Chapter 11 : ... What?
.
.
.
"Okaa-san! Kenapa aku tak boleh keluar? Padahal cuacanya begitu cerah"
"... Maaf sayang kau tak bisa"
"Kenapa?"
"Karena kau adalah putri negeri ini..."
.
.
.
"Wah wah kalian sudah bangun" katanya dengan nada senang "Dan... apa aku harus bilang "Selamat datang" ke dunia Rin 1300 tahun yang lalu?" tanya Ru-sensei tenang kepada kedua pemuda yang sedang ketakutan setengah mati pada apa yang mereka lihat itu.
"..."
"Rue? Kau Rue Luciferrarina kan?" tanya Mikuo memastikan sambil memalingkan wajahnya.
"Ya tentu saja ini aku bodoh. Kau pikir siapa lagi?"
"... Mikuo kau kenal anak kecil ini?" tanya Len tiba-tiba dan secepat itu pula Mikuo menutup mulut Len "Umph!"
"Len... jangan katakan hal itu di depannya!"
"?"
"Yang kau katakan tadi itu tabu! Asal kau tahu saja dia itu..."
"Tenang saja... aku sudah terbiasa dikatai seperti itu" potong Rue-sensei.
"Terbiasa?"
"Ya... yah sepertinya aku harus mengakuinya kalau aku memang terlihat seperti anak kecil, dan lagi selama lebih dari 1500 hidup ku aku selalu saja di bilang anak kecil berkat tinggi ku ini" kata Rue tenang. Namun dari nada bicara dan auranya sepertinya berkata lain.
"Oh ya, ngomong-ngomong ini di mana?" tanya Mikuo mengubah pembicaraan sekaligus mencari aman.
"Ini sekitar 1320 tahun yang lalu... Perang antara para immortal dan manusia" kata Rue pada Mikuo dan Len yang melihat perang itu dengan perasaan ngeri. Yah bagaimana pun juga mereka tidak pernah melihat perang. Wajar saja kalau mereka sedikit takut dan ngeri melihat banyaknya darah, potongan tubuh manusia, serta bangkai manusia yang di makan oleh tikus.
Belum lagi prajurit-prajurit yang berteriak minta tolong karena terluka, terlebih lagi mereka melihat beberapa luka prajurit yang terinfeksi... pemandangan yang sungguh mengerikan. Membuat Mikuo dan Len mau muntah saja.
"Oh ya, ngomong-ngomong bagaimana dengan Kaito dan Hatsune-san?" tanya Len yang tidak tahan dengan pemandangan itu.
"Kalau mereka berdua sih sedang tidur dengan nyaman. Selain itu mereka juga tak ada hubungannya dengan ini" kata Rue panjang lebar.
"Lalu, apa hubungannya dengan ku dan Mikuo?" tanya Len lagi.
"Kalian sudah dipilih oleh Rin untuk membunuhnya" jawab Rue santai.
"A-apa?"
"Rin sudah terlalu lama hidup bahkan untuk seorang immortal. Karena itu Rin ingin "mati" dan menemui kekasih serta anaknya" jelas Rue. Namun sepertinya perkataan Rue tadi menarik pikiran Mikuo yang sedari tadi melihat pertempuran itu.
"Anak?" tanya Mikuo memastikan.
"Iya, Rin sudah punya suami dan anak. Anaknya Rin imut-imut lo" jawab Rue datar.
"Apa?" kali ini Len juga ikutan memastikan.
"...Kubilang... Rin sudah punya anak dan suami" kata Rue lagi mencoba sabar.
"APA?!" teriak Len dan Mikuo kaget.
"Kenapa? Kalian tidak mengharapkan seorang immortal yang berumur sekitar 1325 tahun belum punya suami dan anak?" tanya Rue yang membuat Mikuo, terutama Len shok berat mendengarnya. "Terlebih lagi cucunya juga sudah bertemu dan bermain dengannya" kata Rue lagi sambil melihat Len sekilas.
"Yah... pokoknya ayo kita pergi ke istana, mungkin sebentar lagi kelahiran Rin" kata Rue sambil berbalik badan dan di saat yang sama pemandangan yang Mikuo dan Len lihat berubah. Bukan medan perang lagi, melainkan menjadi sebuah bangunan megah berwarna putih. Melihat itu mereka berdua langsung tahu kalau ini adalah sebuah kastil.
"Selamat datang di rumah Rin" kata Rue mempersilahkan Mikuo dan Len masuk, seolah-olah kastil itu miliknya. Dan dalam sekejap pula mereka bertiga sudah ada di dalam kastil itu. Dan terlihatlah sesosok seorang putri kecil yang tengah bersedih sambil melihat gaun roknya itu.
"Itu Rin?" tanya Len penuh antusias. Rue hanya mengangguk mendengar pertanyaan Len itu.
"Mulai dari sini kalian cukup melihat saja apa saja yang Rin alami selama di kehidupannya" kata Rue misterius. Membuat Mikuo dan Len penasaran.
"Oh ya... katamu tadi Rin baru akan lahir tapi... kenapa Rin terlihat seperti anak berumur lima tahun?" tanya Len sambil menunjuk seorang anak kecil.
"..."
"..."
"..."
"Sepertinya aku salah hitung waktu" kata Rue datar, sementara Len dan Mikuo sendiri jatuh mendengar perkataan Rue tadi yang seolah tidak peduli dengan apapun.
Rin POV
Sebal... sebal... sebal... sebal! Kenapa sih? Aku nggak boleh pergi keluar? Karena aku seorang putri? Hah! Tapi... yah mama dan papa sebenarnya mengkhawatirkanku jadi... mau bagaimana lagi?
Ah... sudahlah, dari pada bosan lebih baik aku berjalan-jalan di taman belakang saja. Setelah berfikir seperti itu kaki kecilku melangkah dengan pelan namun pasti ke taman belakang 'rumah' milikku ini.
Aku paling suka taman belakang karena di sini setidaknya aku punya 'teman'. Seperti si tuan Kelinci, nyonya burung dan lainnya! Walau begitu di taman belakang ada sepetak? Tidak mungkin lebih, hutan yang sangat luas... terkadang ketika aku memasukinya aku bisa bermain hingga berjam-jam lamanya.
Membuat mama dan papa khawatir dan menyuruh setidaknya dua puluh prajurit mencari ku. dan setelah itu aku harus berjanji tidak akan mengulanginya dan harus pulang sebelum matahari terbenam.
Tiba-tiba saja aku merasakan kulitku dterkena panasnya sinar matahari. Ah... hari in memang sangat cerah! Ku harap aku bisa menghabiskannya di desa dan bermain dengan anak-anak seumuranku. Tapi, itu Cuma mimpi, mungkin.
Tak lama tuan kelinci berlari dan melompat ke arah ku. Dengan sigap kutangkap tuan kelinci dan memeluknya dengan erat. Namun entah kenapa tuan kelinci justru meronta-ronta ketakutan.
"Tuan Kelinci kena... aduh!" teriak ku kesakitan akibat kuku tuan kelinci tiba-tiba menancap di kulit ku. sehingga aku melepaskan Tuan Kelinci yang ketakutan itu, dan ia pun pergi begitu saja meninggalkan ku kebingungan.
Sangat bingung. Biasanya Tuan Kelinci tidak akan meronta seperti tadi... kecuali, ada seseorang atau sesuatu yang menakutinya. Karena penasaran akupun segera memasuki hutan dan melihat sekeliling. Sepertinya tidak ada sesuatu yang aneh... lalu akupun meneruskan perjalanku ke dalam hutan.
Namun... setelah berjalan selama beberapa menit aku masih belum juga menemukan apa yang membuat Tuan Kelinci ketakutan seperti itu. Akupun menghela nafas dan berniat untuk kembali ke istana sampai...
"krak!" bunyi apa itu? Karena penasaran akupun berjalan eh berlari menuju asal suara itu, sepertinya tidak jauh! Ku tengokkan kepalaku untuk mencari sumber suara itu, dimana? Aneh, seharusnya dekat, bunyi dahan yang retak tadi terdengar sangat jelas.
"Brak!"
"Ugh... Manusia sialan..." hela seseorang dari... dari belakang ku! G-gawat! Pikirku khawatir, namun ketika aku melihat kebelakang ternyata ada sebatang pohon besar yang menghalangi antara diriku dan orang itu. Semoga dia tidak menyadari keberadaan ku!
Dengan gerakan kaku-kaku aku melangkah pelan-pelan meninggalkan orang itu dan berharap ia tidak mendengar langkah kakiku, bisa kurasakan kalau tangan dan kakiku bergerak bersamaan. Ketika kakiku melangkah lenganku mengikuti.
'Pelan pelan... pelan pe...'
"Krak!" 'Gawat!' teriakku dalam hati dan dalam sekejap aku merasakan sesuatu, tidak sebuah tangan yang mendorongku jatuh ketanah.
"Kyaaaaa!" teriakku kesakitan ketika seluruh tubuh bagian depanku jatuh kedepan dan bergesekan dengan tanah yang keras namun lembut pada saat yang bersamaan. Sepertinya aku akan pulang dalam keadaan babak belur.
"Anak... Kecil?" kata orang itu, sepertinya dia laki-laki... gawat! "Heh, sepertinya kau anak bangsawan" kata laki-laki itu lagi bisa kurasakan kalau laki-laki itu berseringai, yah super gawat!
Normal POV
"Gawat! Rin dalam bahaya!" teriak Len tanpa sadar dan berlari menuju Rin. Berniat untuk menolongnya.
"Dasar bodoh" kata Rue dengan mata bosan. Mikuo yang saat itu juga ingin menolong Rin jadi berfikir dua kali untuk menolong Rin.
"Hyaaaa!" teriak Len berniat untuk mendorong laki-laki yang terus menekan muka Rin kecil ketanah, sementara Rin sendiri hanya bisa menangis dan berteriak tertahan akibat mukanya yang menghadap tanah.
Dan ketika Len mau mendorongnya
"Bruk!" tubuh Len terpelanting kedepan dengan pundak terlebih dulu.
"A-apa? Tembus?!" teriak Mikuo dan Len bersamaan,
"Yah, karena kita ada dimasa lalu, keberadaan kita tidak boleh sampai terlihat, tercium, terdengar apalagi bersentuhan" kata Rue pelan, membuat Mikuo dan Len terkejut.
"Kenapa?" tanya Len,
"Karena... jika masa lalu berubah maka masa depan juga berubah, lagipula apa jadinya dunia dan waktu ini jika ada dua Len" kata Rue lagi.
"Dua Len? Apa maksudmu? Aku hanya ada satu... Bukan?" tanya Len tak percaya, namun Rue tidak menjawab, ia lebih suka melihat sosok laki-laki yang tengah menyiksa Rin. Dengan pelan Mikuo melihat laki-laki yang menyiksa Rin dan air mukanya berubah drastis menjadi pucat pasi.
"A-apa?" tanya Len bingung, namun karena penasaran Lenpun melihat laki-laki itu dari depan. Dengan cepat pula air muka Len berubah menjadi pucat pasi juga. "A-apaan ini?"
.
.
.
Rin POV
"Kyaaaa! Hebtuikan! Akkit!" teriak Rin kesakitan akibat gesekan antara tanah dan mukanya itu.
"Heh heh, suaramu lucu juga" kata laki-laki itu sedikit menahan tawa, bisa kurasakan tangannya yang satu-sepertinya tangan kiri- itu mendorong tubuhku selain itu kurasakan kaki laki-laki itu menekan pahaku kuat-kuat. Sakit.
"Hentikan! Kumohon! Ah! Sakit!" teriakku dalam kesakitan akibat berat badan laki-laki itu,
"Tidak mau~ Teriakan kesakitanmu terdengat sangat manis, aku jadi ingin tahu bagaimana rasa darahmu. Pasti sangat manis" kata laki-laki, eh? Ada satu titik yang dingin, jangan katakan itu air ludah! Laki-laki ini pasti vampir, tapi bukannya vampir hanya suka darah dari wanita yang sudah agak tua?
Gawat... aku dalam masalah besar... dapat kurasakan air mataku mulai keluar dengan deras, namun betapa terkejutnya aku ketika tiba-tiba saja tubuh laki-laki itu terjatuh tepat didepan mataku. Dia... Pingsan?
Dengan pelan-pelan kuangkat tubuh laki-laki ini, berat... tapi aku berhasil keluar dari bawah badan orang itu. Dengan perasaan takut-takut kuamati tubuh laki-laki ini, dia punya banyak luka!
Karena kasihan, kurobek bagian bawah rokku untuk dijadikan perban, namun aku sangat kaget ketika melihat robekan rokku itu. Rokku yang semula bewarna kuning berubah menjadi kemerahan akibat darah dari laki-laki itu.
Dengan takut, kubalikkan tubuhnya dan melihat tubuhnya terluka dengan parah!
Darah terus keluar dari badannya, sepertinya aku harus mencari beberapa tanaman obat untuk menghentikan pendarahanya. Tapi untuk sementara aku harus menghentikan pendarahannya dengan 'perban' ini.
Pikirku, dengan tangan sedikit bergetar kubuka baju laki-laki ini untuk menghentikan pendarahannya sementara,
Dan mataku membulat ketika melihat luka laki-laki ini, lukannya tepat di dada kirinya!
Laki-laki ini... bukan manusia!
.
.
.
Bersambung
.
.
.
A/n : ahaha... maaf sedikit dan amat sangat lama aku mengupdate fic ini... entah kenapa aku sedang malas dan tugas menumpuk... walau plotnya dll sudah kuringkas dan akan kukembangkan tetap saja susah... semoga slama empat hari para senior alias kelas tiga berjuang aku juga dapat mempost chapter selanjutnya... dan yang akan kuapdate selanjutnya adalah "Our Normal High School Life"... dan maaf atas hiatusnya...
Maaf...