Mau ngomong apa ya? Ntahlah, yang jelas kalo mau baca chapy ini mending sambil dengerin lagu JUDIKA–-Aku Yang Tersakiti. Soalnya Yas juga baru tau kalau lagu itu tuh ngena banget sama character Naruto di fic ini. Jadinya Yas langsung buat deh chapy ini.
Okeh, spesial thanks buat
_meg-chan_REdevil_Natsu D. Luffy_mugen' chikara kyoshiro_Drx_Nakamura Nezumi_Conchita_The DeVil's eyes_Jimi-li_Ryuu_Nasumi-chan Uharu_Jielly N.S_
Maaf gak bisa bales review, males. Soalnya ada fleme di jajaran review yang masuk. Jadinya Yas eneg deh. Kalo mau fleme lagi, silahkan. Yas terima kok dengan lapang dada.
#
#
Naruto punya mbah "Masashi Kishimoto"
Tp fic ini punya "Yas-chan" dong~
NaruFemSasu
Hurt/comfort
WARNING : Abal, gaje, AU, Typo (sangat banyak), gender bender, (agak) OOC, dll
JUDIKA–-Aku Yang Tersakiti
#
#
NARUTO POV
Bila ada yang bertanya siapa laki-laki di dunia ini yang paling bahagia? Jawabannya adalah aku, Uzumaki Naruto. Kenapa aku bisa di sebut laki-laki paling bahagia di dunia, karna aku memiliki seorang Uchiha Sasuke sebagai gadis yang kucintai dan mencintaiku.
Uchiha Sasuke, gadis dari kalangan atas, berparas cantik, manis, imut, dan segala macam keindahan adalah miliknya. Sasuke punya mata hitam yang begitu bersinar di mataku. Sasuke punya rambut berwarna biru dongker yang panjangnya sampai batas pinggangnya. Juga kulit putih bak porselen yang membalut tubuhnya. Indah. Hanya satu kata itu yang bisa mewakili kesempurnaannya. Dan aku memilikinya.
Dia milikku, kawan.
Aku yang seorang yatim piatu, di tinggal kedua orang tuaku meninggal karna kecelakaan tiga tahun lalu, dan satu bulan lalu pun kakek yang mengurusku juga meninggal karna komplikasi yang ia derita, hanya meninggalkan sedikit warisan untukku menyelesaikan sekolah menengah atas yang sedangku jalani. Dan untuk mempertahankan hidup, aku mulai kerja sambilan sejak minggu lalu. Apa aku selalu bersedih? Ya, aku memang awalnya sangat sedih. Tapi tidak untukku sekarang. Aku bangkit, karna keterpurukan, bukan hal yang wajib untuk seorang Uzumaki Naruto rasakan sepanjang hidupnya.
Dan satu lagi semangat hidupku adalah pujaan hatiku. Gadis yang sejak dua tahun lalu selalu menemaniku setiap kali aku mengunjungi tempat peristirahatan terakhir Kaa-san dan Tou-san. Gadis yang menenangkanku saat kakek yang sangat aku sayangi menghembuskan nafas terakhirnya.
Ya, Uchiha Sasuke adalah gadis yang paling kucintai, yang paling berharga bagiku, semangat hidupku. Maka sebisa mungkin aku akan berikan padanya segala macam kebahagiaan yang mampu aku gapai.
…
…
…
…
Pernahkan kau merasa
Jarak antara kita
Kini semakin terasa
Setelah kau kenal dia
…
Aku merasakannya. Kau berubah, kau semakin menjauh dari genggamanku. Kau semakin menghilang dari jarak pandangku. Kau langkahkan kakimu berlawanan arah dariku. Perlahan tapi pasti, kau membuat jarak di antara kita semakin melebar.
'Apa yang terjadi?' Aku bukan seseorang yang mampu membaca pikiranmu. Aku bukan laki-laki yang bisa menebak isi hatimu. Aku hanya laki-laki biasa yang tak punya kelebihan macam itu. Aku adalah laki-laki lemah tanpa kau yang membuatku tersenyum.
Sungguh, aku tak tau bagaimana dan harus seperti apa membuat jarak ini kembali menyempit. Tapi semuanya mulai jelas, kala beberapa sahabatku melihatmu. Sangat jelas melihtmu sering keluar bersama senpai di sekolah kita. Kalau pun iya kau berkencan diam-diam di belakangku dengan Neji-senpai, itu wajar. Karna semua orang juga tau, kalau aku tidak mungkin bisa sebanding dengan seorang Hyuuga seperti Neji-senpai.
Satu kata yang mungkin orang utarakan kala melihat kalian jalan besama "Cocok", kau cantik dan dia tampan, kalian juga sama-sama dari keluarga terpandang. Dan aku hanya bisa menutup mata untuk itu. Aku berharap semua yang mereka gunjingkan tentangmu itu salah. Semua yang telah terjadi antara kita akan tetap terjalin sama seperti biasa. Ya, semua. Itu hanya sebagian kecil dari harapanku, Sasuke.
…
Aku tiada percaya
Teganya kau putuskan
Indahnya cinta kita
Yang tak ingin kuakhiri
…
Cepat atau lambat, aku tau ini akhirnya. Akhir yang kau ambil untuk kita.
Kau mengakhiri kisah ini, di taman tengah kota. Di tempat biasa kita habiskan waktu hanya berdua. Dan di tempat ini pula kau putuskan ikatan yang telah kita jalin bersama selama dua tahun ini.
Aku mungkin takkan percaya bila tak melihat raut wajahmu. Kau serius, kau begitu tegas kala kau mengatakan satu kalimat yang mampu membuat jantungku berhenti berdetak untuk beberapa detik.
Andai kenyataan tak menamparku, aku sungguh rela bila harus mati karna sakitnya hati ini begitu kau katakan 'Aku ingin kita putus'.
"A-aku tidak tau harus bicara apa. Meminta penjelasan akan keputusanmu, atau langsung memohon padamu untuk tidak meninggalkanku. Aku sungguh tak tau."
…
Kau…
Pergi…tinggalkanku~~
…
"Jadi, lebih baik aku menyerah bukan? Menyetujuimu yang ingin mengakhiri hubungan ini dan kau akan dengan leluasa berduaan dengan anak Hyuuga itu."Aku mengakhiri kalimatku dengan hembusan nafas panjang. Kutatap wajahmu yang menyiratkan keterkejutan. Kau sungguh terkejut Sasuke? Apa kau mau bertanya kenapa aku bisa tau kalau kau sedang dekat dengan senpai itu? Aku punya mata, aku punya telinga, dan indraku bekerja sebagaimana mestinya mereka melihat dan mendengar kabar buruk itu masuk ke otakku.
Kau pergi tinggalkanku. Kau lebih memilih mengakhiri semuanya, dan memulai yang baru dengan Dia. Aku tau, kau mulai bosan denganku, dengan hubungan kita. Tapi, haruskah kau akhiri semuanya. Haruskah kau lebih memilih Dia dari pada aku?
"Baiklah. Aku rasa masalah kita sudah selesai. Semoga kau bahagia, Sasuke."Aku berdiri, berjalan menjauh darimu yang masih tetap setia duduk di bangku taman. Saksi bisu akhir kisah kita. Juga teman kala dulu kau menangis di pundakku karna kesepian. Sepi akan canda tawa kehangatan sebuah keluarga. Tangis dikala kau merindukan dekapan Ibumu. Terisak mana kala Ayah dan Kakakmu tak pedulikanmu, bertanya tentang sekolahmu, dan apa saja yang terjadi di setiap harimu pun tidak.
Haruskah aku egois dan meneriakimu "Aku selalu ada untukmu, tapi kenapa kau campakkan aku?" hah? Tidak. Aku tidak perlu meneriakimu, karna aku mengenalmu Sasuke, aku tau bagaimana dirimu luar dalam. Aku hanya akan mendapatkan kekecewaan kembali bila aku benar-benar meneriakimu dan pada akhirnya kau akan tetap tinggalkan aku.
NARUTO POV END
NORMAL POV
…
Tak pernahkah kau sadari, akulah yang kau sakiti
Engkau pergi dengan janjimu yang telah kau ingkari
Oh Tuhan tolonglah aku, hapuskan rasa cintaku
Akupun ingin bahagia, walau tak bersama Dia
…
Sakit. Sebenarnya hati dan jiwanya begitu sakit. Tapi hatinya lebih sakit lagi kala telinganya mendengar suara isakan dari sang tercinta. Langkahnya sukses terhenti, dan egonya tak bisa mengalahkan hatinya untuk berbalik, hanya untuk melihan Sasuke yang mulai terisak di bangku yang menjadi tempatnya duduk seorang diri.
Apa yang terjadi dengannya? Apa masalahnya? Bukankan seharusnya ia yang menangis? Bukankan seharusnya ia yang tersakiti dan yang lebih dulu terisak? Seharusnya, tapi entah bagaimana Sasuke malah orang pertama yang lebih dulu menangis, terisak, dan apa itu bukti ia menyesal? Sekali lagi, Naruto bukan seseorang yang mampu menebak isi hati orang lain. Sekalipun itu gadis yang ia cintain.
Dan pada akhirnya, Naruto memilih bersembunyi. Mengamati Sasuke yang masih terisak di bangkunya, dan mengikutinya saat gadis itu mulai melangkah menjauh dari taman kota, kembali ke mansion Uchiha yang megah yang Sasuke tinggali sendirian.
…
Naruto berjalan gontai menjauh dari kediaman Uchiha. Niat awalnya untuk pulang dan beristirahat sirna sudah kala ingatannya kembali pada percakapan ia dan Guru yang paling ia sayangi sekaligus sahabat dari mendiang ayahnya seminggu lalu.
"Hhaaah~sekarang tidak ada lagi alasan untukku tetap tinggal di Konoha."gumam Naruto. Raut sedih juga kecewanya sama sekali tak bisa ia samarkan. Butiran air yang sejak tadi ia tahan pun tak kuasa ia bendung lagi.
Satu titik air asin itu meleleh dan mengalir di pipi tan bergores tiga tanda lahir itu. Tapi Naruto buru-buru menghapusnya. Ia tak boleh terlihat lemah, bahkan barang sedetik pun ia tak boleh terlihat bersedih, kecewa, apa lagi menangis.
Karna bila ia kecewa, itu artinya ia menyalahkan Sasuke atas kesedihannya, karna bila ia menangis, maka tangisannya itu akan menjadi tangis di atas kebahagiaan Sasuke. Tidak. Naruto harus tersenyum. Ya, tersenyum untuk apa pun itu, selagi itu mampu membahagiakan Sasuke. Meski hatinya akan menjerit, meraung haus akan kebahagian karna luka yang telah di torehkan oleh gadis itu.
Tak terasa kakinya sudah sampai membawanya ke kawasan apartemen Guru yang paling dekat dan paling ia sayangi, Iruka Umino-sensei.
Tanpa membuang waktu lagi, Naruto langsung masuk ke gedung apartemen itu dan menuju satu apartemen tempat Iruka tinggal selama ini di konoha. Sesampainya, Naruto langsung memencet bel dua kali dan menunggu.
Seorang pria berumur sekitar dua puluh delapan tahun membukakan pintu untuk Naruto.
"Malam sensei~"sapa Naruto dengan cengiran khasnya, tapi dengan aura yang berbeda. Biasanya Naruto akan menunjukkan cengirannya dengan kebahagiaan dan kehangatan yang kentara sekali terlihat oleh orang lain, tapi sekarang ada yang berbeda, cengiran itu malah terlihat sekali di paksakan oleh Naruto. Dan Iruka menyadari keganjilan itu.
"Naruto? Sedang apa kau malam-malam di sini?"Tanya Iruka herang dengan kedatangan tiba-tiba Naruto di pintu apartemennya.
"Hehe,,hanya ingin mengunjungin sensei dan mem–lebih baik kita bicaran di dalam saja ya, sensei?"tanpa permisi lagi Naruto langsung masuk ke dalam dan memdudukkan bokongnya di sofa yang tersedia di ruangan tengah apartemen Iruka itu.
Iruka hanya geleng-geleng kepala melihat murid kesayangan sekaligus anak dari sahabatnya berkelakuan seperti itu. Buatnya, Naruto yang seperti ini sudah menjadi pemandangan setiap hari untuknya. Seenaknya dan keras kepala, tapi begitu sangat menyayangi seseorang yang masuk kedalah kehidupannya. Wajar bukan, kalau Iruka begitu menyayangi Naruto, pun sampai bisa menganggapnya anak sendiri walau ia belum berkeluarga?
Tidak membuang banyak waktu, Iruka juga ikut mendudukkan dirinya di sofa tunggal bersebrangan dengan Naruto.
"Jadi, ada apa? Tidak mungkin tidak ada apa-apa kalau kau sampai tiba-tiba datang kemari."Tanya Iruka to the point, Iruka tau pasti ada hal penting yang akan Naruto bicarakan.
Menghelah nafas sekali lalu bertanya, "Apa sensei jadi pergi ke Suna besok?"
"Em..Ya. Kenapa? Apa kau berubah pikiran dan jadi berniat ikut denganku? Wah, kalau iy–"
"Ya. Aku berubah pikiran sensei. Aku akan ikut sensei ke Suna besok."Naruto memotong ucapan Iruka di sertai sorot mata tajam namun memilukan, juga raut dan suaranya yang tegas tapi begitu terlihat jelas menyembunyikan getaran di dalamnya. Iruka sampai langsung terdiam.
"Hah?"
"Jam berapa besok kita berangkat?"mengacuhkan keterkejutan senseinya, Naruto kembali bertanya.
"J–jam 8 pagi."Iruka tidak yakin dengan keputusan Naruto. Pasalnya minggu lalu Naruto bahkan tak banyak berpikir saat menolak ajakannya ke Suna. Maka Iruka melanjutkan, "Tapi Naru, bagaimana dengan Sa–"
"Maaf Sensei, aku sedang tidak ingin membicarakannya. Tapi yang jelas, kami putus."Naruto tetap tersenyum. Meski Iruka yakin kabar yang ia beritahukan ini sangat mengguncang hatinya. Senyum miris masih setia Naruto tunjukkan pada Iruka, dan Iruka jadi merasa bersalah telah membuat Naruto memberitahukan hal tentang hubunganya dengan gadis Uchiha itu.
"O–ow baiklah. Aku akan mengurus surat pindahan sekolahmu. Sekarang kau pulang, istirahat. Dan besok jam 7 kau langsung ke sini."jelas Iruka panjang lebar. Tidak mau melihat senyum miris 'anak'-nya lebih lama lagi, Iruka jadi menyuruh Naruto untuk pulang. Setidaknya dengan sendirian, Naruto akan lebih merasa nyaman. Dan Iruka tidak mau memperburuk suasana hati Naruto dengan semua pertanyaan dan celotehannya.
"Baiklah. Aku pulang dulu, Iruka-sensei."melambaikan tangan sekali, dan Naruto pun menghilang di balik pintu apartemen Iruka yang tertutup.
…
…
Memang takkan mudah bagiku tuk lupakan segalanya
Aku pergi..
Untuk Dia~
…
Pagi menjelang setelah semalaman Naruto mengalami insomnia. Matanya benar-benar tak mau di ajak kompromi, tidak mau terpejam.
Setelah mengecek semua barang bawaannya, memastikan barang yang penting tidak ada yang tertinggal, Naruto lantas berjalan ke luar kamar dan menemui seorang kakak pemilik kos yang terkenal super galak di dapur.
"Nee-san."
"A–aduhhhh,,,kurang ajar kau Naruto. Untuk apa pagi-pagi mengagetkanku, hah?"murka Hana, sang pemilik kosan yang juga kakak perempuan dari sahabat Naruto, Inuzuka Kiba. Naruto yang mendapat pelototan dari Hana hanya tertawa gaje sendirian.
"Hehe,,maaf. Nee, Aku hanya ingin memberikan ini."Naruto memberikan sebuah amplop pada Hana dan melanjutkan, "Ini uang sewa kamarku untuk bulan lalu dan bulan ini. Hehe, maaf aku telat membayar."
"Itu sudah jadi kebiasaanmu. Tapi terima–eh,,ini kelebihan Naruto."Hana menunjukkan sejumlah uangnya yang lebih kepada Naruto. Dan Naruto menolaknya.
"Itu untuk nee. Ini hari terakhir aku tinggal di sini. Aku akan pergi ke Suna bersama waliku."terang Naruto di sertai senyumnya yang menenangkan.
"Be–benarkah?"Tanya Hana tidak percaya.
"Benar dong. Akukan tidak pernah berbohong. Dan maaf sudah banyak merepotkan Hana-nee selama ini"
"Tapi–ah sudahlah. Kau pergi dengan gurumu yang bernama Iruka?"
"Hm.."
"Sampaikan salamku padanya. Dan jaga dirimu baik-baik."
"Siap boss."tiba-tiba Naruto memeluk Hana sampai-sampai gadis berusia duapuluh tahun itu hampir terjungkal kebelakang. Seakan tidak peduli akibat yang ia lakukan, Naruto tetap melanjutkan kalimatnya, masih dengan memeluk Hana. "Terimakasih untuk segalanya, terimakasih."
"Dasar bo–-"makian Hana sukses di potong oleh sebuah suara yang melengkingnya melebihi toa.
"NARUTOOOO…apa yang kau lakukan? Lepaskan nee-chan`ku…"Naruto langsung melepas pelukannya dari Hana dan menghadap ke arah Kiba yang sedang murka.
"A–aku bisa jelaskan. Kita kekamarku Kiba."Naruto jadi salah tingkah. Ia menggaruk belakang kepalanya dan menjawab gugup.
"Grrr…ku bunuh kau bila macam-macam pada nee-chan`ku baka.."
"Gyyaaa.."Naruto langsung lari, kabur masuk ke kamarnya di ikuti Kiba yang sedang mengeluarkan taringnya(?).
"Mereka berdua memang sama-sama bodoh."
…
"Ja–jadi, kau akan pergi ke Suna?"
"Iya."
"Hanya karna kau di campakkan oleh Sasuke?"Kiba terlihat seperti orang yang berniat mencibir ketimbang bertanya baik-baik. Dan itu membuat Naruto memutar kedua bola mata birunya, sebal.
"Tidak begitu juga sih."jawab Naruto akhirnya.
"KAU, aaarrgh,,kau laki-laki paling bodoh yang pernah aku temui. Kalau kau pergi, itu artinya kau melarikan diri Naruto."timpal Kiba berapi-api. Naruto yang di katai kiba melarikan diri, hanya bisa menunduk. Naruto sadar, kalau ia pergi itu berarti ia melarikan diri. Tapi memangnya apa ada yang bisa ia lakukan selain melarikan diri? Apa? Buatnya pergi adalah satu-satunya jalan yang mampu ia pikirkan sampai saat ini.
"Naruto–"Kiba kembali ingin menyuarakan pendapatnya. tapi ucapannya keburu di potong oleh Naruto.
"Sudahlah, aku tidak mau berdebat soal ini."menjauh dari Kiba dan Naruto menghampiri meja belajarnya. Mengambil satu-satunya amplop yang ada di atas meja. Amplop berwarna biru dongker itu lantas Naruto berikan pada Kiba dan berucap, "Berikan itu pada Sasuke."
…
Tak pernahkah kau sadari, akulah yang kau sakiti
Engkau pergi dengan janjimu yang telah kau ingkari
Oh Tuhan tolonglah aku, hapuskan rasa cintaku
Akupun ingin bahagia, walau tak bersama Dia~
…
Stasiun Konoha pagi ini begitu sepi. Mungkinkah karna masih terlalu pagi untuk seseorang mengadakan perjalanan? Entahlah, Naruto tak tau. Tapi yang ia tahu adalah, ia benar-benar takut untuk melangkahkan kakinya masuk ke salah satu gerbong kereta tujuan Konoha-Suna. Ada keraguan dalam hatinya, tapi rasa sakit yang ia rasakan jauh lebih kuat mendorong Naruto untuk pergi, meninggalkan masa lalunya di kota kelahirannya ini. Dan mencari kebahagiaan yang baru.
"Kau siap meninggalkan Konoha, Naruto?"Tanya Iruka ragu.
"Ya. Ayo sensei, Aku tidak mau nanti di dalam kita harus berdiri karna tidak kebagian kursi."jawabnya dengan seulas senyum miris di bibirnya.
"Baiklah."
Dan mereka berdua pun masuk ke dalam kereta. Memulai semua yang baru, di kota baru, dan juga kebahagiaan yang baru.
Kereta mulai berjalan. Suara dari luar gerbong tak akan mampu menembus pendengaran orang-orang yang ada di dalamnya. Begitu juga dengan Naruto. Naruto memejamkan matanya, menyamankan punggung dan lehernya di sandaran kursi tanpa menyadari seseorang berteriak, meraung, memohon sebuah hal yang sepele namun begitu berari baginya.
"NARUTOO..Naruto..Naru–"
Brukk
Sasuke terjatuh di antara lalu-lalang orang di stasiun kereta Konoha. Sasuke jatuh berlutut dengan tangannya memegang selembar kertas berwarna putih yang beberapa bagiannya basah dan kotor, tinggal menunggu saatnya, kertas itu pasti akan sobek.
"Astaga, Sasuke."Kiba langsung berlari menghampiri Sasuke yang masih jatuh–berlutut-.
"Sa–"bungkam, itu yang Kiba lakukan kala melihat Sasuke yang begitu menyedihkan. Tak pernah ia melihat seorang Uchiha Sasuke yang terkenal anggun, angkuh bisa semenyedihkan sekarang.
Berlutut di tengah keramaian, menangis untuk orang yang telah pergi, yang ia hianati, tanpa mengindahkan harga dirinya sebagai seorang Uchiha. Sungguh, Kiba merasa iba pada Sasuke. Walau pun ia adalah salah satu dari sekian banyak sahabatnya dan sahabat si pirang yang melihat bagaimana Sasuke menghianati Naruto, tapi saat ini, saat ia melihat betapa rapuh dan menyesalnya Sasuke, Kiba jadi merasa bersalah.
"Naruto, lihatlah Sasuke disini."bisik Kiba sambil matanya memandang kereta yang baru saja melintas di jalannya.
Naruto tertegun sejenak. Safirnya mengamati pemandangan di luar lewat kaca gerbong. Keretanya sudah berjalan, mulai menjauh dari sesuatu yang menggelisahkan hatinya. Tapi Naruto hanya diam, tidak berusaha mencari apa dan siapa sesuatu yang membisikkan namanya tadi. Karna bila ia mencoba mencarinya, mencoba kembali merasakannya, hatinya akan goyah. Dan keputusannya untuk pergi pun akan terguncang.
'Aku pergi Sasuke. Kelak saat kita bertemu lagi, pastikan kau bahagian bersama pilihanmu. Aku pun sama, aku akan mencoba mencari kebahagiaanku, aku akan berusaha memulai hidupku yang baru, aku akan tinggalkan semuanya, semua tentang kita. Aku akan melupakanmu.'
…
"Maaf…maaf…maafkan aku Naru. Huuwaaaa Narutooooo"raung Sasuke di tengah kebisingan suara kereta yang melaju, juga penyesalan yang membelenggu.
…
…
…
Oh Tuhan tolonglah aku, hapuskan rasa cintaku
Akupun ingin bahagia, walau tak bersama Dia~~
…
NARUTO POV
Kota baru bukan berarti akan membuat harimu menjadi lebih baik, bukan? Seperti sekarang, Iruka-sensei terus saja berceloteh tentang menjaga sikap dan prestasi. Hhaaah~aku bosan
"Jaga sikapmu."sensei mulai lagi.
"Iya."
"Kau mendapat beasiswa di sini, jadi kau harus rajin dan prestasimu harus bagus."aku tidak tau, apakah murid-murid yang ada di balik pintu tempatku berdiri ini bisa mendengar celotehan Iruka-sensei? Soalnya suara Iruka-sensei yang sedang ceramah bisa lebih nyaring dari suaraku.
"Iya."
"Sekali lagi, jaga kelakuanmu, Naruto."aaarrggh…dia mengulang semua perkataanya…
"Iruka-sensei, Aku harus masuk sekarang. Bukankan sensei juga ada kelas di kelas X?"alasan yang masuk akal, bukan. Aku tidak tau apa yang akan terjadi pada telingaku kalau Iruka-sensei tetap meneruskan sesi ceramah ria-nya.
"Astaga, aku lupa. Sudah cepat masuk sana. Semangat Naruto."sensei berlari menjauh dariku dan kelas baruku.
"Semangat."seruku lantang sambil mengacungkan tinjuku tinggi-tinggi keatas. Hhaah~aku jadi ingat senpai ku di Konoha.
Konoha.
Aku baru tiga hari berada di Suna, dan aku rindu Konoha. Rindu Kiba, rindu Shikamaru dan aku rindu teman-temanku yang lain. Juga, aku merindukan Sasuke.
"Tidak…Tidak…"Aku menggelengkan kepala cepat-cepat. Apa yang baru saja aku katakana? Aku harus melupakannya. Untuk apa aku mengingatnya sedangkan orang yang bersangkutan pun mungkin sedang bersenang-senang dengan orang lain. Uukh,,aku jadi muak.
Aku menarik nafas dan, "Huuuuhhhh...fokus Naruto. masuk ke dalam kelasmu, perkenalkan dirimu dan kau akan mulai kehidupan sekolahmu yang baru. Semangat."
Aku mengetuk pintu kelas XI IPS 2, dan saat aku mendengar seseorang, –-sensei–- menyuruhku masuk, aku pun masuk.
Uugk,,,ini yang paling tidak enaknya menjadi murid baru. Kau akan di pelototi seakan-akan kau adalah terpidana yang sedang di introgasi. Menyebalkan.
"Ooh,,,kau Uzumaki Naruto yang murid pindahan dari Konoha-kan?"Tanya sensei berambut perak dan memakai masker padaku. Apa dia benar-benar guru di sini? Penampilannya aneh.
"Iya."
"hm…baiklah, aku Hatake Kakashi, wali kelasmu."aku hanya menganggu "Jadi silahkan perkenalkan dirimu."
"Baik."aku memandang teman-teman baruku. Sepertinya mereka semua baik. Dan aku pasti bisa akrab dengan mereka.
"Ohayo minna. Namaku Uzumaki Naru–-"
"HEI…KEPALA DUREN!"
'Hah, apa?'
…
…
_END_
#
#
Yas buat chapy ini sebagai sudut pandang Naruto#bisa di sebut sudut pandang gak sih?# jadi belom bisa di sebut sequelnya. Dan akhirnya GAJE bangeeet…maaf~~
Dan maaf bila typo bertebaran, Yas gak sempet ngeditnya, ke sorean.
Chapy depan juga Yas mau buat tentang sudut pandang orang ke tiga dari pihak Naruto. Jadi Yas minta saran dari readers, readers mau pilih siapa? Sakura kah? Shion kah? Tsunade kah(?) Atau ada pilihan lain. Tapi harus beserta alasan kenapa milih tuh orang buat jadi orang ke tiganya. Okeh?
Dan Yas kembali membuat fic Hurt. Hhaah~mau bagaimana lagi, otak Yas ke genre itu lagi sih. Yas pengen buat fic yang ringan, tapi gak bisaaa~.
Fic ini juga sebagai penebusan dosa Yas buat Readers yang nunggu fic Arti Kehadiranmu, maaf Yas menghapusnya seenak dengkul Yas. sekali lagi maaf bila ada yang menunggu fic itu!
Okeh, akhir kata
Review Please~~