YESUNG'S STORY (CHAPTER 9)
Summarry : Perjalanan hidup seorang Kim Jong Woon tak akan pernah menjadi semudah drama Korea, ataupun cerita di buku dongeng anak-anak. Malahan, ini akan menjadi cerita dalam buku penuh rahasia…
.
Genre : mystery, romance, YAOI, MPreg, Family
Warning : Boys Love, YAOI, NC, Typo(s)
Rated : T (when it comes to a mature content, I'll mark the chapter as M~)
Character : Yesung, Siwon, Kyuhyun, Donghae, Eunhyuk, and the other cast.
Author : Song Min Gi
Disclaimer : All cast here is fiction. I owned the story.
Author's note :
Hi guys~ :))
Maafkan saya atas keterlambatan mengupdate fanfict, karena kesibukan saya yang selalu mendera membuat waktu saya untuk fangirling juga semakin berkurang *garuk tembok*
Saya kembali dengan chapter 9 dari Yesung's story hehehe
Sebenarnya chapter ini langsung menyambung dengan chapter selanjutnya, tapi setelah saya pikir-pikir lebih baik saya post yang ke Sembilan dulu, melihat tanggapan kalian dan baru mengupload yang chapter sepuluh ^^
Saya nggak mau banyak omong, hanya ingin mengucapkan terimakasih banyak untuk dukungan kalian semua yang sudah setia nungguin update-an saya sampe kumisan *eh* baik via review, PM, ataupun kalian yang siders, you guys always checking for an update, eh?
Sekedar informasi aja, walaupun review yang saya dapat tidak sampai duaratus (but still, I'm thankful because of that) tapi dari traffic yang ada di profile saya, viewers Yesung's Story sudah mencapai dua puluh tiga ribu~~ woohoo~~ Its daebak, really.
Dua puluh tiga ribu pasang mata yang sudah baca fanfict saya, terimakasih banyak! *deep bow*
For a little advice, you better try to review this fanfict, guys. Karena saya akan update lebih cepat kalau sampai reviewnya melonjak drastis kkkk~~
Just check this out! And enjoy~~ :))
.
.
.
All of this suffering will stop immediately.
Slowly but sure, all of the cards will open.
Every single thing that doesn't visible, now will begin to come out.
And everything that visible, now will begin to fade.
.
.
.
Walaupun sekarang sudah musim gugur, tapi siang ini Seoul masih diguyur hujan. Tidak deras, memang. Hanya rintik-rintik kecil. Tapi yang anak kecil itu tahu, walaupun hujannya masih ringan ia bisa sakit kalau bermain diluar tanpa payung atau jas hujan. Dulu Yesung yang selalu mengingatkannya untuk memakai jas hujan dan boots karet supaya ia tidak sakit kalau ingin bermain dibawah hujan. Hah, ia benar-benar merindukan ibunya.
Kalau sedang hujan begini, Nenek dan Kakek pasti akan mengurungnya di dalam rumah. Ia sama sekali tidak diijinkan bermain diluar untuk menikmati sejuknya tetesan air dari langit, ataupun bermain air yang menggenang di halaman rumahnya. Padahal mungkin itu adalah satu-satunya cara agar mood nya yang selama ini hancur menjadi bangkit kembali.
Dulu ia bisa minta pada ibunya agar diijinkan bermain hujan-hujanan sepuasnya, asalkan berjanji kalau ia tidak akan sakit. Tapi walaupun sakit, Yesung selalu merawatnya. Meskipun ia harus mendengar omelan namja itu, tapi menurutnya itu adalah bentuk kasih sayang Yesung padanya.
Sekarang ia hanya bisa duduk menopang dagu, memperhatikan tetesan air yang membentuk aliran sungai kecil mengalir lancar di jendela kamarnya yang besar. Kamarnya terletak dilantai dua, jadi dari sini ia bisa melihat kebawah melalui kaca jendela. Ia bosaan. Maksudnya—ia benar-benar bosaaaaan!
Tiba-tiba ia mendengar suara mobil yang datang. Ia spontan beringsut cepat-cepat memandang kebawah, mencari tahu siapa yang datang bertamu hujan-hujan begini. Senyum sudah mulai merekah dari bibir mungilnya, siapa tahu itu eomma?
Ternyata Kim Kibum.
Wajahnya otomatis berubah murung saat sosok laki-laki itu keluar dari dalam mobil, disusul dengan ayahnya—Choi Siwon—yang melangkah keluar bersamaan dengannya, dan membawanya masuk ke dalam rumah yang lebih pantas disebut mansion itu. Kenapa ia harus datang lagi? Hari ini kan hari minggu, seharusnya tidak ada acara home schooling dan tidak bertemu dengan laki-laki itu kan? Argh!
Ia bergegas naik ke atas tempat tidurnya dan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Sungguh, ia benar-benar ingin kabur dari tempat ini. Tidak ada satupun orang yang mau mendengar aspirasinya, mendengar pendapatnya. Ia hanya dianggap anak kecil—walaupun memang ia masih kecil—yang tidak tahu apa-apa. Oh ayolah! Ia juga ingin membantu mencari ibunya!
Cklek!
"Yoogeunie?" suara itu memanggil namanya. Geez. Ia sudah hafal suara yang dibuat-buat itu milik siapa. Perlahan, suara langkah kaki itu mendekat padanya, dan berakhir saat sesuatu 'mendarat' di pinggir tempat tidurnya. Namja pemilik suara itu menyibak lembut selimut tebal yang menutupi tubuh anak kecil itu.
"Hey… apa kau sakit?" telapak tangannya mengusap pipi gembul milik Yoogeun, tapi anak kecil itu buru-buru menghindar agar tangan laki-laki itu tak terlalu lama menyentuh pipinya. Kibum menelan bulat-bulat senyum ramahnya. Jelas terlihat bahwa hanya ada senyum kecut yang ada sekarang. Ia tak mengerti—maksudnya, kenapa Yoogeun bisa begitu membencinya?
"Jangan menggangguku. Aku mau tidur." Cercah bocah itu cepat. Kibum mengerti, mungkin ini semua terlalu berat untuk ditanggung sendirian. Yoogeun harus kehilangan ibunya tiba-tiba. Tanpa alasan, tanpa penjelasan. Belum lagi kondisi ayahnya yang super sibuk—atau menyibukkan diri dengan pekerjaannya malah seakan-akan meninggalkan kesan bahwa laki-laki tampan itu memang sengaja meninggalkan Yoogeun.
Kibum membenahi posisi kacamata bingkai hitamnya, lalu mengambil nafas panjang dan berusaha tersenyum, "Percaya atau tidak, aku juga kehilangan orangtuaku sejak aku seumuran denganmu."
Yoogeun melirik wajahnya sejenak, memastikan bahwa laki-laki itu sedang berkata jujur atau sedang membohonginya saja. Tapi dari matanya, Yoogeun tahu ada sesuatu yang tersembunyi, entah apa. Mungkin ia memang masih terlalu kecil untuk membacanya.
"Ayahku meninggal karena penyakit yang sangat parah. Aku dan ibuku mencoba melakukan apapun untuk menyembuhkannya, tapi—yah, kau tahu takdir sudah dituliskan, dan aku percaya ia berada di tempat yang lebih baik untuknya sekarang." Kibum menggenggam tangan mungil Yoogeun dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya ia gunakan untuk mengusap-usap kening bocah itu.
"Sementara ibuku—karena cintanya yang besar pada ayahku, ia menjadi sedikit gila sekarang. Ia bahkan tidak pernah ingat kalau pernah memilikiku sebagai anaknya. Yah, setidaknya kau harus tahu kalau kau jauh lebih beruntung dariku, tuan Choi." Jelasnya.
Jujur, Yoogeun tidak pernah menyangka kalau ada orang lain yang nasibnya lebih buruk darinya. Yah, menurutnya saat ini hanya dia satu-satunya orang yang paling tersiksa di dunia.
Namja muda itu berdiri dan mengambil posisi duduk, lalu menggenggam tangan Kibum dan menatap wajahnya—walaupun dengan tampang yang masih dingin dan cenderung pendiam, ia dengan lembut berkata, "Saat aku sedih, eomma selalu memberiku es krim. Apa kau suka es krim, tuan kim?"
Kibum mengangguk pelan, lalu menepuk-nepuk pucuk kepala Yoogeun pelan. "Bagaimana kalau ke toko es krim?"
Yoogeun telihat berpikir sebentar, lalu mengangguk walaupun masih mempertahankan wajah dinginnya. Ia berdiri dan melompat turun dari tempat tidurnya, dan berlari kecil menuju pintu keluar. Sebelum ia benar-benar menghilang dari pandangan Kim kibum, ia mengucapkan sebuah kalimat yang benar-benar terdengar manis ditelinga laki-laki itu.
"Walaupun aku benci melihatmu tersenyum, tapi tuan kim—"
"—aku lebih tidak suka melihatmu sedih."
.
.
.
Yesung's Story
Chapter 9
"Escape : Plan A"
A Screenplays Fanfiction
By Song Min Gi
.
.
.
Dilihat dari gerak-geriknya, penculik ini seperti sudah mulai kehabisan tenaga. Ia meletakkan panci ramen di depan Yesung yang sedang duduk manis di kasur itu dengan lesu, dan saat wajahnya terangkat sebentar tadi sepertinya laki-laki itu pucat dan matanya sedikit sayu. Jujur, Yesung ingin tahu kenapa laki-laki itu berubah begini. Tapi dari observasinya sendiri, sepertinya pria ini bukan tipe pemabuk atau tukang judi jadi tidak mungkin pria itu lesu karena kalah judi.
Alasan terdekat yang mampu dibacanya adalah ; satu, penculik ini kelelahan merawat dan mengurusinya. Dua, penculik itu memang sedang ada masalah pribadi. Atau tiga, gabungan dari hipotesis satu dan dua.
"Berhenti memandangiku, dan makan sarapanmu." Ujar penculik itu cepat. Yesung otomatis kaget, dan mulai menyiapkan sumpitnya. Separuh kesal dan separuh malu sebenarnya, masa iya ia ketahuan memperhatikan penculik itu?
Laki-laki itu memijit pelipisnya sendiri, sambil memejamkan matanya. Sambil mengunyah sarapannya, Yesung jeli memperhatikan. Namja itu sepertinya sedang sakit. Pusing mungkin?
Baru saja ia akan memaksimalkan fungsi otaknya untuk berfikir lebih panjang, mulutnya tiba-tiba berujar dengan otomatis, "Aku bosan makan ramen."
Dan seketika penculik itu membuka matanya, berpura-pura kembali sehat, dan mendekat pada Yesung. Yesung beringsut mundur, takut-takut ia akan dilukai walaupun sebenarnya ia sama sekali tak pernah mendapat perlakuan buruk disini.
Ia menatap wajah Yesung lekat-lekat dengan caramel sayu-nya yang baru, "Maaf. Aku tidak punya bahan makanan lain. Aku tidak bisa keluar rumah sekarang, aku sedang tidak—"
"—tidak enak badan, kan? Apa yang terjadi? Apa bosmu marah padamu? Apakah kau kurang tidur karena menjagaku? Atau kau sakit karena terus mengurusku? Apa aku akan terus ditahan disini? Kapan aku dibebaskan? Lalu bagaimana dengan s—" sahut Yesung cepat, beruntung laki-laki itu bisa membungkam mulut Yesung dengan telapak tangannya yang—well, cukup besar untuk membuat namja itu diam.
"Kau mengkhawatirkanku, Tuan Kim?" tanyanya dengan nada penuh selidik. Mata sayu itu perlahan berubah cerah. Walaupun masih tetap terlihat sayu.
"Mengkhawatirkanku, tuan kim?"
"Dasar menyebalkan menyebalkaaaan!"
"Hei hei berhenti memukulku! Apa yang salah?"
Hey… bayangan apa itu tadi?
Yesung hanya bisa berteriak-teriak tidak jelas dengan mulut terbungkam. Penculik itu tertawa kecil dibalik masker hitamnya, lalu melepaskan bungkaman tangannya.
"Berhenti menyentuhku seenaknya!" bentak Yesung cepat.
Laki-laki itu hanya tertawa. "Kalau begitu cepat habiskan sarapanmu."
Yesung hanya bisa diam. Meletakkan sumpitnya diatas mangkuk dan melipat tangannya di depan dada, lalu melakukan pout yang tidak disadarinya. Kyuhyun bingung melihat tingkah Yesung, tapi ia mengerti betapa sulitnya ada di posisi Yesung, maksudnya—pasti bosan sekali hanya berada di kamar dan tidak bisa melakukan apapun kecuali menonton tv.
Ia terlihat menimbang-nimbang sebentar, lalu kembali melirik wajah Yesung yang benar-benar imut itu. Atau mungkin ini bisa jadi caranya untuk mendekatkan diri pada Yesungnya?
"Masih ingin sarapan?" tanyanya. Yesung tidak menjawab. Matanya fokus pada televisi yang sedang menayangkan acara cartoon akhir pekan. Sejujurnya Kyuhyun sudah sering disuguhi pemandangan ini bertahun-tahun yang lalu, saat ia dan kekasihnya ini masih tinggal serumah. Apakah ia merindukannya? Sepertinya itu adalah pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban. Kalau ia tidak merindukan Yesung ia tidak mungkin se-nekat ini membawanya lari dan harus berkedok "penculik"
Setelah memberanikan diri, perlahan ia menarik pergelangan tangan Yesung dan mengajaknya berdiri. Walaupun pemberontakan selalu mengiringi tapi Kyuhyun yakin bahwa idenya ini paling tidak akan membuahkan hasil.
"Apa yang kau laku—hmmppffff!" ia membungkam mulut Yesung dengan sebuah masker hitam dari kantung jaketnya, dan mengikatnya kuat-kuat. Setelah membelakangi Yesung, ia buru-buru melingkarkan tangan laki-laki itu pada pinggangnya, dan mengikatnya erat dengan tali.
Hop!
Yesung sekarang sudah ada dalam piggy-back-ride Kyuhyun. Perlahan ia keluar dari kamar, menghiraukan kaki Yesung yang terus menendang-nendang angin hampa. Setelah mengambil dompet dan kunci motor yang tergeletak di meja dekat pintu keluar apartment, ia bergegas menggendong turun Kim Jong Woon menuju ke tempat parker basement.
"HHMMPFFF!" ia masih mencoba berteriak sekuat yang ia bisa, tapi kelamaan ia sadar bahwa berteriak-pun juga tidak akan ada gunanya. Selain karena kondisi gedung itu yang—entah kenapa—sangat sepi, Kyuhyun berlari di lorong cepat sekali, ia sendiri sampai gemetar dibuatnya. Dan setelah menuruni dua kali tangga darurat, sekarang mereka sudah tiba di basement. Di sudut sana, ada sebuah motor hitam besar yang terparkir—hampir—sendirian di parkiran ini. Banyak sekali pertanyaan yang mampir di otak Yesung seperti ; ia mau dibawa kemana, tempat ini ada dimana, dan kenapa begitu sepi, sampai-sampai ia sekarang sudah diam dan tidak lagi berteriak.
Kyuhyun—seakan sudah benar-benar profesional—sekarang sudah duduk di motor bersama dengan yesung yang terikat dibelakang tubuhnya. Sebelum menyalakan mesin motor ia menengok kebelakang sebentar, lalu berucap "Pegangan yang erat."
Yesung yang masih linglung hanya bisa cengo mendengarnya sampai akhirnya ketika motor itu mulai berpacu, ia memeluk erat-erat laki-laki gila yang sudah membawanya dengan motor hingga spot jantung begini.
Melihat Yesung dari spion yang sedang menutup matanya erat-erat sambil memeluknya mungkin adalah pemandangan paling menarik saat ini hingga ia mampu mengukir sebuah senyum dibalik masker hitamnya. Dan rencananya hari ini adalah—
—berbelanja bersama Yesung
.
.
.
Laki-laki itu terus menerus berputar otak. Bagaimana caranya ia bisa kabur darisini? Sekarang ia dan penculik di sampingnya ini sedang ada di supermarket besar, dengan kondisi tangannya yang diikat pada trolley belanjaan dan jangan lupakan mulutnya yang dibungkam dengan masker hitam. Penculik itu dengan santainya mendorong trolley, mengitari setiap rak-rak besar yang ada di samping kanan kiri mereka,dengan Yesung—yang terpaksa mengikuti karena tangannya yang terikat—seakan-akan mereka ini kerabat dekat yang sedang berbelanja bersama.
"Bagaimana kalau kita masak ddeokbokki?" tanya laki-laki itu. Mata caramel miliknya bersinar cerah, dan menatap wajahnya dengan intens.
Sebentar, sebentar.
Ada yang aneh dengan ini. Atmosfirnya… wajah laki-laki itu… tempat ini…
"Bagaimana kalau kita masak ddeokbokki, Hyung?"
"Hmm, boleh. Kenapa tiba-tiba ingin makan ddeokbokki?"
"Hanya sedang ingin makan masakanmu. Hehehe."
"Dasar. Kalau begitu ambil kue beras-nya satu."
"Siap!"
"…Woon! Hey Kim Jong Woon…"
"Eh? Untuk apa mengambil ini, Kyu?" tanyanya sambil mengangkat kemasan sebuah keju lembaran yang mendarat di trolley belanjanya. Kyuhyun yang melakukannya.
"Bukannya kau bilang ingin makan Ddeokbokki?" ia mengernyit bingung.
"Memang. Nanti kalau sudah matang, letakkan keju itu diatasnya. Kejunya akan meleleh dan jadi lebih enak!" seru yang lebih muda bangga, sambil menggerakkan tangannya untuk menggambarkan ilustrasinya.
Yesung terkekeh pelan, "Ya ya ya, terserah kau saja."
"Hey Kim Jong Woon! Aku bicara padamu!" laki-laki itu mengguncang-guncangkan kedua bahu Yesung keras-keras. Berusaha membuatnya sadar dari lamunannya, dan untung saja berhasil. Yesung mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya menatap wajah penculik itu dari dekat.
Kenapa… aku merasa ada yang aneh?
"Kau suka ddeokbokki tidak?" tanya laki-laki itu. Yesung masih sibuk mengamati wajah pria ini. Ada yang aneh. Ia seperti—entahlah, mungkin terdengar gila. Tapi ia merasa mulai mengenalnya. Dia seperti—ah, sudahlah. Bukan itu yang penting. Sekarang yang penting adalah bagaimana caranya melepaskan diri dari sini, dan kembali kepada Siwon.
Ia mengangguk sekenanya untuk menjawab pertanyaan Kyuhyun. Kyuhyun sendiri mulai merasa aneh. Belakangan ini, ia merasa Yesung memperhatikan wajahnya dan mengamati gerak-geriknya dengan cukup intens. Apa ia sudah mulai dikenali? Tidak, tidak. Yesung tidak tahu apa-apa. Pasti itu hanya perasaannya saja. Iya, hanya perasaannya saja.
Berusaha menghiraukan pikiran buruknya, ia kembali fokus mengisi trolley belanjaan. Sesungguhnya memang itu yang diharapkan Kyuhyun. Ia berharap Yesung mampu perlahan-lahan mengetahui identitasnya, tanpa perlu ia ungkapkan secara gamblang siapa dirinya. Tapi dalam hati kecilnya ia sendiri merinding. Bagaimana kalau Yesung malah semakin marah saat mengetahui bahwa yang menculiknya selama ini adalah dirinya?
Ia mengambil sebuah keju kemasan yang ada di rak sebelah kirinya, dan memasukkannya ke dalam trolley. Merasa diperhatikan, ia menengok dan mendapati Yesung sedang memperhatikannya lekat-lekat.
"Apa?" tanyanya sinis.
Yesung nampak bergidik sebelum ia mengucapkan dengan gugup, "B-bukankah k-kau bilang akan masak ddeokbokki?"
Kyuhyun tersenyum kecil, entah kenapa percakapan ini pernah terdengar oleh telinganya, "Memang. Tapi saat kau letakkan keju ini diatas ddeokbokki mu yang baru matang, keju nya akan meleleh dan rasanya akan jadi lebih enak." Ujarnya sambil tersenyum. Yesung tahu ia tidak bisa melihat laki-laki itu tersenyum karena masker yang menutupinya. Tapi ia bisa melihat, mata laki-laki itu tersenyum. Dan sekarang hatinya kembali terasa aneh. Apa mungkin…?
T-tapi kalau memang bukan dia…. Kenapa bayangannya mirip sekali?
Pembicaraan ini… kebiasaan laki-laki itu… semuanya terasa aneh…
seperti—
—dejavu?
Bersamaan dengan itu, ketika ia dan penculik itu melewati rak bagian saus, ia melihat sebuah gunting direkatkan berasama dengan sebuah kemasan saus pasta sebagai bonus pembelian. Ini sebuah kesempatan besar!
Ia berusaha memutar otak, secepat yang ia bisa. Hingga akhirnya Tuhan seperti memberikan jawaban atas pernyataannya. Kyuhyun tiba-tiba membungkuk, untuk mengikat kembali tali sepatunya yang lepas. Dan dengan gerakan secepat kilat, ia meraih gunting itu dan menyembunyikannya dalam kantung jaketnya. Kyuhyun kembali berdiri, dan mendorong trolley itu ke bagian sayuran.
Dengan keringat dingin yang mengucur deras, Yesung tersenyum dengan tubuh yang gemetar antara gelisah, takut, dan deg-degan. Sebentar lagi, ia akan kembali bertemu Yoogeun, jagoan kecilnya. Sebentar lagi ia akan kembali mendekap Choi Siwon, laki-laki yang ia cintai. Sebentar lagi, ia akan bebas dari penculik ini.
Sebentar lagi, ia akan—
—mencoba untuk melarikan diri.
.
.
.
"Sayang sekali toko es krimnya tutup ya, Yoogeun?" tanya Kibum. Sekarang ia sedang di mobil, baru saja memutar balik dari ujung jalan—toko es krim favorit Yoogeun sedang tutup. Mencoba menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin, ia selalu berusaha mengajak bocah itu bicara namun jawaban yang ia dapat selalu singkat. Malah kadang hanya sekedar anggukan atau gelengan kepala.
"Nah, di depan ada supermarket. Kita beli disana saja, oke?" tawarnya ramah. Yoogeun mengangguk.
"Seonsaengnim…"
"Hm?"
"Tidak jadi."
"Eh?" Kibum sekarang bingung. Dan penasaran juga tentunya. Kenapa Yoogeun memanggilnya dan tiba-tiba tidak jadi?
Mobil itu berhenti, karena sedang ada lampu merah di depan mereka. Kibum tersenyum, dan mengalihkan pangangannya ke samping, pada satu-satunya anak kecil di mobil ini.
"Yoogeun-ah. Kita sudah pernah berjanji, kan? Kalau kau sedang ada masalah, kau harus cerita padaku. Jangan menyimpannya sendirian." Jelasnya sambil mengusap-usap lembut puncak kepala bocah laki-laki itu. Terlihat jelas bahwa ia begitu ragu. Obsidian nya yang cerah seakan takut dan ragu untuk mengutarakan apa yang ada dalam hatinya. Tapi jujur, Kibum ingin membantu.
Traffic light sekarang sudah berubah hijau, dan mobil harus kembali melaju. Ditengah gerimis, sepanjang perjalanan hanya ada hening yang begitu panjang hingga akhirnya Kibum selesai memarkir mobilnya di tempat tujuan—supermarket.
Kibum buru-buru turun dari mobil untuk membantu Yoogeun turun dari mobil dengan payung abu-abu yang digenggamnya. Laki-laki yang lebih tua menawarkan tangannya pada Yoogeun, dan bocah itu menyambutnya. Mereka bergandengan tangan menuju supermarket, ditemani hujan yang menjadi semakin deras.
Di depan pintu supermarket, Kibum mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh anak kecil itu, lalu membersihkan beberapa bagian tubuh Yoogeun yang basah. "Gwaenchana?" tanyanya lembut.
"Seonsaengnim…"
"Ne?"
"Jangan terlalu baik padaku. Aku jadi ingat ibu."
Dan kalimat itu, yang terucap dari bibir mungil itu membuat hati Kibum tersentuh begitu dalam. Ia merasa belum memahami bocah kecil itu hingga sekarang. Mungkin ini alasannya ia menjauhi Kibum. Ketika ia sangat menyayangi ibunya, lalu ibunya pergi dari dirinya. Ketika ia mulai menyayangi sang ayah, ayahnya pergi dengan kesibukannya. Dan sekarang ada Kibum, orang yang ada dan menawarkan kasih sayang kepadanya. Namun ia tahu, pria kecil itu hanya takut, jika ia akan kehilangan orang lain lagi ketika ia mulai menyayangi orang-orang disekelilingnya. Tapi tunggu dulu… jika memang itu benar, bahwa Yoogeun takut kehilangan seseorang lagi, bukankah berarti—
—Yoogeun mulai menyayanginya?
.
.
.
Di lain tempat, Pria dengan setelan jas rapih itu masih berusaha duduk dengan santai walaupun hatinya sudah gelagapan tak karuan. Ia ingin kepastian. Hanya menginginkan kepastian. Tapi entah kenapa semua perkataan yang terlontar dari mulut sang lawan bicara seakan tak mampu membuatnya percaya. Hanya ada keraguan dan kegalauan yang begitu besar sedang mengisi hatinya saat ini. Ia hanya butuh kepastian. Ia hanya butuh kepastian.
"Jadi tuan Choi, apakah Kim Jong Woon itu masih belum ditemukan?" tanyanya, berusaha lembut walaupun ia sendiri sebenarnya sedang gusar. Tak bisa dipungkiri bahwa semua kecurigaannya kini hanya mengarah pada satu orang. Yakni lawan bicaranya saat ini. Tuan Choi.
Tuan Choi menggeleng, lalu menyesap sedikit Americano yang sudah sejak tiga perempat jam lalu dipesannya. "Kami sudah berusaha dengan polisi, tapi nihil. Laki-laki itu menghilang seperti asap, Donghae-ssi."
"Tapi memang semua ini terasa janggal. Pasti ada unsur penculikan." Tambah pria itu.
Donghae mengangguk mengiyakan, "Kurasa juga demikian."
"Tuan Choi, aku tidak bermaksud menuduhmu, tapi—"
Pria yang jauh lebih muda itu memainkan jemarinya sendiri, gugup dengan pertanyaan yang akan ia lontarkan. Apa tidak keterlaluan jika ia menanyakan ini? —maksudnya, bukankah sangat tidak etis bahwa ia mengatakannya sekarang? Masa bodoh. Now or never.
"—apa anda benar-benar sama sekali tidak terlibat dengan penculikan ini?" sambungnya.
Pria yang lebih tua darinya itu terlihat terkejut atas tuduhan yang tiba-tiba diarahkan kepadanya. Tapi bukannya marah, kening pria paruh baya itu malah berkerut, menatap kosong pada Donghae dengan alisnya yang menyatu. Pria muda di depannya malah lebih bingung lagi. Yang ada dalam bayangannya adalah Tuan Choi menggebrak meja, lalu memaki-makinya dengan berbagai macam umpatan yang beliau punya. Namun ternyata malah reaksi aneh seperti ini yang terpampang di hadapannya.
"Tunggu dulu, Tuan Lee." Ujar pria itu tiba-tiba. Donghae malah menjadi semakin bingung. Perlahan, ia mencoba melepaskan kepalan tangan yang sudah membuat kuku kuku jarinya memutih, dan bersiap mendengarkan kelanjutan kalimat pria tua itu.
"Sepertinya aku tahu siapa—"
"—pelaku penculikan ini."
.
.
.
Mereka sudah di kasir sekarang. Ini kesempatan besar. Penculik itu masih sibuk mengeluarkan barang-barang dari trolley dan ia sedang berusaha mengiris sedikit ddemi sedikit tali yang mengikat terus memperhatikan penculik itu sambil mengguntingnya sedikit… dan—
—Akhirnya putus!
Onyx nya membulat. Antara terkejut, senang dan takut. Ia membuka ikatan tangannya dengan begitu perlahan, nyaris tanpa suara. Setelah tangannya terbebas dari trolley, ia menarik tangannya pelan-pelan dan melangkah sedikit menjauh dari pengawasan penculik itu.
Satu langkah…
Dua langkah…
LARI!
Ia berusaha berlari secepat yang ia bisa, dan berlari masuk kedalam supermarket. Memasuki bagian snack dengan rak tinggi dan besar di samping kanan dan kiri di sepanjang jalannya. Paling tidak ia harus mengecoh penculik itu dulu. Berlarian diantara rak-rak besar akan sangat membantu saat ini.
Tanpa buang waktu Kyuhyun segera menyusulnya, berlari sekencang-kencangnya walaupun sebenarnya kepalanya masih pening—karena sesungguhnya ia memang sedang tidak enak badan dari tadi pagi. Namun hanya dalam sekejap, Yesung menghilang dibalik tikungan. Entah ke kiri atau ke kanan, ia hanya mengikuti instingnya dan berlari ke kanan. Berusaha terus memperhatikan setiap celah diantara rak-rak besar itu untuk menangkap sosok yang dikenalinya. Tapi tetap saja semua ini sulit. Rak-rak besar ini yang sangat menghalanginya. Ia sama sekali tidak bisa mendeteksi keberadaan namja itu sekarang. Matanya masih sibuk mencari, berusaha menelanjangi seluruh isi supermarket ini. Dan kebetulan, saat ia menengadah, ia mendapati kaca-anti-maling yang terpasang di hampir setiap sudut supermarket. Ia bisa melihat seseorang sedang berlari di antara rak-rak khusus snack. Tanpa ba-bi-bu ia segera melesat, menyusul laki-laki itu.
Bagaimanapun caranya, ia tidak mau—
—kehilangan Yesung-nya lagi.
.
.
.
Mobil sedan hitam itu melesat cepat membelah kepadatan kota Seoul yang memang selalu sibuk. Pengemudinya terlihat begitu marah. Wajahnya merah dan mata Onyx nya yang lembut kini berubah penuh amarah dan kekesalan yang berusaha ditahannya. Tangannya mencengkeram erat setir kemudi tanpa sedetikpun melepaskan fokusnya pada jalanan. Sesekali ia melirik ke spion, memastikan tidak ada polisi atau semacamnya yang mampu menangkapnya dan malah memperlambat langkahnya.
Jarum speedometer itu semakin bergerak ke kanan, menunjukkan angka kecepatan kemudinya yang semakin di luar batas. Ia tahu ini salah, tapi masa bodoh. Ia harus cepat-cepat menuju ke sana sebelum semuanya terlambat.
Ponselnya berdering, ada panggilan masuk. Sedikit mengumpat, ia merogoh saku jasnya dan mendapati nama "Yeobo" tertera disana. Damn it! Ia sedang tidak dalam mood untuk diganggu sekarang ini. Secepat kilat—tanpa sedikitpun memikirkan konsekuensi yang akan diterimanya saat ia tiba dirumah nanti—ia langsung memutuskan sambungan telepon dengan sepihak. Masa bodoh. Masa bodoh.
Dan satu lagi penghancur mood nya yang sudah hancur lebur—macet.
Jalanan di depannya sekarang sudah benar-benar macer total. Berhenti. Total. F*CK!
Ia sempat memukul kemudi beberapa kali dengan mengumpat hingga akhirnya ia memutuskan untuk membuka sabuk pengamannya, dan keluar dari mobil. Berusaha mencari jalan terbaik yang ia bisa sekarang.
Di luar sini malah memperburuk keadaan saja. Beberapa orang yang sudah keluar dari mobil mereka saling menginformasikan bahwa didepan ada kecelakaan beruntut. Truk dengan mobil dan mobil itu menghantam sepeda motor. Yang juga otomatis, memberi kabar pada otak Donghae bahwa sudah tidak ada lagi jalan keluar dari kemacetan ini. Ia menoleh kebelakang, dan mendapati di belakangnya semakin banyak mobil yang berkerumun. Antara terjebak dan ada beberapa yang ingin melihatnya. Oh, Shit. Ia benar-benar tidak bisa keluar dari sini.
Dengan sekali lagi mengumpat kasar, ia membuka pintu mobil dan mengambil ponsel nya yang tergeletak di jok samping kursi pengemudi. Dan tanpa sama sekali memikirkan mobilnya, ia berlari secepat yang ia bisa ke arah gang kecil di samping kanan jalan. Ia hanya berlari dan terus berlari. Hingga akhirnya otaknya itu menyadarkannya kalau ada sebuah benda pintar di tangannya. Fuck your brain, Lee Donghae! bukankah ia harusnya menghubungi namja itu sejak tadi?
Tanpa seidikitpun berniat menghentikan aksi lari-lari-dalam-gang-sempit yang sedang dilakoninya, ia buru-buru mengetikkan beberapa nomor yang sudah ia hapal diluar kepala, lalu menempelkannya pada telinga, bersiap mendengarkan jawaban dari seberang sana.
'Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi. Cobalah beberapa saat lagi. The number you are calling can not be re—"
Sialan!
Kenapa disaat-saat seperti ini orang itu harus mematikan ponselnya?!
Dan kenapa ia baru sadar kalau anak itu sudah benar-benar lost-contact dengannya sudah lama sekali? Shit.
Otak dan hatinya sama sama sedang bertarung sekarang. Maksudnya—oh ayolah, namja itu adalah orang yang ia percaya. Bukankah sangat tidak mungkin bahwa ia yang melakukannya? Tapi kenapa laki-laki itu harus mematikan ponselnya seperti ini? Masih sambil berlari, percakapan tadi kembali berputar dalam kepalanya.
"Sepertinya aku tahu siapa—"
"—pelaku penculikan ini."
Donghae terkejut. Sangat terkejut. Apa katanya tadi? Ia tahu? Jadi ia baru saja mengetahuinya? Berarti semua tuduhan dan dugaannya selama ini salah? Bukan tuan Choi dalang semua ini?
"A-apa maksud anda, tuan?" tanya Donghae, berusaha memastikan.
"Ya, kurasa kau masih mengingatnya tuan Lee. Beberapa saat sebelum Yesung menghilang, aku sempat menyuruh seorang pembunuh bayaran untuk menyingkirkannya. Namun ketika ia sudah bersiap, ia malah datang padaku dan mengatakan bahwa ia tidak bisa membunuh pria itu. Padahal ini adalah tugas keempat yang aku berikan kepadanya. Dan baru kali itu ia tidak berhasil." Jelasnya panjang lebar.
Mata Donghae semakin melotot, jantungnya berdetak semakin cepat. Sebuah nama sudah terpatri dalam otaknya, hanya saja kali ini hatinya menghalanginya untuk berfikir lebih jauh.
"J-jadi maksud anda—"
"—aku tidak bermaksud menuduh, tuan Lee. Sama sekali tidak." Sambung pria tua itu cepat, padahal Donghae belum selesai berkata-kata. Namun sesaat sebelum ia akan mengucap lagi, pria itu menyelanya.
"Tapi memang ada sesuatu yang aneh. Dia tidak pernah menghubungiku lagi sejak itu. Terakhir kali aku mencoba meneleponnya, nomornya sama sekali tidak aktif dan tidak bisa dihubungi."
"Lalu?"
"Kurasa waktu antara menghilangnya 'pembunuh bayaran' itu dan Yesung sangat berdekatan. Hampir bersamaan malah." Sambungnya lagi. Pembicaraan ini semakin serius saja.
"Dan satu-satunya pertanyaan yang hingga sekarang belum terselesaikan di kepalaku adalah untuk apa —"
"—Cho Kyuhyun menculiknya?"
.
.
.
Kim Kibum sedang tersenyum.
Untuk kesekian kalinya dalam hari ini, Yoogeun mendapati laki-laki berkacamata itu memandanginya sambil tersenyum. Dalam waktu yang sama, ia merasa dilindungi tapi juga merasa aneh. Diperhatikan itu tidak enak! Apalagi Kibum itu musuh bebuyutannya sekarang.
Tapi tetap saja… musuh bebuyutan mana yang mau menggandeng erat-erat tangannya?
"Apa lihat-lihat?!" cercahnya ketus. Pria yang lebih dewasa malah tersenyum makin lebar, lalu mempererat gandengan tangannya. "Aku hanya sedang bahagia. Memangnya tidak boleh?"
Yoogeun menautkan alisnya, bingung, "Kenapa tiba-tiba bahagia?"
Kibum malah tersenyum semakin lebar, lalu mencubit kecil pipinya yang gembul, "Karena kau, tuan Choi kecil."
Pria kecil itu hanya diam. Lalu memasang wajah datarnya dan berkata, "Geez. Kekanakan sekali."
Kibum tertawa kecil, "Bagaimana kau bisa jadi begitu dewasa?"
Yoogeun melepaskan gandengan tangannya, menghampiri kulkas es-krim dengan berlari kecil tanpa berniat menjawab pertanyaan lawan bicaranya. Kibum mengekor dibelakangnya, dan ia tak mampu menahan senyumnya ketika melihat Yoogeun berhenti mendadak saat bocah kecil itu sudah hampir tiba di dekat kulkas es krim.
"Aku tahu kau butuh bantuanku." Ujar Kibum sambil melipat tangannya didepan dada, berlagak seperti pahlawan super. Yoogeun mendengus mencibir, "Aku bisa sendiri."
Sebenarnya, mengingat tinggi badannya yang hanya beberapa centimeter kurang sediiikiiiit dari kulkas es krim, ia memang membutuhkan bantuan orang dewasa untuk mengambil eskrim dari dalam sana. Tapi karena gengsinya yang begitu tinggi, Ia lalu mengambil sebuah kursi plastik kecil yang ada di dekat sana seorang diri lalu menariknya ke dekat kulkas es krim itu. Kibum terus memperhatikan pria kecil itu tanpa sedikitpun melepaskan senyumannya. Anak ini benar-benar lucu.
Setelah berhasil menaiki kursi plastic itu, dengan antusias Yoogeun menggeser tutup kulkas itu lalu mengambil sebuah es krim vanilla dan sebuah es krim strawberry dari dalamnya.
"Kau tahu darimana kalau aku suka es krim vanilla?" tanya yang lebih tua. Yoogeun menatapnya sinis, "Aku hanya membeli rasa yang disukai ibuku." Ujarnya sambil menyodorkan es krim itu pada Kibum. Dengan hati yang sedikit kaget Kibum menerima es krim dari tangan anak kecil itu, lalu menggumamkan terimakasih.
Tiba-tiba saja di depan mereka, ada seorang laki-laki dengan sweater hitam panjang yang memakai masker berlari cepat sekali dan tertangkap pengelihatan kedua orang itu. Tak terkecuali Yoogeun.
Tunggu sebentar…
Pria itu bukannya…
"Eomma!" Teriak Yoogeun tiba-tiba. Dengan cepat ia melompat turun dari kursi dan berlari mengejar pria yang juga sedang berlari itu. Kibum yang benar-benar kebingungan hanya bisa melotot dan berteriak, "Choi Yoogeun!" lalu berlari mengejar bocah itu.
Entah apa yang aneh, tapi—
—ada yang aneh dengan laki-laki itu.
.
.
.
Yesung berlari menembus kuota hujan yang semakin deras. Ia sudah berhasil keluar dari supermarket lewat pintu gudang belakang. Dan sekarang ia diluar, basah kuyup. Angin dan hujan pada musim gugur yang menerpanya membuatnya semakin menggigil. Dengan kasar—sambil masih tetap berlari menyusuri jalan sempit di belakang supermarket—ia menarik masker hitam yang menutupi mulutnya dengan kondisi basah. Setelah membuangnya kesembarang arah, ia bisa merasakan bibirnya terasa beku karena dinginnya air hujan yang tanpa henti mengguyur tubuhnya, dan angin musim gugur yang seskali bertiup menghempas tubuhnya.
Sialan. Pikirnya.
Sekarang kemana ia harus berlari? Gang kecil ini seperti tidak ada ujungnya. Dan tenaganya juga sudah semakin menipis. Untuk berteriak saja ia tidak mampu, apalagi berlari?
Ia memutuskan untuk berhenti. Berhenti berlari dan memejamkan matanya erat-erat ditengah hujan. Semua bayangan itu berkelebat dalam pikirannya. Tentang Yoogeun-nya dan juga Choi Siwon.
"Aku membutuhkanmu, Hyung."
"Eomma…"
Tidak. Ia sudah berlari sejauh ini. Ia harus kabur. Ia harus pergi.
Dengan nafas yang tinggal satu-satu, ia memutuskan untuk berlari sekencang mungkin. Berusaha menggapai ujung gang sempit ini.
Bagaimanapun juga, ia harus—
—berkumpul dengan keluarganya lagi
.
.
.
.
.
.
To Be Continued..
Another Author's Note :
Haaaaaaaiiiii *cipokin satu-satu*
Kkkk~
Gimana chapter 9 ini? memuaskan ngga?
Walaupun membutuhkan waktu cukup lama karena ini adalah chapter terpanjang yang pernah saya buat, tapi saya mau berterimakasih untuk semua orang yang sudah membaca dan mereview Fanfict ini. Terimakaish banyak~ *deep bow*
Anyway, gimana tanggapan kalian?
Dan ya, buat yang bertanya-tanya, Cerita ini masih akan terus saya lanjutkan. Dan bisa jadi beberapa chapter lagi… tapi, apa kalian masih mau ngikutin?._.
Saya minta maaf kalau updatenya lama, dan kurang memuaskan. Karena saya sedang sangat amat sibuk. Maaf~
OH IYA!
Buat yang sudah baca "Another Day" , saya akan memberikan pengumuman pemenangnya di sini yaa~
Congratulation to….. *drumroll*
TamamaChan23
Karena kamu berhasil menebak puzzle #1 dari Another Day~ yippieeeee~
Sebagai hadiah buat kamu, chapter ketiga dari "Another Day" Akan saya persembahkan buat kamu. Jadi nanti nama kamu akan saya tulis di sana kkkk~ Chukkae~!
Sebenernya ada satu pemenang lagi, sih yaitu Prass97
Tapi TamamaChan23 lebih cepat menjawab dengan tepat~ kamu kurang cepat prass~ bisa dicoba untuk chapter depan kok^^
Buat yang penasaran jawabannya, untuk puzzle #1 : Faktanya, Ia, Namun
Kalau diambil huruf depannya, jadinya : FIN
Tapi apa arti kata dari FIN ini? ditunggu aja di chapter selanjutnya yaaa
Nah, untuk puzzle #2 bisa ditunggu, buru-buruan cari jawabannya dan di post di review supaya namanya bisa dipajang di Ánother Day yaaaaa~ kkk~~
.
Okay, ini balasan dari saya untuk review "Yesung's Story" chapter 8 : Still :
De : maaf udah bikin nyesek._.V makasih udah dukung saya~ selamat menikmati chapter sembilan~
Lytaimoet812 : iyaa bentar lagi dilepasin kok, tunggu yaa^^ endingnya mungkin masih lama, tapi itupun kalau masih ada yang mau baca T-T Anyway, selamat menikmati chapter sembilan~
: maaf ya kelamaan update._.V hihihi~ iyaaa disini ada kibum, pemain barunya. Siwon memang ngga terlalu banyak muncul, tapi di chapter depan bakal banyak kok, jadi tenang aja yaaa, selamat menikmati chapter sembilan~
Rayie 159 : iyaa sama sama~~ amin amin, iya ya merana semua._. selamat menikmati chapter sembilan~
Ryu. : ini udah di update kaan~ :)) terimakasih banyak dukunganyaa~ selamat menikmati chapter sembilan~
TrinCloudSparkyu : Kibum kayanya emang suka sama Siwon deh :)) kalau Hae, udah dijelasin di chapter ini kaan? selamat menikmati chapter sembilan~
Guest : sudah diperbanyak kok, selamat menikmati chapter sembilan~
Cloud3024 : iya, kan dari dulu dulu Kyuhyun masih pake masker~ selamat menikmati chapter sembilan~
Yesungismine : *tangkepin duitnya* kk~ iya pokoknya siwon gaboleh deket-deket kibum /garuk tembok/. Di Chap ini diungkap kan pertanyaan kamu? Daftar buronannya kenapa? :)) kecurigaan kamu sebenarnya hampiiir tepat. Coba deh dilanjutin kecurigaannya ~ selamat menikmati chapter sembilan~
Cloudyeye : Sebenernya Yoogeun itu terlihat dewasa karena dia berusaha membentengi dirinya sendiri dari rasa takut dan sedih. Saya pernah mengadakan semacam riset tentang anak kecil, dan memang mereka mudah sekali merubah sikap dan kedewasaan diri karena mental mereka yang masih belum kuat untuk beradaptasi. Tapi di Chap ini sudah dijelaskan oleh Kibum, kan?^^
Nah looo…pengen ending Kyusung?:)) untuk jawab it uterus ditunggu aja ya update-annya~ selamat menikmati chapter sembilan~
Frista : ini kan sudah diupdate:)) selamat menikmati chapter sembilan~
aKyuCloud : nggak discontinued kok sayaang~ tapi memang waktu saya untuk nge-post aja yang nggak ada, maap._.V
Terimakasih karena masih menunggu, kamu bener-bener bikin saya semangaat~ selamat menikmati chapter sembilan~
Kyusungshipper : iya nih u,u amin amin aja yaaa~ another daynya udah selesai kok, tinggal ngepost aja kkk~ tapi belum ada waktu u,u selamat menikmati chapter sembilan~
Magieapril : *ngeliatin* kkk~ Yeah, people change honey~
Nah, semua kecurigaan Donghae itu sebenarnya nggak pernah terpikir sama dia. Di chap ini di ungkap kok:)) selamat menikmati chapter sembilan~
Poppyesungcute : terimakasih cintaa~ selamat menikmati chapter sembilan~
Yoon HyunWoon : makasih banyak~ selamat menikmati chapter sembilan~
Guest : aduh makasih._.V selamat menikmati chapter sembilan~
Sardonyx3424 : iyaa ini muncul dari lubang buaya (?) iyups~ Donghae dan Kyuhyun tidak bekerja sama disini~ mereka lost contact sama sekali, dijelaskan di Chap ini kok… selamat menikmati chapter sembilan~
Tamamachan : selamat menikmati chapter sembilan~
Guest : selamat menikmati chapter sembilan~
Langitmerah31 : selamat menikmati chapter sembilan~
Cloud-alones : Yups~ selamat menikmati chapter sembilan~
Prass97 : maaf kalau mengecewakan._. selamat menikmati chapter sembilan~
Fiuuhh~ okay, udah selesai yaa tanya jawabnyaa~~ kkk~~
Sekali lagi, makasih banyak udah mau baca dan mampir~
And thanks a lot for you guys for supporting me~^^ I love youuuuuuuu~
Yang mau kritik, saran, komentar, ataupun menyemangati saya, silahkaaan tinggalkan jejak!
-Deephug-
Vanillalatte98
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V