Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto and this fanfic belongs to my self ofc ^^

Warning: AU, OOC, Miss Typo, Unclear Story, Bad Diction & Plot, Too Much Description, etc ;p

Tittle: Black Confession

Inspiration: My another fanfiction about Justin (The Rhythm of Farewell) and also the song tittle of Infinite (White Confession)

Pairing: Hyuuchiga a.k.a SasuHina Couple ^o^

Chapter: 1

Genre: Romance, Hurt/Comfort, Friendship, Family

Rated: T

Happy reading, y'all! ^^

OoOoO

Wednesday, 12th September 2012

04:23 PM

"Ternyata kau masih di sini. Kenapa belum pulang?"

Hinata segera menoleh ke belakang. Ke arah seorang wanita berambut hitam pendek bercepol dua yang berdiri sambil mendekap beberapa buku. Sang gadis Hyuuga itu pun hanya tersenyum kecil lalu kembali berkutat dengan novel yang ia baca sedari tadi. Sebuah novel yang bahkan tebalnya menyaingi buku ensiklopedia yang dimiliki ayahnya di mansion yang berada di kota Ame.

"A-aku hanya sedang merasa bosan berada di apartement, Tenten-nee," jawab Hinata kemudian dengan malu-malu setelah sang kakak ipar sekaligus penjaga perpustakaan sekolah tempatnya berada mulai duduk di sebelahnya.

"Memang kau tak kerja sambilan seperti biasanya, hmm?"

Hinata menggeleng pelan seraya menutup novelnya dan memasukkan benda persegi itu ke dalam tasnya yang berwarna hitam kebiruan. Ia memangku dagunya di atas meja, kemudian perlahan mulai menutup kedua kelopak matanya.

"CnC Café tutup karena Ayame-nee sedang ada urusan ke luar kota. Jadi hari ini aku libur," sahut Hinata sambil menghela nafas dengan perlahan.

Tenten langsung terkekeh melihat tingkah Hinata yang tak seperti biasanya itu. Ia pun beranjak dari duduknya dan berjalan membelakangi Hinata.

"Mau menemaniku ke toko buku, Hime?"

Mendengar pertanyaan itu, dengan sigap Hinata segera menyambar tasnya dan berlari kecil menyusul Tenten. Sambil bergelayut manja di lengan kakak iparnya, Hinata mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya. Tak lupa sebuah cengiran kekanakan kemudian muncul terbentuk di bibir gadis berambut indigo tersebut. Tenten yang mengerti maksud Hinata itu pun tertawa kecil. Ia sudah terbiasa dengan sikap Hinata yang hanya bisa bermanja dengannya, layaknya dua saudara kembar yang sangat dekat.

"Baiklah. Kau boleh membeli 2 novel yang kau mau."

"Aaaa.. Hontou ni arigatou," ujar Hinata dengan girang. Namun beberapa saat kemudian raut wajah Hinata tiba-tiba berubah. Sendu. Tak ceria lagi.

"Tolong jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi, Tenten-nee. Hanya dia… yang boleh memanggilku Hime."

Sepasang lavender milik gadis itu kini tampak kosong. Seakan terlihat tidak ada tanda kehidupan sedikit pun di dalamnya. Hampa... dan dingin.

OoOoO

07:20 PM

Langit malam sudah terlihat menggantung di atas kota Konoha. Sang dewi bulan pun hanya mau menampakkan wujudnya dalam bentuk sabit. Gemerlap bintang-bintang yang bertaburan juga senantiasa menemaninya menghiasi angkasa hitam. Di terminal kedatangan sebuah bandara internasional, tampaklah seorang pemuda dengan mata onyx-nya tengah berdiri angkuh di antara banyak orang yang berlalu-lalang di sekitarnya.

Wajah stoic dan tatapan dingin pemuda itu tak mampu menghapus segala pesona yang ia miliki. Pesona yang bahkan sering membuat kebanyakan gadis enggan hanya untuk sekedar mengalihkan pandangan mereka selama beberapa detik. Bisa dikatakan bahwa pemuda itu merupakan salah satu dari sekian manusia yang diberikan kesempurnaan fisik oleh Sang Maha Karya. Kesempurnaan yang dilengkapi dengan kejeniusan otaknya yang tak perlu diragukan lagi oleh orang lain.

"Uchiha Sasuke?"

Pemuda itu pun segera memutar tubuhnya ketika mendengar namanya disebut oleh seseorang. Iris mata pekatnya kemudian menangkap sesosok pria dengan rambut putih keperakan yang terlihat melawan gravitasi serta sebuah masker yang menutupi wajah bagian bawahnya. Kedua matanya membentuk eye smile sebagai pertanda ia kini tengah tersenyum.

"Selamat datang kembali di Konoha."

Tanpa mengindahkan ucapan itu, Sasuke segera melenggang pergi mendahului. Langkahnya kini tertuju pada pintu yang akan membawanya keluar dari terminal kedatangan tempatnya menunggu tadi. Sementara sang pria yang bernama Hatake Kakashi itu menatap sendu siluet Sasuke yang mulai menjauh. Helaan nafasnya kemudian terdengar berat, sebelum akhirnya Kakashi melangkahkan kakinya menyusul sang pemuda yang menjadi anak bungsu dari sahabat ayahnya itu.

OoOoO

08:04 PM

"Nah, kita sudah sampai. Besok lusa mobilmu baru akan dibawa ke sini oleh orang suruhanku. Seragam barumu juga sudah dipersiapkan di dalam apartement. Aku yang akan menjadi wali kelasmu di sekolah. Aku juga yang akan menjemputmu besok di hari pertama kau bersekolah di sini. Jadi kau berada di dalam pengawasanku selama ayahmu berada di luar negeri, Sasuke. Lalu kunci apartement-mu bisa kau minta pada resepsionis."

"Hn," sahut Sasuke acuh tak acuh sambil memandang keluar jendela. Membuat Kakashi sekali lagi menghela nafasnya.

Sasuke pun segera keluar dari mobil dan mengambil kopernya yang berada di bagasi. Kakashi kemudian berpamitan yang tentunya tak dihiraukan oleh Sasuke. Mobilnya melaju meninggalkan pemuda itu sendirian di pelataran sebuah gedung apartement yang menjulang tinggi di hadapan sang bungsu Uchiha tersebut.

Beberapa menit sudah berlalu, namun Sasuke tak kunjung menggerakkan kedua kakinya. Kedua onyx pemuda itu tampak tertutup oleh kulit kelopak matanya. Perlahan Sasuke menghirup oksigen yang entah kenapa ia rasakan seperti tercampur oleh aroma lavender. Aroma yang mampu membuat indera penciumannya menjadi dipenuhi oleh oksigen yang menurutnya paling baik dari segala oksigen yang pernah ia rasakan.

"Su-sumimasen. A-ada yang bisa kubantu?"

Seketika mata hitam Sasuke kembali terlihat dan ia pun langsung membalikkan tubuhnya ke belakang. Dan detik itu juga Sasuke serta sesosok gadis yang menjadi sumber suara tadi diliputi oleh keheningan. Keheningan yang membuat mereka berdua merasakan sesak dan nyaman dalam waktu yang bersamaan. Keheningan yang membuat sepasang onyx dan lavender itu saling bertumbukkan untuk waktu yang cukup lama. Keheningan yang seolah-olah mampu menghentikan waktu di sekeliling mereka berdua ketika sama-sama tenggelam dalam tatapan mata mereka masing-masing.

Namun tiba-tiba saja suara deringan sebuah ponsel menginterupsi dan memecah keheningan yang terjadi. Sang gadis pemilik ponsel yang tak lain adalah Hinata pun segera menjawab panggilan tersebut sambil melangkah memasuki gedung yang menjadi letak apartement tempatnya tinggal.

"Mo-moshi-moshi, Nii-san! Ya, a-aku sudah sampai. Tenang saja. Nii-san tak usah khawatir lagi. Hmm.. A-aku mengerti."

Sasuke terus menatap siluet Hinata yang sudah menjauh hingga akhirnya menghilang dari jangkauan matanya. Pemuda itu tetap terpaku di tempatnya berpijak. Pandangan onyx-nya masih menyiratkan keterkejutan yang mampu ia sembunyikan dengan wajah stoic-nya. Salah satu sudut bibir Sasuke kemudian sedikit terangkat. Membentuk senyuman miris nan misterius.

"Akhirnya… aku berhasil juga menemukan gadis itu, baka-aniki."

OoOoO

08:19 PM

Hinata memasuki apartement-nya dengan masih menyisakan perasaan yang mampu membuat buliran-buliran air mata mengalir dari pelupuk matanya. Perasaan sesak, nyaman, rindu, sedih, senang, dan kesal menjadi satu kesatuan ketika ia tiba-tiba saja bertemu dengan seorang pemuda yang mungkin secara kebetulan menurut Hinata memiliki kemiripan dengan teman masa kecilnya dulu.

Entah kenapa yang kini bisa ia lakukan lagi-lagi hanya menangis tanpa suara. Menangis sambil meringkuk bersandar di pintu dalam kegelapan yang menyelimuti ruang tempatnya kini berada. Kenangan-kenangan masa kecil Hinata tiba-tiba kembali terlintas di benak gadis itu. Kenangan-kenangan yang lebih sering membuatnya menangis dalam diam. Dan… hal itu kini sukses membuatnya kembali terpuruk.

Beberapa saat kemudian, Hinata mulai berusaha menghentikan tangisannya. Ia menghirup nafas dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan. Kedua punggung tangannya ia gunakan untuk menghapus jejak-jejak air mata yang tertinggal di wajahnya. Hinata pun kemudian bangkit dan menekan sebuah tombol yang melekat di dinding sehingga kini cahaya lampu sudah memenuhi segala sudut ruang tengah apartement yang ia sendiri atur dekorasinya itu.

Langkah kaki sang gadis Hyuuga tersebut kemudian mengarah ke kamar yang didominasi oleh warna yang senada dengan warna matanya itu. Hinata yang memang sengaja tidak menyalakan lampu kamarnya pun langsung melangkah menuju meja belajarnya dengan bantuan seberkas sinar yang masuk dari ruang tengah.

Ia lalu membuka salah satu laci dan mengeluarkan sebuah benda putih berbentuk kotak dengan ukiran-ukiran indah nan rumit yang menghiasi beberapa lekuk permukaannya. Sebuah benda yang diberikan teman masa kecilnya ketika pertama kali mereka berdua bertemu dulu. Sebuah benda yang didalamnya terdapat patung mini seorang malaikat bersayap indah. Sebuah benda yang apabila penutupnya yang terkait dengan salah satu sisi terbuka, akan menimbulkan suara merdu yang akan menjadi pengiring sang malaikat kala menari. Ya, sebuah kotak musik.

Hinata menatap hampa benda yang berada di tangannya itu. Meskipun sudah berusaha menahan, pada akhirnya dari salah satu sudut mata Hinata tampak sebutir kristal bening berhasil menetes. Dari bibirnya, kemudian terdengarlah sebuah nama yang diucapkan oleh gadis itu dengan lirih.

"Itachi-kun.."

OoOoO

Thursday, 13th September 2012

08:10 AM

Hinata memandangi taman belakang sekolah dari balik jendela kelasnya yang berada di lantai dua. Suasana pagi masih terasa segar dengan terdengarnya suara kicauan merdu burung yang bersahut-sahutan, ditambah hiruk pikuk sekolah yang mulai dipenuhi oleh para siswa Konoha Gakuen.

Gadis berambut indigo panjang itu kemudian beralih menatap sebuah bukit kecil yang tampak cukup jauh dari jangkauan matanya. Tak tahan, Hinata pun memejamkan matanya dan mencoba untuk mengatur nafasnya yang sesaat tadi bagi gadis itu terasa tidak benar.

"Melamun lagi, eh?"

Hinata menoleh ke samping kemudian tersenyum singkat melihat sang sahabat, Haruno Sakura, sudah duduk di bangku di sebelahnya. Seraya mengeluarkan beberapa buku pelajaran dari tas dan juga sebuah novel, Hinata pun mendengar celotehan pagi khas sahabatnya mengenai sang kekasih, Namikaze Naruto, yang tinggal di luar negeri sana.

Sakura yang dengan kesal menceritakan tentang pemuda bermata biru safir itu, yang akhirnya memberikan kabar setelah beberapa hari tidak menghubunginya, sesekali mampu membuat Hinata terkekeh kecil. Mengingat betapa seringnya Hinata mendengar keluhan yang diperdengarkan oleh Sakura ketika merasa rindu pada Naruto-nya itu. Pemuda yang juga pernah jadi teman sekelas mereka berdua dulu ketika menjalani masa SMP di kota Ame.

"Kalau kau memang merindukannya, kenapa kau tidak mengatakan dengan terus terang saja pada Naruto-kun, Sakura-chan? Gengsimu terlalu tinggi, kau tahu."

Sakura langsung terkejut mendengar penuturan "tepat sasaran" yang diucapkan Hinata dengan nada polos padanya. Namun gadis bersurai merah muda itu kemudian mendengus pelan sembari melipat kedua tangannya di depan dada.

"Cih, bisa-bisa si bodoh itu besar kepala jika aku terlalu jujur tentang perasaanku padanya."

Hinata menggelengkan kepalanya pelan. Merasa heran dengan tingkah sahabatnya itu yang lebih sering bertengkar dengan Naruto meskipun menjalani hubungan jarak jauh.

"Sudahlah. Jangan bahas itu lagi!" ujar Sakura ketus, kemudian berubah menatap Hinata dengan mata berbinar-binar.

"Aku baru saja dapat berita kalau kelas kita akan kedatangan siswa baru. Ah benar-benar! Aku sudah tidak sabar melihatnya. Semoga saja siswa baru itu adalah seorang pemuda tampan yang dapat membuat kedua mataku ini merasa segar lagi."

Hinata memandang sahabatnya sedikit kaget. Ia lalu meletakkan punggung tangan kanannya di kening Sakura.

"Ka-kau tidak benar-benar ingin flirting dengan orang lain, 'kan? Ingat, kau masih punya kekasih, Sakura-chan! Ja-jangan hanya karna kau sering bertengkar dengan Naruto-kun, kau ja-jadi mau…"

Sebelum Hinata menyelesaikan kalimatnya, Sakura langsung menjauhkan tangan gadis itu dan memandangnya dengan rengutan di bibir.

"Setampan apapun pemuda yang menjadi siswa baru di kelas kita nanti, tetap saja di mataku hanya ada si bodoh itu. Eksistensi Naruto lebih penting dari semua pemuda paling mempesona di dunia ini, kau tahu."

Hinata memutar kedua bola mata lavender-nya. Sedikit merasa geli dengan pernyataan yang diucapkan oleh Sakura. Meskipun sebenarnya sang gadis Hyuuga itu merupakan salah seorang penggemar novel romance, tapi tetap saja ia merasakan sensasi berbeda ketika mendengar kalimat picisan itu diucapkan oleh orang lain di kehidupan nyata. Hinata pun kemudian meniup poninya ke atas. Kebiasaan yang sering ia lakukan jika sedang merasa bosan.

"Kalau Naruto-kun mendengar secara langsung perkataanmu tadi, aku yakin dia pasti akan menggunakan segala cara untuk kabur dari Atlanta dan menetap lagi di Konoha, Sakura-chan."

OoOoO

08:40 AM

Di sebuah lorong, tampak Sasuke berjalan mengikuti langkah sang wali kelas barunya dari belakang. Meskipun 10 menit lagi bel masuk akan berbunyi, tetapi masih terlihat beberapa siswi yang berkeliaran di luar kelas. Mereka tentu saja merasa kaget mendapati seorang pemuda asing yang mengenakan seragam sekolah Konoha Gakuen tengah melangkah didampingi oleh Kakashi sensei. Apalagi dengan adanya fakta bahwa pemuda yang mereka duga sebagai siswa baru itu memiliki pesona yang tidak bisa dipungkiri mampu membuat mereka sangat terkagum-kagum.

Sasuke yang merasakan aura memuja itu tidak sedikit pun perduli karna ia memang sudah terbiasa dengan reaksi tersebut. Dengusan kesal tentu saja mengiringi setiap ia mendapati dirinya diperhatikan secara berlebihan oleh para gadis yang tampak terpesona karnanya. Merasa sangat terganggu, namun terlalu malas untuk menanggapi.

"Nah kita sudah sampai, Sasuke. Ayo kita masuk!" ucap Kakashi sensei sambil membuka pintu kelas XI A.

Tanpa menyahut sedikit pun, Sasuke mengikuti guru bermasker itu memasuki kelas barunya. Dan saat itulah semua penghuni kelas XI A langsung terdiam shock, terutama para siswi yang memandangi sang siswa baru dengan tatapan takjub karna pesona memukau yang dimiliki Sasuke, kecuali seseorang. Ya, kecuali seorang gadis yang sedang sibuk menunduk membaca novelnya sambil mendengarkan musik melalui i-pod yang terhubung oleh headset yang terpasang di telinganya. Sang gadis Hyuuga.

Sasuke yang melihat sosok Hinata ada di dalam kelas barunya tentu merasa kaget namun berhasil menyembunyikan ekspresinya dengan sangat baik. Sasuke memang tahu bahwa ia akan satu sekolah dengan Hinata, mengingat gadis itu kemarin memakai seragam yang jenisnya mirip dengan miliknya sekarang. Tapi Sasuke tak menyangka ia juga akan jadi satu kelas dengannya. Dalam hati, pemuda itu pun langsung menyeringai puas. Sorot matanya tampak terus menatap tajam gadis berambut indigo yang menarik perhatiannya itu.

"Nona Haruno, bisa kau menyadarkan Hinata tentang kehadiranku?" tanya Kakashi sensei tiba-tiba dengan suara tegas.

Sakura yang semula juga ikut memandang kagum ke arah Sasuke kini langsung gelagapan kemudian segera menyikut lengan Hinata dengan sikunya. Hinata yang merasa diusik oleh ulah sahabatnya itu pun langsung mengangkat kepala.

Seperti déjà vu. Sepasang mata onyx dan lavender itu kini saling bertumbukkan. Lagi. Keheningan yang jelas hanya dirasakan oleh mereka berdua kembali terjadi. Seolah-olah menganggap tidak ada orang lain di sekitar mereka. Seolah-olah waktu tiba-tiba saja berhenti serta membuat Sasuke dan Hinata saling terpaku tanpa menghiraukan yang ada di sekeliling mereka.

"Ehem.. Bisa segera kita mulai?"

Dan suara dengan intonasi cukup tinggi itu pun berhasil membuat kesadaran Hinata kembali seperti semula dan langsung menghilangkan ekspresi terkejut yang sesaat tadi terpasang di wajahnya. Hinata yang malu karena tertangkap basah oleh sang wali kelas, segera melepas headset miliknya dan tidak lupa meletakkan kembali benda berwarna putih itu dan juga novelnya di dalam tas.

Sementara Sasuke sendiri masih menikmati kegiatannya memandangi sosok gadis pemilik iris lavender itu. Seakan-akan sudah menetapkan bahwa memandangi Hinata menjadi salah satu kegiatan favoritnya. Seakan-akan kegiatan itu tidak akan pernah membuatnya bosan sedikit pun.

"Seperti yang kalian lihat, hari ini kita kedatangan siswa baru pindahan dari Amerika," ujar Kakashi sensei kemudian menoleh ke arah Sasuke.

"Nah, sekarang kau boleh memperkenalkan dirimu."

Dengan tetap menatap intens pada diri Hinata yang kini sedikit menunduk, pemuda berambut raven itu pun menyebutkan namanya dengan suara dingin dan datar.

"Uchiha Sasuke."

"Hanya itu?" tanya Kakashi sensei yang sebenarnya tidak merasa terlalu heran pada sifat Sasuke yang cenderung introvert.

"Hn," gumam Sasuke pelan sembari memperhatikan raut wajah Hinata yang kembali menampakkan ekspresi terkejut dan juga… terlihat sendu.

"Baiklah. Kau boleh duduk di bangku kosong di belakang Hinata."

"Ta.. tapi sensei, bu-bukankah itu bangku milik Kiba-kun? Bagaimana jika dia su-sudah pulang dari ru-rumah sakit nanti justru tidak mendapatkan tem-tempat duduknya lagi?" protes Hinata tiba-tiba dengan suara lirih yang terbata-bata.

Kakashi sensei mengernyitkan alisnya. Namun kemudian lekuk sebuah senyuman terlukis dari balik maskernya itu.

"Tenang saja, Hinata. Orang tuanya sudah memberi tahu pihak sekolah bahwa Kiba akan lama dirawat di rumah sakit karna harus menjalani terapi akibat kecelakaannya. Dan jika dia sudah kembali sekolah nanti, aku akan mengusahakan agar dia mendapatkan tempat duduk yang baru."

Sasuke sedikit mengangkat dagu melihat Hinata kini tengah berusaha menyembunyikan ekspresi kesalnya dengan kembali menundukkan kepala. Merasa begitu senang karna protesan gadis itu tidak diterima oleh Kakashi sensei. Tanpa diberitahu lagi, ia pun mulai melangkah menuju bangku yang akan menjadi tempatnya duduk selama menjalani sisa masa SMA-nya di kota Konoha.

Ketika Sasuke berjalan melewati tempatnya berada, Hinata makin menundukkan kepalanya lebih dalam hingga akhirnya pemuda itu pun sudah duduk tepat di belakangnya. Dan saat itu juga Hinata merasakan kembali aroma musk bercampur pinus yang sempat pula mampir di indra penciumannya ketika bertemu kemarin malam dengan Sasuke. Aroma yang entah kenapa membuat gadis itu merasa eh… sangat nyaman?

Sementara Sasuke yang kini sudah duduk di tempat barunya tetap tidak mengalihkan pandangannya dari sosok Hinata. Sepasang mata onyx-nya masih menatap intens gadis di hadapannya itu. Diamatinya surai indah berwarna indigo milik Hinata yang tergerai ke bawah dan menutupi punggung. Entah Sasuke sadari atau tidak, tangan kanannya kini mulai bergerak terulur ke depan lalu menggenggam lembut beberapa helai rambut Hinata.

Tubuh sang gadis Hyuuga itu pun seketika menegang begitu merasakan sentuhan di rambutnya. Suatu sensasi yang sulit ia deskripsikan tiba-tiba menyelimuti diri Hinata. Terlebih ketika sebuah suara dingin beberapa detik kemudian tertangkap oleh kedua gendang telinganya. Suara seorang pemuda dengan volume sangat rendah hingga nyaris berupa bisikan yang mengucapkan….

"Gomenasai."

Sebuah kata sederhana yang sarat makna namun tidak mampu membuat Hinata mengerti. Gadis itu bingung dan... merasa aneh.

OoOoO

12:54 AM

Uchiha Sasuke. Pemuda itu kini sedang berada di atap sekolah sendirian. Berdiri menyandar pada pagar pembatas dengan kepala yang sedikit menunduk dan menghadap ke bawah. Tepat ke arah taman belakang sekolah yang sekarang sedang dijadikan tempat beberapa siswa untuk menikmati bekal makan siang di saat jam istirahat berlangsung. Salah satunya Hinata. Bersama Sakura, gadis itu duduk di bawah pohon rindang sambil menyantap makanannya dan sesekali bercengkrama ringan.

Sasuke sendiri terus memandangi Hinata lekat-lekat. Tatapannya tajam namun terlihat begitu menikmati pemandangan yang terpantul di iris onyx-nya. Berbagai ekspresi yang terpancar di wajah sang gadis Hyuuga itu mampu membuat Sasuke merasa tenang. Tak sedikit pun rasa jenuh menghampiri pemuda dingin itu ketika melakukannya.

Hinata yang sudah menghabiskan bekalnya, entah kenapa tiba-tiba merasa ingin mendongak ke atas. Sambil tetap mendengarkan Sakura berbicara, ia pun menengadahkan kepalanya menuju ke arah atap sekolah berada. Tanpa gadis itu sangka-sangka, ternyata ia mendapati Sasuke kini tengah menatapnya dengan pandangan mengintimidasi. Gadis itu… tanpa sadar menahan nafasnya. Hanya beberapa detik Hinata mampu bertahan, hingga akhirnya ia pun langsung memalingkan wajahnya yang kini sedang merona merah. Ditundukkannya kepala sambil berusaha bernafas kembali dengan normal.

"Hei, kau kenapa? Kau tadi tidak mendengarkan ceritaku?" tanya Sakura tiba-tiba bersamaan dengan suara bel tanda masuk berbunyi.

Hinata pun langsung menegapkan kepalanya dan menggeleng lalu sedetik kemudian mengangguk pelan. Sakura yang melihatnya tentu saja merasa bingung dan heran.

"Aku tidak mengerti maksudmu, Hinata. Sudahlah. Lebih baik sekarang kita segera kembali ke kelas."

Sakura kemudian bangkit dari duduknya diikuti oleh Hinata. Sebelum melangkah, gadis bermata lavender itu dengan ragu menoleh ke belakang dan kembali menengadahkan kepalanya ke arah atap sekolah. Namun nihil. Sasuke ternyata sudah tidak ada di sana. Hinata pun menjadi sangsi dengan penglihatannya tadi. Mungkin hanya imajinasiku saja, pikir gadis itu, lalu mulai berusaha mengimbangi langkahnya dengan sang sahabat.

OoOoO

03:51 PM

Selama jam pelajaran berlangsung, Hinata berulang kali melirikkan matanya ke arah belakang. Tempat Sasuke seharusnya berada. Namun kenyataannya pemuda itu hingga kini sama sekali tak kembali ke kelas sejak bel istirahat berakhir berbunyi tadi. Hinata pun menjadi berpikiran kembali bahwa yang tadi ia lihat di atap adalah benar-benar Sasuke. Entah kenapa ia merasa was-was dengan keberadaan sang pemuda Uchiha yang belum ia ketahui tempatnya itu.

Tak terasa waktu berlalu dengan cepat. Bel pulang sekolah pun akhirnya berdering memenuhi area Konoha Gakuen. Para siswa kelas XI A langsung mulai membenahi buku-buku mereka, termasuk sang gadis Hyuuga.

"Gomen, Hinata. Aku ada rapat mendadak dengan anggota klub karate-ku. Jadi kita tidak bisa pulang bersama," bisik Sakura tiba-tiba.

Hinata pun menoleh dan tersenyum pada sahabatnya itu.

"Tidak apa-apa, Sakura-chan. Aku mengerti."

"Baiklah, aku pergi dulu. Jaa nee!"

Sakura pun langsung melenggang pergi dengan terburu-buru. Alih-alih bergegas keluar dari kelas yang sudah mulai lengang, Hinata memilih untuk tetap duduk di bangkunya. Pandangan matanya pun kini terarah ke luar jendela. Menatap getir bukit kecil yang tadi pagi sempat ia perhatikan. Padahal sebenarnya sejam lagi Hinata harus bekerja sambilan di CnC Café, tapi ia justru belum mau pergi dari sekolahnya. Gadis itu terlihat seperti sedang… menunggu.

OoOoO

04:08 PM

Menit-menit berlalu dengan lambat. Tanpa bisa Hinata tahan, sedari tadi akhirnya air mata terus mengalir membasahi pipinya. Ia sekali lagi menangis dalam sunyi. Kesunyian yang menyesakkan dan sekali lagi membuatnya tidak bisa bernafas dengan benar.

Tiba-tiba indra penciumannya menangkap aroma yang terasa familiar sejak kemarin malam. Otaknya dengan cepat memberi kesimpulan bahwa itu adalah aroma milik sang pemuda Uchiha. Hinata pun segera menghapus air matanya dan menghirup oksigen dalam-dalam kemudian mengembuskannya secara perlahan. Kepala Hinata lalu tertunduk. Kedua tangannya kini terpaut di atas pangkuan. Sedikit gemetar.

Sesungguhnya Sasuke sendiri juga merasa kaget gadis itu masih berada di kelas. Pemuda berambut raven itu pun hanya melangkah sambil -sekali lagi- melakukan kegiatan favoritnya. Memandang Hinata dengan intens.

"A-ano, Uchiha-san, a-ada yang i-ingin ku-kutanyakan," ucap Hinata dengan sangat gugup ketika pemuda itu sudah berjalan melewatinya.

Sasuke yang ingin mengambil tasnya pun sontak menghentikan gerakannya. Ia kemudian berdiri tegap di hadapan Hinata yang masih duduk menundukkan kepala.

"Hn?"

"A-ano, ta-tadi kenapa kau memin-minta maaf padaku?"

Salah satu alis Sasuke terangkat ke atas. Kemudian ia tersenyum pahit. Perlahan Sasuke merendahkan tubuhnya dan kedua tangannya ia pijakkan pada permukaan meja miliknya dan Hinata. Sehingga kini sang gadis Hyuuga itu pun dalam keadaan terkurung di antara dinding dan diri Sasuke.

Tubuh Hinata tentu saja menegang dan detak jantungnya terpacu semakin kencang dan tidak beraturan. Seluruh sistem saraf pusatnya seakan mati dan mampu membuat Hinata bergeming. Diam. Tak berkutik.

Sasuke yang melihat reaksi Hinata menjadi sedikit geram.

"Angkat kepalamu dan pandang mataku. Aku tidak suka kau menunduk ketika berbicara padaku. Itu sangat mengganggu, kau tahu." desisnya kemudian dengan dingin dan tajam.

Kontan saja Hinata menoleh dan langsung bertatapan mata dengan Sasuke. Jarak wajah mereka kini hanya terpisah beberapa senti. Dan gadis itu berani bersumpah, bahwa sedekat ini, lekuk wajah Sasuke yang seolah dipahat secara sempurna dengan dibingkai oleh rambutravennya, serta kedua bola mata hitam pekat yang begitu mempesona namun berbahaya, sungguh sanggup membuatnya merasa sangat terpukau. Aroma musk bercampur pinus yang menguar dari tubuh pemuda itu berhasil membuat Hinata seakan kehilangan akal sehatnya. Begitu memabukkan hingga menjadikan Hinata tak mampu mengendalikan dirinya untuk sekedar mengatur oksigen yang kini masuk ke dalam paru-parunya. Tak tahan, gadis itu pun mencoba kembali menundukkan kepala.

"Kau… takut padaku, eh?" bisik Sasuke kemudian tepat di telinga Hinata.

Hinata langsung menggeleng cepat. Tidak. Ia memang tidak takut. Tidak takut sedikit pun dengan keberadaan pemuda beraura dingin itu di dekatnya. Ia hanya merasa… gugup. Ya. Sangat gugup. Kegugupan yang sangat kentara jika melihat semburat merah yang kini menghiasi wajahnya. Namun juga terselip perasaan pedih di hati gadis itu. Kedua mata onyx Sasuke begitu membuatnya rindu. Rindu yang selama bertahun-tahun menyiksa diri Hinata dan membuat dirinya tidak bisa hidup dengan baik dan benar. Dalam persepsi Hinata, selama ini ia hanya membohongi orang lain, kecuali Tenten-nee, dengan berpura-pura tersenyum di balik topeng. Topeng yang membuatnya berusaha untuk bertahan dengan harapan bisa bertemu dengan teman masa kecilnya suatu saat nanti. Harapan yang menurut Hinata sampai saat ini belum mampu terealisasikan di kehidupannya.

Setelah beberapa detik dalam keheningan, akhirnya Sasuke menegakkan kembali tubuhnya dan segera mengambil tas, hendak pergi dari tempatnya kini berada. Sementara Hinata masih tetap duduk, menundukkan kepala sembari berusaha menormalkan kerja detak jantungnya. Berusaha agar kristal bening tidak meluncur dari kedua sudut matanya.

Sebelum mencapai pintu kelas, Sasuke menoleh ke arah gadis itu, menatap sendu dengan mata onyx kelamnya yang tajam.

"Pulanglah. Yang tadi pagi itu… mungkin kau hanya salah dengar," ucapnya datar dan dingin. Kemudian berjalan menjauh. Meninggalkan Hinata. Sendiri.

OoOoO

04:32 PM

Gadis itu, Hyuuga Hinata, kini berjalan lunglai memasuki CnC Café yang masih kosong dari pelanggan, mengingat baru hampir 28 menit lagi waktunya untuk buka. Dengan wajah muram, Hinata melangkah menghampiri meja kasir, tempat di mana sang pemilik café berada.

"Hei, kau terlihat tidak baik-baik saja? Kau sedang sakit, Hinata?" tanya Ayame khawatir.

Tidak. Untuk saat ini, Hinata benar-benar tidak bisa memakai topengnya. Entah kenapa, perasaan sesak yang terlalu lama mendekam di dadanya, membuat ia kesulitan menyembunyikan perasaan sedihnya kali ini. Dengan putus asa, ia pun menyahut pertanyaan yang dilontarkan boss-nya, sekaligus wanita yang ia sudah anggap kakaknya sendiri.

"Tidak. A-aku tidak baik-baik saja, Ayame-nee. Ta-tapi, aku tetap ingin bekerja. Membuat pastry-pastry itu. Jadi, tolong jangan menyuruhku pulang."

Ayame menghela nafas pelan. Menatap cemas pada diri Hinata.

"Baiklah, kalau itu maumu. Tapi jangan sampai membuat pelanggan kita kabur karna memakan pastry-pastry-mu yang tiba-tiba terasa asin itu nantinya. Walaupun sulit, cobalah untuk tersenyum. Mengerti?"

Hinata sedikit melengkungkan bibirnya. Merasa senang akan pengertian wanita itu. Setidaknya, Hinata merenung, ia bisa melupakan sedikit kesedihannya dengan bekerja sekaligus melakukan hobinya. Membuat dan memanggang banyak pastry lezat. Gadis itu pun kemudian mengangguk pelan.

"A-arigatou, Ayame-nee. Aku akan berusaha."

Sementara itu, beberapa meter dari CnC Café, di seberang jalan terlihat seorang pemuda tengah berdiri menyandar pada sebatang pohon besar. Mata elangnya tampak mengawasi, berusaha menembus apa yang ada di dalam cafe itu. Tapi tetap saja, meskipun lebih banyak kaca yang melapisinya, ia hanya bisa melihat samar-samar siluet gadis yang menjadi tujuan sepasang mata onyx-nya itu. Gadis yang sedari tadi diam-diam ia ikuti dari gerbang Konoha Gakuen. Gadis yang membuat pemuda itu berusaha keras untuk mengendalikan dirinya agar tidak berlari menerjang dan membawanya ke dalam pelukan, begitu melihat betapa rapuhnya diri sang gadis Hyuuga tersebut setelah kejadian di kelas tadi.

Sasuke mengira Hinata akan langsung pulang ke apartement-nya. Namun ternyata dugaannya salah. Awalnya ia merasa aneh karena gadis itu memasuki sebuah cafe yang masih tutup. Setelah beberapa lama, ia pun berpikir bahwa ada kemungkinan Hinata bekerja di tempat tersebut. Setidaknya hal ini membuat Sasuke lebih sedikit mengetahui kebiasaan dari gadis bersurai indigo itu.

Tiba-tiba saja ponselnya berdering menandakan adanya panggilan masuk. Dengan enggan, Sasuke pun merogoh benda berwarna hitam itu dari saku jaketnya. Membuka flip, dan mendekatkan ponselnya ke telinga tanpa melihat ID sang penelepon terlebih dahulu.

"Moshi-moshi. Kau ada di mana sekarang?"

"Di sebuah tempat yang tak perlu kau ketahui, Sensei," jawab Sasuke dingin. Tetap memandang lurus ke arah CnC Café.

"Ah baiklah. Aku tidak bermaksud mengganggu privasimu, Uchiha. Hanya saja, aku pikir kau mau ke tempat itu. Aku bersedia mengantarmu, mengingat mobilmu baru datang besok. Atau… kau memang sudah berada di sana?"

"Tidak," sahut pemuda itu tajam. Rahangnya mengeras. Pertanda ia kini tengah menahan emosinya.

"Untuk saat ini…. belum waktunya aku pergi menemui orang itu lagi."

OoOoO

Friday, 5th October 2012

12:42 AM

Di salah satu sudut perpustakaan sekolah, di antara rak-rak buku yang berbaris rapi, Hinata duduk menyandar di dinding yang berwarna cream cerah. Menenggelamkan wajahnya di atas lutut yang ia tekuk. Di jam istirahat siang ini, Hinata memilih mampir ke tempat yang memang kadang jarang dikunjungi siswa itu. Sahabatnya, Haruno Sakura, kini tengah berkonsentrasi untuk pertandingan karate tingkat provinsi yang akan berlangsung bulan depan. Jadi dengan tidak menghiraukan rasa laparnya, gadis itu pun menyepi dari hiruk pikuk siswa Konoha Gakuen. Diam dan merenung.

Di benaknya, Hinata terus memikirkan seseorang yang akhir-akhir ini sering kali memenuhi otaknya. Seorang pemuda dingin dan misterius yang memiliki pesona yang menurut gadis itu sangat tidak wajar. Seorang pemuda bermata onyx pekat yang sudah hampir 3 minggu terlihat seakan menjaga jarak dari dirinya.

Uchiha Sasuke.

Tapi, Hinata akui, pemuda itu memang cenderung antisosial. Sedikit mirip dengan dirinya. Sasuke lebih suka menyendiri dari pada berbaur dengan penghuni sekolah barunya ini. Terlebih pada siswi-siswi yang sering kali melempar pandangan memuja padanya. Bahkan di kelas pun pemuda itu sangat jarang berbicara dengan yang lainnya. Hanya duduk dengan wajah tak berekspresi ketika para sensei mengajar, serta beberapa kali juga terlihat membolos satu atau dua jam pelajaran dan pergi entah kemana.

Jadi, Hinata sedikit tidak merasa heran jika ia tidak terlalu dekat dengan pemuda itu, meskipun mereka duduk di jarak yang tidak bisa dikatakan jauh. Hanya saja, Hinata masih merasa bingung sekaligus penasaran dengan makna kata yang Sasuke ucapkan waktu itu. 'Gomenasai'? Tidakkan ada keinginan dari pemuda itu untuk memberitahuku, pikir Hinata.

Tidak mau berlarut-larut dalam kegelisahan, gadis itu pun mengambil ponselnya yang berwarna putih dari saku blazer. Membuka flip dan mencari ID dengan nama adik perempuannya yang kini tinggal di kota Ame bersama sang ayah. Hyuuga Hanabi. Setelah menemukannya, Hinata langsung menekan tombol hijau lalu mendekatkan ponselnya ke telinga.

"Moshi-moshi, Hanabi-chan," sapa Hinata begitu sambungan telepon tersambung.

"Hinata-Nee! Aku baru saja mau menghubungimu. Ada yang ingin aku beritahu."

Alis Hinata berkerut mendengar penuturan adiknya. Nada suaranya terdengar serius. Membuat kegelisahan gadis itu bertambah menjadi dua kali lipat.

"Me-memang ada apa?"

"Kemarin malam, saat melewati kamar Tou-san, aku tidak sengaja mendengar Tou-san yang sedang menelepon seseorang dan samar-samar Tou-san beberapa kali menyebut namamu, Nee-san. Tapi aku tidak terlalu bisa mendengar isi semua pembicaraannya itu. Jadi… menurutku ada dua kemungkinan yang akan terjadi."

OoOoO

Saturday, 6th October 2012

05:31 PM

Semburat jingga yang megah mewarnai angkasa kala sore menjelang. Sang matahari masih menampakkan wujud utuhnya di langit Konoha. Hanya perlu waktu bagi lingkaran bercahaya itu untuk kembali ke peraduannya di ufuk barat. Sinar hangatnya menerpa Sasuke yang kini sedang berada di sebuah areal pemakaman. Ia kini nyaris bisa merasakan lututnya yang gemetaran. Kedua tangan kekarnya mengepal kuat. Pandangan mata onyx pemuda itu tampak dingin dan tajam, namun penuh dengan kepedihan. Kerapuhan.

"Tadaima, baka-aniki," ucapnya dengan nada rendah. Berusaha melenyapkan gelenyar emosi yang menderu.

"Maaf," lanjut Sasuke. Parau.

"Maaf, tidak bisa menepati janjiku."

Dikeluarkannya sebuah scarf kecil dari saku celana. Scarf tersebut melambai-lambai di dalam genggaman Sasuke. Pemuda itu menatap hampa benda putih dengan motif kelopak-kelopak kecil bunga teratai berwarna ungu pucat tersebut. Kembali ia menegakkan kepala. Memandang makam kakak laki-lakinya sejenak. Kemudian mulai melangkah menjauh sembari memasukkan scarf itu ke tempat semula. Namun, tanpa Sasuke sadari, angin sore yang berhembus cukup kencang, membuat scarf tersebut terbang melayang, alih-alih masuk ke dalam saku celananya. Benda itu kemudian mendarat halus. Tepat di atas makam sang sulung Uchiha.

Tak jauh dari tempat Sasuke tadi berpijak, ada seseorang yang melihat itu semua. Berdiri menyembunyikan diri di balik pohon. Seorang gadis dengan surai indigonya yang tergerai indah. Hyuuga Hinata.

Gadis itu baru saja mengunjungi makam ibunya. Tanpa ia duga, sosok Sasuke tertangkap oleh jangkauan mata lavender-nya ketika menyapu pandangan ke sekeliling pemakaman. Insting Hinata langsung menyimpulkan bahwa Sasuke sedang mengunjungi salah seorang yang penting baginya. Mengingat bagaimana Hinata bisa merasakan aura kelam yang menguar dari diri pemuda itu.

Setelah yakin melihat siluet Sasuke yang sudah menghilang, Hinata memberanikan diri keluar dari persembunyiannya. Dengan perasaan takut dan sesak, ia menghampiri makam itu. Ingin memastikan bahwa benda yang tadi ia lihat digenggam oleh Sasuke adalah benda yang benar-benar dikenalnya.

Ketika sudah sampai di salah satu batu tak bersuara itu, Hinata merasa seolah-olah kini tidak ada ruas-ruas tulang yang menopang tubuhnya. Gadis itu luruh ke bumi. Tidak berniat melawan gravitasi sedikit pun. Duduk berlutut dengan gemetar yang begitu hebat. Tas kecil yang ia bawa isinya berhamburan keluar. Kedua matanya kini terasa panas dan perih. Memandang lurus ke depan. Ke satu titik di mana sebuah palang nama yang terukir indah menghiasi ubin makam.

"Ti-tidak mungkin," lirihnya dengan suara serak. Tangannya yang masih gemetaran mencoba menggapai scarf yang berada di atas permukaan batu makam itu. Menggenggamnya terlampau erat, hingga mampu membuat kain itu kusut.

Hinata bisa merasakan cairan bening sudah berkumpul di kelopak matanya. Kemudian mengalir turun ke pipi hingga akhirnya jatuh silih berganti membasahi dress hitam yang ia kenakan. Dengan nafas tercekat, Hinata berusaha memanggil sebuah nama. Nama yang yang selama 12 tahun sudah tersimpan rapi di benaknya.

"I-itachi-kun…"

OoOoO

07:32 PM

Malam telah menguasai sudut-sudut kota Konoha. Langit hitam ditutupi gumpalan-gumpalan awan kelabu pekat. Tanpa dosa sedang mengguyurkan hujan yang cukup deras ke bumi. Sasuke, dengan wajah pias melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Melewati jalanan Konoha menuju di mana gedung apartement-nya berada. Kilatan kemarahan kini terlihat jelas di kedua mata onyx pemuda itu.

Sasuke telah kehilangan sesuatu. Sesuatu yang sangat berharga baginya. Bagi kehidupannya. Scarf kecil itu. Ia baru menyadarinya beberapa jam kemudian setelah terakhir kali memasukkannya ke dalam saku celana. Tentu saja Sasuke langsung mencari jejak-jejak keberadaan benda itu, di tempat di mana ia berada sebelumnya. Hingga saat kembali ke pemakaman dan mencari di sana, tapi tetap saja pemuda itu tidak menemukannya. Putus asa, akhirnya Sasuke memilih untuk pulang.

Ketika sudah hampir sampai di gedung apartement-nya, pemuda itu langsung dikejutkan dengan pemandangan Hinata yang berdiri di bawah rintik hujan. Gadis itu menundukkan kepala. Tampak sangat kacau. Sasuke segera menepikan mobilnya dan menghampiri Hinata yang terlihat begitu pucat.

"U-uchiha-san."

Kata itulah yang terakhir kali Sasuke dengar dari bibir Hinata yang membiru, sebelum akhirnya sang gadis Hyuuga tersebut pingsan di pelukan pemuda itu.

OoOoO

08:04 PM

Perlahan Sasuke membuka pintu kamarnya dengan membawa segelas air putih dan obat penurun panas. Ia melangkahkan kaki menuju ranjang yang kini digunakan sebagai tempat terbaringnya Hinata yang sedang demam. Gadis itu kini menggunakan kemeja putih dan celana panjang hitam milik Sasuke yang tampak kebesaran di tubuhnya. Tentu saja yang mengganti pakaian basah Hinata bukan pemuda stoic itu. Tapi salah satu pelayan wanita yang bekerja di gedung apartement Sasuke. Gedung mewah yang merupakan milik keluarga Uchiha, tepatnya sang ayah. Uchiha Fugaku.

Sebenarnya bisa saja Sasuke membawa Hinata ke apartement milik gadis itu sendiri. Tapi ada gejolak keinginan yang besar di hatinya untuk merawat diri Hinata. Menjaganya hingga sembuh. Dan melupakan fakta bahwa ia kini tengah berusaha keras menjaga jarak dari gadis yang ada dihadapannya sekarang.

Sasuke kemudian mengulurkan telapak tangannya ke kepala Hinata. Sedikit menyibak poni yang menutupi kening gadis itu lalu merasakan suhunya. Masih panas. Padahal ia sudah berulang kali mengompresnya tadi. Sasuke pun memasukkan obat yang ia bawa ke dalam gelas. Setelah bercampur menjadi satu, ia meminum air itu dan tetap menyimpannya di dalam mulut. Segera ia dekatkan dirinya ke Hinata. Mengeliminasi jarak di antara mereka berdua. Sesaat Sasuke memandang intens wajah Hinata yang absen dari kilauan mata lavender-nya. Kemudian tanpa ragu langsung menyatukan bibirnya dengan bibir lembut Hinata. Secara perlahan memindahkan air yang bercampur obat tersebut ke dalam mulut gadis itu.

Begitu selesai, Sasuke langsung menjauhkan kembali wajahnya. Lalu ia pun beralih untuk merebahkan tubuhnya di samping Hinata. Memeluk gadis itu dengan posesif. Menyalurkan panas tubuhnya pada Hinata. Bisa Sasuke lihat raut wajah gadis itu yang tiba-tiba berubah. Tampak kalut dengan beberapa kerutan di keningnya. Sebulir kristal bening kini terlihat menetes dari sudut matanya yang tertutup.

"I-itachi-kun," lirih Hinata kemudian dalam tidurnya.

Sasuke yang mendengar itu langsung menggelengkan kepalanya pelan. Mendekap Hinata semakin erat. Menenggelamkan wajahnya di surai indigo gadis tersebut.

"Jangan. Demi Tuhan, jangan panggil nama itu lagi."

*TBC*

Yak, inilah fanfict BC part 1 yang setengah bagiannya aku buat di saat lagi galau-galaunya karna gak bisa nonton Super Junior, my crazy boys, terutama si bocah iblis kesayanganku, Cho Kyuhyun. Hiks T_T Jadi gomen kalo ceritanya berantakan, hancur, amburadul atau apalah itu istilahnya -.-v

Makasi juga buat yang udah baca & review fanfict-ku yang Aki no Momiji. Ada: IndigOnyx, Emma, SasuHina-caem, Kertas Biru, N, Niwa, Ulva-chan, Mamoka, Sanghyun Kim137, & Lavender Hime. Gomen yang reviewnya belum aku bales. Tapi intinya… Hontou ni arigatou, minna ^^

Terus "special" thanks buat Laguna Stream: Just STFU, silly! Unclear flame? Heh, who's care? *nunjukinevilsmilebarengKyu&Sasuke*

And then, mind to RnR this fanfict, guys? Kekeke~ ;p *slapped*

Arigatou gozaimasu, minna-san! *deep bow*