A Vocaloid Fanfiction


"Not a Fairy tale"


Summary: "Aku paling benci pada dongeng yang selalu bahagia." / Miku yang tak percaya dongeng bertemu dengan pangerannya, Kaito. Akankah ia mendapatkannya?

Disclaimer: Vocaloid © Crypton co. story © me!

Details & Warning & Author's Note: uuhhh~ jatuh cinta Lice sama Kaito yang sifatnya kayak di fanfic ini~ #plak #stop fangirling# nah, udah hampir sampai akhir! Bener-bener nyaris! Tinggal dikit lagi! Aah, gak sabar buat nyelesain fic ini, tapi nantinya kangen deh sama fic ini :"( #slap. Btw, kenapa, ya, saya pilih drama? Kenapa gak nyanyi, ya? Wkwk. Oke! Tanpa basa-basi gaje bernama Author's Note, mari kita ketik dengan ngaco fanfic ini! Huwohoho! #slap. Hope you like, all! Mind to read and review?

Normal POV.


Chapter X


Dengan begini, berakhirlah dongeng di antara kita. Ah, tidak. Dongeng kita tak memiliki akhir, bukan? Dongeng kita tak akan berakhir, sampai Yang Maha Kuasa memanggil kita. Saat itulah dongeng kita baru akan berakhir. Kau berpikir begitu juga, kan? Saat akhir dongeng kita datang, rangkaian dongeng baru akan terjadi pada kita. Benar-benar tak memiliki akhir yang pasti. Jadi, jangan berpikir bahwa dongeng di antara kita berdua akan mencapai akhirnya, kecuali saat akhir hidup mendatangi.

.

"Ah, putri yang malang." Ucap Kaito sesuai dialog. Sudah sampai adegan pertama kali sang pangeran bertemu dengan para kurcaci.

"Ya... bisakah kau menghapus kutukan itu, wahai pangeran tampan?" ucap salah satu pemeran kurcaci, persis seperti dialog. Kaito sejujurnya terkagum melihat orang ini. Pemeran kurcaci ini adalah salah satu anggota klub drama. Benar-benar, permainan perannya tak sembarangan. Kaito merasa, dibandingkan orang ini, ia masih jauh di bawah. Yah, Kaito memang tak punya pengalaman dalam bermain drama, sih...

"Apa mungkin?" kata Kaito, berusaha menutupi kekagumannya dan terus berakting, melanjutkan dialog. Seorang gadis mungil lainnya, yang juga berperan sebagai kurcaci, mengangguk. Wajahnya nampak begitu serius. Pokoknya keren.

"Hm! Tentu saja mungkin, wahai pangeran tampan. Kau hanya perlu keyakinan diri." Ujar sang gadis mungil itu. Matanya berkilat, nampak serius. Ia betul-betul menghayati perannya. Kaito jadi risih karena dua orang dari klub drama itu. Dibanding dua orang ini, Kaito benar-benar amatir.

.

"Berjuanglah, Bodoh!" Rin menyemangati Kaito dari balik panggung. Tentu saja Kaito tak menyadarinya, ia sibuk berperan di atas panggung.

.

Miku hanya menatap Rin dari belakang, jauh di belakang. Rin tak sadar karena asik menonton Kaito. Entah kenapa ada perasaan aneh dalam dirinya. Cemburu? Khawatir? Dia tak mengerti. Perasaan itu benar-benar aneh dan tak bisa digambarkan.

.

"Jadi apa caranya?" tanya Kaito sesuai dialog, lagi. Kedua kurcaci itu bertukar pandang. Lama sekali.

"Hei, bagaimana?" tanya Kaito, agak tak sabar. Kedua kurcaci, secara berbarengan, menatap Kaito. Mereka menatap sedih. Kemudian menggeleng.

"Tak tau..."

"Hah?" ujar Kaito tak percaya, sesuai dialog tentu saja. "Apa maksudnya?"

Kedua kurcaci menatap sang pangeran lama. Tiba-tiba mereka menangis–sesuai dialog–menangis, betul-betul menangis. Jujur saja, walau tau akan adegan ini, Kaito tetap kaget. Kedua orang ini betul-betul menghayati perannya.

"Kami... kami... kami tak tau!" ucap yang satu sambil mengelap air matanya.

"Ya! Kami tak tau! Yang jelas... saat kami menemukan tuan putri... ia telah terkapar begitu saja di tanah." Yang satu juga berusaha berbicara sambil menangis. Kaito terdiam. Ia mengangguk.

"Sepertinya aku tau caranya." Ucap Kaito pelan. "Bisa tolong pertemukan aku dengan sang putri?" lanjutnya.

"Tentu." Sang kurcaci mengangguk. Ia menarik tangan Kaito. "Silahkan ke dalam, dia ada di dalam." Kaito dituntun keluar panggung.

Layar ditutup sejenak. Dan saat terbuka, Miku telah tertidur di atas kasur yang dirias indah. Dikelilingi para kurcaci lainnya–yang entah bagaimana bisa berpura-pura menangis. Dalam hati, lagi-lagi, Kaito mengagumi penghayatan peran para pemain.

Kaito berjalan pelan ke arah Miku. Wajahnya berubah sedih–sesuai dialog, tentunya. Ia mendekati Miku, dan duduk di sisi kasur. Ia menyibakkan rambut hijau Miku yang sedikit menutupi matanya–walau di dalam dialog tak ada adegan begini.

"Inilah tuan putri." Kata sang kurcaci sedih. Sang pangeran ini menatap sang putri sedih. Sekaligus berpikir cara untuk mengembalikan ingatannya.

"Wah, benar-benar putri yang cantik dan anggun, bagai pelangi di angkasa." Gumam Kaito, sedikit keluar dialog–dalam dialog dia hanya harus mengucapkan 'Wah, putri yang cantik.'–dan menatap Miku terus. Masih memikirkan cara mengembalikan ingatan gadis berambut hijau ini.

"Jadi, apa anda tau caranya, wahai pangeran yang tampan?" tanya sang gadis kurcaci mungil, tangannya bersedekap di dada, jelas keliatan penuh harap. Kaito menatap Miku, tuan putri miliknya seorang.

"Wahai Tuan Putri yang cantik..." ucap Kaito berusaha mengingat dialog. "Kasihan sekali kau... aku akan mencoba membangunkanmu." Ucapnya setengah asal, dia lupa bagian ini, dialognya seperti apa. Di balik panggung, Rin menepuk jidat.

"Si bodoh!" gumam Rin dari balik panggung. Wajah Kaito sedikit memerah. Malu karena sedikit salah dialog. Tapi tak cuma itu, dia juga malu, sebentar lagi adegan ciumannya.

"Bangunlah dengan ciumanku..." ucap Kaito sesuai dialog. Ia menutup mata, dan mendekatkan bibirnya ke bibir Miku yang sudah siap dicium.

Jantung Kaito berdebar tak karuan. Wajah mereka sudah dekat sekali.

"Namamu Miku... cepatlah kembalikan ingatanmu, dan segera ingatlah aku..." bisik Kaito pelan. Semacam mantra untuk mengembalikan ingatan Miku...

Semoga berhasil! Doa Kaito.

"... Eh?" Miku bergumam bingung.

Cup!

Ciuman hangat Kaito mendarat di bibir Miku. Ia menciumnya dengan sangat lembut.

Deg!

Jantung Miku berdetak cepat. Ia seperti mengingat ciuman itu. Ia bisa mengingat semuanya.

Tempat kelahirannya sendiri.

Kebenciannya terhadap dongeng sebelum ia bertemu seseorang.

Cinta pertamanya.

Perpisahan sementara dengan Kaito.

Gelang kesayangannya.

Senyuman lembut seseorang.

Sahabat-sahabatnya.

Kenangan masa kecilnya.

Dan seseorang, orang yang paling penting baginya.

Ia bisa mengingat semuanya.

.

"Aku tidak mau mempercayai dongeng!" kata Miku mantap. Rin hanya tertawa.

"Lihat saja nanti!" kata Rin.

.

"Namaku Kaito Shion..." kata Kaito sambil mengulurkan tangannya.

"Miku... Hatsune..." balas Miku malu-malu.

.

"Aku sangat menyukaimu, Kaito. Kau adalah orang pertama yang bisa kucintai." Kata Miku sambil menangis. Kaito terpana. Ia menarik dan memeluk gadis di hadapannya itu.

"Terima kasih untuk mencintaiku. Aku juga mencintaimu..."

.

"Aku akan pergi, Miku. Maafkan aku..." kata Kaito. Miku kaget mendengarnya.

"Jadi itu serius?" tanya Miku. Kaito mengangguk sedih. "Aku tak mau kehilanganmu, Kaito!" Miku mulai menangis. Kaito menarik dan memeluknya.

"Ini..." ucap Kaito tiba-tiba setelah memberikan sebuah gelang pada Miku. Miku bingung. "Kenang-kenangan dariku." Lanjut Kaito sambil tersenyum. Di gelang itu tertulis; 'KS x MH, Ai wa Eien'. Miku tersenyum.

"Terima kasih! Akan kujaga gelang ini selamanya!"

.

"Kaito!" teriak Miku di tengah hujan. Hari tragedi itu. Miku berlari menembus hujan, melewati jalan raya tanpa melihat. Dan sebuah mobil melaju kencang ke arahnya...

.

Semuanya, ia bisa mengingatnya.

.

Miku bangun sesuai scene drama. Ia menatap Kaito.

"Mulai sekarang aku akan terus berada di sisimu, wahai Tuan Putri. Terus... selamanya..." kata Kaito sambil tersenyum dan menatap Miku. Mata Miku sembab. Air mata menggenang. Ia buru-buru memeluk Kaito.

"Ya! Teruslah bersamaku!" kata Miku, di luar dialog. Wajah Kaito merah padam, malu Miku memeluknya.

.

.

"Ingatanmu sudah kembali, Miku?" tanya Rin saat Miku dan Kaito kembali ke belakang panggung. Miku mengangguk sambil tersenyum.

"Berkat Kaito..." kata Miku sambil tersenyum manis. "Aku bisa mengingat semuanya." Lanjutnya. Ia menoleh menatap Kaito sambil tersenyum manis.

"Terima kasih, Kaito!" katanya. Ia menarik Kaito dan mencium pipinya. "Kau memang satu-satunya pangeranku..."

-Fin-