Hola Minna. Ini fic request yang saya buat. Masih gaje sih.

.

DISCLAIMER : TITE KUBO

.

RATE : M (For Save)

.

Warning : OOC (banget), AU, Gaje, Misstypo (Nongol mulu), Gak karuan.

.

Attention : Fic ini adalah request dari Oda Kurosaki(nama yang saya tahu nih...) Fic ini adalah fiksi belaka. apabila ada kesamaan atau kemiripan di dalam fic atau cerita lain dalam bentuk apapun itu adalah tidak disengaja sama sekali .

.

.

.

Jari-jari mungil itu tetap setia mengelus, merayap, dan menekan rahang tegas khas lelaki itu agar mendekat padanya. Sebelah tangan lainnya menekan rambut yang berwarna terang menyala itu. Meremasnya sedemikian kencangnya. Si pemilik rambut bahkan tidak memprotes tindakan pemilik tangan mungil itu.

Mereka saling mendekat. Merasakan. Dan membaur satu sama lain untuk merasakan sensasi tubuh masing-masing. Rasa panas saling menghantar meski udara beranjak dingin.

Tangan-tangan besar itu mulai berebut satu persatu untuk membongkar blouse ungu milik si tangan mungil itu. Memperlihatkan tubuh indah yang selama ini dipujanya seperti pahatan dewa yang begitu mulus tanpa cela.

"Ichi!"

Gadis itu―mungkin wanita―menjerit kecil kala tangan besar itu langsung meremas gumpalan daging kenyal di tubuhnya itu. Rasa nikmat menjalar ke seluruh syaraf tubuhnya hingga membuatnya melayang terlalu tinggi. Tak ingin hanya merasakan, wanita mungil dan kecil itu, yang kini duduk di pangkuan si pria berambut menyala ini kembali menggerakan jari-jarinya menyusuri rahang dan wajah tampan yang terukir sempurna di hadapannya ini. Nyaris terlalu sempurna malah.

Bibir mungilnya melahap bibir tipis dan merah milik pria yang kini sangat dicintainya melebihi apapun ini. Yakinlah. Tak akan ada yang bisa menggantikan posisi sang pria berwajah tampan ini di dalam hati sang wanita mungil ini.

Bibir mereka kembali saling menempel. Wanita kecil ini begitu lihai memainkan bibir dan lidahnya untuk menggoda sekaligus merangsang sang pria untuk mendekat lebih dekat padanya. Sungguh saat intim seperti ini amat sangat berharga untuk mereka.

Pria tampan ini masih bergerilya di gumpalan daging kenyal itu. Meremasnya dengan pijatan tertentu yang tentu saja membuat si wanita mungil di pangkuannya ini melenguh nikmat sambil sesekali menggigit lidah si pria yang menggoda masuk ke dalam ruang lembab si wanita ini.

Pria berambut cerah ini menjauhkan bibirnya sejenak dari bibir wanitanya. Mencoba menarik nafas karena kekurangan oksigen.

"Aku mencintaimu... Rukia." Bisiknya lirih.

Kuchiki Rukia, sang wanita itu bermata indah itu tersenyum penuh arti. Rukia begitu menyukai saat pria tampan ini memanggil namanya begitu indah. Seolah-olah, namanya memang di ciptakan untuk pria itu agar bisa memanggilnya seindah ini.

"Aku juga..." balas Rukia.

Kurosaki Ichigo, sang pria tampan berambut cerah itu menyambut balasan wanitanya. Kini Ichigo tak lagi mengenakan pakaian atasnya. Bertelanjang dada. Rukia masih mengelus rahang tegas pria itu. Meneliti setiap senti wajah tampan itu. Jari-jari panjang dan kurusnya mengukir setiap inchi kulit Ichigo. Oh... betapa sempurna Tuhan menciptakan hadiah terindah ini.

Ichigo menurunkan wajahnya ke arah sudut leher Rukia. Mengecupnya singkat lalu kemudian meninggalkan bercak kemerahan.

Rukia merintih kesakitan setiap kali kekasihnya meninggalkan tanda itu. Tapi Rukia tak bisa menghentikannya. Dia terlalu takut menghentikannya. Mungkin... karena awalnya Ichigo tidak begini lembut padanya. Tidak pada awalnya.

Tapi demi apapun, kini Rukia benar-benar mencintai pria ini. Entah sadar atau tidak sadar, Rukia sudah mencintainya melebihi dirinya dan kakak laki-lakinya sendiri. Karena dirinya sekarang sudah tak bisa melepaskan Ichigo, seperti awalnya pria itu tak mau melepaskan dirinya. Bahkan sampai sekarang.

Keposesifan dan overprotektif yang dimiliki Ichigo, tak pernah bisa membuat Rukia lepas darinya.

Tak sabar, Ichigo segera menarik paksa rok mini wanita ini. Karena begitu paksanya, rok Rukia sampai robek menjadi dua. Rukia tak lagi menghiraukan itu. Menurutnya, ini adalah hal biasa. Saat dimana Ichigo selalu merobek pakaiannya kalau dia tengah tak sabaran.

Karena roknya sudah selesai, kini celana dalam Rukia berikutnya. Rukia mengangkat sedikit tubuhnya untuk mempermudah pria itu melakukan tugasnya. Celana dalam hitam itu sudah melayang ke salah satu pergelangan kakinya dan kini Ichigo mengangkat tubuh mungil itu lagi untuk duduk di pangkuannya lagi. Ichigo menggesekan tubuh mungil Rukia. Wanita itu mulai gemetar dan pusing. Setiap rangsangan yang Ichigo lakukan selalu membuatnya melayang terlalu tinggi. Desahan meluncur dari bibir kecil dan mungil itu, yang selalu membuat Ichigo semakin bergairah.

Milik Rukia mulai membasahi celana Ichigo pula. Cairan lengket dan basah itu sudah menetes tiada henti, membuat Rukia semakin gemetar dan mendesah hebat.

"Ichi... go..." desahnya parau. Wajahnya sudah memerah―terlalu merah!―matanya meredup dan bibirnya bergetar menahan sensasi luar biasa ini. Ichigo mengerti. Kekasihnya... sudah tidak tahan lagi.

"Aku tahu sayang..."

Pelan-pelan, Ichigo membaringkan tubuh mungil kekasihnya itu di atas kasur pribadinya. Oh... sedari tadi mereka berada di apartemen elit milik Ichigo. Sejak pulang kantor tadi, mereka tidak melakukan kegiatan apapun selain bercumbu di atas kasur besar ini.

Tubuh Rukia yang masih di hiasi blouse ungunya, dan bra tanpa tali yang ternyata sudah melayang jauh entah kemana itu membuat hampir seluruh tubuh milik Kuchiki Rukia polos. Ichigo sungguh tak sabar lagi dengan klimaks kegiatan mereka. Wajah Rukia yang memelas, melemah dan memohon itu benar-benar membuat Ichigo semakin mencintainya. Seakan wanita itu tahu cara membuat Ichigo begitu menginginkannya. Sangat menginginkannya.

Ichigo mulai menurunkan celananya. Mempersiapkan miliknya dan menyeringai lebar. Lalu... tinggal sedikit lagi...

Drrttt... drrtt...

Rukia terkesiap pelan saat menyadari ponselnya, yang masih di atas ranjang ini bergetar hebat. Rukia langsung melompat untuk mengambil ponselnya. Tapi Ichigo yang mulai kesal pada tingkah wanita ini lalu menariknya ke dalam pelukan dalam.

"Tu―tunggu sebentar Ichigo... bi―ahh! Tolong... biarkan aku menjawab―teleponnya." Pinta Rukia bersusah payah ketika pria dipelukannya ini malah menjilati lehernya begitu ganas.

"Biarkan saja." Perintah Ichigo pelan.

"Nii-sama... itu―hhh... pasti Nii-samahhh..."

Ichigo berdecak sebal lalu melepaskan dengan enggan wanita yang setengah telanjang ini, karena blouse itu masih menempel di tubuhnya, itu untuk merangkak mengambil ponselnya. Dengan gugup Rukia mengangkat ponselnya.

"Ha-halo... Nii-sama..." sambut Rukia pelan.

"Pulang." Begitulah suara arogan sang Nii-sama memerintah Rukia.

"Ya Nii-sama aku―ahh!" Rukia menjerit kecil sadar bahwa Ichigo mulai memeluknya dari belakang dan kembali menggigit lehernya.

"Rukia?" Nii-sama mulai khawatir dengan suara jeritan kecil sang adik.

"Ti-tidak ada apa-apa Nii-sama... aku―"

"Berikan ponselmu pada Kurosaki. Kau bersamanya kan?"

Rukia mendadak terkesiap dan langsung menoleh ke belakang. Mata ungu kelabunya itu memandang gugup pada Ichigo yang mulai sadar pada tatapan Rukia.

Rukia mendesah pelan dan memberikan ponselnya pada Ichigo.

"Nii-sama... mau bicara denganmu." Lirih Rukia.

Ichigo mengangkat sebelah alisnya tak mengerti. Tapi kemudian mengambil ponsel itu dari tangan Rukia.

"Dalam 10 menit kalau Rukia belum tiba di rumah, kau kularang menemuinya. Atau pernikahan kalian akan kubatalkan!"

Hanya kata-kata itu yang sempat di dengar oleh Ichigo setelah kemudian mendadak nada terputus yang terdengar. Bukan hanya sekali dua kali kakak Rukia melarangnya begini kalau Rukia belum pulang ke rumahnya.

"Nii-sama... bilang apa?" tanya Rukia bingung menyadari ponsel itu hanya berada 10 detik di tangan Ichigo.

"Sepertinya kakakmu justru takut aku tidak akan meninggalkanmu ya..."

Kali ini Rukia yang mengangkat alisnya bingung. Tapi kemudian, Ichigo bergerak mengambilkan pakaian Rukia, oh, terkecuali rok yang telah robek itu, untuk dipakaikan kepada Rukia.

"Sepertinya kau harus pulang sayang. Atau kalau tidak, Nii-samamu akan mengancam membatalkan pernikahan kita yang tinggal satu bulan ini."

.

.

*KIN*

.

.

Rencananya memang begitu.

Bulan depan adalah hari pernikahan sepasang insan ini. Setelah nanti, minggu depan mereka akan mengadakan acara pertunangan. Memang harusnya acara pertunangan itu diadakan satu atau dua bulan sebelumnya. Tapi karena Ichigo yang sebagai Direktur Kurosaki Construction ini sangat sibuk. Kurosaki Construction dan Kuchiki Construction―perusahaan milik kakak Rukia―sudah lama menjalin hubungan mitra yang baik. Yah... awalnya memang ayah Ichigo yang pegang kendali. Tapi beberapa tahun lalu, ayahnya memutuskan ingin hidup sebagai dokter di klinik kecil daripada berurusan dengan perusahaan besar. Meski jabatan Presdir masihlah dipegang oleh ayah Ichigo, tapi semua kendali ada di bawah Ichigo. Karena Ichigo tahu, ayahnya itu hanyalah pria sederhana yang selalu berpikiran simpel. Dan sejak bergabung dengan Kuchiki Construction inilah Ichigo mengenal wanita mungil-nya.

Kuchiki Rukia.

Rukia menjabat sebagai desainer yang bertugas mendesain bangunan yang dipesan oleh klien perusahaan. Sejak melihat Rukia, Ichigo tak bisa melepaskannya. Entah kenapa keinginan memiliki begitu kuat di dalam benaknya.

Hingga sekarang mereka menjadi seperti ini.

Mereka akhirnya mencintai dan memutuskan menikah. Toh... Rukia hanya berpikir, Ichigo tak pernah akan melepaskannya. Ichigo akan terus menerus mengejarnya hingga dapat. Dan untungnya, selama ini Rukia cukup percaya Ichigo bukan pria mata keranjang yang brengsek. Dia selalu setia pada pilihannya. Tapi... terkadang tindakannya selalu membuat Rukia kesal. Satu yang sampai sekarang Rukia percayai dari Ichigo. Bahwa pria itu tulus mencintainya dan hanya akan mencintainya seorang.

"Aku masuk ya..." ujar Rukia setelah Ichigo mengantarnya ke depan pintu mansion sang bangsawan Kuchiki itu.

Tapi Ichigo tak begitu saja membiarkan wanitanya masuk. Dengan sekali sentakan Ichigo menarik Rukia dan mengecup bibirnya begitu lama. Rasa bibir Kuchiki Rukia tak akan pernah dia lupakan. Begitu memabukkan dan menggairahkan. Dan tak pernah membosankan.

"Rukia, masuk!"

Sekali lagi Rukia terkesiap dan terlonjak kaget sampai melepaskan ciuman Ichigo dengan paksa.

Kuchiki Byakuya, sang kakak, berdiri dengan angkuh di depan pintu mansionnya. Dan sejujurnya, ini bukan kali pertama dia menangkap adik kesayangannya diperlakukan tidak sopan oleh seorang Kurosaki Ichigo.

Jujur saja. Kalau Rukia tidak mengatakan dia mencintai pria berambut tidak wajar ini, Byakuya pasti akan menjodohkannya dengan lelaki yang lebih pantas, lebih terhormat, lebih sopan dan tentunya punya gelar bangsawan juga.

Tanpa banyak bicara, Rukia menunduk hormat lalu langsung berlari masuk ke dalam mansionnya setelah melihat kakaknya memergokinya sedang... yah... begitulah.

Byakuya melipat tangannya ke depan dada dengan angkuh dan arogan. Memandang sinis dan rendah pada pria yang tengah bersikap seolah tidak ada apapun yang terjadi saat ini.

"Kau anggap apa adikku itu?" buka Byakuya dengan suara dingin dan angkuhnya.

"Wanita yang kucintai. Apalagi?" balas Ichigo tak kalah angkuhnya.

"Begitukah kau memperlakukan wanita yang kau cintai? Memperlakukannya begitu rendah? Dia baru berusia 24 tahun!"

"Aku tidak merendahkannya. Aku memperlakukannya seperti wanita yang kucintai dengan segenap hati. Memangnya salah? Toh kami akan segera menikah. Apa kau menyesal?"

"Ya. Aku menyesal memberikan adikku yang berharga itu untuk pria sepertimu!"

Byakuya langsung menutup pintu mansionnya. Ichigo mendengus saja.

Yah... Byakuya memang tidak pernah menyukainya. Entah kenapa. Apakah karena sikap Ichigo yang tidak mencerminkan seorang bangsawan? Yah dia memang bukan bangsawan kan? Usia Ichigo kini sudah 28 tahun. Dan usia yang cukup untuk menikah. Sedangkan Rukia, baru 24 tahun. Mungkin bagi Byakuya, Rukia masih terlalu muda. Dan Rukia adalah adik kesayangannya. Tentulah Byakuya tak ingin Ichigo menyakiti adiknya.

Meskipun... awalnya Ichigo memang menyakiti wanita itu.

.

.

*KIN*

.

.

Hari ini, di bulan terakhir musim gugur ini, Rukia bisa melepaskan penatnya sejenak dari perusahaan kakaknya. Karena dia tak perlu mendesain apapun untuk beberapa bulan ini. Ada beberapa karyawan magang di sana. Dan nanti, setelah menikah, mungkin Rukia tak perlu lagi bekerja di sana. Karena Ichigo sudah pasti tak mau membiarkan Rukia berkeliaran di perusahaan lagi. Ichigo cukup sebal kalau harus melihat Rukia berhadapan dengan beberapa pria tak dikenal. Ichigo overprotektif. Karena itulah dia. Karena itulah Rukia terperosok seperti ini.

Mungkin awalnya Rukia mengira ini kesalahan. Tapi ternyata kesalahan ini malah berbuah begitu manis. Sangat manis malah.

Yang awalnya tak ada satupun yang memahami Ichigo, Rukia mulai memahaminya. Mulai mengerti dirinya. Pelan-pelan, Rukia-lah yang menarik Ichigo keluar dari masa lalunya yang begitu kelam. Masa lalu...

Tidak Rukia.

Jangan mengingatnya lagi. Jangan...

Kau akan segera menikah. Dan kau sangat mencintai kekasihmu. Mencintai Kurosaki Ichigo. Kalau kau tak mencintainya kau tak akan sejauh ini. Kurosaki Ichigo sangat mencintaimu. Jangan lupa ada begitu banyak pengorbanan yang kau lakukan untuk sampai sejauh ini.

Rukia menghela nafas panjang.

Meskipun musim gugur, tapi rasanya matahari masih begitu terang.

Rukia berjalan di sepanjang lorong di kota Tokyo. Saat ini dia belum ada pekerjaan. Ichigo dan kakaknya sibuk rapat hingga nanti sore.

Tapi, begitu Rukia tengah melamun―dan dia tak tahu apa yang dia lamunkan―seseorang menubruknya begitu keras dan langsung merampas tasnya dengan paksa. Rukia berusaha menarik tasnya kembali, tapi karena tubuhnya mungil dan tarikan pria tak dikenal itu begitu kuat, Rukia langsung tersungkur jatuh ke aspal jalanan. Lututnya dan siku tangannya langsung tergores hebat.

Bahkan stocking hitam yang dia gunakan sampai robek memperlihatkan kulit putihnya yang berdarah. Rukia berusaha berteriak, tapi karena ternyata lorong itu sepi. Dengan gerakan tertatih, Rukia berusaha mengejar pria brengsek yang mengambil tasnya itu. Kalau Ichigo tahu, Rukia jamin, pria itu pasti dibunuh Ichigo karena membuatnya begini terluka!

Tapi ternyata dari jauh, pria yang mengambil tasnya itu tengah berkelahi dengan seorang pria lainnya. Rukia melongo dari jauh. Benarkah...

Siapa tahu mereka berkomplot!

Rukia tak tahu mana orang jahat mana orang baik. Satu pria yang mengambil tasnya itu memiliki wajah seorang kriminal kelas kakap. Dan satu lagi... pria yang berkelahi dengannya itu, memiliki wajah tak kalah sangarnya dan berambut biru terang.

Rukia terus menonton pertarungan itu tanpa berkedip. Astaga... pria berambut biru itu begitu kuat. Dengan mudah itu mengalahkan pria brengsek yang mengambil tasnya itu.

Setelah aksi saling baku hantam itu, akhirnya si pria berambut biru-lah yang menang. Rukia tersenyum lega. Pria berambut biru itu mengambil tas Rukia yang tergeletak itu. Lalu berjalan pelan menuju Rukia. Wajahnya memang... sangar.

Rukia menelan ludahnya dengan susah payah. Takut kalau seandainya pria ini... juga berniat jahat dengannya. Tapi ternyata pria sangar itu hanya melempar tas Rukia ke arahnya dan berjalan menjauh dari Rukia. Rukia melongo tak percaya.

"Ehh! Tu-tunggu du―aww!" Rukia mengaduh kesakitan ketika lututnya yang berdarah itu dipaksa berjalan tiba-tiba.

Pria sangar itu membalik tubuhnya dan melihat Rukia yang meringis kesakitan sambil memegangi lututnya yang berdarah itu. Tapi sekali lagi pria itu tak peduli dan langsung pergi begitu saja.

"Hei! Tunggu dulu! Kubilang tunggu! Apa kau tuli!" pekik Rukia.

Sekali lagi pria itu berhenti dan menoleh dengan tatapan datar pada Rukia. Wajahnya masih menakutkan seperti tadi. Tapi mendadak Rukia terkesiap kaget. Dahi pria itu juga terluka. Pelan-pelan, dengan langkah tertatih Rukia menghampiri pria sangar itu.

"Kuharap kau tidak pergi lagi. Kau pasti tahu sesulit apa melangkah dengan kaki yang begini kan?" gerutu Rukia ketika pria itu akan kembali pergi ketika Rukia berjalan mendekatinya.

Pria berambut biru itu tetap diam sambil memperhatikan Rukia dengan tanpa ekspresi. Rukia kini sudah berdiri di depan pria itu. Mengeluarkan sapu tangan berwarna ungu miliknya dan menggapai dahi pria yang ternyata lebih tinggi darinya itu. Yah... dari Ichigo saja Rukia terkesan begitu mungil dan pendek. Untuknya setelah menjulurkan tangannya sekuat mungkin, Rukia sampai di dahinya dan mengusap dahinya yang berdarah itu dengan saputangannya. Yakin darahnya sudah mengering, Rukia tersenyum lebar.

"Untungnya tidak parah." Ujar Rukia lega.

"Kau... tidak takut padaku?" suara baritone rendah khas lelaki itu keluar dari mulut pria sangar itu. Rukia mengangkat alisnya dengan bingung. Mata indahnya begitu intens memandangi mata biru yang itu.

"Kenapa harus takut? Kau... sudah mengambil tasku kan? Terima kasih. Kau pasti orang baik."

"Aku... orang baik?" ulang pria sangar itu. Lalu sedetik kemudian dia tertawa terbahak. Dan itu membuat Rukia bingung.

"Kenapa?" tanya Rukia.

"Kau... salah sangka! Aku... bukan orang baik! Pendek!"

Setelah mengatakan hal itu, pria itu langsung pergi.

Rukia menganga lebar. Pria itu... tidak wajahnya, bahkan sikapnya memang sangar! Grr...

.

.

*KIN*

.

.

"Rukia? Kau di dalam?"

Suara Ichigo menggema ke seluruh apartemen pribadinya. Setelah rapat tadi dia minta Rukia langsung datang saja ke apartemennya. Jujur saja, beberapa jam tidak melihat wanita mungilnya ini membuat Ichigo gelisah sepanjang waktu. Rasanya ada yang kurang dan... entahlah. Ichigo tak mau saja terlalu lama absen melihat wajah cantik kekasihnya itu.

"Rukia? Kalau kau ada jawab―"

Ichigo mematung begitu melihat Rukia duduk di sofanya sambil membersihkan lututnya yang memerah entah kena apa itu. Rukia terkesiap menyadari Ichigo sudah berlutut di depannya memandangi lututnya yang terluka itu.

"Ichigo? Kapan kau―"

"Siapa?" ujar Ichigo dingin.

"Ehh?"

"Siapa yang melakukan ini padamu! Katakan padaku Rukia!" bentak Ichigo. Bukan ditujukan untuk Rukia, tapi untuk pelaku yang membuat Rukia terluka. Ichigo tahu Rukia adalah wanita paling berhati-hati yang pernah dia kenal. Rukia tak akan terluka kalau tidak ada sesuatu yang dia kerjakan atau seseorang yang mengerjainya.

"Ichigo...?" inilah sifat posesif Ichigo yang selalu timbul.

"Biar kubunuh―"

Amarah Ichigo seakan langsung melunak kala Rukia menggenggam tangan pria itu dengan wajah memelas.

"Aku... tadi jatuh sendiri. Hak sepatuku terselip," jelas Rukia pelan.

"Kau... tidak bohong kan?"

Rukia mengangguk patuh. Kalau Rukia tak bicara begitu pasti Ichigo akan membabi buta mencari siapa yang berbuat begini pada Rukia. Dan tentu adegan dimana Rukia hampir dicopet itu harus segera dihapus. Rukia tak bisa bayangkan apa yang akan dilakukan Ichigo untuk membuat perhitungan pada orang itu. Mungkin... membunuhnya?

Yah... ini bukan sekali dua kali Ichigo begini berlebihan pada Rukia. Bukan.

Ichigo kembali berlutut di depan Rukia lalu mengelus pinggir luka menganga di lutut kekasihnya itu. Rukia meringis perih.

"Sakit?" tanya Ichigo.

Rukia menggeleng. Tangan Ichigo terjulur ke wajah cantik wanita-nya itu.

"Tolong jangan terluka lagi Rukia. Kau tentu tahu jantungku hampir lepas melihat kau terluka seperti ini."

Rukia mengangguk lagi dan tersenyum hangat pada Ichigo.

Pria itu menggendong Rukia di sisi tangannya, hingga Rukia harus memeluk leher Ichigo sebagai dukungannya.

"Ichigo...? Kita... mau kemana?" tanya Rukia bingung.

"Kau pikir? Aku tidak mau luka itu bersarang terlalu lama di tubuhmu."

"Maksudnya... kita ke rumah sakit?"

"Kalau sudah tahu diamlah. Kau benar-benar membuatku..." Ichigo menghentikan kata-katanya dan langsung menyambar bibir mungil wanita itu.

Melumatnya sedemikian kasar dan dalam. Rukia tahu Ichigo marah padanya. Tapi Ichigo tak akan pernah lagi melakukan hal-hal yang membuatnya sakit. Ichigo sudah janji padanya.

Dan Ichigo... akan terus seperti ini padanya. Terus melindunginya dalam keposesifan dirinya.

.

.

*KIN*

.

.

TBC

.

.

!

Apa ini? kenapa begini?

Maaf Oda... kok jadi abal begini. saya udah berusaha ngebuatnya gak terkesan lebay dan... haduh apa ya? pokoknya awalnya saya pengen begini dulu, baru deh ntar next chap saya buat yang serius... hehehe *plak*

Gimana Oda? apa ada yang perlu dirombak atau fic ini terlalu gaje dan aneh? hehehehe

Saya harap kamu gak nyekik leher saya karena rikuesan kamu jadi aneh begini... heehehe

Oh ya, saya mau buat perbedaan umur mereka. karena enakkan dibuat beda umur. soalnya saya mau gambarin Rukia di sini beneran patuh dan nurut banget sama orang lain. jadi kan mestinya umur mereka agak jauh. bayangin rambut Rukia panjang sebahu deh. kayak rambutnya yang lama tapi panjang dikit. terus rambut Ichi yang agak panjang dan gak jigrak. ada kan di pic mana saya lupa, Ichi versi dewasa? kyaaaaaaaaaaa keren banget!

Ok deh. saya gak mau banyak cincong lagi. silahkan di kasih review fic gaje ini. Oda... kalo agak absurd dan gaje, maafkan saya ya? heheheh

Jaa Nee!