Wooyoung sedikit membungkuk di hadapan IU yang duduk di kursi rodanya, menautkan bunga anggrek jenis dendrobium berwana pink –yang ia ambil tak jauh dari taman itu– pada sela-sela telinga IU. Setelah itu ia berjongkok di hadapan IU dan mendongak pada yeoja itu.

"Neomu yeppeun," puji Wooyoung tersenyum sambil memandang wajah IU.

IU ikut tersenyum sambil menunduk malu dengan semburat merah di pipinya. Tak lama kemudian ia menghela nafas bentar dan menatap Wooyoung yang balas menatapnya penuh antusias. Tangan kecil IU perlahan terulur menangkup kedua sisi pipi Wooyoung yang sama chubby-nya dengan pipi IU sendiri.

Wooyoung tersentak merasakan dinginnya kulit IU di wajahnya. Namja itu sontak langsung memegang tangan IU yang menempel dipipinya. "Kau kedinginan? Apa kita terlalu lama di luar?"

IU menggeleng kecil. "Oppa," panggilnya dengan sebuah senyumman yang tampak menyejukkan.

"Ndeh?"

"Aku punya sebuah permintaan padamu,"

Wooyoung tersenyum. "Katakan saja."

Kedua tangan IU masih menangkup wajah Wooyoung yang menengadah ke arahnya. Dengan jarak sedekat ini, entah kenapa Wooyoung merasa wajah IU tampak lebih bersinar di matanya dari biasanya.

"Berjanjilah padaku kalau oppa akan terus hidup bahagia. Dengan begitu aku juga pasti akan bahagia."

Wooyoung mengerjap kecil. Meski ia tak begitu mengerti tujuan dari ucapan IU yang menurutnya terlalu tiba-tiba itu. Wooyoung memilih untuk mengangguk agar itu juga bisa menyenangkan IU.

"Hmm... baiklah. Aku pasti akan hidup bahagia."

"Janji?" tanya IU lagi.

"Ndeh. Aku janji," jawab Wooyoung mantap.

IU pun tersenyum sumringah, begitu lebar, seolah bebannya baru saja keluar dalam hatinya.

"Saranghae oppa," dan yeoja itu menyempatkan diri untuk mencium pipi Wooyoung.

Wooyoung tersentak, dan kemudian ia tersenyum geli, yang anehnya ia sama sekali tidak merasakan getaran apapun di dadanya, atau sebuah rona merah yang sama sekali tidak muncul di pipinya. Ahh... seandainya dari dulu ia menyadari kalau ia menyukai IU tidak lebih dari perasaan sayang terhadap dongsaengnya yang begitu imut.


Ultra Lover

By Jang Aya

Fantasy/Romance

Disclamer: Semua anggota 2pm milik Tuhan. Dan cerita ini asli milik Ayaaaaa! Yah, buatan Aya sendiri!

Pairing: Khunwoo, ChanHo, TaecSu.

Summary: Matanya seolah terhipnotis dengan bibir yummy Wooyoung yang tampak semakin menggiurkan di antara eskrim putih yang mengililinganya. Pikiran Nichkhun seolah blank seketika.

Warning: BoyxBoy. Shounen-ai. Miss Typos bertebaran di mana-mana. =.='

AU, school life.

Junsu, Taecyeon, Jaebeom – kelas 3 sma.

Wooyoung, Junho, Chansung, and member snsd – kelas 2 sma

IU – kelas 1 sma.

Don't like, so i hope you dont read this. Oke?


~KhunYoung~

.

~ChanHo~

.

~TaecSu~


Junho menghela nafas melihat gerakan amburadul yang dibuat Chansung di sampingnya.

"Yach! Bukan begitu gerakannya!" tegur Junho dengan nada tinggi sambil menunjuk Chansung.

Chansung langsung menghentikan gerakannya, dan melihat takut ke arah Junho yang tampak galak di hadapannya. Namja sipit itu bertolak pinggang sambil menatap garang pada Chansung.

"Gerakan yang kau buat tadi itu sama sekali tidak ada benarnya, tahu!" seru Junho lagi.

Chansung menghela nafas. "Contoh yang kau buat tadi itu terlalu cepet dan rumit bagiku. Seharusnya kau mengajariku gerakan yang dasar-dasarnya dulu," bela Chansung.

Junho mendengus kesal. "Kalau begitu kenapa tidak kau minta Yunho sunbaenim untuk menggantikanku sebagai pembingbingmu!" gertak Junho. Rasanya kemarahannya benar-benar sudah naik di atas ubun-ubunnya. Padahal dia sama sekali tak ingin terlibat lagi dengan namja bernama Hwang Chansung. Tapi kenapa? Kenapa? Kenapa harus dia yang ditunjuk senior Yunho untuk membingbing Chansung sebagai pemula dalam club dance mereka.

Aissh…. Tak bisakah ia menjalani latihan dance-nya dengan damai bersama 'Dream team' yang ia miliki tanpa adanya tugas tambahan untuk melatih seorang 'pemula'.

"Kata Yunho-sunbae, kau dance terbaik di kelompok ini. Aku juga tahu hal itu." Itu sebuah pujian yang keluar dari mulut Chansung. Tapi Junho seolah tak ingin termakan dengan ucapannya.

"Hah. Masih bayak siswa yang dance-nya juga sangat baik. Bukan hanya aku," ketus Junho.

"Siapa?"

"Wooyoung misalnya," sindir Junho sambil menatap tajam pada Chansung.

Jelas sekali dari tatapannya itu Junho sedang cemburu, dan itu membuat Chansung sedikit meringis geli menahan tawanya. "Tapi dia sudah tidak pernah ke club lagi, Junho-yah." Chansung tersenyum kecil.

"Ya, kau benar." Junho mengangguk-ngangguk ketus, sebelum ia melirik ke samping sambil bergumam lirih. "Tapi seandainya Wooyoung di sini. Kau pasti akan lebih memilihnya sebagai pembingbingmu."

Senyuman Chansung menghilang.

"Oke. Kita sudahi sampai di sini saja." Junho menepuk tangannya. Lalu beranjak ke sisi ruangan club yang terdapat kaca di sepanjang dinding itu. Di ruangan club itu hanya tinggal ada mereka berdua karena jam pulang sekolah sudah berlalu dua jam yang lalu.

Junho sedikit membungkuk untuk mengambil tasnya yang ia letakkan di sisi dinding kaca. "Aku pulang duluan," ujarnya tanpa melirik sedikit pun pada Chansung di belakangnya, bahkan ketika bayangan Chansung tampak jelas di depannya yang terpantul dari kaca. Junho tak berani menatap matanya.

Ia pun bergegas menuju pintu. "Tunggu," tapi Chansung tahu-tahu sudah mengejarnya dan meraih lengan Junho dari belakang. "Kita pulang sama-sama."

Junho mengelak, mecoba melepaskan genggaman Chansung pada lengannya tanpa berbalik menatap Chansung. "Lepas, aku mau pulang sendiri."

"Tidak." Chansung masih bersisi kukuh tanpa ingin melepaskan genggamannya. "Kita pulang bersama seperti biasa."

"Lepaskan aku. Biarkan aku pulang sendiri."

"Junho-yah..." nadanya memohon.

Junho menggigit bibirnya. Cukup. Ia tidak ingin membuat hatinya bergetar lagi. Dengan sekali hentakan pada lengannya ia melepaskan cengkraman itu, Junho berbalik sambil menatap tajam pada Chansung. "Kubilang aku bisa SENDIRI!"

Dan teriakan kerasnya itu menggema dalam ruangan tersebut. Membuat Chansung tercengang dengan tatapan tajam Junho. "Kau... benar-benar marah padaku?" tanyanya pelan.

Junho menggertakkan giginya. Tanpa menjawab pertanyaan Chansung, Junho berbalik lagi, tapi baru selangkah ia ambil–

"Hubungan kita belum berakhir Lee Junho," tegas Chansung kemudian.

Junho terhenti dengan sendirinya. Ia mendengus dan lagi-lagi terkekeh –yang terdengar seperti dipaksakan. "Ndeh, kau benar Hwang Chansung." Ia lalu berbalik ke samping dengan kepala yang menghadap pada Chansung. "Bahkan kita tidak pernah sekali pun memulai hubungan itu..." Junho tersenyum miris. "Ti-dak-per-nah." ulangnya lagi lebih pelan namun terdengar keras.

Chansung mengepalkan tangannya kuat.

"Bye," Junho berbalik. Beusaha berlagak keren padahal hatinya sendiri sudah benar-benar hancur. Rasanya air matanya sudah terlalu kering untuk menangis lagi seperti kemarin. Kali ini ia ingin menjadi kuat.

Tapi ada satu hal yang Junho lupakan. Chansung bukanlah orang yang cepat menyerah begitu saja. Dengan gerakan cepat, tahu-tahu tubuh Junho tertarik dan kemudian terdorong, menubrukkan punggungnya pada dinding kaca di samping mereka bersamaan dengan tas Junho yang terjatuh ke lantai.

Junho meringis kesakitan merasakan benturan pada punggungnya. Belum lagi tubuh Chansung yang lebih besar darinya itu menghimpit Junho dari depan, dengan kedua tangannya yang mencengkram kerah seragam Junho untuk mendongak ke arahnya. Mata besarnya menatap layang pada Junho.

"Cha-chansung! Lepaskan aku!" Junho memberontak. Tapi usahanya terasa begitu sia-sia di hadapan tubuh Chansung yang jelas-jelas lebih kekar darinya. "Yach! CHANSUNG!"

"Panggil aku CHANIE !" balas Chansung tidak kalah kerasnya.

Mata Junho melebar dengan tangan yang mulai gemetar kecil. Tapi kemudian ia mencoba untuk menguatkan dirinya lagi. "T-tidak," Junho menggeleng. "TIDAK AKAN!"

Minho yang baru saja masuk ke club dance, dikagetkan dengan situasi tegang di antara kedua hyungnya. Minho bergidik melihat aura kemarahan dan juga tatapan tajam yang keluar diantara Chansung dan Junho. Dengan panik, Minho berbalik keluar, mencari bantuan, karena tak mungkin ia seorang diri bisa menengahi perkelahian antara 'beruang' dengan si 'emperor'.

Cengkraman Chansung pada kerah seragam Junho semakin mengeras, begitu pula dengan tangan Junho yang mencengkram balik lengan Chansung.

"Aku membencimu..." desis Junho kemudian.

Mata Chansung semakin melotot padanya. "Berhenti membuat aku marah..." desis Chansung sambil menggertakkan giginya. "Atau aku akan–"

"APA? Kau mau apa padaku? Memukulku?" Junho malah semakin menantangnya dengan mencondongkan dagunya ke depan. "Pukul saja! Aku bukan yeoja yang langsung menangis jika kau pukul!"

Tanpa pikir panjang, Chansung malah meraih dagu Junho, menariknya, dan dalam sekejap meraup bibir seksy namja itu.

Mata Junho melebar, ia lalu memberontak dalam himpitan dan ciuman yang dilakukan Chansung padanya. Berusaha keras mendorong bahu Chansung yang tampak kalut dengan mencumbu bibir Junho begitu kasar. Dengan sekuat tenaga, Junho mampu mendorong tubuh Chansung ketika ia berhasil menggit lidah Chansung yang baru saja masuk ke dalam mulutnya.

Dan tanpa menunggu lama, sebuah tinju dilayangkan Junho pada sisi rahang Chansung di hadapannya, membuat namja tinggi itu sedikit limbung ke belakang dan mundur tiga langkah. Tidak tanggung-tanggung, tinju tadi cukup keras sehingga membuat sudut bibir Chansung berdarah.

Sifat Junho terlalu keras, tidak sama seperti Junsu yang cepat luluh melihat orang dicintainya terluka. Meski hatinya sangat menyesal dengan apa yang baru saja ia lakukan dan begitu khawatir melihat luka kecil pada bibir Chansung. Junho tetap menutupi perasaannya itu dengan menunjukkan wajah garangnya, meski ia masih tak mampu menahan matanya yang mulai memerah.

"Waeyo….?" lirih Chansung sambil menatap Junho dengan pandangan putus asa. Seolah menyisaratkan kalau Chansung begitu terluka dengan sikap kasar Junho.

Hati Junho bergetar melihat tatapan itu. "B-berhenti menatapku seperti itu," desis Junho dengan suara sedikit bergetar.

Namun tatapan Chansung padanya tidak berubah. Malah terlihat semakin melembut. "Junho-yah...?" dan cara ia memanggil tidak berubah seperti saat mereka pacaran, terdengar begitu lembut dan tersirat akan kasih sayang yang mendalam.

"Ani," Junho menggeleng dengan air mata yang menggenang di kelopak matanya. "Berhenti membuat aku bingung!" seru Junho putus asa. Tubuhnya lalu merosot ke bawah, terduduk bersandar pada kaca dengan kedua tangan yang meremas kepalanya. "T-tinggalkan aku! Pergi! Jangan mendekatiku lagi!"

"Junho-yah..."

"Jangan membuat aku bingung! Berhentilah bersikap baik padaku kalau yang kau sukai itu adalah Wooyoung!" Junho meremas rambutnya frustasi. "Seharusnya dari awal kau tidak usah sok perhatian padaku," lirih Junho kemudian. "Seharusnya kau tidak usah mendekatiku jika yang kau incar dari awal itu adalah Wooyoung!"

Junho menggigit bibirnya yang gemetar. "Waeyo...?" lirihnya. Teringat jelas dalam benaknya kejadian setahun lalu ketika Chansung untuk pertama kalinya bergabung dengan meja kantin yang Junho dan Wooyoung tempati. Ia menawarkan makanannya terlebih dahulu pada Junho setelah itu pada Wooyoung. Seharusnya saat itu Junho sadar, kalau Chansung selalu mendahului Junho karena ia begitu gugup jika berhadapan dengan Wooyoung, bukan karena Chansung menyukai Junho. Mengapa ia terlalu percaya diri saat itu.

Chansung berjalan lebih dekat pada Junho. Tapi kemudian ia dikagetkan dengan suara tawa aneh yang keluar dari Junho yang sedang menunduk. Tawa itu terdengar begitu lirih, seperti dipaksakan.

"Pabbo," desis Junho kemudian, ia memukul kepalanya sendiri. "Seharusnya aku tidak boleh cepat mengambil kesimpulan begitu," gumamnya lagi sambil memukul kepalanya dengan satu tangan. "...mengapa aku begitu pabbo sampai salah paham sejauh itu? Dasar pabbo..." dan Junho lagi-lagi memukul kepalanya dengan kedua tangannya. "...pabbo-pabbo-pabbo-aku sangat pabbo karena jatuh cinta pada namja pabbo..."

"Junho CUKUP!" Chansung segera meraih kedua tangan Junho dan menghentikannya. "Berhenti menyakiti dirimu sendiri!" Chansung duduk bersimpuh di hadapan Junho yang duduk bersandar pada dinding kaca itu.

"Lepas! Kubilang berhenti sok perhatian padaku!"

"JUNHO!" gertak Chansung keras, menghentikan segala gerakan Junho. "Dengarkan aku!" Chansung lalu meraih kedua pipi Junho dan mengarahkannya untuk berhadapan dengannya. Hatinya mencelos merasakan kedua sisi pipi Junho ternyata sudah basah oleh air matanya sendiri. Namja itu menangis tanpa isakan.

"Kau benar..." gumam Chansung kemudian. "...dari awal aku memang jatuh cinta dengan Wooyoung."

Meski itu kenyataan yang sudah diketahui Junho, tetap saja hatinya terasa lebih sakit mendengar itu dari Chansung sendriri. Junho hendak menampis tangan Chansung yang menangkup wajahnya–

"Tapi jangan salahkan dirimu sendiri jika aku sudah berpaling padamu Junho."

Junho membeku untuk beberapa saat. "Bohong..." desisnya kemudian. Tapi tatapan Chansung yang terus menatapnya lekat, sekali lagi menggetarkan keraguan di hati Junho.

Chansung menggeleng pelan. "Percayalah padaku..." Chansung mencondongkan wajahnya dan menempelkan kedua kening mereka, dan kali ini Junho tampak tak menolaknya. "Seperti perintahmu. Kau menyuruhku untuk berpikir jernih kan? Itu lah mengapa aku menahan diriku untuk tidak menemuimu seharian setelah love note itu tak ada. Aku benar-benar berusaha untuk menjernihkan pikiranku."

"Dan kau berhasil?" tanya Junho. "Akhirnya kau sadar kalau kau begitu bodoh saat itu dan selalu mengejarku di mana pun aku berada?" sindir Junho.

Chansung tersenyum geli. "Kau benar. Kenapa aku bisa bersikap bodoh seperti itu yah?" teringat jelas dalam benaknya ketika ia berlari menuju kelas Junho, berjongkok di hadapannya, dan tanpa malu mencium punggung tangan Junho sambil menyatakan cinta di hadapan siswa lain.

Junho mendengus kesal. Ia lalu membenturkan kening mereka cukup keras. Chansung meringis sambil memundurkan kepalanya. "Karena kau sudah sadar, jadi biarkan aku pergi sekarang," ketus Junho.

"Yach! Aku belum selesai! Kenapa kau selalu saja memotongku!" Chansung menahan bahu Junho yang hendak berdiri. Dan kembali meraup pipi Junho. "Dengar. Kau salah besar kalau mengatakan aku berhasil."

"Mwo?" Junho menyerngit heran. "Apa maksudmu?"

"Sampai sekarang aku masih tidak bisa berpikir jernih, Junho! Kau selalu saja mengacaukan segala pikiranku!" tegas Chansung. "Ketika pertama kalinya, malam kemarin saat aku mendapatkan email dari Wooyoung kalau buku itu telah dikembalikan. Aku tidak merasakan perubahan apapun." Chansung menggeleng. "Aku bahkan bertanya berapa kali pada Wooyoung apa ia yakin sudah mengembalikan buku itu."

"Kau tahu betapa gelisahnya aku saat itu?" tanya Chansung. "Beberapa kali aku mencoba ingin menghubungimu dan mengatakan tentang buku itu, tapi beberapa kali pula aku menahan diriku untuk tidak melakukan hal itu. Kau tahu kenapa? Karena yang kutakutkan malah kau yang menjauh dariku dan tidak percaya lagi padaku. Satu-satunya yang membuat kau bertahan denganku karena kau tahu aku jatuh cinta padamu gara-gara love note itu 'kan?"

"Keesokan harinya, aku jadi takut berhadapan denganmu. Pikiranku seolah blank dan tidak tahu apa yang harus ku lakukan jika berhadapan denganmu ketika kau sudah tahu kalau love note itu sudah dikembalikan."

"Lalu kenapa kau diam saja saat aku minta putus padamu, hah? Kau bahkan tidak berusaha untuk menghentikanku atau mengejarku saat itu?" tanya Junho

"Aku saat itu berusaha untuk berpikir jernih. Apa ini memang yang terbaik untuk kita? Apa hubungan kita masih pantas untuk diterukan jika kau tidak percaya padaku lagi dan aku sendiri bingung dengan perasaanku sendiri? Kau tidak sabaran saat itu, langsung pergi begitu saja. Sebenarnya aku mengejarmu saat itu Junho, meski terlambat." Chansung menghela nafas.

"Aku melihatmu menabrak Wooyoung di halaman sekolah saat itu. Kalian sama-sama tampak kacau. Jika itu adalah aku yang dulu, mungkin aku akan pergi mengejar Wooyoung yang tampak linglung. Tapi kau tahu apa yang kulakukan saat itu?"

Junho terdiam, tak berani menjawab.

"Mataku hanya fokus pada dirimu Junho. Hanya kau. Badanku seolah membeku dan berdiri di pintu utama gedung sekolah di belakangmu. Aku memandangmu jauh begitu miris. Kau yang tampak menyedihkan dan meringkuk sambil menangis dalam diam itu sangat menyakitkan bagiku. Aku ingin sekali langsung mendekatimu tapi–"

"Eunhyuk hyung dan Donghae hyung," potong Junho. Ia masih ingat betul ketika sepasang kekasih seniornya itu datang menghampiri Junho yang tampak mencolok di tengah-tengah lapangan sekolah yang sepi pada sore hari itu. Menanyakan keadaan Junho dan membantunya berdiri, bahkan menawarkan Junho untuk mengantarkannya pulang dengan mobil Donghae.

Chansung mengangguk. "Ndeh, aku berpikir mungkin lebih baik kau bersama mereka dulu. Aku tahu kau begitu keras kepala, kau pasti mengamuk jika aku datang mendadak dan langsung merangkulmu dari belakang."

Junho mendengus. "Itu belum membuktikkan apa pun Chansung. Mungkin saja saat itu kau hanya merasa bersalah padaku."

Chansung lalu tersenyum sambil membelai pelan kedua pipi Junho. "Apa cemburu juga termasuk rasa bersalah?"

Junho menyerngit. "Cemburu?"

Chansung mengangguk. "Yah, aku masih saja punya rasa cemburu padamu." Chansung kembali menempelkan kening mereka. "Kau itu hanya milikku seorang Junho-yah. Bukan milik yeoja lain atau pun namja lain. Tidak untuk SoEun centil atau pun Eunhyuk hyung yang sok perhatian padamu itu. Hatimu hanya milikku seorang. Hanya aku. Dan aku tidak akan membiarkan orang lain untuk memilikinya."

Junho tersenyum geli diantara nafas memburu Chansung yang menerpa wajahnya. "Apa kau yakin love note itu sudah dikembalikan?"

"Percayalah padaku, chagiya..." Chansung sedikit memiringkan kepalanya ketika hidung mereka sudah bersentuhan. "Aku..." bisik Chansung sedikit mendesah sambil mengontrol detak jantungnya yang berdegub sangat kencang. "...aku benar-benar mencintaimu... noumu-noumu sarangheyo... Lee Junho..."

Junho sedikit mendongak sambil menutup matanya perlahan. "Nado..." jantungnya juga sama berdegub kencang "... nado sarangheyo Channie~ Mmkh!"

Junho dibuat langsung mendesah tertahan begitu Chansung meraup bibir sexsy-nya. Alis Junho sedikit mengerut, antara perasaan ingin menahan dirinya dengan perasaan terkejut akan tingkah Chansung yang tampak menggodanya dalam ciuman itu.

Perlahan, Junho mencengkram bahu Chansung dengan gaya seduktif dan merambat pada tengkuk lalu rambut Chansung dan meremasnya, ketika Chansung semakin menginvasi mulutnya dengan begitu memabukkannya.

Tangan Chansung yang sudah berpindah pada pinggang Junho, mulai merambat, menyelinap masuk di bawah seragam Junho yang memang tak pernah rapi ia pakai. Meraba perut Junho di balik seragamnya.

"Mmmhn! Ahh... Cha-channie! T-tunggu!"

"Hmm?" Chansung malah beralih mecumbu leher Junho.

"YACH!" dan teriakan menggelegar dari pintu baru bisa membuat Chansung tersentak kaget. Begitu pula dengan Junho. Mereka menoleh, mendapati Jaejoong berdiri di pintu ruangan club bersama Yunho dan Minho di belakangnya.

Jaejong bertolak pinggang sambil menatap garang pada kedua dongsaengnya. "Aissh!" dia lalu menoleh dan menatap tajam pada Yunho. "Apa yang selama ini kau ajari pada mereka hah?"

"Boo… dengarkan aku dulu," Yunho sedikit melirik Minho dengan kesal, dongsaeng yang sudah membawa mereka kemari.

Minho hanya bisa menggaruk tengkuknya canggung. "K-ku pikir tadi mereka mau berkelahi,"

Sementara Junho hanya bisa meremas seragam Chansung dan membenamkan wajah merahnya pada dada bidang namjachingu-nya, menyembunyikan wajah malu. "Aissh… pabbo," desisnya kesal.

Chansung hanya bisa nyengir malu sekaligus kesal. Ugh! Kenapa mereka datang 'tepat' waktu sekali. Bahkan rasanya sangat meneyebalkan ketika mereka sama sekali tak menggunakan jam 'karet' seperti biasa.


.

~ChanHo~

.


"Oppa~" panggil IU manja.

"Ndeh chagiya?" Wooyoung sedikit membungkukan badannya agar ia bisa mensejajarkan kepalanya dengan IU yang berada di kursi roda itu.

"Aku mau makan eskrim strawberry, belikan aku satu," pinta IU merajuk. "Aku ingin sekali makan semakuk eskrim berdua denganmu seperti dulu, oppa."

Wooyoung terkekeh. "Ndeh, ndeh, akan kubelikan. Tapi kau harus kukembalikan ke kamarmu dulu yah. Umma-mu dari tadi mengirimiku sms dan khawatir padamu. Setelah itu oppa akan pergi belikan kau eskrim."

"Arraso."IU mengangguk semangat. "Tapi jangan lama-lama yah?"

"Ndeh. Aku pasti tidak lama kok."

.

.

.

Wooyoung bersiul riang sambil berjalan keluar dari lift menuju ke kamar inap IU. Ia kembali melirik isi kantong plastic yang ia bawa berisi semangkuk eskrim yang baru saja ia beli beberapa menit yang lalu. Dengan senyuman mengembang ia memantapkan langkahnya.

Tapi sebuah teriakan memilukan yang mendadak muncul di sepanjang koridor mengagetkan Wooyoung. Terlebih lagi saat tahu kalau sumber teriakan itu berasal dari ruangan IU. Wooyoung berlari menuju kamar yang pintunya sudah terbuka lebar. Dan matanya langsung membulat tak percaya melihat situasi haru dalam kamar tersebut.

"Andwaeeee!" yeoja paruh bara itu memdekap tubuh IU yang tampak pucat menutup mata dalam pelukan ummanya dengan mata yang berlinang. "Kau tidak boleh meninggalkan umma nak…. Tidak boleh… hiks…"

Sementara dokter dan tiga suster di ruangan itu hanya bisa menunduk kepala dalam turut berduka cita. "Maafkan kami, kami sudah berusaha semampu kami. Tapi ternyata gegar otaknya penyebab kematiannya itu tidak bisa kami hentikan. Kami sungguh menyesal."

Plastic berisi kotak es krim itu terjatuh begitu saja di lantai. Sebuah pukulan telak seolah baru saja menghantam hati dan pikiran Wooyoung. Ia terlalu shock, pikirannya seolah blank seketika, antara percaya dengan tidak percaya. Antara merasakan apa dia berada dalam mimpi buruk atau tidak.

Bahkan pendengarannya seolah tuli ketika Junsu datang dari samping, menghampiri Wooyoung yang masih berdiri membeku di depan kamar yang terbuka lebar itu. "Wooyoung-ah, aku datang ingin menjenguk–" dan Junsu tak mampu melanjutkan kata-katanya ketika ia sadar dengan apa yang Wooyoung tatap dalam kamar inap itu.

Mata Junsu membelalak lebar dengan keterkejutannya pada situasi pilu dalam kamar tersebut. "I-itu..." Junsu melirik takut pada Wooyoung yang tampak linglung di hadapannya.

Pandangannya seolah kosong ke depan.

"Wooyoung-ah... gwencana?"

Tapi jawaban yang didapatkan Junsu dari pertanyaan kwatirnya itu adalah limbungnya tubuh Wooyoung, nyaris jatuh ke lantai dengan mata tertutup jika Junsu tidak cepat menadahnya. Namja chabby itu terlalu shock menerima keadaan sehingga ia pingsan di tempatnya.


.

~KhunYoung~

.


Namja baby face yang masih dalam wujud tembus pandang itu, berbaring dalam ruangan hampa putih tanpa batas, tak jauh dengan deretan antrian roh lain yang menuju gerbang cahaya di depan sana. Ia memandang langit di atas sana yang tampak begitu putih, tanpa adanya awan.

Nichkhun mendengus, sampai kapan ia harus menunggu? Sangat membosankan karena ia sama sekali tidak melakukan apapun di sini. Terlebih lagi ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan dalam wujud seperti ini.

"Nichkhun-sshi?"

Nichkhun tersentak melihat wajah IU mendadak nongol di atasnya. Namja itu segera terbangun duduk dan mendongak menatap IU yang berdiri di sampingnya. Yeoja yang juga berwujud tembus pandang itu menggunakan gaun putih selutut tanpa lengan dengan rambut hitam panjang yang terurai, wajah imutnya berbinar seperti malaikat.

"K-kau?" Nichkhun terbata. "Kenapa bisa ada di sini? Seharusnya kau kan berada di sana?"

IU tersenyum riang. "Aku dijemput kembali. Katanya namaku terdaftar di buku tahun ini."

"Mwo?" Nichkhun terbelalak kaget.

"Sudah dulu ya Nichkhun-sshi. Aku harus kembali dalam barisan antrian itu." IU sedikit membungkuk pada Nichkhun yang duduk di sampingnya, dan berbisik pelan. "Kalau aku lama-lama, Ahjushhi bertampang galak di sana bisa marah padaku."

"YACH! Sekecil apapun suaramu aku bisa mendengarnya dari sini!" protes JYP dari kejauhan sambil lalu, dan kembali fokus pada antrian roh di hadapannya.

IU terkekeh kecil. "Kalau begitu aku pergi dulu ya Nichkhun-sshi. Anyong~" IU berbalik dan berlari kecil.

"Yach! T-tunggu dulu!" panggil Nichkhun.

IU berhenti dan kembali menoleh pada Nichkhun yang masih menatapnya dengan heran. Senyuman ceria mengembang di wajah IU. "Kuserahkan oppa-ku padamu Nichkhun-sshi. Jaga dia baik-baik. Arraso?"

"Mwo?"

Dan IU kembali berlari, masuk ke dalam baris antrian tersebut. Nichkhun hendak mengejarnya, tapi sebuah tepukan di bahunya dari belakang menghentikan niat Nichkhun. Namja itu berbalik dan sebuah sinar putih menyilaukan menerpanya, memaksakan Nichkhun untuk memejamkan matanya begitu erat karena silau cahaya tersebut. Tubuh Nichkhun seolah terdorong dan terhempas jatuh ke bawah.

Lalu tubuhnya mendadak terasa begitu kaku dengan keheningan menakutkan yang menerpanya. Perlahan, kelopak matanya terasa begitu berat ketika ia membukanya, dan sebuah suara samar-samar terdengar dari telinga.

"...khun..."

"Nichkhun..."

"Hey, kau sudah sadar? Dokter! Dokter!"

Pandangan Nichkhun yang begitu buram bisa melihat tampang Taecyeon yang terlihat khawatir di samping ranjangnya. Tapi setelah itu, mata Nichkhun lagi-lagi terasa berat, dan ia kembali tertidur.


.

~KhunYoung~

.


Wooyoung membuka pintu kamarnya dari luar, memasuki ruangan itu dan melihat sosok Nichkhun yang berbaring menyamping di ranjangnya dengan senyuman sumringah sambil berucap, "Annyeong~" melambai pada Wooyoung seperti biasa.

Tapi kemudian Wooyoung tersenyum miris, karena sosok namja itu perlahan menghilang. Menyadarkannya tentang ilusi yang lagi-lagi dibuat Wooyoung secara tak sadar.

Wooyoung menghela nafas lelah. Padahal sudah satu minggu berlalu semenjak meninggalnya IU. Tapi kenapa yang berada dalam pikiran Wooyoung malah sosok Nichkhun yang seolah-olah terus mengikutinya di mana ia berada. Wooyoung merasa kalau dirinya sendiri hampir gila karena semua ini.

Saat Nichkhun pergi meninggalkanya, Wooyoung seolah masih mendapatkan pegangan berupa IU yang akhirnya kembali sadar dalam koma panjangnya. Tapi, ketika IU lagi-lagi mendadak pergi begitu saja untuk selamanya. Itu membuat Wooyoung seperti mendapatkan pukulan telak dari berbagai musibah yang ia alami dan menjatuhkannya jatuh ke dalam lubang perih yang begitu memilukan.

Wooyoung menghempaskan tubuhnya di atas ranjang dengan pandangan yang kembali kosong. Apa yang bisa ia lakukan sekarang? Kenapa rasanya tidak memiliki semangat lagi untuk hidup di dunia ini? Mata Wooyoung nyaris tertutup ketika ponselnya mendadak berdering. Itu dari Junsu.

"Yobseyo hyung?"

"YACH!" suara Junsu tampak marah dari saluran tersebut, membuat Wooyoung sedikit tersentak dan menjauhkan ponsel itu dari telinganya. "Jang wooyoung! Sampai kapan kau akan terus membolos sekolah! Berhentilah jadi namja cengeng! Cepat pergi sekolah hari ini juga! Atau kau ingin aku menyeret paksa dirimu dari rumahmu, hah!"

Wooyoung meringis mendengar kemarahan hyung-nya itu. Sepertinya batas kesabaran Junsu sudah habis. Mungkin hyung-nya itu sudah lelah membujuk dan menghibur Wooyoung dari dukanya, yang sepertinya tidak menuaikan hasil apapun darinya.

"Yach! Wooyoung-ah! Kau dengar aku tidak! Aku serius dengan ucapanku. Kalau kau tidak menjawabnya juga. Aku akan ke rumahmu sekarang dan menyeretmu ke sekolah saat ini juga. Tidak peduli kau belum mandi atau sedang telanjang sekalipun!" tambah Junsu lagi.

Wooyoung bergidik ngeri mendengar ancaman hyungnya. "A-arrso hyung! Aku akan segera ke sana!"

.

.

.

Wooyoung melangkah dengan malas sambil menunduk menuju ke sekolahannya. Seperti biasa, earphone kuning kesayangannya terpasang manis di kepalanya dengan keadaan on, menyenandungkan sebuah music bit, tapi tetap saja tak mampu membangkitkan semangat Wooyoung saat ini. Tak ada gerakan dance di sela-sela langkahnya seperti biasa. Melainkan langkah malas yang terlihat ogah-ogahan.

Langkahnya berhenti di sebuah jalan kecil. Wooyoung terdiam dan terus menunduk. Meski sebenarnya ia tak ingin mengingatnya, tapi kenangan itu seolah menghantamnya dan memaksa masuk ke dalam memorinya, mengingatkan Wooyoung saat ia pertama kali bertemu dengan Nichkhun di jalan ini.

Wooyoung menghela nafas lelah. Dan ia kambali berjalan menuju sekolahnya. Tapi baru tiga langkah sebuah kaleng minuman kosong menghantam kepalanya dari belakang.

"Auw! Appo!" membuat mood buruk Wooyoung semakin memburuk saat itu juga. Dengan wajah yang sangat kesal, ia berbalik dan berniat memarahi siapa pun pelaku yang sudah menyakiti kepalanya.

Tapi niat itu tak kunjung dilaksanakannya begitu melihat siapa sosok di hadapannya itu.

Seketika itu juga mata Wooyoung membulat tak percaya dengan tubuhnya yang membeku di tempatnya. Nichkhun berdiri tak jauh di hadapannya, menggunakan seragam sekolah yang sama dengannya, tas ransel merah yang menggantung di balik punggung, dan juga earphone putih yang bertengger di leher putihnya.

Dengan senyuman changgung, namja baby face itu menggaruk tengkuknya. "Mmm…. mianhe, aku tidak sengaja," katanya dengan nada yang merasa bersalah sambil membungkuk minta maaf.

Wooyoung mengerjap bingung. A-apa ini? Bukan roh seperti biasa? Atau hanya seseorang yang mirip dengan Nichkhun? Karena itu sikapnya seolah tidak mengenal Wooyoung? Atau lagi-lagi ini hanya sebuah ilusi yang tampak begitu nyata di mata Wooyoung.

"A…" mulut Wooyoung terbuka, tapi lidahnya terasa keluh untuk mengatakan sesuatu. Dan ia sendiri juga bingung dengan kata-kata apa yang akan ia keluarkan. Pikirannya terasa kalut. Bagaimana kalau itu benar-benar sebuah ilusi? Atau hanya orang berbeda yang memilki wajah dan suara yang begitu mirip dengan Nichkhun?

"Hey?" Nichkhun berjalan mendekat dengan wajah yang heran memandang Wooyoung yang seolah membeku menatap lekat pada namja baby face di hadapannya.

Nichkhun sedikit membungkuk untuk mesejajarkan wajah mereka dan mencondongkannya lebih dekat di hadapan Wooyoung. Kedua pasang mata itu saling menatap lekat, sama-sama heran.

"Ada apa denganmu?" bisik Nichkhun kemudian. "Apa karena setelah kutinggal dua minggu kau jadi tidak bisa bicara? Uyongie?"

Dan sebuah seringai nakal terpampang jelas di wajah Nichkhun. Sementara mata Wooyoung semakin melebar tak percaya.

"K-khun...hyung?"

.

.

.

Dan sebuah kisah cinta KhunYoung yang sebenarnya baru saja dimulai.

.

.

.

The_enD

.

.

.


THANKS TO

My God

My Parents

My Friends

JYPEntertaiment

Readers & Reviewers:

Kyuheartbeats; Balloon; nn; Khunwoo lovers; 2pm always in my heart forever; Junnichk shipper; Love 2pmagreement211; khunyoung shipper; Enno KimLee; WooJay; maknaemaknae; dhey; Yui-chanhottest; OkkhuN; ChaaChulie247 gak login; Orang Random; ANDINAsti; Shymi Oktizen; Doremi saku-chan; Nhawoo; Momoelfsparkyu; eLfa chan; weniangangel;

See you in the next my fanfic~

Love you All~

^Aya^

(Sayaka Dini)


.

Bonus NG Behind the Scene Ultra Lover:

.


NG Chap 1: Scene 'pelemperan kaleng'.

Take One: tendangan kaleng minuman kosong yang dilakukan Wooyoung meleset melewati kepala Nichkhun ke samping.

"Aissh. Mianhe, sekali lagi," pinta Wooyoung.

Take Two: kaleng itu terbang melewati atas kepala Nichkhun dari belakang. Namja baby face itu pun berbalik dengan wajah merengut, "Aigoo... Uyongie lakukan dengan benar. Tak perlu mengkhawatirkan aku."

"Ndeh hyung," Wooyoung mengangguk. "Sekali lagi, oke?"

Take Three: Akhirnya kaleng itu sukses menghantam belakang kepala Nichkhun, tapi–

"AUW! APPOO!"

Tendangan itu terlalu keras. Dan Wooyoung hanya bisa gigit jari gelisah sekaligus khawatir melihat hyung-nya kesakitan. "M-mianhe..."


NG Chap 2: Scene 'Menlap bibir Wooyoung yang belepotan di Cafe Bonamana'.

Nichkhun mengulurkan tangannya yang memegang tisu di hadapan mulut Wooyoung yang belepotan eskrim putih. Tapi tangannya terhenti, menggantung di udara tanpa sampai menyentuh wajah Wooyoung. Matanya seolah terhipnotis dengan bibir yummy Wooyoung yang tampak semakin menggiurkan di antara eskrim putih yang mengililinganya. Pikiran Nichkhun seolah blank. Ia bahkan lupa dengan adegan apa selanjutnya.

"Hyung?" bisik Wooyoung, mengisyaratkan Nichkhun untuk segera melanjutkan adegannya.

Tapi bibir Wooyoung yang sedikit monyong ke depan saat memanggilnya 'hyung'. Membuat Nichkhun tidak bisa lagi berpikir jernih. Ia segera berdiri dari tempatnya, membungkuk sambil mencondongkan tubuhnya melewati meja di antara mereka. Dan dengan sekali tarik pada dagu Wooyoung, Nichkhun meraup bibir yummy Wooyoung, sekaligus membersihkan krim yang belepotan di sekitar bibir itu dengan caranya sendiri.

"CUT! YACH! Nichkhun-sshi! Aku menyuruhmu untuk menggoda Wooyoung dengan mengatakan kau tidak tahan untuk menciumnya, bukan berarti kau benar-benar tidak tahan!" seru Author frustasi.

Tapi Nichkhun seolah menulikan pendengarannya dan terus menikmati 'santapan' di hadapannya.


NG Chap 3: Scene 'Di Taman belakang sekolah, Junho lari dari Chansung.'

Wooyoung duduk menunduk di taman dengan tatapan yang tampak begitu kosong, sementara Junho berdiri di hadapannya dengan mata yang sembab, dan Chansung berdiri tak jauh dari mereka.

"Junho-yah..." panggil Chansung dengan lembut.

Junho berjalan mundur sambil menggeleng pelan menatap Chansung penuh horror. "A-andwae..." dan Junho segera berbalik hendak berlari menjauh, tapi–

'BRUUK!'

Junho terjungkal ke depan dengan tidak elitnya karena tersandung sebuah kabel lighting. Badannya tengkurap di atas tanah dengan bokong seksinya yang melengkung ke atas. "Auw! Appo~" ringisnya.

"Hmpf! Hahahaha!" dan Wooyoung tidak tahan lagi untuk tertawa geli sambil memegang perutnya. Ekspresi kosongnya berubah drastis menjadi sangat geli karena insiden tak terduga itu.

Bahkan Chansung meringis geli, berusaha keras menahan ledak tawanya sambil berjalan ke arah Junho untuk membantunya berdiri.

"Aissh! Jinjja!" Junho memukul tanah di bawahnya. "Aku tidak mau shyuting!" rengeknya malu.


NG Chap 4: Scene 'Pertengkaran Chansung dan Junho di belakang gedung sekolah'.

Junho memberontak dari cengkraman Chansung pada lengannya. "Lepaskan!"

"Tidak!" bantah Chansung sambil melotot pada Junho dengan mata yang begitu memerah. "AKU TIDAK AKAN PERNAH MELEPASKANMU JUNHO!" serunya lantang di hadapan wajah Junho.

Hening seketika.

Dan tiga detik kemudian, Chansung mendengus geli menahan tawanya. Sementara Junho meringis jijik sambil menlap wajahnya.

"Aissh... Channie! Jangan terlalu banyak mencipratkan ludahmu ke wajahku! Dasar pabbo," desisi Junho kesal.

"Mianhe..." Chansung masih terkekeh kecil sambil mengambil tissu yang ditawarkan seorang staff. "Ouhh... mianhe chagiya.. aku tidak sengaja," ujarnya lagi sambil membersihkan wajah Junho masih dengan cengiran lebarnya.

"Jangan seenakmu," Junho masih cemberut lucu, mengerucutkan bibir seksinya.

Tatapan geli Chansung berubah menjadi lebih intens menatap Junho. "Kau yang jangan seenakmu memasang wajah menggoda begitu, atau aku benar-benar tidak tahan untuk menciummu sekarang juga," bisik Chansung.

Junho segera bungkam. Tak ingin kejadian memalukan yang dilakukan Khunyoung juga terjadi padanya. Hey, mereka masih berada di area syuting kan?


NG Chap 5: Scene 'Nichkhun membalas ciuman Wooyoung di dalam bis.'

"Oke, sekali lagi yah? Konsentrasi Nichkhun-sshi. Kau benar-benar harus kosentrasi dengan skrip yang sudah ditulis. Arraso?" untuk sekian kalinya Author memperingati namja Thailand itu dengan sedikit frustasi. Ini sudah take lebih dari lima kali tapi adegan ini kembali gagal terekam dengan sempurna karena ulah Nichkhun.

Nichkhun mengangguk-ngangguk, seolah-olah ia benar-benar mengerti. "Ndeh-ndeh. Arraso."

Sementara Wooyoung hanya bisa menghela nafas lelah.

"Oke, kita mulai lagi. Camera! Rolling! Action!"

Wooyoung mengecup bibir Nichkhun sekilas yang sedang berbaring di bahu Wooyoung. Setelah itu, Nichkhun terbangun, menatap Wooyoung intens, menarik tengkuk Wooyoung dan langsung mencium bibir yummy namja cubby itu.

"CUT! CUT!" teriak Author. "Yach! Berapa kali kubilang, kau harus mengatakan dialognya dulu sebelum membalas ciuman Wooyoung agar lebih terlihat romantis. Aissh! Jinjja! Bagaimana bisa kau melakukan kesalahan yang sama untuk ketujuh kalinya! Nichkhun-sshi!"

Nichkhun melepas cumbuannya sambil menlap bibirnya. "Ndeh, arraso. Kita lakukan lagi."

"Hyung~!" Wooyoung melotot terkejut dengan bibir yang mulai membengkak merah karena dikerjain oleh Nichkhun seharian ini.

"Aissh!" Author meremas kepalanya frustasi. "Kalau kau begini terus. Aku tidak akan segan menggantikan peranmu dengan namja lain, Nichkhun-sshi!" ancamnya.

"ANDWAE!" jerit Nichkhun frustasi. Membayangkan bagaimana beruntungnya namja itu jika ia bisa mengerjai bibir namjachingu-nya sepertinya dirinya.

"Tidak boleh! Kau tidak boleh menggantikanku! Aku akan bekerja lebih keras lagi! Aku janji!"

Dan Author hanya bisa tersenyum sumringah penuh kemenangan.


NG Chap 6: Scene 'Foto selca Wooyoung dan Nichkhun di atas ranjang'.

Wooyoung mengarahkan ponselnya pada Nichkhun yang duduk di atas ranjang. "Oke, hana, dul, –"

Nichkhun segera menaraik tangan Wooyoung dan merebahkan tubuh namja itu di atas tempat tidur sambil menindihnya. "Aku tidak bilang kalau aku mau foto sendirian, Uyongie..." bisiknya di telinga Wooyoung.

Wooyoung merona hebat sambil merinding.

"CUT! YACH! Kau tidak perlu membantingnya dan menindihnya seperti itu!" protes Author.

"Mwoya? Kupikir cerita ini sudah be-rated M?" tanya Nichkhun dengan innocentnya.

JDEER!

Dan Author hanya bisa menepuk jidatnya dengan sangat frustasi.


NG Chap 7: Scene 'Pertanyaan cinta Taecyeon pada Junsu'.

"Yach, Junsunie, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Taecyeon sambil terkekeh.

Junsu memutar tubuhnya dan berbalik menghadap Taecyeon, dengan tumpukkan penuh boneka panda dalam pelukannya. "Yach. Kenapa kau malah tertawa di sit– Aissh, chankamman, boneka panda-nya tadi jatuh satu."

Taecyeon sweatdrop melihat Junsu yang begitu antusias dengan seluruh boneka panda dalam pelukannya. "Yach. Hyung~!" protes Taecyeon. "Lebih seriuslah sedikit! Kita akan melakukan scene kissing kita yang pertama. Tak bisakah kau benar-benar memperhatikan aku dari pada panda-pandamu itu?" kesal Taecyeon dengan nada yang penuh akan kecemburuan pada makhluk imut tak bernyawa itu (boneka panda).

Junsu terkekeh melihat wajah merajuk Taecyeon. "Ndeh-ndeh, arraso." ia kembali berdiri tegak, bersiap memulai actionnya. Tapi Junsu kembali menoleh pada Author dengan antusias. "Apa kau yakin menyuruhku untuk melemparkan panda-pandaku sendiri hanya untuk membungkam ocehan Taecyeon dengan sebuah ciuman nantinya?" tanya Junsu, seolah lebih mengkhawatirkan kondisi pandanya nanti.

"Hyung~!" protes Taecyeon kesal.

Junsu kembali terkekeh. "Hehehe... arraso. Aku hanya bercanda. Jarang-jarang aku bisa menggodamu." Junsu mengerling nakal.

Namun wajah kesal Taecyeon langsung berubah drastis menjadi lebih tegas dengan sebuah seringai menyeramkan di wajahnya. "Kau tidak akan lolos dariku malam ini Junsunie," bisiknya. "Aku akan menggodamu lebih-lebih-lebih-dan lebih dari biasanya."

Junsu merinding mendengar ancaman tegas itu. Aissh! Mati aku.


NG Chap 8: Scene 'Cerita IU pada Wooyoung di taman rumah sakit'.

"Terus?" tanya Wooyoung dengan nada penasaran sambil mendorong pelan kursi roda IU.

"Beberapa hari kemudian, dia menemuiku dan bilang sudah menemukanmu. Ah, tidak." IU menggeleng tiba-tiba, dan lalu mendengus sambil menunduk kesal. "Mianhe, aku lupa dialogku yang selanjutnya," katanya panuh penyesalan.

Wooyoung menghentikan langkahnya dan mendesah. "Ada apa denganmu IU? Kenapa tak bisa kosentrasi seperti biasa? Ini sudah lima kali kau lupa skripnya, seperti bukan dirimu saja."

"Habisnya..." IU mendesah sambil menunjuk ke sisi taman. "Pacarmu dari tadi melototiku tajam dari sana. Mana bisa aku kosentrasi kalau tatapannya seolah mengancamku dan ingin membunuhku saat ini juga."

Wooyoung melotot terkejut begitu sadar Nichkhun berdiri di belakang kamera sejak entak kapan, ia tak tahu.

"YACH! Nichkhun-sshi!" seru Author terkejut. "Untuk apa kau kemari? Kau bahkan tidak akan muncul dalam adegan kali ini! Ka! Palli!" usir Author dengan geregetannya.


NG Chap 8: Scene 'Kissing Chansung dan Junho'.

Mereka bercumbu begitu panas. Junho meremas rambut Chansung ketika ia nyaris kehilangan nafasnya. Chansung segera melepaskannya dan berpindah menikmati leher Junho, sementara tangannya menyelinap ke dalam balik seragam Junho.

"Mmmhn! Ahh... Cha-channie! T-tunggu!"

"Hmm?" balas Chansung sekenanya.

Mata Junho yang terbuka sedikit dan tampak mulai sanyu, memandang heran pada para kru yang masih tetap berdiam diri menatap mereka dari belakang Chansung. "K-kenapa tidak dihentikan... j-juga... YACH! Ahh~ Channieee!"

Sementara Jaejoong yang berdiri di pintu klub, meremas seragam Yunho dengan erat. "Yun... kapan aku baru aku bisa meneriaki mereka?"

"Molla," jawab Yunho dengan polosnya. "Authornya sendiri bahkan cengo melihat tingkah maknae gila itu," tunjukknya pada Author yang menganga lebar di tempatnya.

"Aku masih polos. Aku masih polos," gumam Minho berulang kali sambil memejamkan matanya erat dan menutup kedua telinganya.

Dan adegan itu, terpaksa harus ditunda untuk berapa jam kemudian...

"Y-YACH!" itu adalah teriakan protes Junho yang terakhir diantara desahannya.


~KhunYoung~

.

~ChanHo~

.

~TaecSu~

.

Jang Aya love Uyongie