—Please Stay With Me—
(Side Story of Two Faced Lovers, tapi gak nyambung-nyambung amat)
Chapter: 1/3
Disclaimer: All casts is belong to theirselves, their family and God.
Rated: T
Pair: KiHyun (Kibum x Kyuhyun), slight OneSided!SiBum
Setting: sebelum setting Two Faced Lovers dimulai
Warning: AU, OOC, Crack Pair, Miss-typos, bad-description, fluff yang fail, etc.
DON'T LIKE DON'T READ (No BASH, No FLAME)
.
.
Inspired: YUI – Please Stay With Me
.
.
~Happy Reading~
.
Seorang namja berambut coklat menatap bosan ke arah sonsaengnim yang tengah menjelaskan sesuatu di depan kelas. Yah, sesuatu, karena ia sendiri tidak mendengarkan ucapan sang sonsaengnim yang entah kenapa kelihatannya terlalu bersemangat dalam berbicara sampai-sampai ia berani bertaruh kalau suaranya terdengar di seluruh koridor lantai dua.
Ia memutar bola matanya, rasa bosan semakin menyerangnya. Jari-jarinya mulai gatal dan tidak sabar untuk segera menyentuh tubuh soulmatenya. YA! Jangan berpikiran yadong, karena yang ia maksud dengan soulmatenya itu adalah sebuah benda pipih berwarna hitam yang gampang dibawa kemana-mana—atau bahasa mudahnya adalah, PSPnya.
Iris gelapnya menatap ke arah jam yang tergantung di depan kelas. Lima menit lagi dan bel pulang akan berbunyi. Tapi kelihatannya sang waktu sedang berusaha untuk mempermainkannya, karena nyatanya, entah ini ilusi, tipuan optik, atau memang matanya saja yang sudah lima watt, ia bahkan merasa kalau jarum jam itu tidak bergerak sedikit pun—bahkan satu menit sekalipun.
Tak sabar, ia mulai mengetukkan ujung sepatu bagian depannya, tidak terlalu keras karena ia tidak mau sampai sang sonsaengnim menyadari kalau salah satu anak didiknya sedang tidak mendengarkan penjelasannya—yang sebenarnya materi yang tengah diajarkan itu sudah ia ketahui bahkan sejak ia masih kelas dua SMP.
Frustasi, ia mulai memutar-mutar pena yang ada di tangan kanannya searah jarum jam, seolah ia menghitung detik demi detik yang dilewati oleh jarum jam yang ramping itu.
Ini hari keduanya menjalani kehidupan di sekolah asrama khusus namja ini, SM High School, sejak hari pertama penyambutan murid baru tiga hari lalu. Namun walau namanya asrama, ia masih belum pindah ke asrama yang sudah disediakan oleh pihak sekolah itu. Niatnya sih secepatnya, mengingat ia ingin segera keluar dari rumahnya yang menurutnya membosankan.
Berpikir sekian detik, dan daripada ia mati gara-gara bosan tingkat akut, ia mengeluarkan secarik kertas dari saku blazer biru tuanya. Terlihat kusut dan bentuknya tidak beraturan mengingat ia langsung memasukkannya begitu saja ke dalam sakunya ketika ia menerimanya dari penjaga asrama kemarin sore.
Kamar 31A.
Itu yang tertulis di kertas itu. Menunjukkan letak kamarnya nanti.
KRIINNGGG!
Ia mendongakkan kepalanya, dilihatnya jam di dinding sudah menunjukkan angka tiga untuk jarum pendeknya dan angka dua belas untuk jarum panjangnya. Menghela nafas lega, ia segera membereskan semua barang yang ada di atas mejanya dan langsung menyelinap keluar kelas. Tak ada seorang pun yang menyadarinya, karena ia memang bukan orang yang keberadaannya diingat di kelas ini. Alasan? Jelas karena ia tidak berinteraksi sedikitpun dengan siapapun yang ada di kelas ini karena baginya mereka semua orang-orang yang membosankan.
Ia melangkahkan kaki-kakinya yang jenjang selebar yang ia bisa, ingin segera pulang ke rumahnya dan langsung mengambil semua barang-barangnya karena ia berniat untuk segera pindah ke asrama. Ia ingin segera keluar dari rumahnya yang terasa menyedihkan, karena hampir setiap saat rumah itu kosong bagai tak berpenghuni. Orang tuanya selalu bekerja ditambah kakak perempuannya sekolah di luar negeri, sudah jelas yang ada di rumahnya hanya ada para pelayan saja. Itulah sebabnya ia memilih sekolah di sini.
Headphone berwarna deep-red terpasang rapi di telinganya. Sementara kedua tangan dan iris gelapnya fokus pada benda pipih di tangannya. PSP hitam miliknya. Ia bahkan tidak khawatir kalau ia akan menabrak orang, setidaknya ia cukup percaya diri dengan refleksnya yang—
BRUUUKKK!
—bagus.
Ia langsung melepas headphone yang terpasang manis di telinganya dan membulatkan matanya, kaget. Ia tidak menyangka kalau ia akan menabrak seseorang hanya dalam waktu tiga detik setelah ia membanggakan dirinya tidak akan menabrak orang.
Dilihatnya seorang namja berkulit putih dengan rambut hitam legam yang mencapai leher bagian belakangnya. Ia tidak bisa melihat wajahnya karena sedari tadi namja itu menundukkan wajahnya.
Berinisiatif untuk menolongnya, ia segera mengulurkan tangan kanannya. Lagipula ini memang salahnya.
"Mian...hae... ng, sunbae?"
Sang namja yang masih bertahan dalam posisinya yang jatuh terduduk dengan beberapa buku berserakan di sekitarnya mendongakkan kepalanya, memperlihatkan sepasang iris gelap yang dibingkai kacamata persegi dan bibir yang semerah apel.
Tak mempedulikan uluran tangan dari si penabrak, ia memunguti semua bukunya yang terjatuh dan langsung berdiri. "Gwaenchana..."
Dan namja itu pun langsung pergi meninggalkan sang penabrak yang hanya berdiri terpaku di tempatnya. Sungguh, ia baru pertama kali melihat seorang namja yang seindah itu. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, seorang Cho Kyuhyun tertarik dengan seseorang.
-0-
Kyuhyun berdiri di depan pintu kamar bertuliskan nomor 11A di pintu yang berwarna putih itu, menanti seseorang untuk membuka pintu tersebut. Kamar yang diketahuinya adalah kamar si penjaga asrama. Walau ia sudah diberitahu dimana letak kamarnya, tapi ia tidak mau berjalan sendiri ke tempat yang akan jadi kamarnya selama tiga tahun itu. Rasanya tidak sopan kalau ia masuk ke kamarnya begitu saja sementara ada orang lain yang sudah menempatinya. Biarpun ia bukan orang yang terlalu memperhatikan tata krama, tapi tetap saja ia tahu batasan yang harus ditahannya.
Pintu kamar terbuka, dan seorang namja berambut dark-brown yang usianya hanya terpaut beberapa tahun lebih tua dari Kyuhyun keluar dengan kemeja yang agak sedikit berantakan, membuat sebelah alis mata Kyuhyun terangkat—heran.
"Mian, Kyu. Kau harus lama menungguku."
Kyuhyun melipat kedua tangannya di dada. "Aish, hyung. Kau berkata seperti itu seolah aku tidak tahu apa yang kau lakukan sebelum aku datang ke sini dan mengganggu 'kegiatan' kalian."
Dan mendengar ucapan dari sepupu temannya itu, sang namja yang berwajah cantik itu membulatkan matanya. Sementara rona merah menjalari wajahnya. Tidak terlalu kentara kelihatannya, tapi tetap saja untuk seorang yang teliti seperti Kyuhyun rona merah itu sudah cukup jelas terlihat. Dan seulas seringai mampir di wajah pucatnya.
"Ya! Aku tidak tahu kalau sejak hyung pacaran dengan orang itu, hyung jadi hobi melakukan 'itu' ya."
PLAKK!
Dan sebuah harisen pun dengan senang hati dan sepenuh hati mendarat di kepala seorang Cho Kyuhyun dengan awesome—oleh sang penjaga asrama, Leeteuk.
"YA! Hyung! Apa yang kau lakukan sih? Kau mau kalau otakku yang awesome ini mendadak jadi tidak bisa berfungsi gara-gara pukulan hyung barusan?"
Leeteuk hanya menghela nafas sambil memasang wajah facepalm, berusaha mengabaikan kenarsisan yang melanda dongsaengnya itu. "Ya! Cho Kyuhyun, kau mau bernarsis ria atau segera ke kamarmu sih?"
"Jelas kamarku lah, hyung. Daripada aku diam di sini dan kepalaku jadi korban benda-benda yang gak awesome itu."
Dan Leeteuk kembali hanya bisa facepalm, heran dengan kelakukannya. Apa keluarga mereka punya darah keturunan orang narsis akut ya?
Leeteuk berjalan mendahului Kyuhyun setelah sebelumnya menutup pintu kamarnya. "Baiklah, sebelum telingaku panas karena mendengar ocehanmu, sekarang cepat ikut aku."
Kyuhyun hanya nyengir lebar mendengar perkataan Leeteuk. Mengganggu hyungnya yang satu ini memang menyenangkan. Dan sebelum ia ditinggal semakin jauh, Kyuhyun pun mengikuti langkah sang hyung yang sebenarnya sangat ia sayangi itu.
-0-
Kyuhyun dan Leeteuk berjalan menyusuri ruang tengah asrama berplat nomor dua itu. Hanya ada dua puluh delapan siswa yang tinggal di asrama ini dan kebanyakan adalah siswa kelas satu dan kelas dua, sementara kelas tiganya hanya ada sekitar lima orang dan ditambah dengan Kyuhyun menjadi dua puluh sembilan orang. Namun walau ada sebanyak itu, asrama ini kelihatan sepi. Itulah yang sejak tadi terlintas di kepala Kyuhyun. Terlalu sepi untuk tempat yang dihuni oleh hampir tiga puluh manusia itu.
Tapi bukan berarti ia peduli dengan hal itu, toh kalau sesepi ini ia tidak perlu berkenalan dengan penghuni lain yang ada di asrama ini.
Mereka berjalan menaiki tangga. Kedua tangan Kyuhyun yang membawa koper yang berisi barang-barangnya ditambah tas ransel yang cukup berat membuatnya sedikit kesusahan menaiki tangga. Postur tubuhnya memang cukup tinggi—bahkan melebihi tinggi rata-rata untuk remaja berusia enam belas tahun, tapi bukan berarti ia sanggup membawa beban sebanyak itu menaiki tangga. Mana dia harus berjalan sampai lantai tiga pula. Ia kan bukan orang yang suka berolahraga. Satu-satunya olahraga yang ia sukai adalah senam otak—dengan kata lain, membuat otak bekerja lebih keras untuk subjek yang sangat ia cintai, matematika.
Melihat kalau Kyuhyun agak tertinggal jauh di belakangnya, Leeteuk membalikkan badannya. Kedua alis matanya berkerut ketika dilihatnya Kyuhyun tampak kerepotan membawa barang-barangnya. "Kau butuh bantuan, Kyu?"
"YA! Hyung! Kenapa tidak kau tawarkan bantuanmu itu dari tadi sih? Kau tidak tahu ya kalau tasku ini beratnya amit-amit." Kyuhyun berkata dengan nada yang sangat tidak sopan, tapi Leeteuk hanya menghela nafas maklum. Ia sudah terbiasa dengan sikapnya waktu dulu ia sering bermain ke rumah sepupu Kyuhyun dan bocah bermulut tajam ini selalu ada di sana. Entahlah, rasanya Kyuhyun memang selalu ada di rumah Yesung bahkan walau Yesung sedang tidak liburan sekalipun.
"Ne, kau sendiri tidak meminta bantuanku, Kyu." Dan Leteuk melangkah kembali mendekati Kyuhyun. Diambilnya satu koper yang ada di tangan kiri Kyuhyun, lalu ia pun kembali berjalan.
Sementara Kyuhyun hanya tersenyum senang sambil mengikuti Leeteuk yang terus berjalan menaiki tangga menuju lantai tiga.
Hanya dalam waktu beberapa ratus detik saja, mereka tiba di kamar dengan pintu berwarna coklat—hampir serupa dengan warna rambut Kyuhyun, dengan nomor 31A.
Kyuhyun diam, ketika hyungnya itu mengetuk pintu kamar di depannya dengan perlahan. Kelihatannya agak ragu atau… hati-hati? Entahlah, kelihatannya Leeteuk tahu kalau orang yang akan tinggal sekamar dengannya itu bukan tipe orang yang suka diganggu terutama dengan suara bising.
"Kibum-ah? Bisa kau buka pintu kamarmu?"
Sepersekian detik, belum ada jawaban dari balik pintu. Leeteuk kembali mengetuk pintu tersebut, kali ini lebih keras.
"Kibum-ah?"
Beberapa detik, kemudian terdengar suara seperti kursi yang digeser dan langkah kaki, yang walau terdengar halus namun bisa dengan mudah Kyuhyun dengar. Ingat, di beberapa paragraf di atas, bukannya sudah dijelaskan kalau ia sangat teliti.
"Ne, hyung. Tunggu dulu…"
Dan suara langkah kaki beradu lantai beralaskan tikar itu—mungkin, terdengar mendekati pintu. Kyuhyun mengernyit mendengar suara namja di dalam. Rasanya ia seperti mengenal suara itu, atau merasa pernah mendengarnya.
Cklek!
Pintu berwarna coklat itu terbuka lebar, menampilkan seorang namja dengan surainya yang berwarna hitam legam itu, kulit putih yang bahkan melebihi seorang yeoja ditambah dengan bibir semerah apel yang dapat membuat orang-orang berstatus seme—yang pasti bukan dirinya, mungkin—tidak sabar untuk menyambar bibir itu dan memagutnya serta menikmatinya. Lalu sepasang iris gelap yang cemerlang, walau dihalangi oleh sebingkai kacamata persegi yang bertengger manis di hidungnya, tidak membuatnya kehilangan pesonanya—yang kelihatannya tidak ia sadari sedikitpun.
Dan Kyuhyun terbelalak melihat yeo— err, namja yang menurutnya cantik itu, bahkan melebihi kecantikan para yeoja. Pasalnya, jelas ia sudah bertemu dengannya walau dalam keadaan yang sangat tidak elit.
"Ne, Kibum-ah. Mulai sekarang kau sekamar dengan bocah ini, namanya Cho Kyuhyun. Kelas 1-E. Kuharap kau akan baik-baik saja sekamar dengannya."
Kyuhyun memutar bola matanya mendengar hyungnya itu memperkenalkan dirinya. Baik-baik saja? Memangnya aku ini bakal ngigit anak orang apa?
"Dan, Kyu. Dia Kim Kibum. Kelas 2-C. Jangan macam-macam padanya kalau kau tidak mau ada Cinderella ngamuk dari kamar sebelah."
"Hah? Maksudnya?" Kyuhyun hanya bisa melongo tidak mengerti.
Dan namja bernama Kibum itu hanya berdecak perlahan. "Ya! Hyung! Jangan bawa-bawa Heechul-hyung dong. Rasanya ia jadi seperti babysitterku saja."
Leeteuk hanya terkekeh pelan. "Ya! Kutinggalkan kalian, kuharap kalian bisa akrab ya. Jaljjayo."
Dan setelahnya Leeteuk berjalan pergi meninggalkan keduanya yang masih berdiri canggung—atau tepatnya Kyuhyun yang canggung karena dengan dipasangnya wajah datar di wajah cantiknya itu, Kyuhyun tidak bisa menebak apa yang ada dalam pikiran namja itu.
Kibum membuka pintu kamarnya lebih lebar, seolah mempersilakan Kyuhyun untuk masuk. "Ne, masuklah lalu istirahat sana."
Kyuhyun masuk dengan agak ragu. "Gomawo... ng... sunbae..."
"Panggil aku 'hyung' saja."
Setelah Kyuhyun masuk ke kamarnya dan setelah Kibum menutup pintu kamarnya, namja cantik itu berjalan kembali ke meja belajarnya dan melanjutkan kegiatannya yang kelihatannya sempat tertunda karena kedatangan teman sekamarnya yang baru itu—belajar. Dan dari gesture tubuhnya terlihat kalau ia sama sekali tidak terganggu atau tidak terlalu menganggap kehadiran Kyuhyun di dekatnya.
Kyuhyun menatap namja yang kini kembali berkutat dengan textbook miliknya. Entah kenapa ia merasa agak sakit juga waktu melihat kalau sunbaenya itu tidak begitu menganggap penting keberadaannya di kamar ini—terbukti dengan perbuatannya sekarang ini.
Kyuhyun mengerutkan alisnya. Sakit? Buat apa? Ia kan bukan siapa-siapanya. Mengetahui orang itu saja, baru tadi sore di sekolah dan namanya baru ia ketahui beberapa menit yang lalu, setelah Leeteuk memperkenalkan ... sekelebat pikiran dan dugaan dengan awesomenya hinggap di otaknya dan tak butuh waktu lama bagi seorang Cho Kyuhyun yang notabenenya adalah seorang jenius untuk menyadari satu hal.
Love at the first sight, eh? Padahal aku selalu bilang kalau itu adalah omong kosong, sekarang aku malah mengalaminya sendiri. Aish…
-0-
Pagi yang dingin menyambut Kyuhyun keesokan harinya. Wajar saja karena ini masih musim semi, sehingga udara masih terasa dingin. Namja berambut coklat itu memilih untuk menarik kembali selimutnya hingga menutupi sebagian wajahnya. Udara dingin seperti ini cukup untuk membuat rasa malasnya menguasai dirinya—biarpun pada dasarnya ia memang malas untuk pergi sekolah.
"Kyuhyun-ah…"
Kyuhyun sedikit menggeliat ketika dirasanya ada seseorang yang mengguncang tubuhnya, namun itu belum mampu untuk membuatnya mau membuka matanya karena terbukti ia masih saja terlelap di alam mimpi—atau mungkin di batas antara sadar dan tidak sadar.
"Kyuhyun-ah, cepat bangun. Nanti kau kesiangan…"
Dan kalimat yang lebih panjang yang diucapkan dengan cukup keras pun tetap masih belum mampu membuat sang maknae bangkit dari alam bawah sadarnya. Bukannya ia belum bangun sih ia sudah bangun sejak tadi, tapi mengingat udara lumayan dingin ia malas keluar dari naungan selimutnya yang hangat.
Kibum menghela nafas perlahan, memang bukan urusannya sih hoobaenya ini mau bangun dan pergi sekolah atau tidak. Tapi sebagai seorang sunbae yang baik (entah kenapa ia malah mencibir dalam hatinya mendengar kalimat itu) sudah seharusnya ia… tidak mengabaikannya kan.
"Cho Kyuhyun-ah, kalau kau tidak mau bangun sekarang, aku akan mengunci kamar ini. Dan mengingat aku pulang sekitar jam empat sore, jadi mungkin kau terpaksa harus diam di kamar ini selama delapan jam."
Mendengar itu, sontak Kyuhyun membuka matanya dan langsung duduk di tempat tidur. "N-nde, aku bangun sekarang… hyung..."
Kibum kembali menghela nafas—lega. Ia memang serius dengan ancaman yang dikeluarkannya barusan, tapi ia juga bukan orang yang setega itu untuk benar-benar melakukannya. "Cepat mandi sana, setengah jam lagi kita masuk kelas. Aku tunggu di ruang tengah."
Dan setelah mengucapkan itu, Kibum pun melangkah keluar kamar, meninggalkan Kyuhyun yang masih diam sambil melongo menatap kepergiannya. Yang barusan itu rasanya seperti ajakan untuk pergi bareng ya?
-0-
.
-First POV: Kyuhyun-
.
Aku kembali duduk diam di kelasku. Hari ketigaku sekolah di tempat ini dan belum ada hal menarik sedikitpun. Aku menatap kosong ke depan kelas—tapi bukan berarti otakku kosong juga. Apa kata dunia kalau mengetahui namja setampan Cho Kyuhyun ini dengan kemampuan otak yang awesome ternyata kalau bosan isi otaknya tidak ada? Dunia kiamat tuh.
Bosan rasanya kalau seperti ini, mana moodku hari ini agak buruk pula. Siapa yang tidak akan kesal kalau kau sudah terburu-buru pergi sekolah, ternyata kau malah tidak telat sama sekali? Ini gara-gara Kibum-hyung yang membangunkanku dan mengatakan kalau tiga puluh menit lagi sekolah dimulai, padahal nyatanya masih ada EMPAT PULUH LIMA menit lagi sebelum sekolah dimulai. Kenapa? Karena aku baru tahu kalau ternyata Kibum-hyung mengotak-atik jam yang ada di kamar kami hingga akhirnya waktu yang ditunjukkan menjadi lebih cepat lima belas menit dari jam normal.
Aku mendengus pelan, niatnya aku mau main PSP tapi masalahnya benda keramatku itu tertinggal di kamar. Alhasil, kelihatannya aku harus tahan untuk tidak main itu selama seharian ini. Malangnya nasibku…
"Cho Kyuhyun-ah…"
Kudengar seseorang memanggilku, otomatis aku mendongakkan kepalaku. Kalau saja aku sedang memegang PSPku, sudah bisa dipastikan aku tidak akan mau menengokkan kepalaku. Aku bahkan ragu kalau saat itu akan mendengar suara orang yang memanggilku.
Kulihat seorang namja dengan rambut hitam pendek tengah terseyum—atau nyengir mungin—padaku. Kuperhatikan tubuhnya dari atas sampai ke bawah, dan seketika aku langsung melotot. Aigoo, dia ini hobi makan tiang listrik atau batang pohon kelapa sih? Tinggi amat.
"Waeyo? Ada yang salah denganku? Atau aku terlalu tampan?"
Dan pertanyaan barusan sukses untuk membuatku berfacepalm ria. Ternyata ada yang jauh lebih narsis dariku.
"Nuguya?"
Pertanyaan to the point begitu meluncur begitu saja dari mulutku. Aku kan memang tidak tahu siapa dia, dan kalau dipikir selama dua hari aku sekolah di sini, aku belum pernah melihat wajahnya.
"Ah, Shim Changmin imnida. Wajar kalau kau tidak ingat aku, aku memang tidak masuk sejak hari pertama gara-gara ada masalah sih." Dia memperkenalkan dirinya dan begitu mendengar ucapannya aku langsung mengangguk-angguk. Wajar saja sih kalau aku memang tidak mengingatnya—eh, tidak, bahkan dua hari aku sekolah di sini, aku belum punya teman satu orang pun.
"Arraseo, tahu dari mana namaku?"
"Teukie-hyung yang bilang padaku kemarin malam waktu aku menemani Taeminnie di ruang tengah untuk kencan."
Mwo? Menemani kencan orang lain? Orang aneh.
Aku masih ingin menanyakan beberapa hal lainnya, sampai sebuah suara memotong kalimat yang bahkan sama sekali belum keluar dari mulutku.
"Changminnie?"
Kami berdua menoleh ke asal suara dan seketika kedua mataku membulat lebar. Kibum-hyung.
"Ah, hyung. Apa yang kau lakukan di sini? Tumben kau tidak kencan dengan buku-bukumu lagi?"
Kibum-hyung memutar bola matanya terlihat bosan. Entah kenapa aku merasa kalau mereka cukup akrab. Dan entah kenapa lagi, aku malah jadi sedikit cemburu dengan hal itu. Mereka bisa mengobrol seperti itu, sementara aku… entah kenapa malah merasa agak canggung.
Kuperhatikan ia yang sedang mengobrol dengan… ng... Changmin-ssi kalau tidak salah. Sejak kemarin yang kulihat di wajahnya itu hanya ekspresi yang datar—kalau tidak mau dibilang dingin. Tapi sekarang, kulihat ia bisa sedikit mengeluarkan ekspresi lain. Tapi perlu digarisbawahi, atau sekalian saja dicatat, HANYA SEDIKIT.
Dan melihat hal itu, bisa kusimpulkan kalau mereka sudah kenal bahkan sebelum mereka masuk SM High School.
"YA! Hyung, kalau kau tidak menyatakan perasaanmu dan kau sendiri tidak menanyakan bagaimana perasaannya padamu, ya kau tidak akan tahu bagaimana hasilnya. Kau memang jenius di bidang akademik tapi kalau masalah ini hyung benar-benar nol besar ya?"
Eh? Aku agak tersentak mendengar itu. Apa? Jadi Kibum-hyung sedang menyukai seseorang, tapi siapa?
"YA! Sopan sedikit dengan seniormu, pabbo hoobae." Dan sebuah buku melayang dengan bebas tepat di kepala namja tinggi itu. Pelakunya? Kelihatannya Kibum-hyung, entahlah.
Melihat adegan itu rasanya aku jadi sedikit merasa deja vu, dan aku kembali mengingat masa laluku dimana Yesung-hyung dan Heechul-hyung hobi sekali memukul kepalaku entah dengan apapun—dan sepertinya mereka berharap untuk membuat kepalaku jadi sebesar milik Yesung-hyung. Aish, kepalaku sudah seawesome ini dan mereka mau mengubahnya? Langkahi dulu mayat Cho Ahra, kakakku. :p
Ah, daripada itu, aku penasaran dengan pembicaraan mereka. Tapi baru saja aku akan mendengarkan lagi, ternyata Kibum-hyung sudah melesat entah kemana. Kelihatannya ia tidak tahan dengan seorang namja kelewat berisik dan kelewat narsis serta kelewat kurang ajar teman baruku ini… mungkin… Iya, iya, aku tahu aku juga kurang lebih sama seperti itu. Ada masalah? Setidaknya perbedaannya hanyalah kalau aku tidak seberisik orang ini.
"Ne, Changmin-ssi…"
Dan orang itu menoleh padaku, matanya berkilat polos—atau setidaknya itu yang ditunjukkan padaku. Hati orang siapa yang tahu kan?
"Changmin saja, lagipula kelihatannya kita seumur kan?"
"Oke, Changmin-ah, yang barusan kalian bicarakan itu apa?"
"Eh? Ng, mengenai orang yang disukai oleh Kibum-hyung?"
Aku menganggukkan kepalaku, cemburu juga sekaligus juga penasaran. Tapi cemburu untuk apa? Aku kan tidak mengenalnya dengan baik, aku bahkan baru bertemu dengannya kemarin, itu juga dengan kesan yang agak tidak baik.
"Choi Siwon, ketua OSIS yang baru menjabat sebulan yang lalu. Kalau aku tidak salah ingat mereka sekelas tahun ini." Jelasnya.
"Eh? Nugu?" Aku berusaha menajamkan pendengaranku, berharap semoga telingaku salah mendengar nama yang diucapkan oleh namja tiang listrik di hadapanku ini.
"Choi Siwon. Itu nama namja yang disukai oleh Kibum-hyung. Aish, telingamu itu harus dibersihkan, Kyunnie~" katanya sambil melipat kedua tangannya di dada.
Choi Siwon? Namja yang kata Teukie-hyung itu namja paling kaya di sekolah ini? Namja paling gentleman di sekolah ini? Omo, Kibum-hyung, seleramu ternyata sangat bagus. Tapi... tunggu—
"Changmin-ah, barusan kau memanggilku apa?" tanyaku dengan nada suara yang datar ditambah dengan efek aura hitam plus deathglare mematikan, khusus ditujukan untuknya.
Entah dia pura-pura tidak menyadari, kelewat polos atau memang tidak peka sama sekali, ia hanya nyengir gak jelas. "Waeyo, Kyunnie? Kurasa nama panggilan itu cocok untukmu. Wajahmu manis jadi nama semanis itu cocok untukmu."
Mwo? Manis? Yang benar saja. Aku ini namja tahu. Yah, biarpun ada juga sih namja yang berwajah manis. Tapi bukan aku. Sekali lagi kutekankan… BUKAN AKU.
Dan sebelum aku sempat mengucapkan kalima protes atau sejenisnya—
KRIINNGGG!
Suara bel masuk berbunyi dengan cukup nyaring. Membuat iblis di hadapanku ini tersenyum penuh kemenangan dan ia pun melengang dengan santai menuju bangkunya. Aish, rasanya hasratku untuk mencekiknya mulai keluar.
Yah, daripada itu… Choi Siwon? Itu namja yang disukainya? Omona, aku bahkan sudah kelihatan kalah sebelum bertanding.
Eh? Tunggu. Changmin-ah bilang kalau yang menyukainya itu adalah Kibum-hyung, berarti belum tentu kalau ketua OSIS itu juga punya perasaan yang sama dengan Kibum-hyung. Artinya... aku masih punya kesempatan—aniya, aku harus menciptakan sendiri kesempatan itu.
Dan sebuah seringai muncul di wajahku. Rasanya sudah lama sekali aku tidak mengeluarkannya lagi. Aish, Kibum-hyung, kau sudah membuatku gila sekarang.
.
.
—To Be Continued—
.
.
a/n: KiHyun pertama saya. :D Dan bisa dipastikan hasilnya gaje dan fic pertama yang bikin saya bersumpah serapah ria sama PLN. Wae? Karena PLN dengan gak awesomenya malah ngadain pemadaman dadakan pas saya lagi ngetik, alhasil dua halaman word yang belum kesave, menghilang. =.=
Rencananya mau One-shot, tapi berubah jadi two-shots, dan sekarang malah berubah jadi three-shots. Ahaha... =.=a Daaaaaaaannnnnnnnnnn… agak sedikit berhubungan dengan fic saya yang Two Faced Lovers, kalo berminat silakan baca. :D *promosi tebel muka* #plak Tapi gak ngaruh sama sekali sama jalan ceritanya. Jadi intinya, gak begitu berkaitan. XD #plak
Oke, sebelum a/n lebih panjang dari ceritanya, saya akhiri di sini. :D RnR ne?
~See you on the next chapter~