah ia wujudkan –dengan bantuan Sungmin ia bisa mewujudkannya. Tetapi mengapa sosok yang sangat berjasa itu harus hilang sekarang? Mengapa sosok itu harus pergi dari hidupnya? Mengapa?

Namun seberapa keras pun Kyuhyun bertanya dan meneriakkan kata mengapa—takkan pernah ada jawaban yang datang menghampirinya. Dan Kyuhyun semakin sesak akan hal itu.

Saat lembar demi lembar ia buka, kemudian membawanya pada halaman di mana tertulis list ke 100 yang ia buat, Kyuhyun terdiam. Terdiam lagi dalam angan yang ia buat sendiri. Otaknya bekerja untuk memutar ulang apa saja yang sudah terjadi. Dan tanpa sadar, tangannya memegang erat buku diary tersebut. Mencengkeramnya seakan ingin memusnahkan bukti nyata mengenai Sungminnya.

Kyuhyun kemudian kembali ke batas kesadaran dan mengambil pulpen untuk menuliskan sesuatu. Sebelumnya sekali lagi ia membaca sederet kalimat yang di atas pengharapan itu—sudah banyak sekali harapan Kyuhyun yang diberi tanda checklist.


#100 Bahagiakan dia selamanya. Ya dia. Sosok yang membantuku meraih bahagiaku. Lee Sungmin-ku.


Dan Kyuhyun langsung tertohok lagi. Tangannya menekan kuat ujung pena yang bersentuhan dengan badan buku putih yang sudah ternoda. Matanya memejam erat menghalau cairan kristal menuruni pipinya. Kyuhyun tak peduli lagi dengan kenyataan yang ada. Dirinya terlalu sibuk mengusir setiap rasa sakit juga pedih yang menderanya.

Tidak juga sadar ketika dosen kelasnya masuk membawa seseorang yang tak dikenal siapapun di sana. Tidak juga melihat bagaimana Changmin membelalakkan mata saat mendapati siapa yang berdiri di depan kelas bersama dosen pengajarnya. Ingin rasanya Changmin tersadar namun keterkejutan yang ia sendiri alami berhasil membuatnya bungkam. Sampai ketika akhirnya sang dosen menyuruh sosok itu mengenal diri, Changmin tersadar kemudian menoleh ke belakang melihat Kyuhyun yang tak menyadari keadaan sekitar.

Tepat ketika Kyuhyun yang juga meyakinkan diri bahwa terus menerus menusuk hatinya sendiri adalah hal bodoh, ia tak mempedulikan setetes air mata yang membasahi buku diarynya. Dan saat itu juga ketika fokusnya tak bekerja, sebuah suara yang sangat kental ditelinganya terdengar menggema begitu saja.

"Halo, namaku Lee Sungmin. Salam kenal…"

Kyuhyun berusaha menulikan pendengarannya kalau bisa. Ia bahkan tidak mau peduli pada realita yang ada jikalau anak baru itu memiliki nama yang sama dengan kekasihnya. Ia terlalu sakit untuk berpikir bahwa Sungmin akan kembali.

"…dan aku ingin duduk di samping Kyuhyunnie!"

Namun nyatanya ia merasa déjà vu dengan kalimat tersebut. Mengabaikan hatinya yang berteriak kesakitan, Kyuhyun berpaling menatap ke depan kelas di mana sosok itu berdiri di samping dosen pengajar sambil tersenyum. Seolah melemparkan senyum itu khusus padanya.

Seluruh orang di kelas itu menatap bergantian ke arah Kyuhyun juga Sungmin. Ketika dirasa Kyuhyun bahwa tubuhnya bergerak sendiri tanpa ia suruh, namja tampan itu tak protes. Kyuhyun merasa dirinya berjalan agak cepat untuk mengapai sosok yang masih berdiri di sana –seakan menunggunya.

Saat satu lagi ia pijakkan langkah kakinya di depan sosok itu, namja brunette tersebut tidak peduli pada yang lainnya dan mengambil sang anak baru untuk masuk ke dalam dekapannya. Menenggelamkan figure tersebut agar tak pergi lagi. Dan dalam hati ia bersyukur mendengarkan perkataan calon kakak iparnya.

Siwon hyung benar, semua akan indah pada waktunya.

Dan hari itu… Changmin yang sedari tadi memperhatikan sambil tersenyum dapat melihat –bahwa untuk kesekian kalinya… Kyuhyun menangis hanya untuk namja manis ini.

Lalu ketika ia menoleh ke belakang lagi, ia mendapati buku Kyuhyun terbuka. Dan di sana menampakkan sederet kalimat yang dengan jelas bisa ia baca.


Ketika aksara terangkai menjadi sebuah harap. Maka harap yang ada akan kulantunkan menjadi doa. Karena itu, kumohon Tuhan… sekali ini saja… izinkan aku bertemu dengannya. Hanya kali ini… hanya kali ini dan aku takkan meminta apapun lagi.


Changmin tersenyum kemudian memberikan tanda checklist pada tulisan itu. Beriringan dengan suara Sungmin yang mulai terdengar lagi.

"Aku pulang, Kyunnie~"

Dan Changmin sekali lagi bisa mendengar suara hati Kyuhyun. Yang menangis. Yang bahagia.

"Selamat datang, Minnie."

Mereka tak menghiraukan semua orang yang ada di sana. Dan orang-orang itu seakan mengerti membuat Changmin sekali lagi tersenyum sambil memandang langit yang cerah setelah sebelumnya mengambil potret mereka lalu mengirimkannya pada Kibum dan kakak sepupunya.

"Selamat, Kyu. Akhirnya kau temukan lagi kebahagiaanmu."

Kemudian angin berhembus. Menyapa setiap partikel hidup yang ada di bumi. Memberikan kesejukan pada siapa saja yang membutuhkan. Membelai setiap hela napas insan yang menghirupnya. Menyampaikan kebahagiaan yang ada di sekelilingnya.

Karena disetiap cobaan pasti ada hikmah di dalamnya. Betapa Kyuhyun terus berjuang melawan semua rasa sakitnya, dan akhirnya Tuhan menghadiahkan kebahagiaan yang hakiki untuknya.

Dan Kyuhyun bersyukur. Sangat bersyukur. Setelah ini ia yakin ia tidak akan bisa tidur karena terlalu gembira.

Karena ia bahagia. Ya, ia sangat bahagia.


xxxXXXxxx

THE END

xxxXXXxxx


Thanks to : nik4nik - sudah dilanjut ya. | abilhikmah - Kyuhyun sudah semangat nih qaqa /ga | Rinda Cho Joyer - semoga semua pertanyaanmu terjawab ya di chapter ini. HildamarElf - apakah Sungmin bereinkarnasi? Silahkan temukan jawabannya di epilog. Ini udah kilat ya updatenya. xing mae30 - apakah Sungmin telah kembali? Sudah dijawab ya di atas. PumpkinEvil13 - ini sudah apdet yaa. | seira minkyu - ekspetasi yang bagaimana? Adakah apa yang dijelaskan di sini termasuk dalam ekspetasimu? lee sunri hyun - apakah Sungmin tidak mengingat Kyuhyun? Sudahkah menemukan jawabannya di sini? orange girls - sudah dilanjut ya. Sudah menemukan semua jawaban dari pertanyaanmu kan? Semogaa. | Dan untuk kamu-kamu yang fave, follow dan yang sedang baca fanfiksi ini sekarang.


Author's Note :

This is the end of the story. Thank you for all of your support. Maaf juga pernah ngepending posting fanfic ini di sini. And... ini yang bisa saya berikan. Terima kasih sekali lagi.

Btw silahkan nikmati epilognya~

Regards,

Yumi


xxxXXXxxx

Epilog

xxxXXXxxx


Kyuhyun memperhatikan dalam diam sosok yang duduk beralaskan hamparan rumput di bukit yang pernah ia kunjungi –itu pun kali kedua ia melihat sosok ini. Namja tampan itu memandang seolah tidak akan melihat figure di depannya lagi esok hari. Kyuhyun terlalu takut Sungmin akan pergi lagi.

Sungmin hanya memberikan senyuman. Senyuman yang mampu mendisfungsikan seluruh kinerja saraf dan inderanya. Senyuman yang bisa membuatnya gila dalam sekejap. Senyuman polos yang sangat ia suka. Dan Kyuhyun benar-benar merasa berhenti bernapas saat itu juga.

Apalagi ketika tangan sosok Sungmin di depannya terjulur untuk menangkup wajahnya, lalu mengusapnya halus penuh sayang.

"Aku tidak akan ke mana-mana lagi, Kyunnie~" Sungmin berbisik seolah tahu apa yang Kyuhyun takutkan. Namja bergigi kelinci itu kemudian memajukan wajahnya untuk memberi satu-dua kecupan pada bibir Kyuhyun –berusaha lebih meyakinkan namja tampan itu kalau ini bukanlah mimpi. "Setelah ini aku akan tetap bersama Kyunnie. Selamanya."

Dan Kyuhyun pun menubrukkan dirinya pada Sungmin, menenggelamkan lagi sosok cantik itu –menjaganya agar takkan ada yang bisa mengambilnya. Bahkan takdir sekali pun.

"Ke mana saja kamu, Minnie? Kau tidak tahu seberapa desperate-nya aku saat kau pergi?" Kyuhyun berbisik lirih sambil menciumi setiap jengkal yang bisa ia jangkau. Berusaha menyampaikan semua rasa yang ia pendam selama ini. Semua rasa yang meluap-lupa dan ingin sekali dikeluarkan.

Sungmin menyamankan dirinya dalam belaian sang kekasih yang juga begitu ia rindukan. "Aku di Jepang. Aku…" Kyuhyun tak berniat menyela. Ia menunggu sampai Sungmin menceritakan semuanya. "…kembali ke masa lalu sebelumnya. Lalu kemudian, sosokku di masa lalu meninggal, Kyunnie. Dan saat aku terbangun, aku ada di Jepang, dalam tubuh yang sekarang kau peluk ini."

Kyuhyun memperhatikan setiap pahatan Tuhan yang ada pada sosok dalam dekapannya. Tangannya mengelus pipi yang begitu lembut saat bersentuhan dengan tangannya. Juga surai kecoklatan Sungmin yang begitu membuatnya terlena.

"Aku berusaha untuk mencari tahu tentangmu, Kyu. Aku berusaha membiasakan diri. Aku… selalu berharap bisa kembali ke sini. Lalu saat itu aku bertemu denganmu. Seharusnya aku menyapamu, tapi batinku mengatakan bahwa belum saatnya. Aku harus tahu apakah kau sedang mencariku? Dan pada akhirnya… aku di sini… bersamamu lagi. Aku di sini karena aku tahu aku sudah sangat menyakitimu. Aku sudah di sini, Kyunnie. Dan aku… tidak akan pergi lagi. Aku… menepati janjiku, kan?"

Sungmin mengecup ujung hidung Kyuhyun kemudian memeluk erat sosok itu. Kyuhyun pun tak melepaskan kesempatan untuk mendekap kekasihnya. Ia sekarang mengerti. Mengerti mengapa Sungminnya harus pergi. Karena setidaknya ia juga tahu, bahwa Tuhan tidak sejahat itu memisahkan dia dengan kebahagiaan terakhir yang diinginkannya.

"Terima kasih, Minnie. Terima kasih."

Dan seiring angin berhembus, Kyuhyun hanya bisa berucap demikian. Menyampaikan seluruh rasa syukurnya, ia dalam hati juga berterima kasih pada Tuhan karena membawa Sungmin kembali padanya. Ia tidak peduli lagi pada yang lain. Yang ia ingin sekarang adalah ia bisa bersama Sungmin selamanya.

Pun kemudian Kyuhyun melepas pelukan yang ia berikan pada Sungmin lalu menggantinya dengan kecupan. Kyuhyun menutup kisahnya dengan ciuman penuh rasa cinta yang ikut beterbangan bersama angin yang berhembus. Seolah ingin menyampaikan pada siapapun bahwa sekarang Kyuhyun berbahagia. Dan Kyuhyun tidak membutuhkan apapun lagi kecuali sosok yang ada di dalam dekapnya.

Dan Kyuhyun berterimakasih. Berterimakasih untuk semua pelajaran hidup yang Tuhan berikan padanya. Karena hal tersebut, ia belajar banyak untuk menghadapi kehidupan selanjutnya.

'Terima kasih, Tuhan. Karena mengizinkanku untuk memiliki tangan kanan-Mu. Terima kasih. Dan aku berjanji akan terus menjaganya. Hingga tak terbatas waktu.'


xxxXXXxxx

See you again!

xxxXXXxxx