Sakura selalu beraharap suaminya menikahinya karena memang mencintainya. Bukan hanya untuk mengembalikan klan-nya.

.

.

LOVE ME

Sasuke-Sakura's fic by Mrs. Bastian

Naruto © Kishimoto Mashashi

.

.

Ia baru saja selesai dengan pekerjaannya malam itu. Sudah seperempat jam ia menunggu seseorang untuk menggantikan tugas jaganya di rumah sakit, namun orang itu sepertinya belum menampakkan batang hidungnya. Dengan helaan napas lelah, ia menata berkas-berkas medis yang berserakan di meja kerjanya. Hari ini pasiennya lumayan banyak, dan itu juga berarti bahwa ia juga harus menggunakan chakranya lebih banyak juga. Saat hendak menggantung jas medisnya, suara seperti seseorang membuka pintu membuatnya menoleh ke arah datangnya suara.

"Hai, Sakura," sapa seorang wanita dengan ceria yang tak lain adalah sahabatnya sendiri.

Sakura menghela napas pelan. "Kau terlambat, Ino."

"Hihihi, maaf ya. Tadi Sai-kun sedang tidak ingin ditinggal."

"Maksudmu?" tanya Sakura dengan mengangkat sebelah alisnya.

"Aah, kau ini. Kalau kau sudah menikah, kau pasti akan mengerti," jawab Ino dengan senyum jahilnya.

Sakura mengibaskan tangannya pelan sebagai tanda bahwa ia tidak tertarik dengan apapun yang dikatakan Ino. Dan itu memang benar. Ia sama sekali tidak tertarik dengan cerita Ino−setidaknya untuk saat ini− tubuhnya terlalu letih, belum lagi suara perutnya yang meraung-raung minta diisi.

"Kau kelihatan lelah, Sakura." Ino berjalan ke arah Sakura dengan wajah khawatir, "Kau sakit? Apa kau yakin kuat untuk berjalan pulang?"

Sakura hanya memandang Ino yang ada disebelahnya. "Kau mengejekku, eh?"

"Hei, aku mengkhawatirkanmu, bodoh!" sergah Ino jengkel seraya mendorong tubuh Sakura.

Sakura hanya terkekeh geli melihat reaksi Ino, "Hai hai, Ino. Kau ini galak sekali sih? Aku kan hanya bercanda,"

Ino hanya diam saja melihat ulah Sakura. Sebenarnya ia sedikit jengkel juga dengan apa yang dilakukan medic-nin berabut merah muda itu.

"Baiklah, aku pulang sekarang," ucap Sakura seraya berjalan menuju pintu. "Sampai bertemu besok, Nyonya Galak."

Ino sedikit tercengang mendengar nama panggilan baru dari Sakura untuknya, "Dasar!" umpatnya seraya melempar gulungan kertas kosong ke arah Sakura baru saja menghilang dari pintu−yang tentu saja disambut dengan tawa geli oleh Sakura.

.

.

Sakura melangkahkan kakinya menuju pintu utama Rumah Sakit Konoha. Sapaan dari beberapa medic-nin yang berpapasan dengannya tidak terlalu ia tanggapi dengan semangat. Hanya sebuah senyum serta anggukan sopan yang menandakan bahwa ia membalas sapaan dari mereka. Yang terlintas dalam pikirannya saat itu hanyalah makanan. Ia benar-benar lapar karena tidak makan apapun sejak siang, dan dua operasi yang dilakukannya tadi sore semakin membuat tubuhnya lemas.

Langkah kakinya membawanya ke sebuah kedai ramen yang cukup sering ia kunjungi bersama teman-temannya maupun ia sendiri. Namun saat ia ingin memasuki kedai itu, suara yang sangat ia kenal terdengar oleh indra pendengarannya.

Naruto? Jadi dia juga ada didalam?

Rasa letih yang ia rasakan saat meninggalkan rumah sakit tadi dengan sekejap hilang begitu saja, dan digantikan oleh rasa semangat yang tiba-tiba datang. Naruto ada di dalam, dan itu berarti ia tidak akan makan malam sendiri. Dengan semangat, Sakura menyibakkan penutup kedai dan masuk kedalamnya. "Naruto. Kau ada disini ju−" perkataannya terhenti saat melihat sosok berambut hitam yang ada disebelah Naruto.

"Aah, Sakura-chaaaan! Lama tidak bertemu!" sahut Naruto antusias seraya menghampiri dan memeluk tubuh Sakura dari samping. "Waah, kebetulan sekali kau datang."

Namun Sakura tidak menggubrisnya, matanya tengah menatap sepasang mata hitam yang menatapnya datar.

"Sakura-chan," panggil Naruto setelah ia menyadari bahwa orang yang ia peluk tidak meresponnya.

Sekali lagi Sakura tidak menanggapi perlakuan Naruto. Entah kenapa saat ini ia seperti terhipnotis oleh sepasang bola mata yang sudah hampir satu tahun tidak ia temui.

"Sakuraaaaa," panggil Naruto lagi, dan kali ini diiringi kibasan tangan Naruto di depan wajah Sakura.

Sakura mengerjap kaget, dengan cepat ia tolehkan kepalanya ke arah Naruto yang berdiri di sampingnya. "Aah, N-Naruto! Maaf!"

Naruto hanya menatap Sakura bingung, mata birunya beralih ke arah dimana Sakura tengah menatap seseorang yang sedari tadi diam saja. "Apa kau sedang memperhatikan Sasuke, Sakura-chan?"

Pertanyaan Naruto sedikit membuat Sakura gugup. "Tidak juga. Aku hanya merasa terkejut melihat kau disini bersama Sasuke-kun, Naruto. Ini seperti kebetulan saja."

"Ah, benar juga ya? Sudah lama kita tidak berkumpul seperti ini. Ayo duduk Sakura-chan!" ajak Naruto seraya menarik pergelangan tangan Sakura.

Kegugupan kembali menyelimuti Sakura saat ia duduk tepat disebelah Sasuke. Dari sudut matanya, ia memperhatikan Sasuke yang sedari tadi diam dan menggenggam gelas sake dengan satu tangan. Topeng anbu-nya terpasang di sisi kepala lain yang tak terlihat oleh Sakura, sehingga Sakura bisa menatap garis tegas rahangnya yang sudah mulai tampak jelas. Namun itu semua tak mengurangi pesonanya, bahkan dapat menambah pesona seorang Uchiha Sasuke di mata Sakura saat itu jua.

"Hari ini Sasuke sedang merayakan keberhasilan misinya," ujar Naruto yang sontak membuat Sakura berhenti memuja pesona seorang Uchiha Sasuke dan menolehkan kepalanya ke arah Naruto. "Maka dari itu, sekarang dia mentraktirku, Sakura-chan. Hehehehe." Naruto menambahkan cengiran khasnya seperti biasa.

"Wah, benarkah? Kalau begitu selamat Sasuke-kun!" ucap Sakura.

"Hn. Terimakasih."

Ternyata masih seperti dulu−Sakura tersenyum di dalam hati.

"Ne, Sasuke. Bagaimana dengan Sakura-chan? Apa kau juga akan mentraktirnya?" tanya Naruto.

"Kau ini apa-apaan, Naruto?" sergah Sakura cepat.

"Sudahlah Sakura-chan, Sasuke sedang banyak uang malam ini. Bukan begitu Sasuke?" tanya Naruto. "Paman, satu mangkuk lagi untuk Sakura-chan ya?" Kali ini Naruto berseru semangat ke pemilik kedai ramen itu.

Sang pemilik kedai pun tak kalah semangat menanggapi Naruto, "Segera datang."

Sasuke hanya menanggapi Naruto dengan keheningan. Ia tidak berkomentar apapun, melainkan hanya menatap datar lelaki pirang itu.

"Lihat saja isi kantongnya! Kau pasti akan ternganga dengan jumlah uangnya Sakura-chan," tambah Naruto masih dengan cengiran khasnya. "Kau tahu? Penghasilan Sasuke sekarang sudah mencukupi untuk bekal dia berkeluarga."

Sakura yang mendengar perkataan Naruto hanya bisa menggigit bagian dalam bibirnya karena menahan tawa. "Benarkah?"

"Hmm..." Naruto menganggukkan kepalanya antusias. "Semua wanita yang menjadi istrinya pasti akan bahagia."

Sebuah lemparan sumpit mendarat tepat di kepala Naruto diiringi dengan suara kesakitan yang terdengar dari mulutnya.

"Kau ini apa-apaan sih, Sasuke?" Naruto menggerutu seraya mengusap-usap kepalanya yang terkena lemparan sumpit dari Sasuke tadi.

"Mengajarimu sopan santun," jawab Sasuke singkat.

"Hei, apa aku salah jika menga−"

"Sudah berhenti, kalian berdua!" Sakura dengan cepat memotong perkataan Naruto. Ia sadar jika ia tidak menghentikan Naruto, masalah yang kecil seperti ini akan menjadi masalah yang runyam. "Kau juga Naruto, jangan mengatakan sesuatu yang dapat menyinggung perasaan orang lain!"

"Haaah, Sakura-chan. Seperti biasa, kau selalu membela Sasuke," ucap Naruto yang entah mengapa membuat pipi Sakura panas. Kecanggungan yang tidak nyaman pun terjadi diantara Sakura dan Sasuke−atau mungkin hanya Sakura saja yang merasakan hal itu karena sedari tadi Sasuke diam dan tidak menaggapi perkataan Naruto.

"Ramen spesial dari Ichiraku sudah datang," seru pemilik kedai itu memecah keheningan. "Dan ini untukmu, Naruto. Ramen spesial dengan porsi besar."

"Waaaah, ini pasti sangat enak," ucap Naruto seraya mempersiapkan sumpit makannya. "Ittadaikimasu."

Sakura melirik Sasuke yang juga mulai mengambil sumpit untuk makan. Gelas sake yang sedari tadi dipegangnya sudah kosong, namun Sakura tidak melihat pria dengan mata sekelam malam itu menunjukkan tanda-tanda mabuk. Jantungnya berpacu kencang saat mata itu menatap matanya. Dengan cepat Sakura memalingkan mukanya dan memilih untuk menatap mangkuk ramen yang mengeluarkan uap panas. Dengan gerakan gugup ia mulai menyumpit ramennya.

Sial! Kenapa kau gugup seperti ini, Sakura? Bodoh!

Ingatan Sakura melayang saat detik-detik Sasuke kembali ke Konoha. Saat itu perang yang disebabkan oleh Uchiha Madara dengan bantuan Yakushi Kabuto terjadi, dan di saat-saat Naruto hampir menyerah untuk melawan mantan pemimpin klan Uchiha tersebut, Sasuke datang menolongnya. Walaupun perang berakhir dengan kemenangan di pihak lima negara besar shinobi, jumlah korban meninggal yang berjatuhan di pihak lima negara besar itu pun juga tak dapat diantisipasi. Namun Sakura sangat bersyukur karena semua teman maupun pembimbing yang ia kenal tidak termasuk dalam korban yang berjatuhan itu, walaupun banyak diantara mereka yang mengalami luka yang cukup serius.

Begitu pula dengan Naruto, dan Sasuke. Walau tidak separah Sasuke, Naruto juga mengalami luka yang parah. Hampir di semua bagian tubuhnya terdapat luka yang mengerikan, ditambah lagi dengan beberapa tulangnya yang patah. Namun Naruto beruntung karena memiliki chakra Kyuubi dan di dalam darahnya mengalir darah klan Uzumaki yang dapat membantu proses penyembuhannya dengan cepat.

Sedangkan Sasuke sempat mengalami kebutaan di kedua matanya, beberapa tulang rusuknya patah, dan dua organ vital di dalam tubuhnya juga mengalami kerusakan yang cukup serius. Sakura setengah mati menahan air matanya karena tak kuasa melihat dua sahabatnya yang berada di ujung kematian itu ketika ia mengobati keduanya.

Dalam usaha penyembuhannya, Sakura selalu memohon kepada sang Kami-sama agar memberikan keselamatan terhadap dua orang yang sangat disayanginnya itu. Dan permohonannya pun terkabul tatkala dua orang itu bangun dari ranjang rumah sakit dan bisa melakukan kegiatan mereka seperti biasa, walaupun harus menunggu sedikitnya empat bulan agar mereka bisa keluar rumah sakit.

"Tambah!" seru Naruto semangat seraya mengangsurkan mangkuk ke arah pemilik kedai ramen itu.

Sakura dan Sasuke sontak menghentikan kegiatan makannya, dan menatap kaget ke arah Naruto.

"Hehehehe... aku lapar, kawan," lanjutnya seakan ia bisa membaca pikiran kedua orang sahabatnya.

"Aneh," kali ini Sasuke memilih untuk menanggapi Naruto. "Bagaimana mungkin gadis Hyuuga itu dapat bertahan denganmu yang seperti ini, Naruto?"

Naruto mengangkat sebelah alisnya saat Sasuke mulai menyinggung soal gadis yang dicintainya. "Maksudmu?"

"Dasar bodoh!" bisik Sasuke pelan, namun baik Naruto dan Sakura dapat mendengarnya dengan jelas.

Melihat suasana yang sangat ia kenali mulai terjadi, Sakura buru-buru menyela Naruto yang akan membuka mulutnya untuk membalas ejekan Sasuke.

"Ne, Naruto, bagaimana keadaan Hinata? Sudah lama aku tidak bertemu dengannya."

Dengan cepat Naruto mengalihkan perhatiannya ke Sakura. "Baik. Kudengar dari Neji, dia sedikit gugup akhir-akhir ini," jelasnya dengan sedikit semangat.

"Gugup? Apa dia gugup dengan pernikahan kalian yang semakin dekat?"

Kali ini Sakura dapat melihat perubahan warna di pipi Naruto yang gelap karena terbakar matahari. "Umm... itu−aku tidak tahu Sakura-chan."

"Tidak tahu?" goda Sakura dengan nada yang dibuat-buat. "Bagaimana denganmu? Apa kau juga gugup, hm? Atau malah sebaliknya, kau merasa sangat bersemangat, Naruto?"

"A−aku... Aahh, sudahlah Sakura-chan! Tidak usah dibahas lagi!" jawabnya dengan cepat seraya menyumpit ramen yang baru saja datang dihadapannya. "Arghh, PANAAASS!"

Sakura tak dapat menahan gelak tawanya lagi, ia sungguh dibuat tertawa oleh kelakuan Naruto dalam menghindari pertanyaan yang ia berikan. Begitu pula dengan Sasuke, walaupun si bungsu Uchiha itu tidak tertawa keras seperti yang Sakura lakukan, ia menyunggingkan senyum geli yang dapat terlihat jelas oleh siapapun.

"Kau ini, pelan-pelan kalau makan," ucap Sakura sekuat tenaga menahan tawanya karena melihat wajah serta bibir Naruto yang merah. "Apa kau jarang bertemu dengan Hinata, Naruto?"

"Hmm..." gumam Naruto seraya meminum air. "Sejak kami bertunangan, kami semakin jarang bertemu."

"Kenapa?"

"Pekerjaanku sebagai Hokage menyita banyak waktuku, jadi kesempatan kami untuk bertemu sangatlah sedikit," jawab Naruto dengan nada yang muram.

Seaakan ingin menghibur temannya, Sakura kembali menggoda Naruto. "Hei, kenapa kau sedih? Sebentar lagi kalian kan menikah, jadi kalian tidak akan seperti ini lagi. Kau bisa bebas melepas rindu kapan-pun kau mau dengan Hinata."

"Kau berkata seperti kau sendiri sudah menikah saja Sakura-chan," ucap Naruto datar.

Senyum jahil yang tadi terpasang di wajah Sakura, lenyap begitu saja digantikan wajah yang luar bisa jengkel.

"Padahal kekasih pun kau belum punya, kan?" tambah Naruto seraya menyeduh ramennya.

Sebuah pukulan mendarat di kepala Naruto diiringi dengan seruan dari sang pemilik pukulan. "Dasar bodoh! Berani sekali kau mengatakan hal itu, hah?"

"Aduh, Sakura-chan! Sakit sekali!" pekik Naruto menahan sakit. "Kau ini kenapa sih? Kenapa tiba-tiba berubah menjadi seperti Sasuke yang suka memukul kepalaku?"

"Untuk mengajarimu sopan santun," jawab Sakura tenang seraya mulai menyumpit sisa ramennya.

"Huh, dasar! Harusnya kalian berdua menikah saja sana!"

Perkataan terakhir Naruto membuat Sakura hampir saja tersedak, disambarnya sebuah gelas minum yang ada di depannya, dan meminumnya banyak banyak.

Naruto bodoh!−umpatnya dalam hati.

Sekilas dari sudut matanya, Sakura dapat melihat Sasuke tengah menatapnya tanpa arti. Namun Sakura tak berani untuk menatap balik sepasang mata itu, melainkan terus saja melanjutkan makannya.

Sasuke memang sudah kembali ke Konoha lebih dari delapan tahun yang lalu, namun Sakura masih belum bisa mengenalnya lebih jauh. Sakura masih belum bisa mengenali arti dari tatapan dan perilakunya. Bahkan lebih buruk, Sakura seperti belum mengenalnya sama sekali. Sasuke memang sudah berubah dari seorang Uchiha Sasuke yang dulu Sakura kenal sebagai anak laki-laki yang sangat dipujanya, anak laki-laki yang menjadi teman satu timnya, dan anak laki-laki yang memiliki ambisi yang sangat besar untuk mewujudkan semua impiannya. Di mata Sakura sekarang, Uchiha Sasuke yang sekarang adalah seorang pria yang sangat berbeda. Ia merasa seperti orang lain saat bertemu dengan Sasuke−terlepas dari kenyataan bahwa dulu ia adalah gadis yang memiliki hubungan paling dekat dengan Sasuke. Dan Sakura tidak tahu mengapa hal itu terjadi. Hanya perasaannya saja, ataukah semua yang dirasakannya itu benar.

Sakura menghela napas frustasi memikirkan hal yang menyesakkan tersebut. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya untuk menghilangkan segala pemikiran tentang Sasuke dari kepalanya. Ia sedikit terkejut saat ia mendengar suara baritone Sasuke bertanya kepadanya.

"Kau kenapa?"

"A−ah, tidak. A−aku tidak apa-apa," jawab Sakura dengan nada gugup yang tidak sanggup ia sembunyikan.

"Kau sakit, Sakura-chan?" Kali ini Naruto yang bertanya kepadanya−dan Sakura bersyukur karena pertanyaan Naruto dapat membuatnya memalingkan muka dari Sasuke. "Kau pusing?"

"Tidak Naruto, aku tidak apa-apa. Aku hanya memikirkan tugas di rumah sakit," dusta Sakura.

"Hmm... baguslah. Kukira kau sakit."

Sakura hanya tersenyum menanggapi kekhawatiran Naruto. Dari dulu selalu begitu, Naruto selalu baik kepadanya. Itulah mengapa Sakura menganggap Naruto sebagai sudaranya sendiri.

"Apa makan malam anda sudah selesai, Hokage-sama?" Sebuah suara yang terdengar di belakang mereka, membuat tiga orang sahabat itu menoleh ke arah datangnya suara.

Naruto menghela napas pelan menanggapi anbu yaang saat ini berdiri di depan kedai itu. "Ya, baru saja selesai. Ada apa?"

"Maaf Hokage-sama, tapi pekerjaan yang harus anda selesaikan masih menumpuk," ucap anbu dengan topeng kucing itu.

"Ya ya ya, aku akan segera kembali," sahut Naruto malas. "Sasuke, kau bayar semuanya ya?" seru Naruto seraya pergi meninggalkan Sasuke dan Sakura di kedai itu. "Jaa Sakura-chan."

"Jaa..." sahut Sakura.

Keheningan yang tak nyaman kembali menyelimuti Sakura ketika Naruto mengikuti anbu tadi untuk kembali ke kantor Hokage. Ia bergerak gelisah di tempat duduknya, sedangkan Sasuke lebih memilih untuk diam dan memperhatikan gelas sake yang sudah terisi kembali yang berada di tangannya. Sakura ingin sekali memecah keheningan ini dengan berbasa-basi dengan Sasuke, tapi ia bingung harus memulai darimana. Selalu saja seperti ini. Entah mengapa ia merasa takut jika harus mengajak Sasuke berbicara berdua. Atau−bagian lain dari hatinya berpikir−aku takut karena dulu Sasuke pernah mencoba membunuhku?

Tidak! Tidak! Jangan berpikir yang bukan-bukan, Sakura!−tubuhnya bergetar saat pikiran itu terlintas dalam pikirannya. Ia merasa bahwa Sasuke benar-benar membencinya dan sama sekali tidak menganggapnya teman.

"Kau sudah selesai dengan makanmu?" tanya Sasuke yang melihat Sakura yang sedari tadi diam.

Lagi-lagi Sakura hampir saja terlonjak kaget saat Sasuke bertanya kepadanya. Namun kali ini Sakura dapat mengatasinya, dan menjawab pertanyaan Sasuke dengan lebih tenang. "Ya. Aku sudah selesai, Sasuke-kun. Kau sendiri?"

"Aku juga sudah selesai," jawab Sasuke datar. "Kita pulang sekarang?"

Sakura menganggukkan kepalanya. "Aku tunggu kau di luar," ucapnya seraya keluar dari kedai ramen Ichiraku tersebut.

Sakura meghirup udara di luar kedai dengan sedikit kesulitan. Kegugupannya masih belum sepenuhnya hilang. Ia pun memilih untuk menatap langit malam yang bertaburan bintang sembari menunggu Sasuke membayar semua makanan yang mereka makan.

"Apa yang sedang kau perhatikan?" tanya Sasuke saat keluar dari kedai itu.

Sakura menolehkan kepalanya, ia tersenyum manis kepada Sasuke. Entah apa yang membuatnya seperti itu. "Melihat bintang," jawabnya sedikit antusias. "Mereka semua sangat indah, bukan. Sasuke-kun?"

Namun Sasuke lebih memilih untuk diam, pria itu sama sekali tak menanggapi perkataan Sakura dan hanya menatapnya dengan pandangan yang sama sekali tak dapat Sakura artikan. Dan Sakura menyadari itu, senyum yang tadi ia tampakkan mendadak lenyap.

"Mau pulang sekarang?" tanya Sasuke.

"Eh−" Sakura mengerjap kaget saat Sasuke bertanya seperti itu, ia baru sadar saat Sasuke melangkahkan kakinya menuju arah apartemen Sakura.

"Ayo," ajak Sasuke seraya terus berjalan tanpa menoleh ke arahnya.

"M−matte," seru Sakura menyamai langkah panjang Sasuke.

Saat berjalan disamping Sasuke, Sakura kembali memperhatikan Sasuke dari sudut matanya. Pria itu terus saja berjalan dengan tatapan lurus ke depan. Topeng anbunya tidak ia pasang lagi. Mungkin karena saat itu jalanan sudah sepi, dan ia lebih memilih untuk membuka topengnya. Lagi pula Sakura senang jika harus melihat wajah Sasuke dengan jarak sedekat ini.

Tunggu, apa yang baru saja kupikirkan?

Sakura memalingkan wajahnya karena tidak ingin wajahnya yang memerah terlihat oleh Sasuke. Ia terus saja memperhatikan sisi jalan sebelum ia menyadari bahwa apa yang ia lakukan saat ini malah akan terlihat bodoh.

"Bagaimana kabarmu, Sasuke-kun?" tanya Sakura dengan keberanian yang sudah ia kumpulkan banyak-banyak.

"Baik, seperti yang kau lihat," jawab Sasuke tanpa memandangnya.

Bodoh! Kenapa bertanya pertanyaan yang tidak penting seperti itu, Sakura? Kau benar-benar bodoh!-rutuk Sakura dalam hati.

"Bagaimana dengan misimu?" tanya Sakura lagi untuk menutupi pertanyaannya –yang menurutnya bodoh−yang pertama. "Kudengar kau dipromosikan menjadi seorang kapten anbu. Apa itu benar?"

Sasuke tidak langsung menjawabnya, melainkan hanya menatapnya sebelum membuka mulutnya. "Ya."

"Kurasa hal itu setimpal dengan apa yang kau lakukan selama ini, Sasuke-kun," ujar Sakura seraya meyunggingkan senyum tulus.

Sasuke tidak terlalu menanggapinya lagi, pria itu hanya menarik ujung bibirnya sedikit untuk menunjukkan bahwa ia merespon perkataan Sakura.

Memang setimpal. Sasuke cukup melewati masa yang sulit saat ia memutuskan kembali ke desa. Ia harus menerima hukuman penjara setidaknya tiga tahun karena sempat menjadi shinobi pelarian dan anggota Akatsuki. Setelah ia bebas pun, ia juga harus mengumpulkan puing-puing kepercayaan dari semua warga Konoha yang menganggapnya sebagai pengkhianat desa. Saat itu baik Naruto, Sakura, serta guru mereka, Hatake Kakashi pun sempat merasa cemas kalau Sasuke tidak sanggup menjalani semua itu, sampai Sasuke sendiri yang mengatakan kalau ia sanggup menerima semua itu, dan ia tidak akan pernah menyerah untuk kembali menjadi warga desa seperti yang dulu ia pernah rasakan.

Dan itu membuahkan hasil seperti saat ini, ia diangkat menjadi anbu, dan sekarang ia pun dipromosikan menjadi kapten anbu seperti apa yang Sakura dengar dari beberapa kawannya yang juga menjadi anggota anbu.

Sepanjang perjalanan, mereka tak banyak saling berbicara. Hanya pertanyaan-pertanyaan kecil yang ditanyakan Sakura untuk memecah keheningan di antara mereka. Dan Sasuke-pun sepertinya juga tidak ingin membuka mulutnya untuk membuka perbincangan seperti apa yang dilakukan Sakura sampai mereka sampai di depan apartemen Sakura.

"Sudah sampai," ujar Sakura. "Terimakasih atas ramennya, Saskuke-kun."

"Hn."

"Selamat malam."

Sakura baru saja akan meninggalkan Sasuke yang masih berdiri di tempatnya, sebelum Sasuke memanggil namanya, membuatnya menoleh.

"Ada apa, Sasuke-kun?" tanya Sakura heran.

Namun Sasuke memilih diam dan tidak langsung menjawab pertanyaan Sakura. Dilihat dari raut wajahnya, Sakura dapat memastikan kalau Sasuke sedang memikirkan sesuatu yang sulit untuk diucapkan.

"Ada sesuatu yang mengganggumu, Sasuke-kun?" tanya Sakura lagi.

"Menikahlah denganku," ucap Sasuke datar.

Mata emerald Sakura melebar seketika, bibirnya sedikit terbuka saat Sasuke mengatakan itu. Ia tidak percaya−bukan, ia sama sekali tidak percaya dengan apa yang Sasuke ucapkan. Terlebih ia sangat jarang bertemu dengan Sasuke, pertemuan terakhirnya dengan Sasuke terjadi hampir satu tahun yang lalu saat mereka bertemu di acara pertunangan Naruto dan Hinata. Dan sekalinya mereka bertemu, Sasuke dengan tiba-tiba mengatakan hal yang sama sekali tidak Sakura duga.

"K−kau bercanda Sasuke-kun?" tanya Sakura seolah ingin memastikan perkataan Sasuke yang baru saja ia dengar.

"Tidak," jawab Sasuke singkat.

Sakura merutuki pertanyaannya yang bodoh. Sasuke jelas-jelas tidak akan pernah bercanda. Tapi untuk apa Sasuke mengatakan hal itu?

"Kau melamarku?"

"Hn."

"Ta−tapi... " Sakura menghentikan perkataannya untuk mengambil napas yang entah mengapa terasa sangat sulit. "Tapi kenapa, Sasuke-kun? Ke−kenapa kau kau melamarku secara tiba-tiba seperti ini?"

Sasuke mengambil waktu untuk berpikir lagi sebelum menjawab pertanyaan Sakura. "Aku ingin membangun klan-ku kembali."

Sakura merasakan seperti ada sebuah pukulan yang terasa sangat nyata di bagian bawah perutnya, dan membuatnya tersadar seketika.

Jadi... untuk klan-nya? Hanya untuk klan-nya?

Dengan susah payah mengumpulkan keberanian untuk mengambil resiko, Sakura kembali bertanya. "Apa kau... mencintaiku, Sasuke-kun?"

Sakura dapat melihat perubahan raut wajah Sasuke yang tadi tenang, menjadi sedikit terkejut. Sakura sendiri tidak tahu mengapa ia bisa bertanya seperti itu. Memastikan sesuatu? Entahlah, mungkin benar. Sakura ingin memastikan kalau Sasuke melamarnya bukan karena pria itu hanya ingin membangun klan-nya saja, tetapi juga memiliki perasaan yang lebih terhadap Sakura sendiri.

"Aku hanya ingin membangun klan-ku. Hanya itu."

Jawaban yang diberikan Sasuke jelas bukanlah jawaban yang diinginkan Sakura. Namun dengan jawaban itu, Sakura dapat mengerti apa yang Sasuke pikirkan tentang dia.

Dia benar-benar tidak mencintaiku−batin Sakura miris.

"Kenapa kau memilihku?" tanya Sakura mencoba untuk memastikan lagi benar atau tidaknya apa yang baru saja ia pikirkan. "Masih banyak wanita lain, bukan?"

"Kau adalah orang yang paling tepat, dan kau adalah satu-satunya wanita yang memiliki hubungan paling dekat denganku," jelas Sasuke masih dengan nada datar yang tidak beubah. Ia berbicara seolah ini adalah topik yang sering ia bicarakan dengan siapapun.

Sakura dapat merasakan kedua lututnya bergetar. Ia ingin menangis saat itu juga. Hatinya terasa sakit karena mengetahui niat Sasuke melamarnya. Bukan karena pria itu mencintainya, melainkan karena pria itu hanya ingin membangun klan-nya. Dan hatinya terasa lebih sakit lagi saat mengetahui pria itu tidak pernah menyadari perasaan cintanya yang terus berkembang sampai saat ini.

"Pikirkan baik-baik, Sakura," ucap Sasuke seraya membalikkan tubuhnya. "Jika kau tidak mau juga tidak apa-apa. "

Bayangan Sasuke perlahan-lahan hilang di keremangan malam, disusul dengan menetesnya cairan hangat dari kedua mata Sakura yang sedari tadi ia tahan. Sakura tidak tahu harus senang ataukah sedih saat ini. Ia senang karena Sasuke mempercayainya, dengan begitu ia bisa meraih apa yang paling ia inginkan untuk hidupnya selama ini. Namun sebagian besar dari hatinya terasa hancur mendengar penuturan Sasuke. Ia bingung dengan perasaannya sendiri, dan yang membuatnya lebih bingung lagi adalah jawaban apa yang akan ia katakan terhadap Sasuke atas lamarannya yang dilakukan pria itu secara tiba-tiba.

Aku mencintaimu, Sasuke-kun. Sangat mencintaimu. Tapi mengapa kau tak pernah memahaminya sedikitpun?

.

.

.

Ini TBC atau OWARI? ^^

.

.

Yaah, minta pendapat tentang tulisan saya yah ^^

Saya pendatang baru di sini, jadi butuh banyak bimbingan dari para senior.

Terimakasih.