You are My Doll


Minna~ Kangen sama saya? Maap lama ya, saya hiatus soalnya. Hehe~ Dari pada basa-basi lam-lama, mendingan langsung disclaimer~


Disclaimer : Vocaloid bukan milik saia, tapi fic ini saia yang punya.

Rate : T

Genre : Romance, Fantasy, Comedy/Humor

Caution : AU, typo, OOC.

Don't Like Don't Read!

Flame accepted


Chapter 9 : Luka's Medium


Luka POV


Aku sedang berjalan di sebuah kota yang ramai. Tubuhku lemas, mungkin karena aku mengeluarkan tenaga saat bertarung melawan Rin. Mungkin… aku juga perlu seorang medium.

Tapi… siapa yang mau menjadi mediumku? Aku bahkan tidak tahu apa tujuanku berjalan kemari. Tentang tugas dari Otou-sama, aku juga tidak tahu.

Kalau dari segi fisik, aku memang sama seperti manusia biasa, tapi tetap saja aku ini boneka. Kenapa Otou-sama tidak mengatakan apa tugasku? Aku tidak tahu. Dan tentu saja itu membuatku kesal.

Aku pun terus berjalan menyusuri pinggiran kota. Hingga aku sampai di sebuah taman yang sepi. Banyak sekali pohon cemara di sini, dan ini membuatku takjub. Kenapa tempat seindah ini sepi?

Karena tubuhku sudah lelah, aku pun memutuskan untuk duduk di bangku taman dan menikmati angin yang berhembus lembut.

Beberapa saat kemudian aku merasa ada yang duduk disampingku. Aku pun menoleh, ternyata seorang pria dengan rambut panjang berwarna ungu.

Dia pun menoleh ke arahku dan tersenyum padaku.

Ih! Apaan sih orang ini?

Dengan cuek tanpa ekspresi, aku pun memalingkan wajah.

"Um… hai," sapa orang itu sambil tersenyum ramah. Tapi aku sama sekali tidak menanggapinya.

Orang aneh!

"Kau… cuman sendiri? Siapa namamu? Aku Gakupo, Kamui Gakupo." Sapa Gakupo sambil mengulurkan tangannya. Aku pun melirik ke arah tangannya sedikit.

"Jangan ganggu aku, orang aneh!" ucapku ketus, aku pun segera pergi meninggalkannya sendiri.

Udara semakin panas, dan matahari semakin tinggi. Suhu udara yang sangat tidak nyaman ini membuatku haus dan lelah.

"Huuh…" ucapku sambil menghela napas.

"Ini." Sebuah botol minuman pun tersodorkan ke arah wajahku.

"Eh?" ucapku kaget. Aku pun melihat ke arah orang yang memberikan minuman ini, dan ternyata oh ternyata adalah… Gakupo.

"Apa ini?" ucapku ketus. Dia pun tersenyum tipis.

"Jus, hari ini sangat panas kan? Kau pasti haus. Ini." Gakupo pun kembali menyodorkan minumannya.

Aku pun mengambilnya dengan wajah ogah. Walaupun sebenarnya aku memang haus.

"Terima kasih." Ucapku dengan wajah data yang agak kesal. Dia pun tersenyum ramah lagi.

Aku pun merasa pipiku panas sedikit. Mungkin sinar matahari yang menyengat sudah membuat wajahku memanas.

"Jadi… siapa namamu?" tanyanya.

Aku pun tersentak saat meminum jus pemberiannya.

Jadi ini maksudnya memberiku minum?

"Lupakan. Jangan ikuti aku, orang aneh!" ucapku ketus, dan sekali lagi aku meninggalkan Gakupo yang ekspresinya langsung berubah saat aku berkata ketus tadi.

.

.


Aku pun berjalan dan terus berjalan. Perasaanku sangat kesal sekarang. Perasaan kesal, sebal, jengkel dan risih semuanya bercampur menjadi satu.

Mau tau kenapa?

Karena orang aneh yang bernama Gakupo terus mengikutiku dari belakang. Walaupun gerak-geriknya seperti seorang mata-mata, tapi sepertinya dia sangat baka dalam hal ini. Aku yang tidak menoleh ke belakang saja tau dia sedang membuntutiku, aku tahu dari bunyi-bunyi yang terus dia ciptakan. Langkah kaki, ranting patah, bahkan suara kucing mengeong.

Grr… sampai kapan dia mau mengikutiku sih?

Karena sudah geram dan sebal, akhirnya aku pun memutuskan untuk mempercepat langkahku dan segera masuk dalam kerumunan. Aku pun langsung berlari secepat yang aku bisa untuk pergi menjauh dari Gakupo. Tapi sepertinya dia juga berlari untuk menyusulku.

Argh! Pergi kau, dasar orang aneh! Stalker!

Setelah kurasa cukup jauh, aku pun sampai di sebuah gang sempit. Tempat yang cocok untuk bersembunyi.

"Haah… haah… berhasil juga… haah…" ucapku sambil ngos-ngosan. "Kuharap aku tidak bertemu dengan orang aneh itu lagi."

Aku pun berjalan pelan menyusuri gang itu, berharap ada pintu keluar. Aku pun menjadi kesal setelah melihat akhir dari gang itu. Jalan buntu.

Kalau saja aku tahu jalan buntu, pasti aku tidak akan buang-buang tenaga.

Dengan terpaksa, aku pun memutar balik arahku dan mulai berjalan sambil berharap mudah-mudahan orang aneh itu tidak melihatku lagi.

"Oh… lihat apa yang kita dapat! Seorang nona yang cantik!"

Sebuah suara tiba-tiba mengagetkanku. Dan dua orang lelaki tiba-tiba muncul dan menghalangiku.

"Mau apa kalian?" ucapku ketus dengan pandangan tajam. Berharap agar mereka ketakutan dan segera meninggalkanku.

"He~ Kau galak juga ya? Aku suka itu." Ucap seorang lelaki dengan warna rambut hitam. Dia pun menggenggam tanganku dengan paksa. Aku pun dengan cepat menepisnya.

"Jangan berani sentuh aku, dasar orang aneh!" bentakku. Mereka pun terkejut, namun langsung tersenyum licik.

"Kami bukan orang aneh, kami hanya ingin bermain sebentar denganmu kok!" ucap lelaki yang satunya, kali ini memiliki warna rambut coklat tua. Mereka pun berjalan pelan mendekat ke arahku.

Aku pun berjalan mundur. Namun langkahku berhenti setelah mengetahui ada seorang lagi yang berada di belakangku. Tubuhnya lumayan besar, dia pun menggenggam kedua bahuku.

"Lepaskan aku!" teriakku sambil berusaha untuk melepaskan diri. Namun tenaga orang ini terlalu besar.

"Ckckckck… jangan begitu nona, kami kan cuman mau bermain denganmu." Ucap lelaki dengan rambut hitam, sepertinya dia ketua kelompok orang aneh ini.

Aku pun menatapnya sinis.

"Jangan menatapku begitu, nona." Balasnya dengan senyum licik.

PLAK

Aku pun menampar orang itu karena geram. "Jangan sembarangan kau!" ucapku sinis. Dia pun memgangi pipinya yang merah.

"Kau membuat kesalahan yang salah nona, kau akan menyesalinya!" Dia pun mengeluarkan sebuah pisau lipat dari saku celananya. Lalu ditodongkannya pisau itu ke arah wajahku.

"Cih! Kau kira pisau anak-anak seperti akan membuatku takut, hah!" bentakku.

ZRAT!

Dia pun menggoreskan pisaunya ke lenganku, membuat lengan bajuku sobek cukup parah dan membuat kulitku berdarah. Goresannya cukup dalam.

"Ukh… Beraninya kau!" ucapku sinis. Aku ingin sekali mengahncurkan mereka berkeping-keping!

Aku pun mencoba untuk menggunakan kekuatanku, namun tubuhku malah terasa semakin lemas dan keringat dingin bercucuran. Tubuhku terasa dingin.

"Kenapa nona? Sebuah goresan kecil membuatmu takut? Hahaha~" ucap lelaki itu lagi dengan pandangan sinis dan senyum licik.

Grr… kalau saja tubuhku tidak lemah, pasti sudah kuremukkan kalian!

ZRAT!

Sekali lagi, digoreskannya pisaunya ke tubuhku, kali ini ke pipi kananku.

"Ittai…" ringisku. Mereka pun tertawa. Menyebalkan!

Dengan kondisi seperti ini, apa yang bisa kulakukan? Apa aku akan mati disini? Aku bahkan belum menyelesaikan tugas dari Otou-sama!

Saat ini, tidak ada yang bisa kulakukan. Aku hanya bisa, mengharapkan adanya keajaiban.

"Padahal kalau kau tidak memberontak pasti kau tidak akan tergores kan? Tapi sudah terlambat, saatnya kau mati!"

Lelaki itu pun mengayunkan pisaunya ke arahku. Aku akan mati!

Saking takutnya, aku pun menutup kedua mataku. Sambil menunggu rasa sakit yang akan kuterima.

"A-Apa yang kau lakukan! Lepaskan!" lelaki itu berteriak. Aku pun membuka perlahan kedua mataku.

"Ka… kau…" ucapku terputus karena kaget melihat siapa yang telah menyelamatkanku.

Dia… si orang aneh yang terus mengikutiku! Kamui Gakupo.

"Sepertinya aku datang di saat yang tepat, bukan begitu nona?" ucapnya sambil tersenyum ramah padaku.

"Woi! Lepaskan aku, dasar orang aneh!" Bentak orang yang hendak menikamku tadi, kini tangan kanannya dicengkram oleh tangan besar milik Gakupo.

"Ckckck… seorang lelaki kecil sepertimu seharusnya tidak memgang pisau, dan kau juga tidak seharusnya melukai seorang gadis cantik." Ucapnya, dia pun memelintir tangan orang itu kebelakang hingga membuatnya berteriak kesakitan.

"Aargh!" teriaknya. Gakupo pun lalu menendangnya ke tanah.

"Nah, sekarang siapa yang mau berurusan denganku?" ucap Gakupo sambil memasang wajah pembunuh miliknya.

"A-Ampun!" mereka pun lari ketakutan, dan aku terbebas dari cengkraman orang bertubuh besar tadi.

Tapi aku tidak kuat lagi, tubuhku sudah lemas. Aku pun terjatuh.

"Owowow! Hampir saja kau jatuh!" Gakupo pun menangkapku dengan kedua tangannya.

Mataku terasa berat, tubuhku mulai mati rasa. Tidak ada yang bisa kulakukan… selain… selain…

"Kau… cepat cium aku!" ucapku dengan agak membentak. Dia pun terkejut.

"A-Apa? Me-Menciummu? Mana bisa!" Bantahnya.

"Kalau tidak aku akan mati baka! Cepat! Aku…" Aku pun kehabisan tenaga dan semuanya menjadi gelap.


Normal POV


"Woi! Jangan mati dulu! Aduh duh… bagaimana ini… Cium tidak ya? Cium… atau tidak. Tapi nanti dia mati lagi. Argh! Aku harus bagaimana? Tapi aku kan baru bertemu dengan dia, masa udah aku cium! Tapi dia cantik juga sih, hehe…" Pikiran aneh milik Gakupo pun mulai muncul.

Akhirnya, dia memutuskan untuk mencium Luka. Dengan gaya bak pemain film Hollywood, dia pun mengambil ancang-ancang untuk mencium Luka yang kini tak sadarkan diri.

Dekat.

Semakin dekat.

3 meter.

2 meter.

1 meter.

Hingga akhirnya mereka sangat dekat, dan-

"Argh! Gue ga bisa!" -Gakupo pun berteriak dengan histeris. "Malu!" Dia pun melihat ke arah Luka yang masih pingsan.

"Cih, apa boleh buat! Sedikit juga ga apa-apa lah!" Lalu…

CHU~

Setelah berdebat dengan dirinya, akhirnya Gakupo mencium Luka. Cincin milik Luka pun bersinar, dan sebercak cahaya berwarna pink mengitari dirinya. Luka pun tersadar, di tatapnya sang Gakupo yang sedang memasang tampang sekeren mungkin.

Luka pun menyeritkan dahinya, dan…

PLAAKK!

Sebuah tamparan keras sukses mendarat di pipi Gakupo.

"K-Kok?" ucap Gakupo pelan.

"Kau lama! Dasar Baka!" bentak Luka, kini sisi pembunuhnya muncul. Gakupo pun langsung menghindar.

"Ampun! Maafkan aku!" ucap Gakupo sambil bersujud di depan Luka. Dia tidak pernah menyangka bahwa wanita cantik yang dia tolong bisa seganas ini. Luka pun tersenyum penuh kemenangan.

"Hahaha! Sekarang, cium cincin ini!" Luka pun menyodorkan cincin yang menempel di jari manisnya.

"Untuk apa?" tanya Gakupo dengan polosnya. Luka pun menendang Gakupo, dan dia pun tersungkur dengan tidak elitnya.

"Pake nanya lagi, buruan!" ucap Luka dengan galak. Gakupo pun hanya bisa menurut, dia pun mencium cincin milik Luka.

"Nah, gitu dong! Dengan ini kamu menjadi mediumku!" ucap Luka penuh rasa kemenangan, dia pun tertawa puas.

"Kamu itu… galak juga ya. Tapi aku suka kok." Ucap Gakupo sambil tersenyum. Luka pun menghentikan tawanya, lalu menatap Gakupo.

"Itu karena kau baka!" dengusnya kesal. Dia pun memalingkan wajahnya. Gakupo pun dapat melihat pipi dan bahu Luka yang tergores dan mengeluarkan darah.

"Diam sebentar." Gakupo pun mengeluarkan sarung tangan dari sakunya, lalu membersihkan darah di pipi Luka. Lalu mengikatnya di bahu Luka. "Nah, selesai."

"Eh?" Hanya itu yang bisa diucapkan Luka. Dia pun menunduk, untuk menyembunyikan wajahnya yang merah. "A-Arigatou." Ucapnya pelan, dia pun tersenyum.

"Nah, kalau senyum kan jadinya tambah cantik." Ucap Gakupo sambil mengedipkan mata kanannya. Luka pun tambah merona.

"BA-BAKA!" teriaknya sambil memukul-mukul Gakupo.

"Lho? Kenapa?" tanya Gakupo dengan wajah inosen. "O iya, aku belum tau namamu. Siapa namamu?"

"Luka." Balas Luka dengan singkat dan padat. "O iya, karena kau menjadi mediumku, itu berarti…"

"Itu berarti?"

"Kau harus menyiapkan kamar untukku! Hahaha!" Gakupo pun langsung cengo melihat Luka. "Apa liat-liat?" tanya Luka sinis. Gakupo pun langsung menggelengkan kepalanya.

"Ng-Nggak kok! Hehe… Ya sudah, ayo." Gakupo pun mengulurkan tangannya.

"Apa ini?" tanya Luka. Gakupo pun langsung sweatdrop, namun berusahan sabar.

"Tangan lah, masa ga tau! Ah, ayo lah!" Tanpa adanya restu dari Luka, Gakupo langsung menggenggam tangan Luka. Luka pun kaget, ingin dia melepaskannya, namun disisi lain, dia ingin tangannya terus digenggam seperti itu.

Akhirnya, mereka berdua pun berjalan menembus langit sore. Dengan tangan yang saling bertautan, mereka pun menuju ke tempat Gakupo.

.

.


"Woi Baka! Mana selimut untukku?" Luka, baru saja melihat isi kamar barunya sudah berteriak mengenai selimut.

"I-Iya iya… Nih." Gakupo pun menyerahkan selimut yang ada di dalam lemari dengan terburu-buru, takut keganasan Luka akan muncul lagi.

"Nah gitu dong! Mana bisa seorang lady sepertiku tidur tanpa selimut!"

"Kau ini cerewet ya. Wanita yang menarik." Ucap Gakupo dengan tampang mesum. Luka langsung merinding.

"Awas kalau kau macam-macam saat aku tidur! Ingat, kau ini pelayanku tau!" bentak Luka, dia pun langsung membanting pintu, tepat di wajah Gakupo.

"Aw!" erangnya. Beruntung, wajahnya tidak langsung gepeng karena pintu yang mengenai wajahnya. "Oyasumi, Luka-chan." Ucapnya, dia pun lalau berjalan meninggalkan kamar milik Luka.

Sementara Luka yang bersandar di balik pintu, buru-buru berjalan menuju ranjang ukuran Queen size yang sekarang menjadi miliknya.

Lalu diliriknya sapu tangan yang masih mengikat bahunya yang terluka. Dengan perlahan, dibukanya sapu tangan itu. Lukanya sudah hilang, bahkan tidak berbekas.

Semuanya karena kontrak yang sudah dia buat dengan Gakupo. Dia pun tersenyum tipis saat memandangi sapu tangan itu.

"Oyasumi, Gakupo-kun." Ucapnya pelan sambil tersenyum, wajahnya kini merona. Sebuah perasaan yang belum pernah ia rasa kini dirasakannya. Apakah itu? Luka sendiri masih belum tahu. Mungkin suatu saat nanti dia akan mengetahuinya.


~~ To be Continued ~~


RnR minna?

O iya, mungkin nanti update nya lama, soalnya saya hiatus~