Sesi Bacotan : Start
Kenapa musim ujian gini saya malah bikin Penpiiiik, ORZ. ORZ.
Yaa, berhubung lagi ada ide, lagian lumayan juga buat pelampiasan stress dan kegalauan.. fufufufu~~
Okeeh, curcol selesai! Yosh! Salam kenal yo~ Saya udah lama di FFn tapi baru kali ini bikin fanfic, gyahaha!
Jadi harap dimakluminya, mungkin agak gimana-gimana gitu (?)
Oh iye, hampir kelupaan. Fic ini AU! Cerita ini bukan murni dari otak saya sendiri, tapi terinspirasi sama Drama: Baby and Me! Ada yang suka? Woo-ram unyuu deh, bapaknya jugaa XD
Udah deh gak pake lama! Happy reading and enjoy~
Sesi Bacotan : End
Giotto berlari-lari keluar dari kampusnya. Sial. Dia tadi keasyikan internetan sampai selarut ini. Dia melihat jam tangannya, sudah jam 10 malam. Sambil berlari, dia mengacak-ngacak rambutnya yang memang sudah acak-acakan dengan frustasi. Dia sampai lupa kalau kos-kosannya itu bukan kos-kosan sembarangan. Di kos-kosannya berlaku jam malam, di atas jam 10 mereka tidak diperbolehkan masuk dan akhirnya harus bergelimpangan dengan naasnya di luar sampai keesokan harinya. Itu semua karena 'Ibu' kosnya yang terkenal sangat sadis dan bengis. Kalau bisa sih dia tidak mau berurusan dengannya. Tapi mau bagaimana lagi, dia hanya bisa meratapi kejamnya nasib.
"Mampus, mampus, MAAAMPUUUUS!" Teriaknya dramatis sambil headbang ke tembok terdekat.
Dan kemudian dia lanjut lari lagi.
Aka-chan to Boku!
A Katekyo Hitman Reborn! Fanfiction
By : Fantasiasma
Disclaimer:
Katekyo Hitman Reborn! © Amano Akira
Baby and Me © Prime Entertainment
Warning:
Hints Shounen-ai!
Sedikit OOC mungkin, Alternate Universe.
Melenceng dari EYD, typo(s) maybe~
Gaje, garing, abal, jayus!
Berasa mual? Segera klik tombol back sebelum telat!
Enjoy~
Setelah naik angkot, disambung dengan ojek, dan masih ditambah lagi dengan jalan kaki sejauh 5 km (?) Giotto akhirnya sampai di gang kecil tempat kos-kosannya berada. Memang kos-kosannya ini terpencil, jauh dari peradaban manusia. Giotto hanya bisa mengasiani dirinya sendiri. 'Udah yang punya sadis, terpencil, untung aja murah, kalo gak, udah aku obrak-abrik dari dulu,' ratap Giotto dalam hati sambil nangis darah (?)
Dari depan gang itu, dia harus jalan kaki lagi. Karena udah capek lari-lari, dia akhirnya jalan biasa saja. Angin berhembus lumayan kencang, membuat Giotto sedikit menggigil. Dia ingin masuk mode HDW untuk mencari sedikit kehangatan, tapi sayangnya itu tidak mungkin, soalnya ini fic AU. Diapun melanjutkan jalan kakinya.
Krik krik krik
Sepi sekali. Hanya ada orkesan jangkrik yang menemani setiap langkahnya. Seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan di gang ini.
WUUSH
Angin kencang lagi-lagi berhembus. Dan kali ini... kok tiba-tiba dia merinding ya. Memang suasana di Gang ini, apalagi malem-malem agak horor. Penerangan seadanya, cuma ada beberapa lampu saja untuk gang sepanjang ini.
Giotto juga masih parno, dia masih kebayang video yang dia lihat sama temen-temennya tadi di kampus. Acara Du*nia La*n dengan penampakan Tante Kunti yang naudubilah-serem-gila. Masih membekas jelas setiap scene dari acara itu. Baju putihnya, rambutnya hitam panjang menjuntai dengan indahnya—gak kalah indah sama seorang temennya di kampus, Squalo—. Diapun langsung bergidik. Dia menoleh ke segala arah. Kanan, kiri, depan, belakang, atas, bawah (?) tidak ada apa-apa.
"Hueeeeeeee!"
Bulu kuduk Giotto berdiri, apaan itu tadi? Giotto mikir sebentar untuk mengidentifikasi suara itu.
5 Menit kemudian
Giotto masih mikir.
"Hiks, hiks, Hueeeeeeeeeeeeeee!"
Suara bayi?
Dan akhirnya setelah penantian sekian lama, Giotto akhirnya menyimpulkan kalau itu suara bayi. Giotto tambah merinding disko. Malem-malem gini, ada suara bayi? Bayi siapa? Dia tahu betul daerah sini, walaupun baru nge-kos 3 bulanan. Tidak ada yang punya adek bayi disini.
Jadi itu bayi siapa?
Giotto lari secepat yang dia bisa. Tapi suara bayi itu malah tambah keras. Lama-lama dia penasaran juga. Dia berbalik lagi, dan menajamkan pendengarannya untuk menangkap suara bayi itu. Dia berjalan ke arah suara bayi itu terdengar.
Semakin dekat.
Dekat.
Dekat.
Tambah dekat.
...
...
...
#Karena kelamaan mari kita SKIP#
Dan akhirnya setelah bermenit-menit terlewati, dia sampai di depan sebuah rumah kosong yang ditinggalkan penghuninya sejak zaman antah berantah (?).
Lho kok?
Jangan-jangan itu suara...
Syaiton?
Giotto merinding lagi, entah sudah berapa kali dia merinding hari ini. Dia mengeksplorasi rumah kosong itu walau sedikit takut-takut. Dicarinya sumber suara yang terus mengusiknya itu. Dengan nafas yang terengah-engah dia terus menerus mencari.
Tapi kemudian, dia berhenti. Ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Matanya tertuju ke arah semak belukar yang tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.
Ada sesuatu yang menyembul di balik sana.
Giotto cepat-cepat menghampiri semak-semak itu. Dan dia terkesima dengan apa yang dilihatnya.
Seonggok (?) bayi yang diletakkan di dalam keranjang bayi berlapiskan kain oranye. Mata karamelnya bulat dan dia juga punya rambut yang warnanya senada dengan matanya. Mata sembab, mungkin sudah lama dia mewek. Tapi entah kenapa, begitu melihat kedatangan Giotto, tangisannya berhenti, dan malah tergantikan oleh senyuman lebar yang bisa membuat siapa saja meleleh.
Oh My God.
'Manisnyaa...' Pikir Giotto dalam hati. Untung saja dia tidak pedo—seperti salah satu teman satu kosnya—kalau tidak tempat ini akan jadi lautan darah akibat nosebleednya dan dia juga akan mengelepar-lepar kehabisan darah di tempat ini. Gak elit banget, malu dong sama muka kece. Diamatinya bayi manis itu, sampai dia menyadari ada kertas yang menyembul di dekat kepala si bayi.
Tolong rawat Tsuna-chan baik-baik.
Giotto membalik-balik kertas itu. 'Udah? Gitu doang?' Pikirnya. Giotto menepuk dahinya pelan. Mimpi apa dia semalam, sampai-sampai tragedi berturut-turut menimpanya seperti ini. Udah bayi, belum juga urusan sama 'Ibu' Kos nya yang pastinya tidak akan membiarkannya hidup damai (?) apalagi setelah melanggar peraturan yang dibuatnya.
Oh jadi namanya Tsuna...
Giotto menatap bayi itu sambil tersenyum simpul. Bayi selucu dan semanis ini, orang tua macam apa yang tega menelantarkannya, di depan rumah kosong lagi. Kemana kewarasan manusia zaman sekaraang?
Nah sekarang dia jadi galau. Gimana nih nasib bayi ini? 'Mau diapain dong nih bayi?' Pikirnya suram. Di saat-saat susah seperti ini, dia jadi teringat teman-teman seperjuangannya di kos-kosannya, 'Aha! Aku bawa aja ke kos-kosan, nanti tanya sama mereka aja enaknya gimana' Batinnya senang.
Tapi kemudian, dia tiba-tiba teringat sama 'Ibu' kosnya yang sadis dan psikopat. Bawa bayi ini ke kos-kosannya dan diapun akan digorok dengan tidak berprikemanusiaan. 'Gak mungkin aku bawa-bawa bayi ini', pikirnya lagi. Ditambah lagi di kos-kosannya menghunilah seekor (?) siluman semangka yang sangat pedofil. Intinya membawa anak kecil—terutama yang sangat moe—, sangat tidak dianjurkan ke dalam kos-kosannya. Diapun memutuskan untuk meninggalkan tempat itu dan berpura-pura tidak ada kejadian apa-apa.
Tapi sayangnya, tangisan bayi itu malah tambah keras.
Giotto pun tak tega, dan akhirnya berbalik. Jiwa keibu— kebapakannya mulai muncul. Dia memandangi bayi itu dengan tatapan suram. Dia menghela nafas sebentar dan akhirnya memutuskan untuk membawa bayi itu...
Ke... GLEK... Kos-kosannya.
#Sesampainya di kos-kosan
"Dari mana saja kau?"
Giotto dari tadi sudah mempersiapkan mentalnya untuk menghadapi 'Ibu' Kosnya ini. Mata biru gelapnya berkilat-kilat tajam di tengah keremang-remangan (?). Dia sedang asyik memainkan borgol—yang entah dia comot darimana— di tangan kanannya. Tatapannya begitu mengintimidasi, dan efeknya, nyali Giotto langsung ciut seketika.
"Eeer.. aku habis dari kampus." Jawabnya jujur.
"Kau tahu kan, peraturan yang berlaku sini."
"I...iya, Alaude-san."
Alaude, si 'Ibu' kos yang kita bicarakan mulai tadi. Sebenarnya orang tuanya lah yang memiliki kos-kosan ini. Tetapi entah dimana mereka sekarang, sehingga orang yang sadis inilah yang berkuasa di sini sebagai... ehem 'Ibu' kos, ejekan yang sering dilemparkan temannya satu kos—yang lebih mirip siluman semangka daripada manusia—yang memang suka sekali cari gara-gara, apalagi sama Alaude. Setelah kedatangannya, kos-kosan ini jadi bagaikan neraka. Bejibun peraturan diberlakukan dan kalau sampai ada yang melanggarnya.. maka... terjadi hal-hal yang diinginkan (?)
"Lalu, kenapa kau masih melanggar?" Tanyanya Alaude lagi.
Giotto ogah sekali berurusan dengan orang ini. Apalagi kalau sudah diinterogasi seperti ini. Gak kalah sama interogasi pelaku mutilasi di Kantor Kepolisian terdekat. Lebih parah malahan.
"Sudah melanggar, bawa-bawa apa itu lagi?" Tanya Alaude sambil memincingkan matanya. Perlahan dia mendekati Giotto dan melihat apa yang dia sembunyikan di balik punggungnya.
Giotto mulai berkeringat dingin. Aura mengitimidasi Alaude mulai menguar hebat. Dia mencoba menguatkan mentalnya, menunggu respon yang diberikan Alaude.
"BAYI?"
Sekarang Giotto hanya bisa pasrah sama yang di atas.
Tadi dia sempat melihat Alaude sedikit mendelik, kayak habis keselek biji durian, mukanya juga tadi sempat menyiratkan kekagetan, tapi sedetik kemudian semuanya itu sirna, dan tergantikan lagi oleh muka stoicnya yang biasa.
"Kau habis menghamili orang? Jadi ternyata kau straight?"
JDUUUEEEEEER
Giotto facepalm. Are you f**k*n* kidding me? Kok bisa-bisanya Alaude mikir sejauh itu. Apalagi apa maksudnya kata-kata yang terakhir itu? Masak selama ini Alaude mengganggapnya...
MAHO?
Giotto mau melakukan pembelaan diri, tapi karena kata-kata Alaude yang terlalu di luar dugaan itu, dia akhirnya cuma bisa mangap-mangap, kayak ikan kehabisan oksigen.
"Kau ikut denganku ke dalam."
GLEEEK
Giotto cuma bisa menyesali kejamnya nasib dan mengekor Alaude masuk ke dalam.
TBC
Jadiii... gimanaaa? Gimanaaa? Apa penpik nista ini mesti lanjut?
So, Please do review :D
Critism are welcomed!
Until we me again, jaaa~ fufufu #ngilang pake bom asap#