"Gaara kau dari mana?" tanya Temari cemas saat pagi ingin membangunkan Gaara. Adiknya itu tak berada dikamarnya.

"Nee-chan …"

"Ya?"

Manik sewarna rerumputan itu meredup menatap Temari sekilas, "percepat saja pernikahan kami. Kalau bisa minggu depan."

"A—apa maksudmu, Gaara?"

Gaara tersenyum tipis, "tak usah pura-pura tak tahu Nee-chan aku tahu kalau Nee-chan pasti tahu kalau kedatangan Neji untuk mengurus pernikahan kami bulan depan. Percepat saja, sekarang atau besok sama saja, bukan?"

"Kau yakin Gaara?" tanya Temari heran, bukankah kemarin Gaara yang bersikeras membatalkan pernikahan mereka. Bahkan menolak kehadiran Neji. Apa sebenarnya yang sudah terjadi.

"Ne. lebih cepat lebih baik."

Temari hanya bisa menatap langkah Gaara yang menaiki tangga menuju kamar atasnya. Senyum manis terbentuk dibibirnya, akhirnya adik kecilnya menyetujui permintaan keluarga besar mereka. Dan ia harus secepatnya mengabarkan kabar bahagia ini, terutama pada Neji. Pemuda itu pasti sangat senang.

Kankurou yang tak sengaja mendengar percakapan adik dan kakak perempuannya hanya bisa menatap Gaara miris. Walau Temari tak menyadari namun ia tahu kalau ada yang tak beres dengan Gaara. Wajah adiknya terlihat terluka. Gaara menangis.

"Apa kau yakin dengan semua ini, Gaara?"

xxx

A Confusion

Disclaimer:

Masashi Kishimoto

Pair: NaruGaa

Rated: M

Genre:

Romance/hurt comfort

Warning: AU, boyxboy, gaje, OOC, author newbie, typo dkk, dan segudang warning lainnya.

Don't like don't read

hehehe daripada nanti Mizu dikirimi Flame

Keterangan:

"Speak" berbicara

'Mind' berfikir dalam hati

Summary:

Gaara tak pernah menyangka kedatangannya kala pertama kali ke apartemen Naruto akan berakhir mengenaskan begini. Diperkosa pacar sendiri. Bukan hanya tubuh yang hancur tapi seluruh perasaanya sudah tak berbentuk lagi.

xxx

Kediaman rumah besar itu tampak ramai, banyak orang-orang yang berlalu lalang. Membawa berbagai properti masuk ke dalam rumah. Bahkan sampai ke halaman belakang rumah kediaman Sabaku tersebut. Semua orang tampak sibuk bahkan terlihat sang Sabaku sulung yang mengkoordinir orang-orang tersebut.

"Sabaku-san, dimana diletakkan semua karangan bunga ini? Halaman depan sudah sangat penuh," ujar salah satu pekerja yang tampak membawa sebuah karangan bunga besar hampir menutupi tubuhnya.

Sabaku Temari, putri sulung Sabaku itu melihat sejenak sembari memperhatikan halaman depan rumahnya. Padahal belum ada satu hari berita itu tersebar namun sudah sebagian besar relasi bisnis keluarganya mengirimkan ucapan selamat melalui karangan bunga. Bahkan bila acara tersebut akan berlangsung lima hari lagi.

"Selamat atas pernikahan Sabaku Gaara & Hyuuga Neji."

Itulah rata-rata ucapan yang tersemat di antara bebungaan itu. Seminggu lagi, tepatnya lima hari empat hari dari sekarang. Upacara pernikahan dua perusahaan besar itu akan berlangsung dan tentu saja itu juga merupakan kesempatan marger perusahaan yang mungkin akan menguasai pangsa pasar global.

"Paman taruh saja dulu di ruangan lantai tiga yang kosong. Saat acara nanti baru dikeluarkan. Aku tak yakin hanya ini yang akan datang, pasti bakal bertambah."

"Baik."

Temari menggeleng pelan melihat betapa banyak bunga yang diangkut ke dalam rumahnya. Terselip senyum simpul diwajahnya mengingat sebentar lagi adik bungsunya akan segera melangsungkan pernikahannya dan itu artinya Gaara akan menjadi keluarga Hyuuga secara resmi.

Temari tentu tahu kalau ini tidak seratus persen merupakan pernikahan bisnis karena ia tahu kalau Neji menyukai adik bungsunya tersebut. Bahkan Neji menolak saat keluarga mereka meminta Neji menikahi dirinya dan lebih memilih Gaara. Hanya adik bungsunya itu.

Bagaiamana pun juga pernikahan ini akan membuat kedudukan perusahaan keluarga yang kini dipegangnnya akan semakin kokoh dan Temari pasti akan mendukung semua ini kalau bisa membuat keluarganya lebih baik.

Uzumaki Naruto.

Tiba-tiba Temari teringat dengan pemuda berambut pirang yang dikenalnya sebagai kekasih adiknya. Walau ia tak merestui namun selama ini Gaara bersikeras bersama si pirang itu. Bahkan adiknya berani menentangnya hanya untuk Naruto. Dan rasanya ini semua sedikit aneh saat Gaara menyetujui bahkan mempercepat pernikahannya dengan Neji.

"Temari! Ada telpon dari perusahaan!"

Sebuah teriakan dari lantai dua membuat Temari menghentikan lamunannya. Ada hal yang harus dipikirkannya saat ini. Bukan hal remeh tentang hubungan adiknya dengan seseorang tanpa latar belakang tersebut. Pernikahan Gaara dan Neji itu yang lebih penting.

.

.

.

"Arrrrgggghhhh!" Pemuda berambut pirang itu tampak menendang kaleng yang ditemuinya dijalanan. Tangannya mengepal keras, kesal dan marah.

Uzumaki Naruto, pemuda berusia enam belas tahun itu terlihat kusut bahkan di jam yang seharusnya ia berada ditempat yang bernama sekolah namun saat ini ia malah berada di jalanan.

Memakai pakaian sekolah dengan kancing baju yang terbuka, rambut kusut, wajah pucat bahkan Naruto yakin kalau orang-orang sudah melihatnya bak orang gila karena sedari tadi berteriak keras.

Sebenarnya Naruto baru saja dari sekolah, setidaknya ia berharap Gaara akan berada di sana. Namun tidak, sudah dua hari ini kekasihnya itu menghilang. Bahkan ia tak bisa menghubungi ponsel Gaara.

Naruto takut, kalau apa yang diucapkan oleh Gaara terakhir kali akan menjadi kenyataan.

Bagaimana nanti ia bisa hidup kalau Gaara berniat meninggalkannya dan bersama dengan orang lain.

Mati mungkin merupakan pilihan yang lebih tepat.

Menghempaskan tubuhnya di sebuah pohon besar, Naruto termenung tanpa pikiran.

Matanya terlihat kosong bahkan bila tak ada yang memperhatikannya dengan seksama tak ada seseorang pun yang akan menyadari kehadirannya—terlindung dari pagar rumput.

"Gaara, kau tak serius dengan ucapanmu, bukan?"

Naruto sakit dengan keadaannya sekarang. Terbuang untuk kesekian kali.

Kesendirian ini semakin meyelimutinya.

Hanya fhoto Gaara dan dirinya di ponselnya tak akan bisa membuatnya lebih baik. Ia butuh Gaara yang sebenarnya ia butuh pemuda itu sekarang juga.

"Aku tak pernah mengkhianatimu, Gaara. Aku bahkan tak tahu siapa dia. Aku berani bersumpah, Gaara."

Lelehan liquid bening itu akhirnya tumpah juga, menangis hanya karena seorang Gaara.

Naruto mengutuk dirinya yang terlalu lemah hanya karena kepergian Gaara ia hancur.

Kali ini Naruto tak berani menarik Gaara paksa, ia takut.

Sangat takut, melihat sebuah luka di manik jade milik Gaara. Apa sosok itu yang terpantul di mata Gaara. Sosoknya yang membuat kekasih yang sangat disayanginya menangis dan kesakitan.

Sreeekk

Sebuah kartu nama meluncur bebas dari kantong celana Naruto sesaat ia memasukkan ponselnya.

Uchiha Sasuke

"Dia …"

Flashback

"Kau siapa?" tanya Naruto geram. Karena orang ini ia kehilangan Gaara. Bahkan ia tak ingat bagaimana dirinya bisa berakhir tidur bersama pemuda itu. Naruto tak bodoh melihat apa yang tercetak jelas ditubuh pemuda itu—mereka pasti menghabiskan malam yang panas.

"Kau tak mengingatku? Cih, padahal kau yang menyeretku kemari."

Naruto membelalakan matanya, tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh pemuda pemilik manik sekelam malam itu.

"Sudahlah, aku tak peduli toh tak ada ruginya untukku," ujar pemuda itu santai sembari memunguti setiap pakaiannya yang tercecer di ruangan kamar tidur Naruto.

Pemuda pemilik rambut biru gelap itu berjalan pelan melewati Naruto. Pemuda pirang yang seharusnya menjelaskan semuanya saat tiba-tiba semalam saat pulang bekerja ia diseret di tengah jalan ke gang sempit. Tanpa aba-aba pemuda pirang itu menyerangnya bahkan tak sadar kalau mereka masih berada di tepi jalan dimana siapa pun bisa melihat ulah keduanya.

Ini mungkin bukan yang pertama kali untuknya, namun pemuda pirang itu sedikit membuatnya kesal karena menghabisinya semalam tanpa ampun padahal ia masih harus bekerja hari ini.

"Tunggu."

Pemuda itu berhenti saat tangannya ditahan oleh Naruto, manik itu bertanya dalam diam pada safire yang menyelidiknya.

"Bantu aku, … bantu aku menjelaskan semua pada Gaara. Jelaskan padanya kita tak ada hubungan apa pun, kumohon."

Gaara?

Cih, jadi bocah panda itu bernama Gaara?

"Tidak akan." Berbalik, pemuda itu berhadapan langsung dengan Naruto.

"Dia kekasihmu? Sayangnya aku tertarik padamu, Uzumaki Naruto. Jadi tak akan mungkin aku membantumu."

Naruto menghempaskan tubuh pemuda itu ke dinding kamarnya. Tak memperdulikan kalau punggung pemuda itu terluka karena dihempar terlalu kencang. Naruto tak memperdulikan apa pun diluar kekasihnya, hanya Gaara yang dibutuhkannya.

"Kau?"

"Hn? Kau terlihat berbeda," ujar pemuda itu mengusap tanda lahir milik Naruto diwajahnya, 'walau sama menariknya namun aku lebih menyukai seorang Naruto yang liar seperti semalam, cup."

Tubuh Naruto terhempas saat pemuda itu mendorongnya dan tersenyum—menyeringai—mengejeknya. Tindakan pemuda itu yang tiba-tiba mengecupnya membuat kesadarannya hilang sesaat.

"Tu-tunggu!"

"Jika kau mencariku, kau tahu harus kemana."

Pemuda itu menghilang setelah melemparkan sebuah kartu sana untuk Naruto. Meninggalkan Naruto yang seakan kehilangan kepingan ingatannya.

Flashback Off

"Uchiha Sasuke, Black Sign Club—Shibuya?"

Naruto sejenak berpikir apa ia tahu tempat apa itu, rasanya ia tak pernah mengenal tempat hiburan malam seperti itu apalagi dengan statusnya yang seorang pelajar sekolah, mustahil.

Uchiha Sasuke, pemuda itu sendiri tak kelihatan sudah legal untuk tempat gelap begitu. Pemuda itu rasanya tak terlalu jauh jaraknya dengan dirinya bahkan tampak sebaya.

Namun pikiran Naruto kembali kalut saat dibenaknya bayang wajah terluka Gaara menjelas dan memudar bagain kaset rusak. Sudah berapa kali ia melihat manik jade itu menangis tidak bukan itu namun ia sendirilah pelaku yang membuat Gaara meneteskan cairan bening tersebut.

"Dia, Sasuke harus membantuku menjelaskan semua ini pada Gaara. Gaara pasti akan percaya. Pasti."

.

.

.

Hampir dua hari Naruto mencari keberadaan pemuda berambut biru kehitaman itu. Namun tak sedikit pun jejak yang didapatkanya bahkan berbekal dengan selembar kartu sana saja nampaknya tak bisa membantu usahanya.

Diantara semua waktu yang mungkin hanya sedikit dimilikinya Naruoto harus menemukan Sasuke secepatnya. Di saat semua panggilan dan pesan yang dikirimkannya pada Gaara tak digubris pemuda berambut merah berstatus kekasihnya itu.

Tersenyum miris Naruto mengingat bagaimana status hubungan mereka yang kini bahkan perlu ditanyakan kembali. Naruto berharap semua akan baik-baik saja entah bagaimana hidupnya bila Gaara benar-benar pergi dan meninggalkannya seornag diri.

Tidak, Naruto menggelengkan kepalanya, menghapus semua pikiran buruknya. Setidaknya ia harus bisa membuat Gaara kembali mempercayainya lagi bahkan kalau ia harus menyeret orang lain untuk membantunya.

Bukan tak mau langsung menemui Gaara, tapi semua tak akan bisa semudah itu saat Gaara bahkan tak masuk sekolah sejak saat itu. Langsung ke rumah pemuda itu hanya akan membuatnya menjadi santapan lezat kakak perempuan Gaara.

Sejak dulu Temari memang tak pernah menyukai dirinya. Hanya karena Naruto yang tak memiliki latar belakang yang jelas. Bila dulu Gaara masih menjadi tameng depan untuk melindunginya dari amukan Temari sekarang apa yang bisa dilakukannya bila Gaara sendiri menolak untuk menemuinya.

Anggap saja dirinya pengecut, namun Naruto memang tak pernah bisa lagi melangkah di luar garis kasat mata yang diciptakannya sejak dulu. Hanya Gaara yang bisa masuk dan melewati garis tersebut. Menyentuh dan memeluknya dengan semua kehangatan milik pemuda dingin itu.

Rasanya menyenangkan saat mengingat semua kenangan manis itu, tak percaya kalau semua kini seakan mengabur dan bersiap menghilang.

"Maaf, paman apa kau tahu dimana tempat ini?" tanya Naruto entah untuk kesekian kali pada beberapa yang ditemuinya di Shibuya bahkan ia terpaksa membolos karenanya.

"Maaf nak, Paman tak tahu. Bukankah kau masih sekolah untuk apa kau ke sana?"

"Ah tidak begitu Paman, aku hanya ingin menemui Pamanku tapi orang tuaku hanya memberikan kartu nama ini, ada urusan darurat," bohong Naruto saat melihat sang paman malah melihat curiga padanya.

"Begitukah, coba kau tanya pada orang-orang di sana siapa tahu ada yang tahu." Paman itu menunjuk sekelompok pemuda yang tengah berkumpul di sebuah taman kecil.

"Terima kasih Paman," ujar Naruto membungkuk sesaat sebelum menuju pada arah yang ditunjuk sang paman.

Shibuya bukanlah kota yang sering di datanginya bahkan Naruto tak pernah menginjakkan kaki di sini. Hanya sebatas Tokyo yang pernah di jelajahnya.

"Maaf, bisa aku bertanya?"

Naruto bergidik saat ternyata orang-orang yang disangkanya pemuda ternyata orang-orang dewasa yang cukup menyeramkan dengan pakaian parlente berwarna hitam. Rasanya nyalinya sedikit ciut melihat tatapan mereka padanya.

"Apa yang ingin kau tanyakan bocah?"

"Errr … ini apa anda tahu tempat ini atau mungkin seseorang bernama sama dengan di kartu nama ini?"

Salah satu berambut orange tampak menarik kartu nama di tangan Naruto.

"Cih, untuk apa bocah sepertimu ke tempat ini. Dan lagi kau salah alamat bila datang kemari. Walau namanya Shibuya bukan berarti ada di Shibuya bocah. Ini salah satu tempat tersembunyi di Tokyo."

Apaaaaa?

Ingin rasanya Naruto menjedukkan kepalanya ke aspal jalanan. Jadi ia sudah dikerjai Sasuke?

"Dan lagi bila kau perhatikan lagi ini bukan nama tempat hanya nama sebuah club. Alamatnya ada di daerah pinggiran Tokyo."

"Begitukah, terima kasih banyak." Menarik cepat kartu nama dari sang pemuda. Naruto segera berlari kencang meninggalkan tempat itu. Tak mengetahui kalau lima orang pemuda itu masih menatapnya hingga menghilang dari pandangan mata mereka.

"Hei apa kalian merasakan sesuatu?"

"Ya, rasanya sedikit familiar."

"Sudahlah, ayo pergi sepertinya dia terlambat."

Kelimanya berjalan meninggalkan taman sunyi itu dengan sebuah pertanyaan yang mungkin hanya dipikirkan oleh salah satu pemuda yang tak bersuara sedari tadi.

'Aku menemukannya, Menma … adik kesayanganmu,' bisiknya di dalam hati. Mengikuti teman-temannya yang berjalan di depannya.

.

.

.

Pinggiran kota Tokyo, akhrirnya Naruto berhasil menemukan tempat itu. Benar kata nii-chan di Shibuya itu kalau ini hanyalah nama club bukan menunjukkan tempat atau pun kota.

Naruto hanya bisa menunggu siapa yang keluar masuk dari sana, karena ia tahu pasti tak akan pernah diizinkan masuk mengingat statusnya.

Hampir seharian suntuk Naruto mengamati siapa saja yang keluar masuk club itu. Dari paman-paman hingga om-om parlente bahkan ada pemuda yang sangat muda namun diizinkan masuk. Cih, orang kaya bathinnya dalam hati saat melihat bodyguard di luar itu mendapatkan segepok uang dari sang pemuda.

Sasuke sebenarnya siapa pemuda itu?

Bahkan menunggunya dihari kedua tak juga berhasil menemukan pemuda itu.

Lelah, dan berpikir Sasuke mengerjainya untuk kesekian kali. Naruto menyerah dan berpikir mencari cara lain untuk meyakinkan Gaara. Menemui pemuda itu langsung di rumahnya mungkin terdengar sedikit mengerikan namun hanya itu satu-satunya cara untuk menyeret Gaara kehadapannya.

.

.

.

Naruto terhenti di depan gerbang rumah yang sangat diketahuinya dengan pasti walau tak pernah didatanginya langsung. Sakit menusuk di jantungnya saat melihat benda-benda yang bertebaran di depan gerbang. Benda yang cukup menjelaskan apa yang terjadi di dalam sana.

"Kau serius, Gaara?"

Niat untuk menjelaskan semua pada Gaara pupus sudah. Pencariannya terhadap Sasuke tak berbuah apa pun saat pemuda itu bahkan tak bisa ditemukannya. Bahkan sosoknya saja tidak.

Berbekal kenekatan setidaknnya Naruto berniat menemui Gaara sekali lagi mengerahkan semua keberaniannya yang tersisa namun apa yang didapatkannya di tempat ini.

Hatinya hancur bahkan Naruto tak tahu harus melakukan apa dengan semua ini. Haruskah ia mendobrak ke dalam sana dan membawa Gaara lari bersama dengannya.

Tidak itu tak mungkin. Naruto masih tahu diri kalau dirinya hanya seorang pemuda yang bahkan masih berstatus pelajar. Apa yang bisa dilakukannya dengan membawa Gaara pergi. Apa yang bisa dijanjikannya pada Gaara bahkan ia tak bisa menjaga janjinya sendiri yang tak akan membuat Gaara menangis.

Selama ini sudah berapa kali ia melihat cairan bening itu mengisi manik jade Gaara. Berapa kali ia melihat wajah terluka Gaara. Bahkan berapa kali ia sudah menyakiti Gaara tanpa disadarinya.

"Ahahahaha … ternyata aku memang pecundang yang terbuang."

Naruto menghapus segera air mata yang dianggapnya bodoh. Bibir itu tersenyum kecil menghadap ke arah samping dimana tempat yang diyakininya adalah kamar Gaara bahkan Naruto bisa melihat sosok Gaara di sana dan menghilang dengan segera.

"Bahkan kau tak mau melihatku lagi, Gaara? Kalau begitu apa alasanku untuk berada di sini?"

Membalikkan tubuhnya sendiri Naruto beranjak dari kediaman Sabaku yang penuh dengan ucapan selamat akan pernikahan sang putra bungsu. Sebuah kebahagiaan yang menorehkan luka untuk Naruto. Bahkan pemuda itu kehilangan arah hidupnya untuk kesekian kali.

"Selamat atas pernikahanmu, Gaara. Semoga kau bahagia," ucap Naruto mungkin untuk terakhir kalinya. Sebuah ucapan yang sama menghiasi kediaman Gaara.

Sosok itu pun menghilang tak terlihat lagi dipandangan mata. Seandainya saja Naruto mau menunggu sedikit lagi ia pasti akan bisa bertemu dengan Gaara. Bertemu dengan pemuda berambut merah yang tergesa-gesa turun dari kamarnya saat melihat Naruto. Pemuda yang kini meneriakkan namanya dengan wajah penuh air mata.

Tak sadarkah kau Naruto kalau kau belum terlambat bahkan untuk kembali mengambil milikmu yang berharga, saat Naruto tak memperhatikan tanggal pernikahan keduanya yang masih akan berlangsung dua hari lagi.

Jika semua menyerah semudah ini sekarang akankah cinta yang telah hancur bisa menemukan raganya kembali.

Bisakah Gaara mengatakan tidak untuk cinta Naruto yang bersemayam jauh di hatinya bahkan tertanam erat.

Bisakah Naruto melepaskan semuanya saat sebuah kegelapan hitam akan menyelimuti hidupnya.

Saat roda masa depan kembali bergulir siapa pun tak akan tahu apa yang terjadi, bahkan diantara senyuman kebahagiaa (Neji) air matanya mengalir dengan deras (Gaara) mengharapkan seseorang yang mulai tenggelam kembali dan membawanya pergi (Naruto) tapi semua tak akan semudah itu saat pemain baru mulai masuk (Sasuke) dan menggeser roda nasib ke arah yang tak seharusnya.

TBC Again

A/n: ini Cuma tambahan chapter sebelumnya dan bakal masuk klimaks chapter depan. moga Mizu masih bisa ngelanjutin ini fict secepatnya#bow

Thanks for reviewer sebelumnya:

Nekomata Angel of Darkness|Jung Yunki|Nia Yuuki|Namikaze Sora|Kazeknight|Azu X|Sherry dark jewel|Zaoldyeck13|No Name|Oguri Miruku|Princess Visionaries of obsesi|Kim Victoria|Arum junnie|Dee chan - tik

Jaa Na … Bye bye