Akhirnya stelah lama mnunggu…#jengjeng# LAST CHAPTER! (~w)~ *nari para2*… oke, sblum msuk crita saea akn bles ripiu dulu!

V

Chisami Fuka: Wah, sneng ya si Neru mati? Haha… thanks buat koreksi'a.. *bow*

Kyoura Kagamine: biarin aja dia mati… itu anugrah (?) -w-d… yosh! Smoga d chapter trakhir ini mmnuhi request-mu..

Snowsparklegems: Ahhhhk! Kiyo-sensei….~~~ (/ TwT)/

Zack: hehe.. sankyuu~~~~ smoga betah di fandom ini…

Shiney Moon ga login: wai… makasehhh… w … Ni sudah update!

Yosh! Tanpa banyak bacot lagi…. HAPPY READING!

.

.

..HikaRin Kagamine Proudly Present..

~Forbidden Love~

-Chapter 7-

(Last Chapter)

.

.

v

Disclaimer : Tidak ada satupun chara yang ingin author hak patenkan jadi milik author… -_-" …jadi anggap saja mereka milik ortu mereka masing-masing.

Genre : Romance, angst, hurt/comfort (maybe)

Rating : T

Warning : abalistis, gajelistis, mas-mas typo (bosen miss terus), alur ngebut, chara baru berterbangan, bhasa kasar, sedikit deskripsi banyak percakapan, TWINCEST.

Pairing : Len x Rin, Miku x Mikuo, Kaito x Meiko, dkk

Summary: Len dan Rin pergi dari rumah Kiyo-sensei karena merasa dirinya merepotkan Kiyo-sensei. Tapi, suatu hal yang buruk terjadi pada Len dan Rin. Apakah yang terjadi pada mereka? Akankah cerita cinta mereka berakhir bahagia?

.

.

.

.

~Don't Like? Don't Read!~

.

.

.

.

Chapter 7 (Last Chapter)

Normal PoV

"Maaf Kagamine-san, Tadi orang tua… dari… siswaku…". Ruangan itu kosong. Hanya secarik surat yang tergeletak di meja yang ada di ruangan itu. Kiyo-sensei membuka surat itu lalu membacanya. Dia terbelalak melihat isi surat itu. Kiyo-sensei langsung berlari keluar rumah.

"Kepada Hiyama Kiyoteru-sensei

Kami memutuskan untuk pergi dari rumah anda. Kami tidak ingin menghancurkan image tempat kursus anda dengan adanya kami disini…"

"Dasar bodoh! Kenapa kalian mempedulikan omongan orang lain!" ucap Kiyo-sensei yang masih berlari mencari Rin dan Len. Dia kemudian mengambil keitai-nya dari saku celana dan menelpon Kaito. Tak lama kemudian Kaito mengangkat teleponnya.

"Halo, ada apa sensei? Malam-malam gini…. APA?"

"…Karena itu kami harus pergi. Kami sangat berterima kasih karena anda mau menerima kami dirumah anda, anda mau mendukung hubungan kami yang terlarang ini, anda yang dengan senang hati mengurus kami seperti anak sendiri…"

"Sensei! Aku mengajak Meiko, Miku, dan Mikuo untuk membantu mencari mereka." Ujar Kaito yang baru datang bersama teman-temannya. "Bener-bener deh… Mereka itu merepotkan sekali!" ucap Mikuo. Mereka langsung berpencar mencari Rin dan Len. Setiap jalan dan gang kecil mereka telusuri, tempat biasa mereka kumpul pun mereka singgahi. Tapi mereka masih tidak menemukan sosok yang mereka cari.

"…Kami sangat senang memiliki guru seperti anda. Kami memutuskan untuk pindah keluar kota supaya tidak merepotkan orang-orang disekitar kami lagi dengan adanya kami…"

Miku dan Meiko yang lelah memutuskan untuk beristirahat sejenak. Mereka beristirahat disebuah jembatan penyebrangan sambil mengamati sekitar. Berharap dapat menemukan sosok Rin dan Len dari atas jembatan. Dan akhirnya mereka menemukan sosok yang mereka cari. Mereka melihat Rin dan Len hendak menyebrang jalan. Miku langsung menelpon Mikuo dan yang lain, menyuruh mereka menyusul ke tempatnya.

"…Sampaikan maaf dan terima kasih kami kepada Miku, Mikuo, Meiko, dan Kaito. Kami juga berhutang atas kebaikan mereka. Mereka sahabat terbaik yang pernah kami miliki…"

Miku dan Meiko berusaha memanggil mereka. Tapi keramaian dijalan itu membuat Rin dan Len tidak bisa mendengar mereka. Mereka terus memanggil temannya itu. Dan ketika Rin dan Len menyebrang, mereka tak sadar sebuah kecelakaan mengintai mereka. Mobil truk berkecepatan tinggi melaju ke arah mereka tanpa disadari. Miku yang melihat itu langsung berteriak "RIN! LEN! AWAAASSS!" sang empunya nama langsung menoleh ke arah sumber suara dan….CKIIIT!...BRAAK!

"…Terima kasih atas semuanya…"

"Selamat tinggal"

.

.

"Rin & Len Kagamine"

"TIDAK!" teriak Miku dan Meiko. Tepat saat kejadian itu, Kiyo-sensei dan yang lain datang. Mereka kaget melihat sahabat mereka tergeletak berlumuran darah. Mereka berlima langsung berlari menuju tubuh Rin dan Len yang tergeletak tak berdaya. Kiyo-sensei langsung memanggil ambulan. Miku dan Meiko terus menangis, Mikuo dan Kaito memeluk mereka, berusaha menenangkan mereka. Akhirnya ambulan pun datang dan membawa Rin dan Len ke rumah sakit terdekat.

Len PoV

Mendengar pembicaraan Kiyo-sensei dengan tamunya membuat aku dan Rin merasa bersalah. Kami pun memutuskan untuk pergi dari rumah Kiyo-sensei. Kami membereskan pakaian kami dan meninggalkan secarik surat diatas meja. Secara diam-diam kami keluar dari pintu belakang.

Kemana kami pergi, kami tidak tahu. Yang terpenting saat ini adalah kami tidak akan membuat repot orang-orang disekitar kami. Mungkin kami akan mengembara, mencari tempat yang akan menerima kami meskipun sepertinya tidak akan ada. Kami terus menelusuri jalan tanpa arah.

Orang-orang disekeliling kami menatap kami dengan pandangan yang menusuk. Hampir seluruh orang di daerah ini mengetahui hubungan kami sejak kejadian kami dikeluarkan dari apartemen kami. Tapi kami tak peduli, kami terus berjalan. Sesampainya disebuah persimpangan, kami hendak menyebrang. Ketika kami berada di tengah jalan sebuah suara yang kami kenal meneriaki kami. Kami menoleh dan kemudian… CKIT!... BRAAK!

Sebuah truk menghantam kami dengan keras, kami terpental hampir 4 meter. Kepalaku terbentur aspal dengan keras, begitu pula tubuhku. Samar-samar aku melihat Rin yang juga terkapar tak berdaya. Tubuhnya bermandikan darah. Aku berusaha untuk menggapainya, tapi tanganku tidak bisa digerakkan. Sampai akhirnya kegelapan mengambil kesadaranku.

Tak lama setelah itu, aku melihat sebuah cahaya yang sangat menyilaukan. Cahaya itu kemudian berubah menjadi sosok Rin yang sedang tersenyum. Dia mengulurkan tangannya, aku meraih tangan Rin. Kami berlari sambil berpegangan tangan melewati pohon-pohon disekitar kami. Langkah kami terhenti ketika melihat sebuah rumah sederhana di bukit tempat kami bermain. Rumah yang terbuat dari kayu jati di tempat yang asri. Rumah yang kami idamkan setelah kami menikah nanti. Tinggal didalamnya dengan seorang anak lelaki, itulah impian kami.

"Len!" aku mendengar Rin memanggil namaku. Ketika aku menengok, sosoknya sama sekali tidak ada disebelahku lagi. Tapi suaranya terus memanggil namaku. Aku terus mencarinya tapi tidak ketemu, sampai akhirnya sebuah cahaya menghampiriku. Aku membuka mataku, ternyata hanya mimpi.

"…en…Len… Len! Kau sudah sadar?"

Ah, ternyata suara Miku yang tadi memanggilku. Aku melihat sekelilingku, Miku dan Mikuo berdiri disebelah kananku, sedangkan Kaito, Meiko, dan Kiyo-sensei berdiri disebelah kiriku. Terlihat kelegaan dari muka mereka ketika aku sadar. Aku bangun dari tempat tidur, Kaito dan Mikuo membantuku. Badanku penuh dengan perban. Mulai dari kaki kanan, tangan kiri, dan kepalaku, semuanya berbalut perban. Aku masih bisa merasakan rasa sakitnya disekujur tubuhku, terutama bagian kepala.

"Kau ini bener-bener bikin kami skot jantung. Kamu ceroboh sekali."

"Sudahlah Mikuo-kun, yang penting Len-kun sudah sadar." Kiyo-sensei mencoba menenangkan Mikuo.

"Iya, kami sangat khawatir. Kamu tidak sadarkan diri selama 1 bulan." Kata Miku.

"Rin? Dimana Rin?" aku menyadari seseorang yang berharga bagiku tidak ada disebelahku. Ketika aku bertanya kepada mereka tentang Rin, mereka hanya memalingkan wajah sambil memasang wajah sedih. Aku langsung mencabut infuse di tanganku, darah mengalir keluar dari tanganku. Aku hendak turun dari kasur untuk mencari Rin, tapi ditahan oleh Kaito dan Mikuo. Aku meronta.

"Tenangkan dirimu Len! Kau baru sadar!" ujar Mikuo.

"Tidak! Aku harus bertemu Rin! Aku harus memastikan keadaannya!"

"Baiklah, kau tenanglah dulu Len-kun. Aku akan berbicara dengan dokter."

Kiyo-sensei meninggalkan kami berlima diruanganku. Aku hanya bisa sabar menunggu Kiyo-sensei sambil memikirkan keadaan Rin. Semoga dia baik-baik saja, aku tidak tau harus berbuat apa jika sesuatu yang buruk terjadi padanya. Tak lama kemudian, Kiyo-sensei datang membawa sebuah kursi roda. Mikuo dan Kaito membantuku naik ke kursi roda tersebut.

Kemudian mereka membawaku kesebuah ruangan yang tak jauh dari kamarku. Ketika memasuki ruangan tersebut, mataku terbelalak kaget tak percaya. Tubuh Rin terbujur kaku diatas kasur diselimuti kain putih. Berbagai peralatan medis melekat di beberapa anggota tubuhnya dan mesin-mesin medis yang aku tidak mengerti fungsinya terletak disamping kanan tempat tidur Rin.

Hampir seluruh tubuh Rin dibalut oleh perban. "Keadaannya sangat kritis. Jantungnya sobek terkena patahan tulang rusuk. Dokter bilang dia mungkin tidak akan bertahan lama." Jelas Kiyo-sensei. Tubuhku lemas melihatnya, aku mengepalkan tangan kananku. Ini semua salahku, aku tidak bisa melindungi Rin dan akhirnya dia jadi seperti ini.

"Kaito, bawa aku ke sebelah Rin." Kaito mendorong kursi rodaku dan membawaku ke sebelah Rin. Aku menggenggam tangan kiri Rin, meletakkannya di keningku. Aku mulai menunduk dan menangis. Terus memohon agar Rin terbangun dari tidurnya. Semakin keras aku menangis, semakin erat genggamanku kepada Rin. Air mataku mengalir dari lengan atas sampai sikunya.

Tiba-tiba aku merasakan tangan Rin membalas genggamanku. Aku mengangkat wajahku, memastikan bahwa imajinasiku benar. Aku melihat mata Rin mencoba untuk terbuka. Kelopak matanya yang biru karena tubuhnya yang lemah bergetar. Perlahan tapi pasti Rin membuka matanya.

"Rin?"

"…Len…" nafasnya yang tersengal-sengal mencoba memanggil namaku.

Rin PoV

Cahayanya terang sekali, dimana aku? Dan ketika kubuka mataku, aku melihat banyak pepohonan disekitarku. Apa ini? Apakah aku berada disebuah bukit? Aku berjalan mencari kembaranku. Dibalik salah satu pohon, aku melihat siluet seseorang. Aku mendekatinya, dan semakin dekat semakin jelas sosok tersebut. Rambut blonde yang diikat ponytail terlihat jelas. Len?

Aku menghampirinya dan ternyata benar, Len sedang tertidur dibawah pohon. Mungkin keberadaanku dihadapannya membangunkan dia yang sedang tertidur. Dia melihatku dengan wajah datar orang yang baru bangun tidur. Aku tersenyum padanya dan mengulurkan tanganku mengajaknya bermain. Dia meraih tanganku menerima ajakanku.

Kami berlari sambil berpegangan tangan melewati pepohonan disekitar kami. Langkah kami terhenti ketika melihat sebuah rumah sederhana di bukit tempat kami bermain. Rumah yang terbuat dari kayu jati ditempat yang asri. Rumah yang kami impikan setelah kami menikah nanti. Tinggal didalamnya dengan seorang anak lelaki. Itulah impian kami.

Aku menggenggam erat tangan Len. Tapi entah kenapa rasanya tidak seperti menggenggam sebuah tangan. Aku menengok dan Len sudah tidak ada disampingku. Ketika aku melihat tanganku, ternyata yang kugenggam adalah kelopak-kelopak bunga berwarna kuning. Aku berlari mencari Len, terus memanggil namanya tapi tidak ada seorang pun disana.

Tiba-tiba disekitarku berubah menjadi gelap gulita. Keadaan tersebut membuatku semakin takut. Aku menangis disana sendirian. Sesak sekali… Kenapa tiba-tiba dadaku sakit? Tidak, bukan hanya dadaku, tapi seluruh tubuhku. Samar-samar aku merasakan ada seseorang menggenggam tanganku, tapi tidak ada siapa-siapa disebelahku. Sumpah, sekarang aku benar-benar bergidig ngeri. Genggamannya semakin kuat dan juga aku merasakan cairan mengalir dari lenganku.

"Rin, kumohon! Bangunlah!"

Len! Itu suara Len! Bangun? Apa maksudmu Len? Apa aku sedang bermimpi sekarang? Ah, iya juga, mungkin ini hanya mimpi. Lalu, apakah cairan yang ada di lenganku itu air mata Len? Dan sesuatu yang menggenggam tanganku ini juga tangan Len? Aku mencoba membuka mataku tapi sulit sekali. Aku membalas genggaman tangan Len yang tak terlihat itu. Len kumohon, berilah aku kekuatan!

Perlahan aku membuka mataku, aku melihat seseorang disampingku. Pandanganku memang kabur, tapi aku yakin itu Len. Len sedang menggenggam tanganku. Aku mengatur nafasku yang masih sesak. Mencoba membuka mulutku untuk berbicara.

"Rin?"

"…Len…" nafasku tersengal-sengal mencoba memanggil nama Len.

Normal PoV

Orang- orang yang berada di ruang tersebut langsung memasang wajah bahagia. Akhirnya Rin sadar kembali. Wajah kelegaan terlukis di muka Len. "Syukurlah, akhirnya kau sadar juga… Syukurlah!" ujar Len sambil terus menciumi punggung tangan Rin. Rin hanya tersenyum melihat perlakuan kembarannya terhadap dia.

"Aku akan memanggil dokter." Kiyo-sensei langsung pergi ke ruang dokter memberitahu keadaan Rin. Beberapa menit kemudian seorang dokter dan dua orang suster datang ke ruangan Rin. Dokter itu mendekati Rin dan memeriksa keadaan dia. Sedangkan para suster memeriksa peralatan dan mesin medis kemudian melaporkannya pada dokter. Setelah selesai, dokter dan suster-suster itu kembali ke ruangannya. Kiyo-sensei juga ikut dengan dokter itu, untuk memastikan kondisi Rin yang sebenarnya.

Len kembali menghampiri Rin. Len terus mengelus kepala Rin dengan lembutnya. Rin tersenyum begitu sayunya. Nafasnya sudah mulai normal meskipun kondisinya masih sedikit kritis. Kaito dan yang lain meninggalkan mereka berdua disana. Ketika sudah berada diluar, Kiyo-sensei mengajak mereka ke sebuah taman dibelakang rumah sakit.

"Ada apa Kiyo-sensei?" Tanya Miku.

"Meskipun Rin sudah sadar, bukan berarti keadaannya membaik."

"Maksud sensei?"

"Kemungkinan Rin-san hanya bisa bertahan sekitar 3-7 hari lagi."

"APA?" semua terperangah.

"Dokter bilang meskipun luka di jantungnya sudah dijahit, luka itu akan terus terbuka seiring dengan detak jantungnya yang tidak stabil."

"Lalu apa yang harus kita lakukan?"

"Untuk saat ini kita hanya bisa berdo'a buat Rin-chan. Pihak rumah sakit juga akan berusaha mengurangi rasa nyerinya dengan obat dan therapy."

"…"

"Nanti saya akan berbicara dengan Len-kun mengenai hal ini."

Di ruangan Rin, Len terus menemaninya dengan setia. Sesekali Len bernyanyi untuk menenangkan hati Rin. Dan tak lama kemudian, Rin tertidur mendengar senandung yang dinyanyikan Len. Dengan susah payah, Len menyelimuti saudaranya menggunakan tangan kanan saja. Dia memperhatikan wajah Rin. Wajahnya kembarannya itu semakin pucat. Tak lama kemudian, Kiyo-sensei masuk ke ruangan itu.

"Len-kun, bisa ikut denganku sebentar?" tanya Kiyo-sensei. Len menatap Kiyo-sensei dengan tatapan –pastitentangkeadaanRin-, Len mengangguk. Kiyo-sensei mendorong kursi roda Len keluar dari ruangan itu. Kiyo-sensei duduk disebuah kursi di depan ruangan Rin dengan Len disebelahnya.

"Dokter bilang apa tentang Rin?" Tanya Len to the point.

"Hmm, sepertinya kau sudah tau topik pembicaraannya."

"Langsung saja Kiyo-san."

"Dokter bilang kemungkinan Rin-san hanya bisa bertahan sekitar 3-7 hari lagi. Meskipun luka di jantungnya sudah dijahit, luka itu akan terus terbuka seiring dengan detak jantungnya yang tidak stabil."

"…"

"Len-kun?"

"Aku…tidak ingin kehilangan Rin. Bagaimanapun juga…aku terlalu menyayanginya. Tapi…jika takdir berkata lain…aku tidak bisa berbuat apa-apa. Sensei…apakah hubungan kami ini sangat terlarang? Sehingga takdir saja tidak mau menyetujuinya." Rintih Len. Air matanya mengalir kembali, Kiyo-sensei mengelus punggung Len mencoba menenangkannya.

"Sekarang kita berdo'a saja untu Rin."

"Kiyo-san, boleh aku meminta sesuatu?"

~ESOKNYA~

Beberapa suster keluar dari kamar inap Len sambil membawa barang dan pakaian milik Len. Mereka memindahkan pakaian dan barang Len ke kamar Rin. Kaito dan Mikuo yang melihat suster-suster itu sibuk keluar masuk kamar Rin dan Len jadi bingung. 'Apa Len pindah ke kamar Rin?' pikir mereka. Kaito dan Mikuo langsung menuju kamar Rin. Disana sudah ada Kiyo-sensei, Miku dan Meiko yang sedang membantu para suster. Sedangkan Len masih setia menemani Rin yang terbaring dikasurnya.

"Kiyo-sensei, Len pindah kamar kesini?" Tanya Kaito.

"Ya, begitulah."

"Kenapa?"

"Ini permintaannya. Dia ingin menemani Rin dan selalu disebelahnya di hari-hari terakhir Rin. Saya sudah meminta ijin pada dokter dan ia mengijinkannya." Jelas Kiyo-sensei dengan suara pelan takut terdengar Rin. Mendengar penjelasan Kiyo-sensei, mereka hanya ber-ohh-ria dan langsung membantu yang lain memindahkan barang-barang Len.

"Terima kasih sudah mau memindahkan barangku." Kata Len.

"Santai saja, kita kan sahabat." Ujar Kaito sambil nyengir.

"Kalau begitu kami tinggalkan kalian berdua dulu." Kata Kiyo-sensei sambil meninggalkan ruangan tersebut diikuti Kaito, Mikuo, Miku, dan Meiko. Len kembali mengalihkan perhatiannya ke Rin. Len memegang tangan Rin sambil terus menciuminya. "Mulai sekarang, aku akan terus menemanimu." Ucap Len sambil tersenyum. Rin membalas senyumannya sambil mengangguk.

Sejak hari itu, Len terus berada disamping Rin tanpa sekalipun meninggalkannya (kecuali kalo mau ke toilet). Dia terus memperhatikan Rin dan membuatnya nyaman. Menemani Rin sampai dia tertidur, menyanyikan sebuah lagu untuk membuatnya tenang, bikin humor yang kadang garing supaya Rin tersenyum. Sahabat-sahabat Len dan Kiyo-sensei juga sering datang untuk menghibur Rin. Berbagi cerita keseharian mereka kepada Rin.

Sudah dua minggu sejak vonis dokter terhadap Rin dan dia masih bertahan. Berkat dukungan secara tidak langsung yang diberika Len dan yang lainnya, Rin bisa bertahan sampai saat ini. Tapi itu semua tidak akan berlangsung lama. Karena daya tahan Rin juga memiliki batasnya.

Malam harinya seperti biasa Len menemani Rin sampai dia tertidur. Kasur tempat Len tidur berada di sebelah kiri kasur Rin. Dengan begini dia tidak perlu naik turun kursi roda. Jarak antara kasurnya pun hanya beberapa ubin saja supaya Len bisa menggapai Rin dengan leluasa. Len menyikap kain putih dan menyelimutinya pada Rin. Dia memberikan kecupan 'selamat malam' di kening Rin sambil mengelus rambutnya. "Tidurlah ohime-sama." Kata Len. Rin hanya mengangguk, tapi Rin tidak menutup matanya.

.

.

.

Hening…

.

.

.

"…Len…"

"Hmn?"

"Aku tau…umurku…hanya tinggal…beberapa hari lagi…" Rin terengah-engah.

"?"

"Kamu…tidak bisa…menutupinya…dariku…"

"…"

"Aku…ingin kau berjanji…Len. Jika kita…terlahir kembali…aku tidak ingin…terpisah darimu…aku ingin…kamu berada…disampingku…dan bermain bersamamu lagi…"

"Sudahlah Rin, istirahatlah!"

"Berjanjilah…Len…"

"Kau harus tidur Rin. Besok kamu harus teraphy." Len mulai meteskan air mata.

"Len…kumohon…berjanjilah…" Rin menggenggam tangan Len.

"…iya aku berjanji. Ketika kita terlahir kembali, akan kupastikan, aku berada disampingmu." Len mengelus kepala Rin.

"Bernyanyilah…untukku Len…aku ingin…mendengar kau bernyanyi…sebelum…aku tidur…" kata Rin sambil tersenyum. Len mengambil nafas dalam dan mulai bernyanyi.

Katsute zetsubou no soko ni

Ikuta no inochi ga kiete itta

Hikari me buita ima mo

Nokoru kizu wa mada ie nai

.

.

Kimi to deatte kara

Takusan no kotoba o narabeta yo

Kibou ni michita sekai o

Mou ichido omoi dasasete kureta nda

.

.

Itsuwari darake no tsukurareta sekai de

Kizudzuke ate yuku sadame dato iu nara

Tsunaida te o sotto hanashi owaraseru yo

Muku wareru koto no nai setsunaru omoi

.

.

Anata dake omotte ikite iku tame ni

Nani mo kamo suteru koto wa yuru sarenai

Ashita mo kitto mata onaji kono basho de

Kanadete iru yo…owaranai sekai no yume

Selesai bernyanyi tak lama kemudian Rin pun tertidur. Setelah yakin sudah tertidur, Len mengalihkan penglihatannya ke langit-langit kamar. Dia menutup matanya dengan lengan kanannya. Terlihat air mata mengalir dari balik lengan itu, Len kembali menangis. Tak lama kemudian ia tertidur.

Jam 03.45 a.m.

Len terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara desahan. Len menyalakan lampu ruangan itu. Dan ketika ia menoleh kearah Rin, dia tercengang. Nafas Rin makin tidak beraturan, detak jantung yang terlihat pada mesin medis pun berdetak tidak beraturan. Len kalang kabut sendiri. Dia mencoba membangunkan Rin tapi keadaan Rin tidak memungkinkan dia bisa mendengar suara Len.

Keadaan Rin semakin buruk ketika ia batuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya. Len menekan tombol panggilan darurat yang ada dimeja sebelah kanan kasur Len. Tak lama kemudian dokter dan beberapa suster datang dan langsung menangani Rin. Salah seorang suster membawa Len keluar ruangan itu. Terpaksa Len harus menunggu diluar. Len menghubungi Kiyo-sensei dan teman-temannya untuk datang ke rumah sakit.

30 menit kemudian Kiyo-sensei, Kaito, Meiko, Miku, dan Mikuo sampai di rumah sakit. Miku bertanya pada Len mengenai keadaan Rin. Tapi Len hanya menjawab dengan gelengan kepala yang cepat. Len tertunduk, dia meremas-remas rambutnya. Wajahnya terlihat sangat frustasi. Dia takut Rin tidak bisa diselamatkan lagi.

Setelah satu jam menunggu, akhirnya dokter keluar. Dokter meminta Kiyo-sensei berbicara dengannya, dia membawa Kiyo-sensei sedikit menjauh dari Len dan yang lain. Len memperhatikan Kiyo-sensei dan dokter itu. Len melihat dokter itu menggelengkan kepala sambil memasang muka sedih, Kiyo-sensei terlihat kaget. Apakah Rin tidak bisa diselamatkan lagi? Rin sudah pergi? Pikiran negative Len muncul. Kiyo-sensei kembali ke Len dan yang lainnya. Dia hanya menunduk dan terlihat sangat lemas.

Kiyo-sensei menggelengkan kepalanya dengan pelan. Mata Len mulai terasa panas dan perih. Tak lama setelah itu, sebuah kasur roda keluar dari ruangan Rin. Diatasnya 'tertidur pulas' seseorang yang seluruh tubuhnya ditutupi kain putih. Len menghentikannya, dia membuka kain itu. Didapatinya sosok Rin yang sudah tidak bernyawa lagi. Air mata Len tidak dapat ditahan lagi, dia turun dari kursi rodanya dan mencoba berdiri. Bruk! Dia terjatuh, Kaito dan Mikuo ingin membantunya berdiri tapi dihalang Kiyo-sensei. Len berusaha berdiri lagi, ia berpegangan pada besi kasur tersebut.

Sebuah keajaiban, Len bisa berdiri dengan sempurna meskipun tubuhnya sedikit ditopang. Tapi tetap saja, Len terus menangis melihat orang yang paling dia sayang pergi untuk selamanya. Len menempelkan dahinya pada dahi Rin. Air matanya berjatuhan ke wajah Rin dan mengalir melewati pipinya. Len mendekati bibirnya ke bibir Rin, dia memberikan ciuman perpisahan. Kemudian ia memeluk tubuh kembarannya yang sudah tak bernyawa itu. Sebelum melepaskan pelukannya Len membisikkan sesuatu.

"Aku akan menjemputmu segera. Pasti! Dan ketika kita terlahir kembali, aku akan berada disampingmu. Daisuki dayo, Rinny." Bisik Len sambil melepaskan pelukannya. Para suster langsung membawa Rin pergi. Len masih dalam posisi berdiri, dia menatap kepergian Rin. Miku dan Meiko pun tidak bisa menahan tangis mereka. Kaito memeluk Meiko, Mikuo memeluk Miku, Kiyo-sensei memeluk… err… menepuk bahu Len.

Esoknya acara pemakaman Rin berlangsung tepat saat bunga sakura bermekaran. Len menaburi bunga diatas makam Rin. Kiyo-sensei, Kaito, Meiko, Miku dan Mikuo datang ke acara pemakaman itu. Lenka pun menyempatkan diri datang dari Hokkaido mengantar kepergian sahabatnya. Disana juga terlihat Nero, Yuki, dan Teto datang ke acara itu. Len sangat senang melihat teman-temannya datang ke acara pemakaman saudaranya. "Lihatlah Rin, begitu banyak orang yang menyayangimu." kata Len dalam hati.

Selesai acara pemakaman, semua orang kembali ke aktivitasnya masing-masing. Hanya Len yang masih berada disitu, berdiri menggunakan tongkatnya. Kaito dan Mikuo menawari Len untuk ditemani tapi ia tolak. Dia ingin sendirian disitu bersama batu nisan Rin. Dia duduk dibawah pohon sakura dan mengeluarkan biola yang ia bawa. Tangan kirinya memang sudah sembuh, jadi dia dapat memainkan biolanya lagi. "Hei Rin, aku punya lagu untukmu. Dan kebetulan sekarang sakura sedang bermekaran." Kata Len. Dia mulai menggesek biolanya dan bernyanyi.

Yume zakura douka chira nai de ite

Izayoi no hakanai koi monogatari wa

Setsuna no yume no naka kiete yuku keredo

Ima dake wa…ima dake wa…omotte itai

Anata dake omotte ikite yuki tai

Kanau koto no nai koi no monogatari o

Ima koko de subete o owaraseru tame ni

Yume mite itai owarana sekai no yume

"Tunggulah Rin! Aku pasti sebentar lagi akan pergi ketempatmu." Bisik Len dalam hati. Dan ternyata benar, dua hari setelah acara pemakaman Rin, Len kembali dilarikan ke rumah sakit. Luka di kepalanya terbuka, dia mengalami pendarahan yang sangat hebat. Dia tidak bisa diselamatkan lagi, akhirnya Len pun pergi ketempat Rin berada.

.

.

.

OWARI

.

.

.

But, there is still another story behind this.

V

V

V

~Another Place~

Cip…Cip…Cip… suara burung saling bersahutan satu sama lain. Angin berhembus damai membelai rambut blonde seorang pria yang tertidur dibawah pohon. Cahaya yang menembus dahan dan dedaunan menyinari wajah pria tersebut. Seorang anak laki-laki berumur 5 tahun menggoyang-goyangkan tubuh lelaki itu.

"…Pa…Papa! Bangun! Ayo main sama Reito!" rengek anak itu. Gubrak! Pria itu terjatuh ke tanah. Karena kaget dia langsung terbangun sambil mengusap kepalanya yang sakit. Anak laki-laki yang ada disebelahnya terus menarik baju pria itu mengajaknya bermain. Dia sedikit heran dengan anak laki-laki yang terus mengajaknya bermain. Siapa anak ini? Pikirnya.

"Hei, sampai kapan kau mau melamun terus. Anakmu ingin bermain denganmu, tuh." Ucap seorang wanita berumur 25 tahun. Pria tersebut memperhatikan wanita itu. Rambut blonde panjang yang dibiarkan tergerai indah dan mata berwarna blue sapphire yang cerah. Pria tersebut mengenali wajah wanita itu.

"Rin?"

"Apa?"

"Kamu Rin, kan?"

"Ya ampun Len. Kamu lupa nama istrimu sendiri? Iya, aku Rin." kata wanita bernama Rin itu. Pria yang dipanggil Len itu hanya diam tak percaya dengan mulut terbuka. Len melihat sekeliling, dia menemukan sebuah rumah sederhana dari kayu jati tak jauh dari tempatnya duduk. Udara yang sejuk dan begitu banyak pepohonan didekitarnya. Rin menjadi sedikit khawatir melihat Len yang dari tadi celingukan tidak jelas. Dia mendekati Len.

"Kamu kenapa Lenny?"

"Eh..err…bukannya kita ada dirumah sakit karena kecelakaan. Trus kita dirawat… trus keadaanmu sangat kritis… trus kamu dan aku…"

"Kamu ngomong apa sih, Lenny? Dari tadi kita disini kok. Kamu day dreaming lagi ya?"

"Eh? Mu..mungkin."

"Sudahlah, ajak anakmu main."

"Eh? Ini anakku?" kata Len kaget sambil menunjuk anak laki-laki yang masih menarik-narik bajunya.

"Bukan! Ya iyalah Lenny suamiku tercinta. Liat dong! Rambut blonde yang sama, mata blue sapphire yang sama, dan raut wajah yang sama denganmu, masa' masih mau dibilang bukan anakmu?" jawab Rin sedikit kesal.

"Papa! Ayo main!" rengekan Reito semakin menjadi.

"Ah, i…iya, mau main apa?" Tanya Len sambil menggendong Reito, anaknya. Rin yang melihat Len dan Reito bermain dari kejauhan hanya bisa tertawa kecil. Dia menyandarkan tubuhnya dibawah pohon tempat Len tadi tertidur. 'Sepertinya kamu baru terbangun dari mimpi panjangmu ya, Len? Terima kasih, janjimu telah kau tepati.' Kata Rin dalam hati.

.

.

Nah, baru beneran…

.

.

~OWARI~

#gaploked#

.

.

Huwaaa! Akhirnya slesai juga, smoga readers puas dengan FF saea ini. Entah karena saea org'a melankolis atau apa, tapi wktu bkin chapter ini dadaku tiba2 skit mmbacanya (lebay), bgaimana dengan kalian? Dan saea bru sdar di FF ni bgitu bnyak FORBIDDEN LOVE-nya *gaplok*. O ya lagu yg dinyanyiin Len itu ntah knapa bgtu sesuai dgn FF ini (menurutku). Cover FF-nya special buat last chapter ini…

OK, sblum my first FF ini ditutup saea mo mengajukan prtnyaan:

Ramekah FF saea ini?

Ada yg mo ngasih ide ato request untk FF q slanjut'a? Fandom ttep Vocaloid ya…

Lagu apa yg dinyanyikan Len di bagian akhir?

Yak, sgitu saja… Silahkan balas di REVIEW! :*