Disclaimer :

Detektif Conan milik Gosho Aoyama.

Catatan Penulis :

Apa kabar pembaca sekalian? Penulis kembali lagi dengan cerita Shinichi x Shiho yang merupakan sekuel dari cerita Jangan Bilang Tidak. Penulis belum tahu apakah penulis akan meningkatkan cerita ini menjadi rate M di masa depan atau tetap pada rate T. Apakah para pembaca sekalian punya pendapat tentang rate cerita ini?

Penulis juga ingin memberikan peringatan kepada para pembaca sekalian yaitu bagi para pembaca yang benci dan ilfil sama sinetron Indonesia, lebih baik jangan membaca cerita ini, karena cerita ini khas sinetron Indonesia banget. XD

Selamat membaca dan berkomentar!


Tidak Ada yang Terjadi

By Enji86

Tears fall without me realising

I wiped my tears because I didn't want you to be washed away

Could have erased you, could have forgotten you

It makes me cry to think about the days without you

You left me without saying anything, I wish it wasn't you, please

It's okay if you return, it's okay if you return

It must be just a dream where we were apart for a short time

Nothing happened, nothing happened

When the night is over, if I wake up, I'm with you again

Repeatedly telling with my heart, telling with my mouth

I remind myself so many times because I don't want to lose you

Could have erased you, could have forgotten you

It makes me cry to think about the days without you

You left me without saying anything, I wish it wasn't you, please

It's okay if you return, it's okay if you return

It must be just a dream where we were apart for a short time

Nothing happened, nothing happened

If I wake up after tonight

It's okay if you return, it's okay if you return

I still love you, please, please

Nothing happened, nothing happened

When the night is over, if I wake up, I'm with you again

(Nothing Happened – Jung Yeop)

Chapter 1 – Tragedi

Shinichi masuk ke apartemen Heiji dengan kesal sehingga Heiji geleng-geleng kepala.

"Ada apa lagi sekarang? Kau bertengkar lagi dengannya?" tanya Heiji setelah dia mendudukkan dirinya di sebelah Shinichi.

"Begitulah," jawab Shinichi dengan kesal.

"Masalah yang sama?" tanya Heiji.

Shinichi hanya menjawabnya dengan menatap Heiji dengan marah sehingga Heiji agak sweatdrop.

"Kudo, kalau menurutku kau harus lebih pengertian padanya," ucap Heiji dengan hati-hati.

"Pengertian katamu? Yang dia pedulikan hanya pasien, pasien dan pasien. Padahal kami pacaran lebih dulu, tapi sampai sekarang dia terus menolak ajakanku untuk menikah sementara kau dan Masumi sudah menentukan tanggal. Bahkan Ran sudah bertunangan dengan Hondo. Apa kau tahu bagaimana perasaanku? Aku merasa dia tidak mencintaiku," seru Shinichi.

"Tentu saja tidak. Dia mencintaimu. Aku tahu itu," ucap Heiji.

"Lalu kenapa dia tidak mau menikah denganku?" seru Shinichi lagi.

"Yah, karena pasien?" ucap Heiji dengan polos sehingga Shinichi facepalm.

"Hattori, kau sama sekali tidak membantuku," ucap Shinichi.

"Hei, aku sudah memberimu saran kan?" ucap Heiji, merasa tidak terima.

"Terserah. Yang jelas aku sudah tidak tahan lagi. Aku harus melakukan sesuatu," ucap Shinichi dengan penuh determinasi.

Saat Shinichi keluar dari apartemen Heiji, dia bertemu dengan Shuichi yang beberapa hari ini sedang berkunjung ke Jepang untuk pertemuan keluarga yang membicarakan tanggal pernikahan Heiji dan Sera. Mereka berdua akhirnya pergi ke sebuah kafe untuk minum kopi.

XXX

Shiho menghela nafas dan menghentikan pekerjaannya memeriksa laporan perkembangan klinik yang ada di Desa Tekoku. Pertengkarannya dengan Shinichi tadi benar-benar mengganggu pikirannya. Akhir-akhir ini, dia memang sering bertengkar dengan Shinichi.

"Kenapa dia tidak mau mengerti sedikit saja?" keluh Shiho dalam hati.

Shiho memang belum ingin menikah dengan Shinichi karena dia ingin berkarir dan menggunakan kemampuannya untuk menolong orang lain, sebelum mencurahkan perhatiannya sepenuhnya kepada suaminya dan anak-anaknya kelak. Lagipula dia masih berusia 24 tahun.

"Yah, aku akan bicara lagi padanya nanti di rumah sambil membuatnya senang. Mungkin dia akan mengerti," ucap Shiho dalam hati. Kemudian dia mengalihkan perhatiannya kembali pada laporan di depannya.

Shiho dan beberapa dokter muda lain yang merupakan teman-teman kuliahnya dulu, membuat sebuah proyek untuk meningkatkan kualitas klinik yang ada di tempat-tempat terpencil di Jepang sehingga bisa memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik pada masyarakat. Dan kalau proyek ini hasilnya memuaskan, mereka akan mendapatkan dukungan dari Kementerian Kesehatan, dan saat itulah Shiho akan mengundurkan diri dari proyek itu dan bersiap menjadi ibu rumah tangga.

XXX

Setelah makan malam, Shiho mengunjungi rumah Shinichi, tapi Shinichi hanya bersikap dingin padanya. Setelah mereka berdua menonton TV dalam diam selama beberapa saat, Shiho akhirnya membuka mulutnya.

"Sayang, apa kau masih marah?" tanya Shiho.

Shinichi hanya diam dan bersikap seolah-olah tidak mendengar apapun, bahkan mungkin menganggap Shiho tidak ada di situ.

"Dasar laki-laki angkuh satu ini. Tapi dia terlihat sangat manis kalau dia bersikap seperti ini," ucap Shiho dalam hati sambil tersenyum kecil.

Shiho lalu bergerak dan memposisikan dirinya di pangkuan Shinichi tapi Shinichi tetap tidak bergerak dan pandangannya tetap terfokus pada TV di depannya. Senyuman Shiho pun semakin lebar. Lalu dia mulai menciumi leher Shinichi. Dia bisa merasakan otot-otot Shinichi yang menegang karena sentuhannya dan nafas Shinichi yang tersentak setiap kali bibirnya menyentuh sweet spot di leher Shinichi. Salah satu tangannya bergerak naik turun di dada dan perut Shinichi.

Nafas Shinichi semakin berat dan tubuhnya terasa semakin panas. Tidak butuh waktu lama sampai dia mencengkeram kepala Shiho dan mencium bibir Shiho dengan berapi-api.

XXX

Shiho masih duduk di pangkuan Shinichi dengan kepalanya bersandar di bahu Shinichi sementara Shinichi membelai rambutnya. Setelah momen panas mereka berakhir beberapa saat lalu, mereka berdua hanya diam, menikmati momen kebersamaan mereka saat itu, yang sangat jarang terjadi karena kesibukan mereka masing-masing.

"Ini artinya kau tidak marah lagi kan?" tanya Shiho yang mengangkat wajahnya untuk menatap wajah Shinichi, memecah keheningan diantara mereka berdua.

Shinichi berhenti membelai rambut Shiho dan terdiam selama beberapa lama sebelum membuka mulutnya.

"Menikahlah denganku, Shiho," ucap Shinichi tanpa menjawab pertanyaan Shiho.

"Shin...," mulai Shiho tapi Shinichi langsung memotongnya.

"Kalau kau mencintaiku, menikahlah denganku," ucap Shinichi sehingga Shiho menghela nafas.

"Shin, aku mencintaimu. Aku benar-benar mencintaimu. Dan aku akan menikah denganmu. Tapi tidak sekarang. Aku masih butuh waktu. Tolong mengertilah," ucap Shiho.

"Tapi aku tidak bisa mengerti. Aku tidak mengerti kenapa susah sekali bagimu untuk menikah denganku. Ibuku saja bisa melepaskan semuanya dan menikah dengan ayahku saat berusia 20 tahun," ucap Shinichi dengan suara meninggi.

"Shin...," ucapan Shiho kembali dipotong oleh Shinichi.

"Cukup, aku tidak mau dengar lagi," ucap Shinichi kemudian dia mendorong Shiho dari pangkuannya ke sofa. "Lebih baik kau pulang. Aku akan ke Amerika bersama Akai-san besok. FBI membutuhkan bantuanku. Lagipula melihatmu selalu menolak lamaranku membuat hatiku sakit. Semoga kau sudah mengambil keputusan yang tepat saat aku pulang nanti. Kalau tidak, mungkin kita tidak perlu bertemu lagi," lanjut Shinichi.

Shiho kembali menghela nafas.

"Baiklah, aku akan pulang sekarang. Hati-hatilah di Amerika. Jangan melakukan hal-hal yang berbahaya," ucap Shiho. Kemudian dia memberanikan diri mencium pipi Shinichi sebelum melangkah pergi.

Sesampainya di rumah Profesor Agasa, Shiho disambut oleh ibu angkatnya, yaitu Fusae, yang langsung mengerutkan keningnya karena melihat Shiho yang lesu.

"Shiho-chan, apa kau baik-baik saja?" tanya Fusae.

"Aku baik-baik saja, Bu," jawab Shiho sambil memaksakan senyum. Kemudian dia mendudukkan dirinya di sofa dan Fusae ikut duduk di sebelahnya.

"Tapi kau tidak kelihatan baik-baik saja. Apa yang sudah terjadi? Apa pertengkaranmu dengan Shinichi-kun belum selesai juga?" tanya Fusae.

Shiho diam sejenak sebelum bersuara kembali.

"Bu, apa aku ini terlalu egois? Aku sangat mencintai Shinichi, tapi aku tidak sanggup melepaskan semua keinginanku demi menikah dengannya. Apa itu artinya aku egois?" tanya Shiho tanpa menjawab pertanyaan Fusae.

"Mungkin itu memang egois. Tapi Shinichi-kun juga egois karena memaksamu menikah dengannya tanpa memahami keinginanmu. Jadi pada dasarnya kalian berdua itu egois. Ibu hanya bisa menyarankan padamu, kalau kau yakin kau mau menghabiskan sisa hidupmu bersama Shinichi-kun, lebih baik kau menerima lamarannya. Pikirkan itu baik-baik, hmm?" jawab Fusae.

"Baiklah, aku akan memikirkannya," ucap Shiho.

XXX

"Sepertinya kau tetap tidak berhasil dan dia tetap menolak lamaranmu," ucap Shuichi sambil tertawa kecil saat Shinichi sudah berdiri di hadapannya di bandara.

"Tutup mulutmu," ucap Shinichi dengan kesal.

"Bukankah lebih baik kau bersabar menunggunya daripada melakukan hal semacam ini? Dia pasti akan menikah denganmu suatu saat nanti," ucap Shuichi.

"Sayangnya aku bukan orang yang sabar," ucap Shinichi sehingga Shuichi kembali tertawa kecil.

"Yah, itu menjelaskan banyak hal," ucap Shuichi.

"Kau akan tetap membantuku kan?" tanya Shinichi.

"Yah, sebenarnya aku tidak suka melakukannya. Tapi karena aku pernah berhutang padamu, aku akan membantumu," jawab Shuichi.

"Baguslah kalau begitu," ucap Shinichi.

XXX

Malam itu, hujan deras mengguyur wilayah Hokkaido, termasuk desa kecil di pegunungan yang sedang dikunjungi Shiho bersama teman-temannya. Rencananya mereka akan tinggal di sana selama seminggu untuk melakukan observasi dan hasilnya nanti akan digunakan untuk memutuskan langkah-langkah apa saja yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja klinik di desa itu.

Saat Shiho merapikan barang-barangnya di kamarnya di penginapan yang ditempatinya bersama teman-temannya, ponselnya berdering sehingga dia menghentikan kegiatannya dan menjawab telponnya.

Beberapa saat kemudian, wajah Shiho berubah menjadi syok. Dia menjatuhkan ponselnya sementara matanya berkaca-kaca. Tapi dia segera menyadarkan dirinya dan menyambar tas tangannya lalu keluar dari kamarnya. Dia mengetuk kamar ketua tim dengan tidak sabar untuk meminjam salah satu mobil yang mereka sewa karena dia harus segera pergi ke bandara.

Pada awalnya ketua tim tidak mengijinkan Shiho pergi karena malam sudah larut dan hujan masih turun dengan deras sehingga berbahaya jika mengemudi di pegunungan dalam kondisi seperti itu. Tapi ketika melihat Shiho memohon padanya dengan wajah begitu memelas dan putus asa, akhirnya dia dengan berat hati mengijinkannya. Yah, siapa yang tidak begitu kalau dikabari bahwa pacarnya sedang kritis. Lagipula dia percaya Shiho bisa menjaga dirinya karena Shiho adalah orang yang paling hati-hati dan tenang di dalam timnya. Dia hanya tidak tahu bahwa Shinichi berarti terlalu banyak bagi Shiho.

XXX

"Bagaimana?" tanya Shinichi di sebuah kamar rumah sakit milik FBI.

"Sepertinya dia menjatuhkan ponselnya," jawab Shuichi sambil menutup teleponnya.

"Benarkah?" komentar Shinichi dengan wajah berseri-seri.

"Kau saja yang bodoh, meragukan perasaannya padamu hanya gara-gara dia tidak mau menikah denganmu dalam waktu dekat," ucap Shuichi.

"Aku tidak meragukan perasaannya. Aku hanya ingin membuatnya segera menikah denganku," gerutu Shinichi.

"Terserah. Yang jelas dia akan segera datang kemari jadi kau harus bersiap-siap menjadi pasien kritis," ucap Shuichi.

"Aku sudah tidak sabar melihatnya menangis sambil memohon padaku agar aku segera bangun, seperti di film-film. Dan saat dia mulai berkata bahwa dia akan menikah denganku kalau aku bangun, aku akan bangun dengan dramatis," ucap Shinichi sambil tersenyum lebar.

"Tch," ucap Shuichi. Tapi dia juga ingin melihat adegan itu. "Aku akan memanggil Dr. Hobson untuk melakukan persiapan," ucap Shuichi kemudian dia melangkah keluar dari kamar.

XXX

Shiho berusaha keras menguasai dirinya dan berkonsentrasi penuh mengemudi menembus hujan, tapi semuanya semakin sulit ketika air mata mulai mengalir membasahi pipinya. Apalagi dia mulai menyalahkan dirinya sendiri.

"Apa yang sudah kulakukan? Kalau saja aku menerima lamarannya, dia tidak akan pergi ke Amerika dan semua ini tidak akan terjadi. Kumohon bertahanlah, Shin. Aku akan segera berada di sampingmu. Aku akan melakukan apa saja asal kau selamat. Jadi tolong bertahanlah," ucap Shiho dalam hati.

Tanpa sadar Shiho menaikkan kecepatan mobil yang dikendarainya karena emosinya sudah mengambil alih semuanya. Hanya satu yang diinginkannya saat ini, yaitu bertemu dengan Shinichi.

XXX

Seorang laki-laki berdiri di dekat pembatas jalan, mengamati jurang di bawahnya, di tengah guyuran hujan. Salah satu tangannya memegang bungkusan yang berisi beberapa botol minuman keras. Di jurang itulah, mobil ibunya jatuh kemudian meledak. Dan semua itu gara-gara organisasi bernama Snake.

Mereka menipu ibunya. Mereka menemukan bahwa ibunya adalah Phantom Lady, istri dari Kaito Kid senior, makanya mereka menghabisi ibunya. Mereka menelepon ibunya saat malam sudah larut dan berkata bahwa dia berada dalam kondisi kritis saat ibunya sedang berlibur ke villa di pegunungan Hokkaido dan mereka juga mengerjai mobil ibunya itu sehingga ibunya berakhir dengan jatuh ke jurang bersama mobilnya.

Dia juga menyalahkan dirinya sendiri karena kalau seandainya dia mau mengikuti ajakan ibunya ke villa, semua ini tidak akan terjadi. Dia juga seharusnya tetap memburu dan berusaha menghancurkan Snake meskipun dia sudah berhasil menemukan Pandora, bukannya sibuk mengejar wanita yang disukainya. Akhirnya dia terpaksa menghilang dan meninggalkan semuanya agar orang-orang di sekitarnya tidak berada dalam bahaya karena Snake pasti mengincarnya.

Dia meletakkan bungkusan yang dibawanya ke tanah, lalu mengambil salah satu botol. Namun belum sempat dia membuka botol itu, dia mendengar suara decitan ban mobil yang memekakkan telinga kemudian diikuti dengan suara dentuman yang sangat keras.

Matanya pun membesar melihat kejadian yang baru saja terjadi tak jauh dari tempatnya berdiri. Dia terpaku di tempatnya selama beberapa saat sebelum menjatuhkan botol di tangannya sehingga botol itu menggelinding ke dalam jurang, dan segera berlari menuju mobil yang separuh bodinya sudah tidak berpijak pada tanah. Dengan perasaan seperti sedang menyelamatkan ibunya, dia dengan susah payah mengeluarkan pengemudi mobil itu dan tepat setelah dia sudah berhasil, mobil itu terjun bebas ke jurang dan meledak.

Dia mengamati pengemudi mobil yang ada di pelukannya itu. Kepala pengemudi itu terluka dan mengucurkan darah. Ketika matanya jatuh pada rambut pengemudi itu, dia merasa tidak asing dengan rambut berwarna pirang stroberi itu, meskipun dia tidak ingat dimana dia pernah melihatnya. Dia pun segera membawa pengemudi itu ke mobilnya sembari tidak lupa menyambar bungkusan berisi minuman kerasnya kemudian dia segera pergi dari situ.

"Apa mungkin Ibu mengirim wanita ini untukku?" tanyanya dalam hati.

XXX

"Hei, kenapa dia belum datang juga? Apa perjalanan ke Amerika memang membutuhkan waktu sampai selama ini? Ini sudah 24 jam," ucap Shinichi.

"Entahlah. Akhir-akhir ini cuaca buruk sering terjadi. Mungkin penerbangannya ditunda," sahut Shuichi.

"Begitu ya?" komentar Shinichi.

"Aku akan mencari tahu dan jadilah pasien yang baik selama aku pergi. Kalau dia tiba-tiba datang saat kau bermain-main dengan alat bantu pernafasanmu, dia akan membunuhmu, bukannya menikah denganmu," ucap Shuichi.

"Dan dia juga akan membunuhku karena mau membantumu melaksanakan rencana bodoh ini," ucap Shuichi dalam hati.

"Ya, ya, aku tahu," ucap Shinichi dengan bibir manyun.

"Aku pergi," ucap Shuichi sambil melangkah ke pintu.

Saat Shuichi sudah menghilang di balik pintu, Shinichi menghela nafas. Entah kenapa sejak kemarin siang, ada sesuatu yang membuat perasaannya tidak enak. Dia pun memutuskan mengikuti nasehat Shuichi dan menjadi pasien kritis yang baik. Dia tidak perlu memikirkan hal lain sekarang karena dia harus fokus pada rencananya. Rencana untuk membuat Shiho menikah dengannya.

XXX

Banyak polisi dan regu penyelamat berkumpul di sekitar tepi jurang di daerah pegunungan di Hokkaido itu. Beberapa polisi melakukan olah TKP pada pembatas jalan yang rusak, sementara beberapa tim penyelamat bergerak menuruni jurang.

Sementara itu, di sisi luar police line, terdapat seorang laki-laki yang histeris sehingga dua orang laki-laki lain harus memeganginya.

"Lepaskan aku! Aku harus mencari Shiho. Dia sedang menungguku di bawah sana. Aku harus ke sana!" seru Shinichi sambil terus meronta.

Heiji dan Shuichi benar-benar harus bekerja keras untuk menahan Shinichi. Sera yang berada di samping Heiji menangis semakin keras setelah mendengar perkataan Shinichi.

Lalu seseorang dari tim penyelamat menghampiri mereka dan dari ekspresi wajah orang itu, mereka tahu kalau dia membawa kabar buruk, kecuali Shinichi yang masih histeris.

XXX

"Bibi, apa keadaannya masih sama?" tanya Heiji yang berkunjung ke kediaman keluarga Kudo.

"Iya, Heiji-kun. Padahal Ran-chan sudah membujuknya untuk makan tapi Shin-chan hanya diam saja dengan pandangan kosong. Dia sudah tiga hari tidak makan apapun," ucap Yukiko dengan mata berkaca-kaca.

"Kalau begitu aku akan mencoba membujuknya lagi," ucap Heiji.

Yukiko hanya mengangguk lalu Heiji berbalik dan bergegas ke kamar Shinichi.

"Yo, Neechan," sapa Heiji saat dia masuk ke dalam kamar Shinichi.

"Kau datang, Hattori-kun," sahut Ran dan tiba-tiba Shinichi yang dari tadi berbaring langsung bangkit untuk duduk.

"Hattori, kau harus membantuku. Kau harus melepaskan borgol ini dari tanganku. Aku harus pergi ke dalam jurang itu. Shiho ada di sana dan dia sedang menungguku. Aku bahkan mendengar dia memanggilku," ucap Shinichi sambil menatap Heiji dengan pandangan memohon.

Heiji hanya bisa mengalihkan pandangannya dari Shinichi karena dia takut air matanya akan tumpah. Sebenarnya kepergian Shiho sangat menyakitkan baginya, tapi dia berusaha keras untuk tegar karena Shinichi dan Sera sangat membutuhkannya saat ini.

Salah satu tangan Shinichi memang diborgol ke kepala tempat tidur karena khawatir Shinichi akan berbuat nekat. Saat Heiji dan Shuichi yang syok setelah mendengar kabar dari tim penyelamat meregangkan pegangan mereka ke Shinichi, Shinichi berhasil melepaskan diri dan lari ke tepi jurang dengan niat melompat ke dalam jurang itu namun gagal karena anggota tim penyelamat yang ada di sana menangkapnya. Setelah itu, Shinichi selalu berkata bahwa dia harus pergi ke dalam jurang itu karena Shiho ada di sana dan menunggunya, makanya keluarganya melakukan hal ini padanya.

"Shinichi, jangan seperti ini terus. Miyano-san pasti sedih kalau melihatmu seperti ini. Biarkan dia pergi dengan tenang, ya?" ucap Ran sehingga Shinichi mengalihkan perhatiannya ke Ran.

"Apa yang sedang kau bicarakan? Shiho ingin menemuiku dan dia sedang menungguku di dalam jurang itu. Lalu dia akan berkata bahwa dia bersedia menikah denganku. Aku tidak mengerti kenapa dari kemarin kau selalu bilang kalau aku harus membiarkannya pergi dengan tenang," ucap Shinichi dengan agak kesal.

Heiji yang sudah berhasil mengendalikan dirinya, duduk di tepi tempat tidur Shinichi sehingga Shinichi mengalihkan perhatiannya kembali kepadanya. Heiji lalu menatap mata Shinichi dalam-dalam.

"Kudo, kumohon sadarlah. Shiho sudah pergi. Kau sudah dengar sendiri kan dari tim penyelamat, mereka tidak bisa menemukan Shiho. Kemungkinan besar mayat Shiho sudah dimakan binatang buas yang menghuni jurang itu karena kita baru melakukan penyelamatan dua hari setelah kejadian," ucap Heiji sambil menahan rasa sakit di hatinya karena harus mengatakan kenyataan mengerikan itu.

Shinichi terdiam sejenak kemudian dia tertawa.

"Hattori, kau ini bicara apa? Binatang buas? Lucu sekali. Itu tidak mungkin terjadi. Shiho sedang bersembunyi di dalam jurang itu dan dia sedang menungguku," ucap Shinichi masih sambil tertawa. Kemudian dia berhenti tertawa dengan tiba-tiba dan wajahnya terlihat agak khawatir. "Kau tahu, Shiho pasti sudah mulai merasa kesal sekarang karena aku tidak datang-datang juga. Dia sangat mengerikan kalau sedang kesal, jadi bisakah kau lepaskan borgol ini dari tanganku? Kumohon," ucap Shinichi dengan tatapan memelas.

"Kudo...," erang Heiji dengan frustasi.

Wajah Shinichi pun berubah menjadi marah.

"Jadi kau tidak mau? Kalau begitu pergilah. Aku tidak mau melihatmu lagi," seru Shinichi dengan marah. Lalu dia mengalihkan pandangannya ke Ran. "Dan kau juga," ucapnya dengan tajam. Lalu dia kembali berbaring.

Heiji dan Ran saling berpandangan lalu mereka menghela nafas. Ketika mereka mencoba mengajak Shinichi bicara lagi, Shinichi tidak merespon dan hanya berbaring dengan pandangan kosong.

XXX

Beberapa saat setelah Heiji pergi ke kamar Shinichi, Yusaku pulang setelah berkunjung ke rumah sakit tempat Profesor Agasa dirawat dan Yukiko langsung menyambutnya. Melihat wajah suaminya yang lesu, hati Yukiko pun semakin sedih.

"Kondisi Profesor Agasa masih sama. Aku benar-benar berharap dia akan baik-baik saja. Fusae-san berkata padaku kalau kondisi Profesor sudah membaik, dia akan membawa Profesor ke Prancis. Kalau Profesor terus tinggal di sini, Profesor akan terus merasa sedih dan juga stres karena memikirkan Shiho. Jadi Fusae-san berpikir lebih baik dia dan Profesor pindah dari sini. Kau tahu kan, seseorang yang pernah terkena serangan jantung tidak boleh merasa tertekan," cerita Yusaku pada istrinya saat mereka berdua sudah duduk di sofa.

"Iya, aku setuju dengan ide Fusae-san itu," komentar Yukiko.

"Lalu bagaimana dengan Shinichi?" tanya Yusaku.

"Masih sama," jawab Yukiko dengan sedih.

Lalu suasana diantara mereka berdua menjadi hening.

"Sayang, apa kau ingat Dr. Bloom, psikiater dan ahli hipnotis kenalanku di Amerika?" tanya Yusaku, memecahkan keheningan diantara mereka berdua.

"Iya, kenapa memangnya?" jawab Yukiko sambil balik bertanya dengan bingung.

"Kalau Shinichi tidak juga menunjukkan kemajuan, aku pikir lebih baik kita berkonsultasi padanya," jawab Yusaku.

Yukiko diam sejenak sebelum membuka mulutnya.

"Iya, kita akan melakukannya," ucap Yukiko.

XXX

Malam itu, Shuichi kembali berdiri di tepi jurang tempat mobil Shiho jatuh. Sudah beberapa hari ini, dia datang ke sana saat malam hari sambil membawa sebotol Sherry. Lalu dia akan minum sambil bicara sendiri.

"Sherry, berjanjilah padaku kau tidak akan memaafkanku," ucap Shuichi. Kemudian dia menenggak minumannya.

"Kau tahu, aku ingin sekali terjun dari sini dan menyusulmu. Tapi kalau begitu, aku akan sama saja seperti si bodoh yang membuatmu seperti ini. Aku tidak akan mau sepertinya," ucap Shuichi.

Lalu Shuichi tertawa kecil dengan sinis setelah diam sejenak.

"Siapa yang coba kubohongi? Padahal aku tahu bahwa aku juga sama bersalahnya dengan si bodoh itu. Makanya Sherry, berjanjilah padaku kau tidak akan memaafkanku. Tapi maafkanlah si bodoh itu, karena dia benar-benar bodoh," ucap Shuichi. Lalu dia kembali menenggak minumannya.

Setelah melihat keadaan Shinichi, Shuichi tidak sanggup membenci Shinichi. Dia bahkan tidak bisa marah atau menyalahkan Shinichi karena kondisi Shinichi yang begitu menyedihkan.

XXX

Dua hari kemudian, Shinichi harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami dehidrasi. Dia sudah tidak makan dan minum selama lima hari penuh. Orang tua Shinichi pun memutuskan untuk membawa Shinichi ke Amerika setelah kondisi Shinichi membaik.

Ran pun memutuskan mengikuti Shinichi ke Amerika karena dia tidak mau meninggalkan Shinichi sendiri dan dia ingin merawat Shinichi. Tunangannya yang sangat pengertian pun mengijinkannya. Dan saat Dr. Bloom, psikiater Shinichi menyarankan untuk menghapus sebagian memori Shinichi, terutama tentang Shiho, agar Shinichi bisa kembali hidup normal, yang berarti bahwa Shinichi akan kembali ke masa dimana Shinichi masih menyukainya, Ran memutuskan mengakhiri pertunangannya dengan Eisuke dan memilih kembali menjadi pacar Shinichi.

Bersambung...