Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto
Because Of You milik Bird Paradise
Pair: Uchiha Sasuke dan Hyuuga Hinata
Rated M
Genre: Romence, Drama, Tragedi, Angst, Hurt/Comfort.
Warning
AU, OOC, Typo(s), Gaje, Abal, Ide pasaran, ada character OC yang jadi anaknya SasuHina dan tentunya warning-warning lainnya.
.
.
Don't Like Don't Read
Don't Like Don't Read
Don't Like Don't Read
.
.
.
Musim gugur kali ini menyambut sejumput kebahagiaan yang merekah dalam sanubari dua insan. Setelah lebih dari dua minggu berada dalam rumah sakit pasca melahirkan, akhirnya Hinata kembali menjejakan kakinya dalam mansion Uchiha.
Ada seorang bayi mungil dalam dekapannya. Senyuman tak pernah berhenti terukir setiap kali ia manatap bayinya yang masih terlelap dalam buaian hangatnya.
Sasuke berjalan disampingnya dengan membawa koper kecil. Tak lupa, walaupun ekspresinya datar, tapi mata kelamnya berbinar bahagia.
Sore di musim gugur, kedatangan mereka disambut dengan hangat oleh semua pelayan. Yang kesemuanya sungguh menampakan ekspresi terkejut yang luar biasa melihat ada seorang bayi mungil dalam dekapan putri bungsu Hyuuga Hiashi tersebut.
Mungkin benak mereka berisi satu pemikiran yang sama. Siapa bayi dalam gendongan Hinata? Namun sayang, tidak ada satupun dari mereka yang berani membuka mulut hanya sekedar untuk menghilangkan tanda tanya besar dalam benak meraka. Alhasil, mereka hanya dapat memandang punggung Hyuuga Hinata dan Uchiha Sasuke yang sedang manaiki tangga.
"Istirahatlah … kau pasti lelah …" Sasuke berkata pelan, sebelum ia keluar dari kamar Hinata.
"Kau mau kemana …" mata bulan itu menatap penuh tanda tanya melihat Sasuke yang sepertinya sedikit tergesa. Namun tidak ada jawaban yang keluar dari mulut pria itu kecuali hanya sedikit senyuman kecil yang membuat Hinata semakin penasaran.
Hinata tidak mempermasalahkan kejadian barusan. Baginya, ada yang lebih penting dari mengurusi Uchiha yang suka seenaknya sendiri itu. Putra kecilnya yang masih saja terlelap tanpa merasa terganggu, walaupun ia baru saja melakukan perjalanan yang lumayan jauh. Hinata memandang sendu putranya –yang belum diberi nama- dengan tatapan bahagia dan senyuman manis yang terus terukir di bibir ranumnya.
.
.
.
"Aniki …"Suara datar nan tenang yang terdengar di ambang pintu membuat Uchiha sulung tersebut mengalihkan pandangannya dari sebuah buku tebal.
"Kau sudah kembali …" kalimat yang seharusnya bernada tanya itu terdengar tanpa intonasi. Tidak ada sahutan lagi dari Sasuke. Namun, kakinya melangkah mendekati sang kakak yang terduduk di kursi rodanya.
"Apa hari ini kau sudah melakukan terapi?" ujarnya sebelum ia duduk dihadapan sang kakak.
"Hn, setiap hari aku melakukan terapi. Aku ingin cepat sembuh." Itachi mengamati adiknya yang selalu menampakan ekspresi tenang tak terbaca seperti dirinya. Namun sebagai kakak, walaupun sudah sangat lama ia tak hidup bersama Sasuke, namun kejeliannya dalam membaca ekspresi sang adik tak perlu diragukan lagi.
"Kau sedang bahagia?" imbuhnya lagi yang hanya dibalas tatapan tak bermakna Sasuke. Hening beberapa saat sehingga menghasilkan seringaian dari bibir Itachi. Ia hafal Sasuke –adiknya- sekecil apapun ekspresi yang hadir di wajah tenang tersebut.
Sasuke hanya mendengus sebal melihat seringaian di bibir kakaknya. Ia bangkit berdiri dan mendorong kursi roda kakaknya keluar kamar.
"Hei! Kau mau membawaku kemana Sasuke …" Itachi bingung melihat adiknya mendorong kursi rodanya sedikit tergesa. Namun, sekali lagi tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir Sasuke. Membuat Itachi akhirnya diam dan pasrah.
Sasuke baru menghentikan langkahnya saat mereka sudah berdiri persis di sebuah pintu kamar bercat putih. Perlahan, Sasuke membuka pintu besar tersebut. Seketika, nampaklah seorang wanita muda yang sedang terduduk membelakangi pintu masuk. Itachi diam. Tak ada ekspresi terkejut ataupun lainnya. Wajahnya tetap terlihat tenang.
"S-sasuke-kun …" wanita muda tersebut menengokkan kepalanya melihat orang yang memasuki kamarnya. Mata bulannya memandang kaget melihat ada orang lain yang duduk di atas sebuah kursi roda.
Pria dewasa yang mempunyai kemiripan hampir sembilan puluh persen dengan pria yang dicintainya. Yang membedakan mereka berdua hanyalah goresan di bawah mata dan rambut panjang pria tersebut. Dan tak lupa, sikap tenang yang terlihat begitu berkarisma dan dewasa.
Tidak seperti sikap tenang Sasuke yang lebih terlihat mencekam dan mengintimidasi. Hinata sungguh terpaku melihat pemandangan tersebut. Tanpa disadarinya ia berdiri dan mendekap semakin erat bayi dalam gendongannya.
"Siapa dia …" tatapan teduh Itachi masih tertuju pada seorang wanita yang berdiri beberapa meter dihadapannya. Tatapan mata yang menyiratkan tanda tanya besar.
"Dia Hinata. Dan bayi itu adalah anakku," ujar Sasuke datar namun menyiratkan ketegasan. Itachi tetap diam dan tenang. Hinata merona.
Perlahan, Sasuke kembali mendorong kursi roda kakaknya mendekati Hinata yang masih berdiri kaku.
"Dia kakakku. Uchiha Itachi," dengan suara rendah, Sasuke memperkenalkan kakaknya pada Hinata.
"S-salam kenal, Itachi-san …" ujar Hinata gugup. Pipinya masih merona malu karena ucapan Sasuke barusan dan juga, tatapan mata Itachi yang terus mengarah padanya.
"Hn, salam kenal Hyuuga …" ucapan datar Itachi sontak membuat kedua orang tersebut terperanjat. Sasuke belum memberitahukan marga Hinata pada kakaknya. Bagaiamana mungkin Itachi bisa tahu?
"Hn, aku mengenal ayahnya," seperti mengetahui apa yang dua orang itu pikirkan, akhirnya Itachi kembali membuka suaranya.
"Siapa nama anak kalian?" imbuhnya lagi.
Hening beberapa saat sebelum Sasuke membuka suaranya, "aku belum memberinya nama. Bisakah Aniki yang memberikannya nama? Dia laki-laki." Itachi tetap diam dengan kedua sorot mata kelamnya yang masih tertuju pada makhluk kecil yang mulai menggeliat dalam dekapan ibunya.
"Uchiha Yuuma."
Setelah mengatakan itu, Itachi kembali berbalik hendak keluar ruangan. Sasuke membiarkan kakaknya berlalu begitu saja, tanpa mengatakan sepatah katapun.
Setelah sang kakak pergi, perlahan ia mendekati Hinata. Ditatapnya dua orang yang paling berharga dalam hidupnya secara bergantian. Sedangkan Hinata hanya menunduk. Jujur saja, ditatap seperti itu oleh pria yang disukainya sungguh membuat jantungnya berdetak sangat cepat. Ia belum terbiasa dengan kehadiran Sasuke disampingnya. Jadi, rasa canggung dan malu selalu hadir setiap mereka berdekatan seperti saat ini.
"Hei Yuu … kau akan menjadi pria hebat …" ucapan Sasuke menjadi penawar kecanggungan yang efektif. Hinata mendongakkan kepalanya dan tersenyum simpul pada Sasuke. Sasuke hampir tidak pernah tersenyum. Tapi, sorot matanya memancarkan kebahagiaan saat ia melihat senyum indah terpatri di bibir ranum kekasihnya.
.
.
.
Pria tua tersebut sedang sibuk mencari ide baru untuk menghancurkan musuh abadinya. Mata ularnya yang terpejam, rahangnya yang terlihat menegang, menandakan ia sedang berpikir keras dan tidak dapat diganggu. Selama ini ia tak terkalahkan. Ia selalu sanggup merealisasikan apapun yang diinginkannya. Termasuk menghabisi semua musuhnya.
Namun kali ini, -lagi- ia gagal. Selalu seperti ini setiap kali ia berhadapan dengan Uchiha. Sebuah marga terpandang di Konoha yang dulu pernah mengadopsinya. Menganggapnya menjadi anak, namun berakhir dicampakkan –menurutnya.
Kali ini ia harus mencari cara lain yang lebih matang. Ia tidak boleh gagal. Kali ini, semua keturunan Uchiha Fugaku harus mati. Harus!
"Aku tidak akan membiarkanmu tersenyum di Neraka sekalipun Fugaku … camkan itu …" gumamnya yang disertai seringaian mengerikan.
.
.
.
Berkat usahanya yang gigih, Itachi sudah mulai bisa berjalan lagi. walaupun ia belum mampu berjalan cepat, tapi perkembangan kesehatannya yang pesat membuat Sasuke merasa senang.
Ia terus menatap sang kakak dari ambang pintu yang sedang sibuk berjalan kesana kemari didampingi oleh terapisnya. Setelah puas melihat kakaknya yang sedang berlatih, akhirnya beranjak pergi. Hari ini adalah hari libur. Ia ingin menghabiskan waktu luangnya yang mahal dengan Hinata dan juga putra mereka.
Lagi, ia hanya mampu terpaku diujung koridor, saat mata kelamnya menangkap pemandangan indah di balkon. Pemandangan yang benar-benar indah saat seorang wanita tengah membelai buah hatinya dengan penuh kasih sayang.
Sasuke tak pernah mampu membayangkan semua itu –dulu. Sejak kecil yang mampu ia ingat hanyalah ayah dan pengasuhnya. Ia tak mengenal belaian seorang ibu ataupun senyuman hangat dari seorang ibu.
"Sasuke-kun … kau sudah bangun?"
Sapaan lembut yang terlontar dari bibir wanitanya membuat Sasuke kembali pada kenyataan. Ia berjalan menghampiri Hinata yang masih terduduk dengan seorang bayi dalam buaiannya.
"Hn, aku mencarimu."
"Kau tahu, setiap pagi aku selalu disini," ujarnya dengan senyuman yang terus tersungging. Sasuke membelai lembut rambut Hinata sebelum ia menunduk untuk memberikan ciuman selamat pagi.
Mata kelamnya menatap lekat pada makhluk mungil yang sedang tertidur pulas dalam buaian hangat sang ibu. Tak ada yang dapat membaca ekspresi seperti apa yang tergambar dalam wajah tenang nan minim ekspresi tersebut. Mereka saling membisu beberapa saat. Menikmati keromantisan dalam hening.
"Ayo kita menikah," ungkapan singkat Sasuke yang memiliki arti begitu dalam bagi setiap gadis. Tidak terkecuali Hinata yang mendadak diam membisu.
Ia seakan tak mempercayainya, bahwa telinganya akan mendengar kalimat paling sakral –selama ia hidup. Bukannya ia tak pernah memikirkan tentang pernikahan, Hinata selalu memimpikan bisa bersanding dengan pria yang dicintainya. Membesarkan anak-anak mereka penuh cinta, dan hidup bersama sampai tua.
Harusnya Hinata merasa senang, karena yang mengucapkan kalimat barusan adalah pria yang dicintainya. Harusnya. Tapi entah mengapa, tiba-tiba berkelebat bayangan ayah serta kakaknya. Dua orang yang juga sangat dicintainya.
"A-aku t-tidak bisa Sasuke-kun …"
Bukan ia tak mencintai Uchiha bungsu tersebut. Bukan itu alasannya Hinata berani mengatakan kata-kata yang dapat memupuskan harapan mereka berdua.
Sasuke membisu mendengar jawaban yang tak pernah ia perkirakan akan keluar dari bibir wanita terkasih. Ia tak tahu, perasaan macam apa yang sekarang sedang bergemuruh dalam hatinya.
"… setidaknya … sampai ayahku ditemukan dan kakakku kembali pulih," Hinata merona. Secara tak langsung, ia tetap mengiyakan permintaan Sasuke walaupun dengan sedikit syarat.
Tanpa disadarinya, Sasuke menghembuskan nafas lega. Bibirnya sedikit tertarik membentuk senyuman samar. Ia tak sanggup memendam kebahagiaanya hanya dalam hati. Alhasil, sebuah senyuman berharga jutaan yen tersungging dibibir seksinya.
"Terimakasih," hanya kalimat itu. Sasuke lebih suka mengekspresikan dengan memeluk erat Hinata dan putranya ketimbang berbicara panjang lebar ataupun berteriak-teriak kegirangan. Dalam hati, Sasuke bertekad ingin menyelesaikan masalah ini secepat mungkin. Ia harus menemukan Hiashi dan melenyapkan Orochimaru.
.
.
.
Sejak kejadian hari itu, diamana ia kalah. Kalah dalam berbagai hal. Sekarang ia hanya mampu terduduk tak berdaya diranjang rumah sakit yang menopang berat tubuhnya. Luka-lukanya telah pulih, namun jiwanya seakan terkoyak. Tak mampu disembuhkan.
Karena baginya, satu-satunya yang mampu menyembuhkannya hanyalah gadis itu. Gadis bermata ametyist yang sejak beberapa tahun silam mendiami hatinya. Ya, tak ada yang tahu tentang isi hatinya.
Mereka hanya mengenal sosok dirinya sebagai mesin pembunuh ataupun robot yang bekerja dalam kendali tangan Orochimaru. Terlepas dari semua itu, jangan lupakan bahwa dirinya tetaplah manusia biasa. Manusia yang mempunyai hati dan dapat mencintai. Tidak ada yang salah, karena ia mencintai wanita tersebut.
Tidak ada yang salah.
Salahkan, orang yang merebut wanita itu dari tangannya. Ya, salahkan Uchiha Sasuke! Laki-laki itu yang menghancurkan jiwanya. Mengambil Hinata darinya tanpa permisi. Ya, Uchiha Sasuke harus mati! Laki-laki itu harus membayar semuanya.
Dalam gelapnya dan membaranya hati, berkelebat dalam ingatannya, paras ayu nan sendu, sebuah senyuman manis dan suara lembut yang mengusik kebahagiaan jiwa. Selalu seperti itu. Kabuto akan tersenyum dalam dunianya sendiri. Dunia yang ia bangun bersama Hinata Hyuuga. Hanya ada mereka berdua di dalamnya.
.
.
.
Disebuah ruangan luas yang begitu terang oleh cahaya lampu, berkumpulah beberapa orang yang sedang menyusun stategi dan berbagi informasi. Setelah bekerja keras selama beberapa minggu. Akhirnya anak buah Sasuke menemukan persembunyian Orochimaru. Sang pimpinan hanya diam dengan tatapan tajam. Menandakan bahwa ia menyimak semua informasi yang diutarakan oleh anak buahnya.
Setelah beberapa jam berkutat dengan keseriusan dan mengatur stategi, akhirnya dicapailah kesepakatan. Sasuke menyeringai membayangkan musuh utamanya, musnah dengan cara paling keji. Sasuke Uchiha tidak akan pernah berubah. Sisi liar dalam dirinya tetaplah ada. Dimana ia akan merasa sangat puas melihat kematian orang yang dibencinya dengan sadis didepan matanya.
.
.
.
Surai hitamnya berkibar saat obsidian kelam namun meneduhkan, menatap hamparan hijau yang membentang dihadapannya. Usianya yang tak lagi muda, tidak memudarkan garis-garis kecantikan yang masih terpatri diwajahnya.
Wanita itu tak pernah menyesali kecantikan yang dianugerahkan Kami-sama padanya. Walaupun ia selalu berfikir –dulu- karena itulah yang membawa bencana dalam kehidupannya. Karena kecantikannya lah yang membuat ia harus berpisah dengan semua orang yang dikasihinya.
Hingga disinilah akhirnya. Terasingkan dalam hiruk pikuknya kehidupan. Namun setidaknya, kesepian dan luka hatinya sedikit terobati dengan kehadiran berpuluh-puluh anak-anak yang tak memiliki keluarganya.
Ia sadar, sebagai seorang ibu, ia tak mempunyai waktu banyak untuk memberikan kasih sayang pada putranya. Terutama putra bungsunya. Ia meninggalkan mereka saat si bungsu belum sanggup membedakan warna.
Kejamkah ia sebagai seorang ibu? Pantaskah ia menyebut dirinya sebagai seorang ibu? Sedangkan ia sadar, hanya menabur luka bagi kedua anak yang dilahirkannya.
Tak terasa air mata kembali mengalir dari kedua mata gelapnya. Rasa rindu yang tak pernah ia hiraukan menggunung bertumpuk memenuhi setiap bagian dalam hatinya. Dalam diamnya, ia selalu berdoa semoga diujung hidupnya sekalipun, ia masih diberi kesempatan bertemu dan meminta maaf pada mereka. Walaupun seperti hanya kemustahilan baginya.
.
.
.
Paras cantiknya makin terlihat dewasa saat dirinya menyandang sebagai seorang ibu. Ya, walaupun usianya baru akan menginjak tujuhbelas tahun, namun tidak akan ada yang menyangka usianya masih begitu belia.
Hyuuga Hinata semakin nampak anggun dan matang. Mungkin karena jalan hidupnya yang tak semulus remaja pada umunya. Entahlah, namun Hinata tak pernah menyesali jalan hidup yang sudah ia tempuh. Baginya, walaupun ia tak pernah bisa berjalan dan tertawa bersama sahabat ditengah keramaian kota, berburu pernak-pernik dan pakaian terbaru, ataupun kesalon, Hinata tak pernah menyesalinya.
Masa mudanya yang terenggut sekalipun, tak jadi soal untuknya. Baginya, Yuuma dan Sasuke adalah hidupnya yang paling indah. Dan akan lebih sempurna lagi seandainya ayah dan kakaknya ada disini. Ya, Hinata percaya, suatu saat nanti mereka pasti bersama.
Pasti! Dan saat itu datang, maka Hinata akan senang hati menerima pinangan Sasuke untuk hidup bersama. Membayangkan hal tersebut, tanpa sadar membuat pipi chibby-nya merona. Dimana dengan wajah datar nan tenang, pemuda Uchiha itu melamarnya. Sungguh tidak romantic, tapi Hinata menyukaianya. Hinata menyukai Sasuke yang seperti itu.
.
.
.
Hanya dua hari ia meninggalkan kediamannya, tapi serasa bertahun-tahun. Waktu begitu lambat saat dirinya jauh dari Hinata dan putranya. Rasanya memang sungguh menyiksa, namun Sasuke menyukainya.
Sudah begitu lama ia tak pernah merasakan rindu menggebu pada seorang wanita. Tanpa diminta, otaknya menggali sebuah ingatan yang sekarang malah membuatnya ingin tertawa miris.
Dimana ia pernah merasa rindu dengan seorang wanita yang terlarang baginya. Ya, seorang wanita yang menjadi cinta pertamanya. Selama hidupnya, ia hanya pernah dua kali mengatakan cinta pada wanita. Walaupun selama ini –sebelum ada Hinata- ia selalu dikelilingi wanita yang mendamba cintanya. Namun bagi Sasuke cukup memperlalukan mereka dengan 'satu malam saja'. Tidak ada perasaan yang mengiringi permainannya.
Persetan dengan mereka yang mungkin akan tergila-gila padanya sesudahnya. Namun sekarang ia sadar, bahwa cinta yang sebenarnya adalah Hinata. Dialah wanita yang menawarkan dahaganya selama ini.
Wanita mungil itu menjelma bagai seorang malaikat yang menyelamatkannya dari lubang kegelapan tak bertepi. Lemah lembutnya menghancurkan segala kebengisan dan keliarannya. Begitu halus nan pelan merasuki hatinya. Sampai ia sendiri tak sadar bahwa dirinya telah jatuh pada pesona teduh sang gadis Hyuuga.
Sasuke tak pernah menyangka bahwa akan ada orang yang mampu menolongnya. Karena ia sendiri sudah berputus asa dengan hidupnya dulu yang terselubung kabut kebinasaan. Ia sendirian. Tanpa seorang pun yang mengerti hatinya yang luka. Luka yang semakin menumpuk saat ia harus kehilangan Itachi dan wanita terkasihnya.
"Kau akan terus duduk atau masuk kedalam menemui Hinata dan anakmu?" suara Suigetsu yang nyaring sanggup mengembalikannya dalam kenyataan. Sasuke yang memang selalu berpembawaan tenang, terlalu sulit mengorek 'apa yang sedang ia pikirkan'. Alhasil, Suigetsu malas bertanya pada sahabat sekaligus atasannya tersebut, perihal -apa yang tengah dipikirkan.
"Pergilah ke kantor sekarang juga. Kau menggantikanku untuk rapat dengan Jiraiya," tukas Sasuke datar sebelum berlalu memasuki mansionnya.
"Hei! Kau tidak boleh seenaknya melimpahkan pekerjaanmu padaku! Aku juga lelah Sasuke!" teriak Suigetsu jengkel. Melupakan bahwa Sasuke adalah atasan yang seharusnya ia hormati.
Sasuke berbalik tanpa suara, hanya tatapan matanya yang bagaikan elang pemangsa, sudah cukup membungkam mulut Suigetsu. Seketika tampang kesalnya sirna sebelum pemuda bergigi runcing itu berlalu dengan kecepatan tinggi. Alhasil, ia hanya mampu mengumpat dan mengeluarkan sumpah serapahnya di dalam mobil.
.
.
.
"Apa semuanya baik?" tanya Sasuke saat kakinya baru saja menginjak mansionnya.
"Semuanya baik-baik saja Sasuke-sama," jawab Ebisu sopan.
Tanpa bertanya lebih lanjut, Sasuke menaiki tangga dan tentu saja tujuannya adalah Hinata dan Uchiha Yuuma putra kecilnya. Langkahnya semakin cepat saat pintu berdaun dua itu semakin dekat. Perlahan, telapak tangan kekarnya menarik handlenya dan seketika aroma lavender lembut menguar dari kamar yang tirainya sudah terbuka.
Waktu memang baru menunjukan pukul enam pagi. Namun Sasuke paham betul akan kebiasaan kekasihnya yang suka bangun pagi. Tak nampak Hinata diruangan besar itu, kecuali putranya yang masih tertidur lelap diatas ranjang. Suara gemericik air menandakan bahwa ada seseorang yang menghuni kamar mandi.
Perlahan, Sasuke duduk dipinggir ranjang. Matanya nampak memandang sendu pada putra kecilnya yang terlelap. Sakuke tidak pernah memperlihatkan tatapan seperti itu pada orang lain. Ia selalu mampu melindungi dan menyembunyikan dirinya yang sebenarnya pada mereka.
Mata kelam itu tersenyum saat perlahan putranya menggeliat karena kulit sensitifnya bersinggungan dengan tangannya yang sedikit kasar dan dingin. Yuuma begitu mirip dengannya. Namun pipi chubby–nya seperti Hinata. Sasuke tersenyum bangga saat membayangkan putra kecilnya akan tumbuh menjadi pria yang tampan dan hebat melebihi dirinya.
"Sasuke-kun …" panggilan lembut tersebut sontak membuat senyuman langka itu sedikit surut. Namun saat matanya kembali bersirobok dengan mata bulan nan teduh, senyuman itu kembali terkembang. Begitu tipis, namun Hinata tahu, Sasuke tersenyum untuknya.
"Kapan pulang?"
"Hn, baru saja."
Hinata mendekat. Rambutnya yang basah tergulung rapi dibalik handuk putih. Sedangkan tubuh mungilnya masih terbalut kimono mandi berwarna ungu muda. Sungguh penampilan sederhana yang malah membuat Sasuke terpesona. Kecantikan alami yang menenangkan. Kecantikan yang bukan didatangkan dari berlapis make up tebal diwajahnya. Segalanya yang tercetak dalam tubuhnya adalah ukiran Kami-sama yang begitu sempurna. Bibir penuhnya yang memerah alami tanpa polesan lipstick, mata bulatnya dengan bulu mata nan panjang lentik yang melindunginya, pipi chubby-nya yang selalu merona, hidung mancungnya, dan senyuman malu-malunya. Terlebih lagi, sesuatu dibalik kimono mandinya. Ugh!
Sekarang Sasuke tahu, satu alasan lagi, mengapa ia jatuh cinta pada Hinata.
Hinata sungguh cantik.
Hinata tak sadar bahwa pria yang sedang menatapnya intens, tengah terpesona padanya. Setelah jarak mereka tinggal beberapa langkah Hinata berhenti. Namun tanpa disangkanya, lengan kekar Sasuke terulur dan melingkari pinggangnya yang tentu saja membuat Hinata terjatuh diatas pangkuan Sasuke. Hinata tersentak kaget, ia berusaha melepaskan diri setelah ia sadar bahwa posisi mereka membuat jantungnya bertalu-talu menyakitkan.
"S-sasuke …"
"Kau baik-baik saja tanpa aku?" pertanyaan yang membuat Hinata tak tahu harus menjawab apa. "Aku merindukanmu …" ujarnya lagi tepat ditelinga Hinata. Nafas hangatnya, suaranya yang berat sungguh membuat Hinata merinding. Apalagi saat hidung mancung tersebut menggesek leher jenjangnya, sungguh membuat Hinata diam tak berkutik.
Beberapa saat mereka hanya terdiam. Menikmati kebersamaan yang begitu menyenangkan. Sasuke masih mempertahankan posisinya yang mendekap Hinata erat dalam pangkuannya. Namun sedetik kemudian Hinata mulai gelisah saat Sasuke mulai mengecupi lehernya.
"S-sasuke … a-aku harus ganti baju …" tukas Hinata pelan mencoba menghindar dan melepaskan diri. Namun tak ada respon dari pria dibelakangnya.
"Sasuke-kun … aku kedinginan ... Jadi biarkan aku bergati pakaian …" ujarnya lagi. Tanpa disangkanya, Sasuke malah semakin mengeratkan pelukannya.
"Hn," sahutnya pelan dan semakin menenggelamkan kepalanya dilipatan leher Hinata. Tubuh mungil Hinata memang hampir terlindung dalam pelukannya. Tentu saja, perbedaan tubuh mereka begitu jauh. Hinata terlalu mungil bagi dirinya yang bertubuh tinggi tegap dan lumayan besar.
Lelah memberontak, akhirnya Hinata mengalah. Ia duduk diam dan membiarkan pria yang dicintainya memeluknya erat. Serasa begitu nyaman terlindungi saat tubuh mungilnya terkungkung dalam tubuh besar Sang pemuda Uchiha.
"S-sasuke … bolehkah aku meminta satu hal padamu?" tanya Hinata setelah mereka terperangkap dalam keheningan beberapa lama.
"Hn, apapun. Kecuali-"
Hinata menolehkan kepalanya guna menatap mata kelam Sasuke. Pandangan mata mutiaranya mengindikasikan bahwa pria itu harus meneruskan ucapannya.
" –menyuruhku melepaskanmu," imbuhnya pelan diiringi sebuah kecupan lembut dibibir Hinata. Sontak Hinata yang tak akan mengira ciuman paginya tercuri oleh Sasuke, membuat pipi putihnya terlukis semburat merah yang menjadikannya semakin mempesona dimata Sang Uchiha.
Setelah terpupus dari keterkejutannya, Hinata mengulas senyum simpul. Seolah ia begitu terharu dengan ucapan Sasuke barusan. Betapa Uchiha bungsu tersebut begitu menginginkannya.
"Tidak akan. Aku tidak akan pernah meminta hal seperti itu," ujar Hinata pelan. Kedua tangan mungilnya perlahan merambat dan memeluk Sang Uchiha erat. Pandangan mereka bersirobok. Pearl dan onyx.
"Akan kuingat," ada jeda sejenak saat onyx kelamnya seakan terkunci dalam keindahan sang bulan. "Jadi, apa yang kau inginkan?" imbuhnya tanpa melepaskan tatapan tajamnya dari mata Hinata. Wanita muda tersebut merasa begitu gugup dengan jarak mereka yang begitu tipis. Ini bukan pertama kalinya, tapi percayalah, Hinata seakan tak pernah terbiasa dengan kedekatan seperti ini.
"A-aku … ingin Neji-nii dipindahkan perawatannya di Jepang. B-bolehkan?" ucap Hinata sedikit takut. Ia tahu, selama si pembuat onar belum diringkus, maka hidupnya dan juga kakaknya belumlah aman. Tapi mau bagaimana lagi, Hinata seakan tak sanggup membendung kerinduannya pada kakak satu-satunya tersebut.
Tak ada perubahan ekspresi yang berarti dari mimik wajah Sasuke yang datar. Hal itu sungguh membuat Hinata berdebar mananti jawaban.
"Hn, aku akan menghubungi Kakashi dan menyuruhnya membawa kakakmu kembali ke Jepang," jawaban singkat yang terlontar dari bibir Sasuke sungguh melegakannya.
Mata hitam itu terus saja menatapnya. Namun seakan semua informasi tentang seorang Uchiha Sasuke terkunci rapat dalam pusaran hitam tersebut. Hinata sadar, untuk saat ini ia belumlah mampu membaca raut wajah Sang terkasih yang selalu nampak datar dan begitu lihai menyembunyikan ekspresi.
Ya, mungkin ia akan butuh lebih banyak waktu untuk bisa memahami 'ekspresi' seorang Uchiha Sasuke. Hinata mengurai senyum lebarnya. Ia bahagia. Senyuman yang sudah begitu lama tak pernah menghiasi wajah ayunya.
.
.
.
Dulu ataupun sekarang Itachi Uchiha tetaplah manusia yang lebih menyukai kesendirian. Seakan kesunyian adalah teman yang menghangatkan jiwanya. Namun, siapa yang tahu, dalam 'kesunyian' ia mempunyai hati yang hangat. Sehangat mentari.
Walaupun ia jarang mengumbar senyum seperti adiknya, namun senyumannya mampu membuat siapapun lupa berkedip. Hangat dan terkesan ramah. Itulah sebenarnya Uchiha Itachi.
Segala kesempurnaan yang ia miliki, membuat semua orang kagum, menghormatinya dan menyukainya. Tapi ini tetaplah kehidupan. Dimana semuanya tidak akan pernah berjalan lurus dan sesuai yang diinginkan. Begitu juga hidup Itachi. Ditengah karir gemilangnya sebagai penerus perusahaan bergengsi di Jepang, cobaan besar melandanya. Cobaan yang menjungkirbalikkan tatanan hidupnya.
Mengantarkannya pada penderitaan batin serta fisik. Ia terpuruk dan hampir saja menyerah, seandainya tidak ada Sasuke dalam ingatan terakhirnya. Sasuke satu-satunya peninggalan Ayah tercintanya. Adik yang harus dijaga sampai titik darah terakhirnya.
Itachi adalah sosok yang begitu mencintai adiknya. Ia akan melakukan apapun demi menjaga dan membuat Sasuke senang. Memberikan apapun yang diinginkannya. Selama hidupnya Itachi selalu mengalah pada Sasuke. Ia lebih mementingkan Sasuke ketimbang dirinya sendiri. Hanya satu hal yang tidak ia berikan pada Sasuke saat adiknya meminta 'sesuatu' darinya.
Karena, 'sesuatu' yang diinginkan adiknya adalah satu-satunya tempatnya bersandar dan menghela nafas saat kepenatan hidup menyerangnya. Hanya itu yang dimilikinya sebagai penyemangat hidup. Ia akan memberikan segalanya pada Sasuke kecuali 'satu hal tersebut'.
Itachi tahu saat itu, Sasuke masihlah remaja berusia enambelas tahun. Remaja labil yang masih berubah-ubah dalam pendirian maupun hati. Seiring dengan berlalunya waktu, Itachi percaya bahwa adiknya tersebut akan melupakan keinginannya.
"Aniki …"
Suara datar tersebut membawa Itachi kembali dari penyelamannya di masa lalu. Ia berbalik. Menemukan adiknya berdiri diambang pintu dengan pakaian serba hitam.
Itachi tahu ini tengah malam, dan ia juga tahu, bahwa adiknya akan pergi untuk sesuatu yang penting. Pria berusia duapuluh tujuh tahun tersebut mendorong kursi rodanya pelan menjauhi jendela. Mata kelamnya menatap sang adik dengan tenang tanpa secuilpun suara yang ia perdengarkan.
"… aku akan memulai misi malam ini," Sasuke berjalan mendekat. Berdiri beberapa langkah didepan kakaknya.
Itachi masih menahan ucapannya. Ekspresinya datar, seakan tak ada tanggapan apapun darinya. Ia hanya memandang lekat sosok dewasa adiknya. Ia sadar, Sasuke dewasa bukan karena didikannya. Sasuke yang mandiri dan mampu memutuskan segala sesuatu dengan bijak dan matang walaupun kadang masih mengedepankan arogansi dan keegoisan -sifatnya. Ada baiknya saat itu ia tak ada disamping Sasuke. Sehingga adiknya tersebut mampu tumbuh menjadi pria hebat yang tidak tergantung padanya.
"Kau sudah yakin dengan keputusanmu?" tanyanya.
"Hn, aku yakin Aniki … kurasa terlalu lama membuang waktu membiarkan mereka berkeliaran bebas itu tidak baik," ujarnya dengan suara dalam. Mereka saling terdiam sebelum Sasuke menambahkan kata-katanya lagi, "selama aku pergi, jaga Hinata dan Yuuma untukku."
"Hn, aku percaya, saat kau meminta Konan padaku, kau tidak bersungguh-sungguh dengan hatimu," Itachi mengakhiri ucapannya dengan senyuman ramahnya. Entah kenapa Sang kakak membelokkan bembicaraan mengenai masa lalu.
"Waktu itu aku hanyalah remaja berusia enambelas tahun. Walaupun begitu, aku memang bersungguh-sungguh mencintai Konan, Aniki." Sasuke mencoba mengakui segalanya sekarang. Saat tak ada lagi kemarahan dalam hatinya.
Ya, Sasuke ingat saat dengan arogannya, ia yang baru enambelas tahun meminta tunangan kakaknya menjadii kekasihnya.
Waktu itu, ia mencintai Konan yang menjelma bagaikan seorang malaikat yang menghangatkan hidupnya yang sepi. Menjadi seorang ibu, teman, bahkan guru yang mau membimbingnya. Kebersamaan mereka yang intens menimbulkan benih-benih cinta pada Sasuke remaja yang tak pernah menganggap cinta itu ada.
Sasuke remaja yang kesepian dan tak pernah mengenal kasih sayang seorang wanita yang bisa ia sebut sebagai 'ibu'. Dan kehadiran Konan ditengah hidupnya, menimbulkan rasa yang sebelumnya belum pernah ia rasakan pada siapapun. Dan sifat egois yang dimilikinya memaksa ia ingin memiliki Konan untuk dirinya sendiri. Tak peduli perbedaan usia mereka yang cukup jauh.
"Ya, tapi Konan tidak pernah mencintaimu," balas Itachi. Tentu saja, Konan hanya menganggapnya adik. Tidak lebih!
"Aku tahu … dalam hatinya hanya ada kakak. Seperti Hinata … aku tahu, dalam hatinya hanya ada aku," ujarnya lagi dengan seringaian menggoda. Mengingat masa lalu membuat dirinya tahu tentang kesalahan yang pernah ia lakukan.
"Hn, kau terlalu percaya diri dengan ucapanmu baka otoutou," balasnya. Tak lupa seringaian seksi tandingan untuk Sasuke.
"Aku Uchiha …" balasnya.
Sedetik kemudian, ponselnya berbunyi. Sasuke segera membaca pesan yang terpampang dalam layar ponselnya.
"Tigapuluh menit lagi persiapan akan selesai," ucapnya lagi sebelum keluar dari kamar kakaknya.
"Aku pergi."
Itachi hanya diam menatap punggung lebar adiknya yang bergerak menjauhi lensa matanya. Namun ada sesuatu yang sudah ia rencanakan untuk membantu dan melindungi adiknya. Walaupun ia masih sakit, tetapi pantang untuknya berdiam diri dan membiarkan adiknya berjuang sendirian.
.
.
.
Pria berjaket hitam itu berjalan menuju sebuah kamar yang terletak hampir diujung koridor rumahnya. Kesunyian malam membuat langkahnya mengetuk-ngetuk dilantai. Dan saat tangannya membuka pintu besar tersebut, nampaklah sebuah ruangan yang hanya diterangi lampu tidur. Ia berjalan mendekat. Menghampiri sebuah ranjang besar yang menampung dua orang yang sangat berharga dalam hidupnya.
Mata kelamnya memandang sendu dua sosok yang sedang tertidur lelap. Seorang wanita muda dan bayi mungil disampingnya. Tangan kekarnya terulur dan mengelus pelan surai indigo yang tergerai diatas bantal. Jari-jari rampingnya menyusuri pipi putih sang wanita tercinta. Perlahan, wajahnya mendekat. Ia kecupi semua bagian wajah Sang wanita dengan sayang.
"Hinata … aku pergi. Kuharap, kau mau menungguku pulang." 'dengan senyumanmu'. Ia menatap Sang buah hati yang tertidur begitu damai, "jaga Yuuma," jari-jarinya berpindah menyentuh pipi lembut putranya, "jadilah anak yang baik selama Tou-san pergi," bisiknya terdengar seperti untuk dirinya sendiri.
Ia tak mampu memberikan perpisahan yang semestinya. Karena Sasuke tidak ingin melihat air mata Hinata kembali tumpah. Ia tak tahu, apakah masih sanggup menjanjikan keselamatan pada Hinata saat gadis itu bertanya padanya. Karena misinya kali ini mempertaruhkan nyawa. Alhasil, ia lebih memilih membohongi Hinata. Dan berpamitan saat Sang wanita terbuai mimpi.
"Aku mencintai kalian …" ucapnya sebelum langkahnya menghilang dalam kegelapan koridor.
.
.
.
TBC
Jangan dibantai! Author baru saja kehilangan mood nulis. Seandainya ga baca ripiu kalian yang membuat author mengerahkan energy semangatnya kembali, tentulah sekarang author masih terbuai dengan kemalasan hahaha. Ripiu kalian sungguh-sungguh membantu. Arigatou semua … ^_^
Dua chap lagi pic ini tamat. Cos banyak banget yang nanyain kapan fic ni tamat. Okelah, daripada kalian bosen nunggu kapan fict ini tamat, alhasil author kasih bocorannya. Hahahaha. Aku juga bosen bgt yang nulis -_-
Bales ripiu dulu: I Love Moku: Jawabanmu dah ada diatas, semoga waktu baca chap ini kamu ga nangis lagi ^_^. IndigOnyx: tunggu aja ya? Kapan mereka nongol. Sayangnya aku kena WB -_-. Uchihyu chan: tunggu aja ya?aku lagi gam au bocorin ^_^. Rihnah: jawabannya ada di atas. Crimson 'Jac' Lotus: maaf apdetnya g kilat -_- RnR lagi ya?. DeYe: maksih dah mau kasih ide nama, tpi entah kenapa aku penginnya Yuuma. Klo Kiseki dah sering dipake walopun artinya mang bagus ^_^ RnR lagi ya?. Mamoka: hinata ga aku sakitin, Cuma aku bikin was-was, hahaha. Finestabc: terimaksih ^_^. Wely: makasih dah teraduk-aduk krn baca fic ini ^_^, sayangnya Hinata kyaknya masih aku siksa hahaha (smirk). Payung biru: baby-nya emang unyu bgt kaya authornya (hoekkkk). NaughtyHinata: sayangnya aku g bisa bisa lomon hehehe. RnR lagi ya? Astia morichan: iya masih ada konflik. Maksih RnR lagi y? ulva-chan: maksih ^_^ RnR lagi ya? SSasuke 23: makasih ^_^ sayangnya mereka belum nikah -_- dan maaf karena apdetnya lama RnR lagi ya? Tiffani uciha: ha? Pendek?kalo chap ini udah panjang belom? Author ga kuat klo langsung nulis 2chap skaligus hehehe. RnR lagi ya? nyit2bininyatabi: makasih dah tegang bersama author yg nulis -_- RnR lgi ^_^ HanYessy3424: makasih dah kasih saran ^_^ maaf ya, apdetnya ngaret RnR lagi y? Hanazono Suzumiya: makasih, ga bisa janji apdet kilat -_- RnR lagi ya? Nobi's: makasih RnR lagi ya? Tiva-qwiensy: makasih dah kasih saran, tapi paman Itachi yg dah kasih nama keponakannya, hehehe. RnR lagi y? Akinari Yamawaki: maf g bisa apdet kilat, smoga msih mau nungguin, RnR lagi ya? n: iya, kbetulan sama ma gol darah Suigetsu hehehe. Lavender hime chan: makasih ^_^ penyiksaannya mang belum selesai sih +_+ (author kejam). Pooh: busyet!pertanyaannya banyak amat, akan ketemu jawabannya nanti. Ikuti terus kelanjutannya ya?hehehe. Guest: makasih ^_^ Zaoldyeck13: hehehe, kata bu bidan sebelah, klo org melahirkan kan biasanya kehabisan tenaga, dan minuman manis spt teh manis itu bsa mengembalikan tenaga, hehehe RnR lagi ya? Beauty Melody: makasih, maf apdetnya ngaret. RnR lgi y?: Indigo Mitha-chan: maf apdetnya msih setia menunggu. Nekoki: iya mang udah mau tamat, tpi konfliknya lom selesai. Hehehe makasih ya dah mendoakan aku ^_^ RnR lagi ya? Dewi Natalia: hahaha, kamu bisa aja, Sui bakal ma siapa ya? Dia itu playboy lho?ckckck akan aku usahakan bikin Itachi bhgia. RnR lagi ya? Akido: maf baru apdet -_- WatchFang: salam kenal juga ^_^ tinggal 2 chap lgi ky'nya tamat. Makasih ya RnR lagi jgn lupa. Miroku Sasu: makasih +_+ sabaku no uchiha: maf apdet lama. Litle Claris-chan: Himeka-Chan, , isararies: makasih ^-^
Maaf yang login. Kalo saya ga pernah bales via PM. Jujur saja, saya buka FFN kalo hanya mau ngaplod fic aja.
Arigatou
Salam
-Bird